Share

60. Berdebat

Author: Riri riyanti
last update Last Updated: 2024-03-01 23:51:58

Seperti kebanyakan balita pada umumnya, Luna kerap kali tertidur ketika berada dalam perjalanan dengan menaiki kendaraan. Seperti saat ini, balita itu memejamkan mata dengan nyaman pada carseat di kursi belakang ketika Evelyn menoleh ke arahnya. Gadis kecil itu jelas kelelahan karena beberapa saat yang lalu begitu asyik bermain.

Sejujurnya Evelyn cukup takjub saat tahu bahwa Damian mempersiapkan segalanya dengan begitu matang untuk hari ini. Lihat, bahkan pria itu menyiapkan carseat untuk gadis kecilnya!

'Sebenarnya apa yang sedang kau rencanakan?' benak bertanya-tanya.

"Sepi sekali, ya? Mau mendengarkan musik?"

Ucapan tiba-tiba dari pria di sisinya meruntuhkan lamunan Evelyn. Wanita itu menatap sisi wajah rupawan itu, tidak tahan lagi untuk menyuarakan isi pikirannya. Ia lelah terus menerka-nerka. Mumpung Luna masih jatuh ke dalam alam mimpi, ini adalah waktu yang tepat.

"Langsung saja, Damian. Sebenarnya apa tujuanmu menjemput Luna tanpa izin begitu?" tanyanya.

"Bukankah aku susa
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Putri Rahasia Tuan Damian   61. Headache

    Kepulangannya ke Jakarta hanya membawa tangan hampa. Damian merasa bahwa hidupnya makin tak tenang. Fakta yang ia terima bahwa dirinya adalah seorang ayah selalu menyita pikiran. Nyatanya firasat itu begitu kuat, hingga terbukti bahwa Luna benar-benar anak kandungnya.Evelyn tentu tidak akan lagi meminta pertanggungjawaban darinya. Setelah menghabiskan malam dengan termenung di kamar hotel yang ia sewa, ia menjadi paham bahwa apa yang wanita itu lakukan saat itu adalah hal yang paling benar. Namun, jujur saja ia ingin mengubah takdir. Biar bagaimanapun Luna adalah putrinya, darah dagingnya. Tidak salah jika ia ingin hidup bersama gadis kecil itu, bukan?Langkahnya terayun pelan memasuki pintu besar bangunan kantor tempat dirinya bekerja, tujuannya adalah lift yang berada di ujung sana. Ia memang sampai di Jakarta sejak semalam dan memilih menginap di hotel ketimbang harus pulang. Dan pagi ini ia langsung datang ke kantor."Selamat pagi, Pak." Salah satu karyawan perempuan yang satu li

    Last Updated : 2024-03-05
  • Putri Rahasia Tuan Damian   62. Keputusan terbaik

    Handuk diletakkan secara asal, dia mengempaskan dirinya duduk di atas ranjang. Damian memang baru saja selesai membersihkan diri, meskipun jarum jam dinding sudah hampir menyentuh pukul tujuh malam. Semua tugas baru yang ia kerjakan seharian ini cukup membuatnya diserang sakit kepala sebelah.Tangannya terulur membuka laci nakas di sisi ranjang. Dari sana, Damian mengeluarkan sesuatu yang terbungkus plastik bening transparan. Itu adalah beberapa helai rambut legam milik Luna, ia sengaja mengumpulkannya ketika menyisir rambut si balita ketika di Surabaya. Ya, ia memang memiliki sebuah tujuan melakukannya.Tangannya yang bebas bergerak meraih ponsel di atas nakas, dengan lincah jari-jemari besar itu mengetikkan sebuah nama di kolom pencarian kontak ponselnya sebelum meletakkan alat komunikasi itu di depan telinga."Halo, kapan kau ada waktu?" ia berbicara pada seseorang yang ia hubungi segera setelah panggilannya diangkat."Saya selalu ada waktu jika itu untuk Anda, Tuan Damian." Suara

