“Ras, lo belum cerita sama gue.”
“Cerita apa?”
“Itu loh, cowok yang kemaren jemput lo di kantor.”
“Ojek?”
“Dih, cowok keren naik pajero lo bilang ojek. Jahat lo.”
“Oh yang itu.. lo yang jelas dong kalau ngomong. Kan emang gue seringan dijemput ojek. Cit, olive oil-nya mana?”
“Itu di pojokan. Udah buru cerita, jangan ngalur ngidul lo.”
“Itu mas Jhony.”
“Siapa?”
“Temen.”
“Temen dari mana?”
“Ketemu gak sengaja di perpus dekat panti, terus ngobrol.”
“Udah jadian?”
“Apaan sih lo, udah dibilang temen cit, temen.”
“Yaelah, santai dong.”
“Eh, lo ada parmesan gak?”
“Gak ada, udah pake keju parut biasa aja.”
Laras melanjutkan proses memasaknya, sedangkan Cita tengah sibuk mer
Semua kata rindumu semakin membuatku tak berdayaMenahan rasa ingin jumpaaaPercayalah padaku aku pun rindu kamu, ku akan pulangMelepas semua kerinduan yang terpendam.. Yudha melantukan sepenggal lirik lagu Dewa dengan gitar di tangannya. Sementara yang lain hanya duduk tak bersemangat mendengarkan lagu yang tiap menit selalu berganti sesuka hati Yudha. Jam masih menunjukkan pukul 10 malam dan belum ada yang beranjak dari rumah Cita. Masih terlalu cepat untuk pulang bagi mereka. Jadi mereka hanya menghabiskannya dengan tidak melakukan suatu hal yang pasti. “Yud, diem deh lo. Mending Laras yang nyanyi deh.” “Oke.. oke santai dong. Kan tadi pemanasan dulu. Larasati.. one two three.. Here we go..” Yudha memetik gitarnya kembali melantunkan sebuah intro lagu yang sudah bisa ditebak oleh Laras. You don't know, babeWhen you hold meAnd kiss me slowlyIt's the sweetest thing And it don't changeIf
“Pagi Yudh.”“Pagi…” jawabnya pelan.“Lemas banget, semangat dong. Senin nih.”“Justru itu, mager bangeet gue.” jawab Yudha dengan dagu masih menempel di meja kerjanya dan mata yang masih terpejam. Laras terkekeh dengan tingkah temannya itu, walaupun Yudha terlihat sangat mengantuk dan tidak bersemangat, lelaki itu paling sering datang pagi. Hal itu cukup menunjukkan keprofesionalan Yudha dalam bekerja.Laras menghampiri meja kerjanya yang berada di samping Yudha, dia segera meletakkan tasnya dan menghidupkan monitor komputernya. Dirapikannya meja kantor yang sedikit berantakan dan sebuah kotak kecil berwarna coklat menarik perhatiannya.“To Larasati.” tertulis di kotak tersebut. Sebelum membukanya Laras berpikir sejenak dan menggoyangkan kotak mencoba menebak isi kotak tersebut. Perasaan ini bukan hari ulang tahunnya, kotak apa ini, siapa pengirimnya dan apakah kotak ini a
Laras segera turun dari motor dan membayar ojeknya. Entah ini keputusan yang tepat atau tidak, Laras hanya tak ingin diikuti sampai ke rumah. Dia melangkahkan kakinya ke minimarket depan gang, membeli beberapa barang yang tak diperlunya karena dia hanya ingin menunggu disana. Dari balik kaca minimarket Laras mengamati apakah ada mobil yang berhenti atau tidak. Sebenarnya Laras juga tidak tahu betul apakah dia benar-benar diikuti apa dia hanya parno karena pikirannya hari ini sedang kacau.Tapi dia benar-benar sudah muak diikuti seperti ini dan ingin mencari tahu apa modus mereka. Selama ini Laras merasa tidak punya permasalahan dengan siapapun, tapi jika memang ada hal yang tidak beres, Laras benar-benar ingin menyelesaikannya.Merasa tidak ada orang yang mencurigakan, Laras menghela napas dan mencoba menenangkan pikirannya. Dia mulai melangkahkan kakinya menyusuri gang untuk menuju rumah. Seketika dia menyesal karena memutuskan untuk tidak langsung pulang, lampu sepan
