Home / Romansa / Putri Rahasia Tuan Damian / 59. Like a happy family

Share

59. Like a happy family

Author: Riri riyanti
last update Last Updated: 2024-02-28 14:08:53

"Apakah aku datang terlalu lama? Maaf, ternyata jalanan cukup macet, tidak seperti perkiraanku." Damian bertanya sesaat setelah membuka jendela mobil yang ia kendarai. Ia baru saja menepikannya di depan halte bus kosong di sisi pintu gerbang sekolahan Luna.

Sosok Evelyn ada di sana, berdiri dengan perasaan campur aduk. Wanita itu jelas merasa marah dan kesal, namun ada setitik rindu dalam sorot mata indah itu saat kembali beradu tatap dengan si pria pemilik mata biru setelah sekian lama.

"Di mana Luna?!" tak ingin berbasa-basi, Evelyn segera menanyakan keberadaan si buah hati.

Tetapi, bukannya menjawab, Damian justru membukakan pintu penumpang bagian depan untuk si wanita. "Masuklah, Luna ada di kursi belakang." Lalu melirik sosok Luna yang tampak duduk nyaman pada carseat-nya.

"Hai, Kak." Tepat setelah melihat Evelyn, Luna segera melambaikan tangan mungilnya dengan wajah ceria.

"Aku akan duduk di belakang, bersama Luna." Menolak keinginan si pria yang memintanya duduk di depan, Evel
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Putri Rahasia Tuan Damian   60. Berdebat

    Seperti kebanyakan balita pada umumnya, Luna kerap kali tertidur ketika berada dalam perjalanan dengan menaiki kendaraan. Seperti saat ini, balita itu memejamkan mata dengan nyaman pada carseat di kursi belakang ketika Evelyn menoleh ke arahnya. Gadis kecil itu jelas kelelahan karena beberapa saat yang lalu begitu asyik bermain.Sejujurnya Evelyn cukup takjub saat tahu bahwa Damian mempersiapkan segalanya dengan begitu matang untuk hari ini. Lihat, bahkan pria itu menyiapkan carseat untuk gadis kecilnya!'Sebenarnya apa yang sedang kau rencanakan?' benak bertanya-tanya. "Sepi sekali, ya? Mau mendengarkan musik?" Ucapan tiba-tiba dari pria di sisinya meruntuhkan lamunan Evelyn. Wanita itu menatap sisi wajah rupawan itu, tidak tahan lagi untuk menyuarakan isi pikirannya. Ia lelah terus menerka-nerka. Mumpung Luna masih jatuh ke dalam alam mimpi, ini adalah waktu yang tepat."Langsung saja, Damian. Sebenarnya apa tujuanmu menjemput Luna tanpa izin begitu?" tanyanya. "Bukankah aku susa

    Last Updated : 2024-03-01
  • Putri Rahasia Tuan Damian   61. Headache

    Kepulangannya ke Jakarta hanya membawa tangan hampa. Damian merasa bahwa hidupnya makin tak tenang. Fakta yang ia terima bahwa dirinya adalah seorang ayah selalu menyita pikiran. Nyatanya firasat itu begitu kuat, hingga terbukti bahwa Luna benar-benar anak kandungnya.Evelyn tentu tidak akan lagi meminta pertanggungjawaban darinya. Setelah menghabiskan malam dengan termenung di kamar hotel yang ia sewa, ia menjadi paham bahwa apa yang wanita itu lakukan saat itu adalah hal yang paling benar. Namun, jujur saja ia ingin mengubah takdir. Biar bagaimanapun Luna adalah putrinya, darah dagingnya. Tidak salah jika ia ingin hidup bersama gadis kecil itu, bukan?Langkahnya terayun pelan memasuki pintu besar bangunan kantor tempat dirinya bekerja, tujuannya adalah lift yang berada di ujung sana. Ia memang sampai di Jakarta sejak semalam dan memilih menginap di hotel ketimbang harus pulang. Dan pagi ini ia langsung datang ke kantor."Selamat pagi, Pak." Salah satu karyawan perempuan yang satu li