    Last Updated : 2024-03-15
  • Putri Rahasia Tuan Damian   63. Proof

    "Hal kedua yang perlu kita lakukan adalah merekrut karyawan baru untuk cabang baru. Kita harus memiliki tim karyawan yang mau dan mampu bekerja keras." Sebagai pimpinan tertinggi, Damian kembali berbicara dengan berwibawa dalam rapat yang ia pimpin siang ini. Rencana yang sudah digadang-gadang sejak dulu, yakni memperluas cabang perusahaan ke negara lainnya."Saya akan mulai mencari kandidat yang memenuhi kriteria perusahaan. Dan kami akan memastikan bahwa kita akan memiliki tim karyawan yang tangguh." Seorang Manajer Human Resource menimpali dari tempat duduknya.Dan Damian tampak mengangguk puas. "Bagus sekali. Hal terakhir yang perlu kita lakukan adalah menyiapkan anggaran untuk cabang baru. Kita harus memastikan bahwa kita memiliki cukup dana untuk menutupi semua pengeluaran.""Saya akan memulai menghitung anggaran sesegera mungkin." Kini giliran Seorang Manajer keuangan yang menyahuti, seorang pria paruh baya yang masih tampak cekatan dalam bekerja meskipun rambutnya yang semula

    Last Updated : 2024-03-17
  • Putri Rahasia Tuan Damian   64. Bertemu lagi

    "Nah, kita sudah sampai!" kalimat itu teralun dari mulut Aksa saat dirinya dan Evelyn beserta Luna sudah menginjak pelataran Supermarket terbesar di ibu kota.Setelah pertemuan keluarga yang berakhir bertunangan secara resmi malam itu di Surabaya, Evelyn memang segera kembali ke Jakarta keesokan harinya. Ia sengaja mengajak Luna, kebetulan sekolah Taman kanak-kanak tempat gadis kecil itu belajar sedang libur cukup panjang.Dan di sinilah mereka sekarang, hendak menghabiskan waktu bersama Luna, sebab gadis kecil itu terus merengek mengajak jalan-jalan."Woah ... besar sekali! Kak, apakah di dalam sana ada wahana permainan?" Luna menatap penuh harap pada kedua mata hitam Aksa, mata biru nan lebar itu berbinar-binar. "Tentu saja ada, Sayang." Dan sapuan tangan besar itu di atas kepala Luna, membuat gadis kecil itu memekik kegirangan."Yeayy~ ayo, kita harus masuk sekarang! Luna mau bermain di kolam bola seperti saat bersama Kak Damian!"Sontak kernyit halus tercipta di dahi Aksa kala me

    Last Updated : 2024-03-21
  • Putri Rahasia Tuan Damian   65. She's my daughter

    "Wah, ternyata Luna sudah pandai menyuap makanannya sendiri, ya? Menggemaskan sekali!" Kiara memekik gemas saat melihat tangan mungil Luna dengan lihai menyuapkan makan siang ke dalam mulut dengan rapi dan tenang. Ini bukanlah basa-basi, tak ada seorang pun yang tak merasa gemas pada balita itu. Ya, mereka berlima akhirnya makan siang bersama, di kafe yang menjadi pilihan Aksa dan Evelyn. "Dia memang sudah mandiri sejak masih berumur tiga tahun, Kiara." Evelyn menjawabnya disela suapannya ke dalam mulut. Ia makan dengan anggun tanpa berantakan sedikit pun. "Oh, begitu." Kiara mengangguk-angguk, lalu tersenyum menggoda ke arah pasangan di depannya. "Dari jauh, kukira kalian pasangan muda dengan satu orang anak, loh. Kalian sangat serasi." "Benarkah? Wah, aku senang sekali mendengarnya. Yah, tidak lama lagi dugaanmu itu memang akan menjadi kebenaran, Kiara." Aksa yang kali ini bicara, bahkan pria itu sampai harus berhenti menyuap makanan. Ia menjadi sangat tertarik dengan topik pembi

    Last Updated : 2024-03-22
  • Putri Rahasia Tuan Damian   66. Muak!