“Laras..” “Laras..” Panggil kakek berulang kali melihat cucu kesayangannya itu menatap kosong piring yang masih penuh dengan nasi. Laras melonjak kaget saat kakeknya mengetuk piring Laras dengan sendok. “Iya kek? Kakek mau nambah?” “Kamu kenapa melamun?” “Hah? Oh gak apa kek, mikirin kerjaan aja.” “Ada masalah di kantor?” “Bukan masalah gimana-mana kok kek.” jawabnya cepat sembari melahap sarapannya yang belum disentuh itu. “Hari ini kakek mau ke Jakarta ya.” “Loh ngapain kek?” “Pak Fahri meninggal dunia jam 1 pagi tadi.” “Innalillahi.. Pak Fahri yang donatur utama kita kek?” “Iya.” “Aku temenin ya kek.” “Gak usah, kamu kan kerja.” “Aku bisa izin kok kek.” “Gak usah Laras. Kakek bisa sendiri.” “Kek, please. Pak Fahri kan udah baik banget bantu kita selama ini. Aku ingin datang untuk memberikan belasungkawa pada keluarganya.” “Yaudah,
Jeffri melangkah gontai mengikuti langkah dua rekannya. Pagi ini dia terlihat sangat tidak bersemangat. Bahkan kopinya yang masih hangat belum dicicipinya sedikit pun.“Buruan woy.” ucap Dean dengan nada tertahan sambil menekan tombol lift menunggu Jeffri masuk. Rasanya ingin sekali Dean melemparkan tas kerjanya pada Jeff karena lelaki itu penyebab tertundanya orang-orang di lift untuk segera naik ke kantor mereka."Pagi Mas Jeffri." suara pertama yang terdengar ketika ketiganya memasuki ruangan kantor."Pagi" jawab sang pemilik nama dengan nada tak bersemangat."Mas Jeff pasti belum sarapan ya? Ini Rena ada buat sandwich, dimakan ya." ucap gadis itu sembari memberikan satu kotak bekal pada Jeffri."Thanks Ren, tapi gue lagi gak selera.""Dicoba dulu Mas. Enak kok." paksa Rena, sang sekretaris bosnya itu."Nih buat Dean aja." jawab Jeff memberikan kotak itu pada Dean."Dih, gak boleh gitu mas Jeffri. Rena ngasih bua
Dean mengetuk-ngetuk setir mobilnya, sesekali dia melihat arlojinya kemudian mengedarkan pandangan ke luar parkiran. Dean mengecek ponselnya tapi tak ada pesan masuk. Dia memang sedang menunggu seseorang, sebenarnya ini bukan acara kencan, tapi entah mengapa jantungnya berdegup karena gugup. Ya, perihal menunggu memanglah tidak enak. Saat melihat sosok yang ditunggunya, Dean menurunkan kaca mobil lalu memanggil orang tersebut untuk masuk. "Sorry, lama ya?" tanya Laras merasa tak enak pada Dean. "Gak apa. Dari ruangan Pak Septa ya?" "Iya, lo tau dia kalau ngerivisi sering diselingi dengan curhatan. Capek gue dengerinnya." "Hahaha bukannya abis tu lo jadi dapat bahan gibahan." "Cita Yudha tuh yang demen gibah, gue mah enggak." "Halah." "Ya ikut juga sih kadang. Eh ini kita berdua aja? Jeff sama Tyo mana?" "Nggak ikutlah, ngapain. Mereka juga gak ngerti musik." jawab Dean. Lelaki itu memang mengajak Laras pulang be