    Last Updated : 2024-03-05
  • Putri Rahasia Tuan Damian   62. Keputusan terbaik

    Handuk diletakkan secara asal, dia mengempaskan dirinya duduk di atas ranjang. Damian memang baru saja selesai membersihkan diri, meskipun jarum jam dinding sudah hampir menyentuh pukul tujuh malam. Semua tugas baru yang ia kerjakan seharian ini cukup membuatnya diserang sakit kepala sebelah.Tangannya terulur membuka laci nakas di sisi ranjang. Dari sana, Damian mengeluarkan sesuatu yang terbungkus plastik bening transparan. Itu adalah beberapa helai rambut legam milik Luna, ia sengaja mengumpulkannya ketika menyisir rambut si balita ketika di Surabaya. Ya, ia memang memiliki sebuah tujuan melakukannya.Tangannya yang bebas bergerak meraih ponsel di atas nakas, dengan lincah jari-jemari besar itu mengetikkan sebuah nama di kolom pencarian kontak ponselnya sebelum meletakkan alat komunikasi itu di depan telinga."Halo, kapan kau ada waktu?" ia berbicara pada seseorang yang ia hubungi segera setelah panggilannya diangkat."Saya selalu ada waktu jika itu untuk Anda, Tuan Damian." Suara

    Last Updated : 2024-03-15
  • Putri Rahasia Tuan Damian   63. Proof

    "Hal kedua yang perlu kita lakukan adalah merekrut karyawan baru untuk cabang baru. Kita harus memiliki tim karyawan yang mau dan mampu bekerja keras." Sebagai pimpinan tertinggi, Damian kembali berbicara dengan berwibawa dalam rapat yang ia pimpin siang ini. Rencana yang sudah digadang-gadang sejak dulu, yakni memperluas cabang perusahaan ke negara lainnya."Saya akan mulai mencari kandidat yang memenuhi kriteria perusahaan. Dan kami akan memastikan bahwa kita akan memiliki tim karyawan yang tangguh." Seorang Manajer Human Resource menimpali dari tempat duduknya.Dan Damian tampak mengangguk puas. "Bagus sekali. Hal terakhir yang perlu kita lakukan adalah menyiapkan anggaran untuk cabang baru. Kita harus memastikan bahwa kita memiliki cukup dana untuk menutupi semua pengeluaran.""Saya akan memulai menghitung anggaran sesegera mungkin." Kini giliran Seorang Manajer keuangan yang menyahuti, seorang pria paruh baya yang masih tampak cekatan dalam bekerja meskipun rambutnya yang semula

    Last Updated : 2024-03-17
  • Putri Rahasia Tuan Damian   64. Bertemu lagi

    "Nah, kita sudah sampai!" kalimat itu teralun dari mulut Aksa saat dirinya dan Evelyn beserta Luna sudah menginjak pelataran Supermarket terbesar di ibu kota.Setelah pertemuan keluarga yang berakhir bertunangan secara resmi malam itu di Surabaya, Evelyn memang segera kembali ke Jakarta keesokan harinya. Ia sengaja mengajak Luna, kebetulan sekolah Taman kanak-kanak tempat gadis kecil itu belajar sedang libur cukup panjang.Dan di sinilah mereka sekarang, hendak menghabiskan waktu bersama Luna, sebab gadis kecil itu terus merengek mengajak jalan-jalan."Woah ... besar sekali! Kak, apakah di dalam sana ada wahana permainan?" Luna menatap penuh harap pada kedua mata hitam Aksa, mata biru nan lebar itu berbinar-binar. "Tentu saja ada, Sayang." Dan sapuan tangan besar itu di atas kepala Luna, membuat gadis kecil itu memekik kegirangan."Yeayy~ ayo, kita harus masuk sekarang! Luna mau bermain di kolam bola seperti saat bersama Kak Damian!"Sontak kernyit halus tercipta di dahi Aksa kala me

    Last Updated : 2024-03-21
  • Putri Rahasia Tuan Damian   65. She's my daughter

    "Wah, ternyata Luna sudah pandai menyuap makanannya sendiri, ya? Menggemaskan sekali!" Kiara memekik gemas saat melihat tangan mungil Luna dengan lihai menyuapkan makan siang ke dalam mulut dengan rapi dan tenang. Ini bukanlah basa-basi, tak ada seorang pun yang tak merasa gemas pada balita itu. Ya, mereka berlima akhirnya makan siang bersama, di kafe yang menjadi pilihan Aksa dan Evelyn. "Dia memang sudah mandiri sejak masih berumur tiga tahun, Kiara." Evelyn menjawabnya disela suapannya ke dalam mulut. Ia makan dengan anggun tanpa berantakan sedikit pun. "Oh, begitu." Kiara mengangguk-angguk, lalu tersenyum menggoda ke arah pasangan di depannya. "Dari jauh, kukira kalian pasangan muda dengan satu orang anak, loh. Kalian sangat serasi." "Benarkah? Wah, aku senang sekali mendengarnya. Yah, tidak lama lagi dugaanmu itu memang akan menjadi kebenaran, Kiara." Aksa yang kali ini bicara, bahkan pria itu sampai harus berhenti menyuap makanan. Ia menjadi sangat tertarik dengan topik pembi

    Last Updated : 2024-03-22
  • Putri Rahasia Tuan Damian   66. Muak!