    "Baiklah, sampai bertemu besok di restoran, Eve. Seseorang sudah menunggumu di sana." Ina mengedikkan kepala, menunjuk seseorang yang berdiri di sisi mobil hitam, tepat di sebelah kanan gerbang universitas tempat mereka belajar. Gadis itu terkekeh merdu sebelum melambaikan tangannya, berbelok ke sebelah kiri, berlawanan arah dengan posisi si pria bertubuh menjulang tinggi itu.Dengan spontan Evelyn menoleh pada arah yang ditunjuk oleh Ina, seketika kedua mata indahnya membeliak saat menemukan satu presensi tak asing. Seorang pria yang sedang ia hindari. "Damian?" secara refleks Evelyn menyebut nama si pria, begitu lirih. Karena ingin menghindar, ia memilih untuk membelokkan langkah dan pura-pura tak melihatnya.Namun, bukan Damian jika dirinya mudah dikelabui. Melihat gelagat Evelyn, pria itu segera bergerak dari tempatnya, kemudian melangkah mendekati posisi wanita itu dengan cepat. "Tunggu, Eve. Kau kira kau akan ke mana?" dan tentu saja Damian berhasil mencekal pergelangan tangan

    Last Updated : 2024-03-29
  • Putri Rahasia Tuan Damian   67. Shit!

    Langkah kaki panjang itu tampak gontai kala memasuki hunian mewah tempat dirinya tinggal. Wajah tampan itu tak lagi cerah ceria, ia kehilangan cahayanya akhir-akhir ini. Perasaan Damian sedang kacau sekarang, terlebih saat ia kembali mengingat bahwa dirinya gagal membuat Evelyn membatalkan rencana pernikahannya, pun meninggalkan calon suaminya, seperti apa yang ia lakukan pada Kiara."Masih memiliki muka untuk pulang ternyata."Suara dingin yang baru saja terdengar sukses memaku langkah kaki bersepatu pantofel si pria keturunan Jerman. Damian berhenti lalu menoleh ke asal suara, ada Benedict yang duduk di sofa, baru saja mengempaskan sebuah majalah di atas meja kaca dengan kasar. Apakah sesuatu telah terjadi?"Apa maksudmu?""Bukankah harusnya aku yang bertanya begitu?" Benedict, sang ayah justru kembali bertanya. Dari raut wajah yang ayahnya tampakkan, Damian bisa membaca kekesalan yang menumpuk di sana. Dan hal itu cukup membuat Damian malas untuk menanggapinya, terlebih dengan sua

    Last Updated : 2024-04-07
  • Putri Rahasia Tuan Damian   68. Teror

    Menghabiskan waktu bersama merupakan hal yang begitu berharga bagi sebuah keluarga, termasuk bagi Evelyn. Ruang keluarga itu diisi oleh semua anggota keluarga yang tinggal serumah; ada Evelyn beserta si kecil Luna yang tidur berbantalkan paha wanita itu, juga Arjuna dan istrinya yang duduk bersisian seraya menikmati camilan keripik kentang.Namun, kumpul bersama hanyalah sekedar kumpul bersama. Meskipun Evelyn sebisa mungkin mencoba untuk masuk ke dalam obrolan mereka, nyatanya pikiran wanita itu justru melanglang buana pada kejadian tadi siang. Ya, pada pertemuannya dengan pria berambut pirang berdarah Jerman. Entah bagaimana, ucapan Damian terus saja berputar di kepalanya, berulang-ulang bagaikan kaset rusak.'Aku pergi, bukan untuk lari. Kita melakukan kesalahan yang sama, harusnya kita menanggungnya bersama, Eve. Aku mencintaimu.'Tanpa sadar Evelyn memejamkan erat kedua matanya, menahan gejolak sesak yang perlahan seakan meremas dadanya. Sudah terlambat. Takdir memang tak pernah