Laras menyuapkan potongan cheese cake pesanannya yang sudah setengah sambil mengamati Dean dan Dara yang mengobrol. Lalu Dean kembali bersandar pada bangkunya dan Dara kembali pada aktivitasnya mendengarkan lagu."Kalau gak dapat gak apa, gue jadi ngerepotin banyak orang gini." bisik Laras seraya menyenggol lengan Dean."Santai lah, nanggung. Pasti dapat kok." jawab Dean.Sebenarnya Laras juga tak tahu pasti apa motivasi Dean ingin membantu Laras menemukan judul lagu itu sampai segitunya, padahal awalnya dia cuma iseng menanyakan hal itu pada Dean. Jika Dean tahu ya syukur, kalau tidak ya sudah. Tidak masalah baginya. Sekarang dia malah menyuruh orang lain untuk turut membantu mendapatkan judul lagu dari melodi yang sebenarnya memang ada atau tidak, Laras tidak tahu pasti."Aduh, aku familiar sama melodinya, tapi masih belum nemu." ucap Dara geram, entah sudah keberapa kali dia mengucapkan hal yang serupa.Sudah hampir satu jam mereka duduk disini,
Laras memastikan kembali isi tasnya sudah dipenuhi dengan barang-barang yang dia perlukan saat camping nanti. Dia menyempatkan mengecek air, listrik dan menutup jendela karena rumahnya akan ditinggalkan selama beberapa hari. Dari luar terdengar perdebatan antara Yudha dan Cita yang sudah tak asing lagi di telinga Laras. Yudha sedang protes tentang koper bermuatan besar yang dibawa Cita, katanya itu akan memenuhi mobilnya saja.Sepulang dari kantor tadi, mereka berkumpul di rumah Laras untuk pergi bersama dalam rangka membantu Laras di kegiatan Persami tahunan panti asuhan. Sebenarnya Laras berniat hanya mengajak Cita dan Yudha, tetapi Jeff dkk yang mendengar hal itu juga minta ikutan. Tentu dengan senang hati Laras mengiyakan karena jika banyak yang membantu maka semua akan lebih baik, pikirnya.Saat Laras selesai memeriksa keadaan rumah, dia hendak mengangkat tas jinjingnya sampai sebuah tangan mendahuluinya.“Sudah bawa jaket?”Laras mengerj
Jeffri memandangi jalanan dari balik kaca mobil dengan tatapan kosong. Di luar terlihat semakin mendung, mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Bersamaan dengan itu, hatinya juga tak kalah mendung. Dia kepikiran dengan ucapan Haykal dan tingkah Tyo tadi pagi. Ditambah lagi saat di kantor tadi Laras menanyakan ketidakhadiran Tyo di kantor. Sebenarnya apa yang terjadi pada mereka kemarin?Semakin dipikirkan, Jeffri semakin kesal. Kemudian tangannya refleks mematikan pemutar musik di mobil membuat seseorang di balik kemudi marah.“Kok dimatiin sih?” ujar Dean kesal.“Berisik! Lo bisa gak satu hari aja gak usah dengerin lagu. Lama-lama tua gue dengerin lagu lo mulu.” ucap Jeffri kesal. Pasalnya hampir tiap hari dia turut mendengarkan lantunan tembang kenangan kesukaan Dean, baik di rumah ataupun di mobil.“Dih, mobil gue kok lo yang repot.”“Sehari aja De. Kepala gue lagi pusing nih.”“Kepal
“Apa kabar a’ Tyo?” ujar Haykal tepat saat Laras menghilang di balik pintu.“Baik, kamu gimana?” jawab Tyo seraya membalas jabatan tanda akrab mereka.“Hmm… yaa begitulaah. Eh iya, sorry ya kalau aku ganggu momen beduaan tadi. Udah nungguin tadi sampai pegel. Lama banget pelukannya.” ucap Haykal seraya menyenggol lengan Tyo membuat lelaki itu malu tak mampu menjawab.“A’ Tyo udah lama jadian sama teh Laras?” tanya Haykal yang nyaris membuatnya tercekat.“Hah? Hmm.. ini tidak seperti yang kamu pikirkan Haykal.” ujar Tyo tergagu.“Aahh.. jadi bisanya cuma ngasih bahu doang tapi gak bisa ngasih kepastian.” ledek Haykal yang semakin membuat wajah Tyo memerah. Anak lelaki itu memang paling bisa menggoda Tyo pasal beginian.“A’ bagi rokok dong.” ujar Haykal lagi. Spontan Tyo merogoh saku celananya sampai akhirnya terhenti.“Kam