    "Baiklah, sampai bertemu besok di restoran, Eve. Seseorang sudah menunggumu di sana." Ina mengedikkan kepala, menunjuk seseorang yang berdiri di sisi mobil hitam, tepat di sebelah kanan gerbang universitas tempat mereka belajar. Gadis itu terkekeh merdu sebelum melambaikan tangannya, berbelok ke sebelah kiri, berlawanan arah dengan posisi si pria bertubuh menjulang tinggi itu.Dengan spontan Evelyn menoleh pada arah yang ditunjuk oleh Ina, seketika kedua mata indahnya membeliak saat menemukan satu presensi tak asing. Seorang pria yang sedang ia hindari. "Damian?" secara refleks Evelyn menyebut nama si pria, begitu lirih. Karena ingin menghindar, ia memilih untuk membelokkan langkah dan pura-pura tak melihatnya.Namun, bukan Damian jika dirinya mudah dikelabui. Melihat gelagat Evelyn, pria itu segera bergerak dari tempatnya, kemudian melangkah mendekati posisi wanita itu dengan cepat. "Tunggu, Eve. Kau kira kau akan ke mana?" dan tentu saja Damian berhasil mencekal pergelangan tangan

    Last Updated : 2024-03-29
  • Putri Rahasia Tuan Damian   67. Shit!

    Langkah kaki panjang itu tampak gontai kala memasuki hunian mewah tempat dirinya tinggal. Wajah tampan itu tak lagi cerah ceria, ia kehilangan cahayanya akhir-akhir ini. Perasaan Damian sedang kacau sekarang, terlebih saat ia kembali mengingat bahwa dirinya gagal membuat Evelyn membatalkan rencana pernikahannya, pun meninggalkan calon suaminya, seperti apa yang ia lakukan pada Kiara."Masih memiliki muka untuk pulang ternyata."Suara dingin yang baru saja terdengar sukses memaku langkah kaki bersepatu pantofel si pria keturunan Jerman. Damian berhenti lalu menoleh ke asal suara, ada Benedict yang duduk di sofa, baru saja mengempaskan sebuah majalah di atas meja kaca dengan kasar. Apakah sesuatu telah terjadi?"Apa maksudmu?""Bukankah harusnya aku yang bertanya begitu?" Benedict, sang ayah justru kembali bertanya. Dari raut wajah yang ayahnya tampakkan, Damian bisa membaca kekesalan yang menumpuk di sana. Dan hal itu cukup membuat Damian malas untuk menanggapinya, terlebih dengan sua

    Last Updated : 2024-04-07

Latest chapter

  • Putri Rahasia Tuan Damian   99. Kau dan aku, kita

    Tangis tidak selamanya berarti bahwa kesedihan tengah melingkupi seseorang. Namun, sebuah emosi ketika air mata luruh itu juga bisa hadir saat kebahagiaan datang. Tetes demi tetes itu jatuh bercucuran menuruni pipi, tetapi sebuah senyum justru terlukis indah menghiasi paras jelitanya. Ya, Evelyn menyebutnya tangis haru, menangis ketika melihat sosok Arjuna yang pada akhirnya tertangkap oleh pandangan matanya. Kakak tersayangnya itu pada akhirnya datang, padahal sebelumnya ia mengira bahwa pria itu masih belum memaafkan dirinya. Maka, ia segera bergegas memutus jarak, berjalan cepat menuju posisi sang kakak, tentu diikuti suaminya dari belakang."Kak Juna, ku kira kau tidak akan datang." Tanpa izin, Evelyn memeluk tubuh pria berambut gondrong terkuncir rendah itu, sedangkan Damian hanya berdiri di sisinya seraya menyelipkan tangan di saku celana.Arjuna balas memeluk. Ia memejamkan mata dan tersenyum tulus seakan pertengkaran yang lalu tidak pernah terjadi. "Adik tersayangku sedang me