    Last Updated : 2024-04-19

Latest chapter

  • Putri Rahasia Tuan Damian   95. Milikku

    Gerbang sekolah Taman Kanak-kanak menyambut pandangan mata birunya. Damian memang berinisiatif menjemput Luna, maka ia datang lebih cepat dari waktu biasanya Burhan menjemput sang putri.Hari-hari paling menyebalkan telah berlalu dan Damian kini telah kembali pulih seperti sedia kala. Ia sembuh dengan cepat, beruntung hasil pemeriksaan terakhir menunjukkan bahwa dirinya telah benar-benar sehat. Seiring stres yang berkurang, dirinya pun semakin tersenyum lepas.Damian menepikan mobilnya di seberang jalan. Masih ada beberapa menit lagi sebelum bel pulang sekolah putrinya berbunyi dan ia memilih untuk menelepon Evelyn. Ah, mengingat seraut wajah itu membuat senyum si pria semakin cerah saja. Ia segera meraih ponsel di saku celana, segera mencari kontak nomor si wanita tercinta untuk melakukan panggilan. "Halo?" dan dari ujung telepon sana, suara merdu yang sangat Damian hafal menyapa telinganya."Aku sedang berada di depan sekolahan Luna. Jika aku menjemputnya, kau tidak keberatan, buka

  • Putri Rahasia Tuan Damian   94. Willingness

    Angin malam yang berembus tak mengurangi keyakinan pria dewasa itu. Meski dingin menggigit, tak membuat nyalinya menciut. Ah, bahkan andai angin topan yang bertiup pun akan dirinya terjang sekarang. Semua ia lakukan demi putra satu-satunya. Bennedict Alexander baru saja menuruni mobilnya, kini berdiri tepat di depan gerbang kediaman keluarga dari wanita yang putranya cinta. Ia sudah memikirkan matang-matang tentang keputusannya ini, ia akan bertindak. Ia hanya berharap bahwa keberuntungan akan menyertainya malam ini.Tangan kanannya terangkat demi memencet bel. Dan tak berselang lama, sang Tuan rumah keluar dari pintu utama. Pria baya itu memandang ke arahnya lengkap dengan kening berkerut, pun raut muka terkejut. Bennedict segera mempersiapkan diri jika seandainya Burhan Adhitama kembali naik pitam atas kedatangannya."Untuk apa Anda datang malam-malam begini?" Burhan menggeser gerbang saat bertanya dengan nada ketus.Bennedict menatap tepat di mata sebelum mengutarakan tujuan kedat

  • Putri Rahasia Tuan Damian   93. Empat mata

    Selembar tisu yang pada awalnya putih bersih kini dihiasi bercak merah terang. Darah yang mengalir dari luka di jari Evelyn adalah sesuatu yang mewarnainya. Ternyata ia menggores jarinya terlalu dalam.Seraya mencoba menghentikan perdarahan dengan membalut lukanya menggunakan tisu, wanita itu datang menemui ayahnya di ruang keluarga. Pria baya itu sudah menunggu dirinya sedari tadi seraya melihat acara di televisi. "Duduklah, Papa ingin berbicara." Burhan Adhitama segera membuka kalimat ketika Evelyn sudah mendekat. Ia menepuk permukaan sofa lembut di sisinya."Di mana Luna?" Wanita beranak satu itu mendudukkan diri di sisi ayahnya, sesuai perintah."Sudah masuk ke kamar dengan Mama, Papa hanya ingin berbicara empat mata denganmu." Kernyit tercipta di dahi Burhan ketika pada akhirnya ia melihat jari Evelyn terbungkus tisu bercorak merah. "Apa yang terjadi dengan tanganmu?""Aku tak sengaja melukainya saat mengiris apel."Mata tua Burhan kini menyorot dalam pada kedua mata putrinya, s

  • Putri Rahasia Tuan Damian   92. What happened?