Tyo mengetuk-ngetukkan jarinya di kemudi setir yang diam dan menarik napasnya panjang berkali-kali. Mungkin sudah sekitar 10 menit lalu dia berdiam diri sejak memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah Laras tapi tak kunjung turun. Jika dilihat dari luar, cahaya rumah itu masih menyala menandakan sang empunya masih terjaga disana. Tapi entah kenapa Tyo masih masih enggan untuk turun dan mengetuk pintu rumah tersebut. Dia menghitung dalam hati dan akhirnya dia memberanikan diri untuk turun. Tak lupa dia membawa bungkusan bubur ayam yang dibelinya di perjalanan. Dia melihat arlojinya menunjukkan pukul 21 lebih 15 menit dan hanya berharap Laras memang belum tidur. Kedatangannya kesini bukan tanpa alasan. Sejak Jeffri menceritakan kejadian panti tempo hari dia belum sempat menanyakan bagaimana keadaan Laras. Mereka hanya bertemu di kantor dan Tyo bisa melihat kegundahan di wajah ceria Laras. Senyum khas yang biasa menghiasi wajah manisnya berubah bak langit mendung tak bercahaya.
Laras terburu dengan langkahnya saat keluar dari lobby kantor dan langsung naik ke ojek online yang sudah menunggunya. Terbesit dalam hatinya rasa tak enak saat menolak ajakan Cita tadi untuk makan bersama. Tapi mau bagaimana lagi, Laras benar-benar tak ingin menunda pertemuan ini. Beberapa hari ini kepalanya penuh memikirkan bagaimana cara menyelamatkan panti asuhan kakeknya dan ini adalah satu-satunya cara yang bisa dia lakukan.Motor yang dia tumpangi berhenti di salah satu coffee shop dan Laras langsung turun, tentu saja setelah membayar tukang ojek tersebut. Saat memasuki tempat itu, Laras langsung menemukan sosok yang ingin dijumpainya. Tampak seorang lelaki yang tengah duduk santai menyeruput secangkir kopi dan menyambut kedatangan Laras dengan senyum tipis menghiasinya. Sayangnya, senyum itu tampak tak lagi tulus bagi Laras. Bahkan sampai detik ini dia masih tak percaya, bahwa lelaki ini yang mampu membuat Laras kagum dengan sikap dermawan dan ketulusannya. Laras suda
“Ras, makan ayam gepuk yuk. Kangen gue, udah lama nih.” ujar Cita seraya menggandeng lengan sahabatnya mengikuti langkah Laras keluar ruangan kantor, “Sekalian ada yang mau gue ceritain.” sambung Cita lagi saat melihat tak ada jawaban dari Laras. Mumpung tidak ada jatah lembur dan mereka bisa pulang sore, Cita ingin sekali makan ayam gepuk sebelum pulang ke rumah. “Ras..” panggil Cita menggoyangkan lengan Laras, entah sudah berapa kali dalam hari ini Cita mendapati Laras sedang melamun. “Hoi, Laras.” “Kenapa Cit?” tanya Laras bingung, dia benar-benar sedang tidak fokus. “Makan ayam gepuk ayo. Gue laper.” ajak Cita lagi. “Yuk yuk! Ayam gepuk Pak Gendut ya. Gue yang traktir.” sahut Yudha tiba-tiba muncul menghampiri mereka berdua. “Lo makan berdua aja ya, gue ada urusan.” jawab Laras membuat Yudha dan Cita saling tatap. Belum saja keduanya menahan Laras, gadis itu terlihat memburu langkahnya dan masuk duluan ke dalam lift meninggalkan Yu
Laras segera beranjak dari tempat duduknya tapi langkahnya terhenti saat memasuki ruang tamu panti. Terlihat kakeknya duduk di sana bersama beberapa orang. Kakinya ingin sekali melangkah, tapi menyela pembicaraan orang bukanlah etika yang baik seperti yang selama ini diajarkan oleh kakeknya. Sehingga dia memilih untuk mematung sambil mendengarkan pembicaraan mereka dari kejauhan.“Maaf, saya tidak bisa.” ucap kakek lirih.“Tapi Pak Bram, keputusan bukan ada di tangan bapak. Kami sudah sepakat untuk menjual tanah ini.”Tubuh Laras semakin membeku mendengar ucapan dari wanita yang duduk di depan kakeknya. Wajahnya tak asing bagi Laras, tapi dia tak bisa mengingat siapa wanita itu. Satu lagi yang tak asing bagi Laras, punggung seseorang yang tampak duduk membelakanginya. Pemilik bahu lebar yang tengah berbicara pada orang di sampingnya, kini menampaknya separuh wajahnya yang memang benar-benar sangat dikenal Laras.“Bagaimana Pa
Laras melihat jam tangannya dan segera membereskan barang-barangnya. Dia segera keluar dari ruangan kantor menuju pantry untuk membasahi tenggorokannya sebelum pergi untuk menemui klien. “Pas banget, sini Ras, duduk!” ucap seseorang yang dia temui di dalam pantry. “Lo dari tadi disini? Gue pikir meeting.” jawab Laras sembari mengambil air mineral dari dispenser yang tersedia di pojok. Kemudian dia langsung duduk di kursi tepat di hadapan lelaki dengan secangkir kopi di tangannya. “Gue lagi pusing.” ucap Yudha. “Laporan lo direvisi lagi ya?” tanya Laras yang langsung dijawab dengan gelengan Yudha. “Jadi?” tanya Laras lagi. “Cita gak ada cerita apa-apa ke lo?” “Cerita apaan?” “Cerita gue gitu?” tanya Yudha menurunkan nada bicaranya. Laras hanya menggeleng karena tidak paham maksud rekan kerjanya itu. “Gue abis confess ke Cita kemarin.” sambung Yudha membuat bola mata Laras membesar karena bersemangat. “Ser
Jhony dan Laras sudah kembali ke tempat api unggun yang dibuat di tengah-tengah tenda yang berkeliling rapi. Anak-anak panti memang sengaja disuruh tidur dan mereka tidak tahu akan ada acara jelajah malam karena kegiatan ini memang puncak acaranya. Mereka akan dibangunkan lepas tengah malam nanti dan harus menyelesaikan sebuah misi walau dalam keadaan mengantuk. Disitulah keberanian, ketangkasan, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari satu harian tadi diuji. Cita tampak sedang berdiskusi dengan Dara dan Yudha, di seberangnya terdapat Dean yang duduk memeluk kakinya sambil bersenandung pelan ditemani alunan gitar yang dimainkan Tyo. Pemandangan itu langsung menarik perhatian Laras dan berniat untuk bergabung sebelum sebuah interupsi datang. “Guys, kumpul sini. Kita briefing dulu.” titah Cita meminta atensi para panitia. “Laras, kemana aja sih gue cariin.” tiba-tiba Jeffri muncul dengan napas terengah. “Tadi kesana sebentar, lo dari mana?” ta
Pagi-pagi sekali anak-anak panti sudah berbaris di halaman. Bahkan matahari belum juga menunjukkan wujudnya tetapi mereka sudah berkumpul dengan semangat. Tidak ada terlihat wajah yang mengantuk, semua sibuk dengan tas bawaannya dan mengobrol sesama temannya menceritakan berbagai hal dengan senyum terpatri jelas di wajah mereka.“Anak-anak, ayo berbaris yang rapi. Danu dan Bima sebagai pemimpin barisan, siapkan barisannya masing-masing.” terdengar suara Laras memberi perintah dengan sebuah pengeras suara digenggamannya.“Barisan siap!” jawab Danu dan Bima serentak. Adik-adik panti yang akan mengikuti kegiatan persami sudah berbaris rapi. Mereka mengenakan seragam pramuka lengkap dengan atributnya karena acaranya nanti akan dibuka dengan upacara dan dilanjutkan dengan kegitan kepramukaan lainnya.Laras pun kembali mengambil alih barisan dan memberikan kata sambutan secara singkat sebagai pembuka kegiatan mereka. Saat ini mereka bersi