    Mentari telah hampir tenggelam seluruhnya ketika Bennedict Alexander sampai di parkiran hotel tempat Damian menginap. Putranya telah mengirimkan alamat hotel itu hampir satu jam yang lalu, maka setelah urusannya selesai, pria baya nan tampan itu segera meluncur ke sana."Tinggalkan saja mobilnya di sini, kalian boleh kembali ke Jakarta." Bennedict berucap demikian setelah turun dari mobil yang ia naiki."Siap, Tuan! Ini kunci mobilnya." Satu orang yang menjadi pemimpin kaki-tangannya, pun seseorang yang tadi mengemudikan mobilnya menyerahkan kunci. Dua orang lainnya berdiri siaga di belakang pria itu. Sedangkan Bennedict menerima kunci mobilnya begitu saja, lalu memasukkannya ke dalam saku celana sebelum berbicara. "Kerjakan tugas kalian dengan baik selama saya tidak ada di tempat," perintahnya. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh orang-orangnya kemudian kembali bersuara. "Yang harus kalian ketahui, meskipun saya tidak berada di sana, saya masih akan tetap memantau kinerja kalian. Ja

  • Putri Rahasia Tuan Damian   91. Kesempatan?

    Damian Alexander adalah seseorang yang lebih dahulu keluar dari pintu restoran tempat dirinya dan sang ayah mengisi perut siang ini. Setelah mereka angkat kaki dari rumah Burhan Adhitama, Bennedict Alexander memang berinisiatif mengajak putranya untuk mampir makan siang terlebih dahulu. Sebagai ayah, tentu Bennedict merasa khawatir melihat tubuh sang putra semakin kurus setiap harinya.Dan di sinilah mereka, di area parkir restoran yang cukup luas di tengah terik sang surya. Si pria muda berdarah Jerman itu masuk ke dalam mobil hitam yang ia sewa selama tinggal di Surabaya dengan tanpa kata. Melihat putranya telah berada di balik kemudi, Bennedict segera memberikan perintah pada seseorang yang sedari tadi mengikuti di belakang punggungnya."Tunggu di mobil, saya akan segera kembali."Perintah diterima, pria tinggi berjas abu-abu itu mengangguk patuh. "Baik, Tuan."Selanjutnya Bennedict bergegas menuju mobil putranya. Ia membuka pintu penumpang bagian depan, ikut masuk ke dalam mobil k

  • Putri Rahasia Tuan Damian   90. Granddaughter

    Kacamata hitam itu ia lepas kasar lalu diselipkan pada saku jas. Selanjutnya hela napas rendah terembus ketika ia mencoba bersikap tenang. Ya, ia harus tetap mampu mengontrol emosinya kendati ia cukup merasa kesal ketika melihat tingkah si putra semata wayang di depan sana.Pria matang itu adalah Bennedict Alexander. Ia datang dan mengikuti Damian sesuai janjinya; ia akan membantu putranya untuk meraih kebahagiaan. Dan kebahagian cetak biru dirinya itu adalah bersatu dengan Evelyn beserta Luna, maka sebagai seorang ayah tentu ia akan mengusahakannya dengan cara apa pun agar mampu mewujudkan impian sang putra.Sejujurnya Bennedict memiliki alasan yang kuat selain karena kasih sayangnya sebagai seorang ayah sehingga repot-repot datang ke Surabaya. Ia merasa bersalah. Ia sadar bahwa setelah kematian Darren Alexander, ia memperlakukan Damian dengan semaunya. Kasarnya, ia ingin menebus kesalahannya pada si putra bungsunya itu.Langkah panjang itu memutus jarak dengan tenang, lalu berdiri d

  • Putri Rahasia Tuan Damian   89. Beri saya kesempatan

    "Kau harus selalu mengingat apa kata Psikolog padamu." Obrolan itu mengalir di sela perjalanan menuju ke tempat parkir. Satu sesi konseling telah terlewati, dan kini mereka hendak kembali ke rumah."Iya." Pria berwajah oriental itu mengangguk, menyelaraskan langkah kaki dengan sang ibu, melewati jalan paving berpayungkan teduhnya pohon Tabebuya di sekitarnya."Jangan hanya diingat, kau harus melakukannya juga, Aksa." Lian Wijaya menyempatkan dirinya menatap sisi wajah tampan nan tirus itu, lengkap dengan ekspresi serius.Namun, putranya itu justru terkekeh kemudian berhenti melangkah demi memberikan atensi penuh pada wajah ibunya. "Baiklah, Mama. Aku akan melakukannya. Jangan khawatir begitu.""Kau satu-satunya putra Mama, Aksa. Mama hanya khawatir.""Aku tahu." Anggukan kepala Aksa berikan sebelum menyimpan kedua tangan di saku celana, bibir tipisnya mengukir senyum simpul. "Maaf karena aku sudah membuat Mama khawatir begini. Aku akan segera sembuh, seperti apa yang Psikolog katakan

  • Putri Rahasia Tuan Damian   88. Take heart

    "Kau sangat menyedihkan, Aksa!" kalimat itu lolos dari mulutnya ketika melihat pantulan dirinya sendiri di dalam cermin.Tatapan mata sehitam jelaga itu tak lagi berkharisma. Bagian bawah matanya yang menghitam menjadi bukti bahwa akhir-akhir ini pria itu tak pernah mendapati tidur yang nyenyak. Aksa Wijaya tampak kurus setelah gagal menikah. Dan kondisinya semakin memprihatinkan setelah menerima telepon dari Evelyn beberapa hari lalu.Suara ketukan di pintu kamarnya membuat atensi Aksa teralihkan. Sosok ibunyalah yang muncul dari balik daun pintu, menatap khawatir padanya."Mama," lirihnya.Lian Wijaya, ibunda Aksa mengalihkan tatapan mata pada nakas di sisi ranjang anaknya. Semangkuk sup jamur dan segelas air putih di atas nampan yang ia letakkan di sana pagi tadi tampak sedikit pun tak tersentuh. Sorot mata tua nan sipit itu seketika berubah sendu ketika mulai memutus jarak pada pria yang masih setia berdiri di depan cermin almarinya. "Kenapa sarapanmu masih utuh, Aksa?""Aku sedan

  • Putri Rahasia Tuan Damian   87. Bersalah

    Setelah pesawat yang ia naiki mendarat di Bandara pagi ini, Damian segera menuju ke alamat rumah sakit yang ayahnya katakan di telepon. Ya, mau tidak mau pria itu pulang ke Jakarta. Bukan karena rasa takut, ia hanya merasa bersalah pada perempuan yang nyaris akan menjadi istrinya itu.Kedua orang tuanya sudah ada di kursi tunggu yang terletak di depan ruang perawatan Kiara Laurencia ketika langkah kaki panjang si pria menjejak di sana. Ada sosok ibunda si pasien yang duduk di sisi Sasmitha Alexander; ibunya. Dari raut wajah senja itu, Damian mampu melihat kabut duka yang pekat.Apakah ... kondisi Kiara begitu parah?Meski anak-anak mereka tak jadi menikah, namun ibu Kiara masih berhubungan baik dengan keluarga Damian. Pun keluarga pria itu pun memperlakukan mantan calon besannya serupa, mereka sudah bagaikan keluarga. "Damian, akhirnya kau datang." Sasmitha yang akhirnya lebih dulu menyadari kedatangan sang putra segera menyapa.Bennedict yang melihat wajah Damian kembali babak belur

DMCA.com Protection Status