  • Putri Rahasia Tuan Damian   98. Official Wife

    Senyum itu tak pernah sirna menghiasi wajah jelita si mempelai wanita. Sedangkan si pria ber-tuxedo tampak setia berdiri di sisinya sembari terus menggenggam tangannya. Ah, mereka tampak begitu serasi dengan pakaian serba putih. Warna yang melambangkan awal baru, seperti kanvas kosong yang siap mereka lukiskan berbagai warna dalam mengarungi rumah tangga. Hari bahagia itu pada akhirnya telah tiba, tentu kebahagiaan membuncah di hati kedua mempelai. Tangga pelaminan itu telah berhasil mereka jejaki bersama setelah melewati berbagai rintangan yang tidak mudah untuk dilalui. Dan kini mereka telah mencapai puncak, buah dari kesabaran dan perjuangan yang telah mereka usahakan untuk menyatukan hati."Selamat atas pernikahanmu ya, Eve. Aku benar-benar tidak menyangka jika pada akhirnya kau berakhir dengan pria yang kau katakan berkali-kali sebagai sahabatmu ini." Ina, satu-satunya teman dekat si mempelai wanita berdiri di depannya, menyalaminya sembari menempelkan pipi kanan dan kiri. "Ter

  • Putri Rahasia Tuan Damian   97. Semakin dekat

    "Jadi, pernikahannya benar-benar akan dilaksanakan bulan depan?" pertanyaan itu terlepas dari mulut Arini Adhitama di tengah perbincangannya dengan Sasmitha Alexander. Ya, calon besannya itu memang sedang datang berkunjung ke rumahnya, tentu saja untuk membahas persiapan acara pernikahan kedua anak mereka."Iya, sesuai kesepakatan di awal. Bertepatan dengan hari ulang tahun Luna juga, bukan?" Sasmitha menjawab seraya meletakkan kembali cangkir teh berbahan keramik putih dengan motif bunga-bunga ke atas meja, tentu saja setelah ia menyesap isinya. Gerakannya tampak begitu anggun nan santai, seakan mereka sudah cukup akrab sebelumnya. "Damian ingin jika bukan hanya dirinya dan Evelyn saja yang berbahagia di hari pernikahan mereka, tapi putri mereka juga. Bukankah dia terlihat sangat mencintai putrinya?" lanjutnya.Namun, raut gundah justru terlukis makin jelas di wajah Arini. "Tapi ... apakah waktunya akan cukup untuk persiapannya? Sedangkan saat ini, baik keluarga saya maupun keluarga

  • Putri Rahasia Tuan Damian   96. Biological Children

    Punggung wanita itu tak pernah luput dari penglihatannya, sedang membelakanginya. Sang ibu sedang menciptakan resep baru, tampak begitu sibuk berkutat di depan kompor. Aroma masakan yang tercium begitu lezat membuat Evelyn betah berlama-lama di sana."Apakah sudah selesai, Ma?" dari posisinya yang sedang duduk di kursi meja makan sambil bertopang dagu, Evelyn bertanya. Ia memang sedang menunggui ibunya memasak."Tunggu beberapa menit lagi." Arini menjawab, tak menoleh sedikit pun ke belakang.Karena sedikit merasa bosan, Evelyn bangkit berdiri kemudian mendekat pada sang ibu, berdiri di sampingnya. Ia menatap ke dalam panci, kemudian mencium dalam-dalam aroma yang menguar dari sana. Ah, ibunya sedang memasak mie dengan kuah gelap nan kental bertabur berbagai jenis seafood, menu baru yang belum diberi nama. "Wah, aku jadi tidak sabar ingin mencicipi resep baru Mama. Pasti enak!" Senyum manis mengurva, terlukis begitu indah menghiasi wajah Evelyn."Sudah pasti. Siapa dulu kokinya?" san

  • Putri Rahasia Tuan Damian   95. Milikku

    Gerbang sekolah Taman Kanak-kanak menyambut pandangan mata birunya. Damian memang berinisiatif menjemput Luna, maka ia datang lebih cepat dari waktu biasanya Burhan menjemput sang putri.Hari-hari paling menyebalkan telah berlalu dan Damian kini telah kembali pulih seperti sedia kala. Ia sembuh dengan cepat, beruntung hasil pemeriksaan terakhir menunjukkan bahwa dirinya telah benar-benar sehat. Seiring stres yang berkurang, dirinya pun semakin tersenyum lepas.Damian menepikan mobilnya di seberang jalan. Masih ada beberapa menit lagi sebelum bel pulang sekolah putrinya berbunyi dan ia memilih untuk menelepon Evelyn. Ah, mengingat seraut wajah itu membuat senyum si pria semakin cerah saja. Ia segera meraih ponsel di saku celana, segera mencari kontak nomor si wanita tercinta untuk melakukan panggilan. "Halo?" dan dari ujung telepon sana, suara merdu yang sangat Damian hafal menyapa telinganya."Aku sedang berada di depan sekolahan Luna. Jika aku menjemputnya, kau tidak keberatan, buka

  • Putri Rahasia Tuan Damian   94. Willingness

    Angin malam yang berembus tak mengurangi keyakinan pria dewasa itu. Meski dingin menggigit, tak membuat nyalinya menciut. Ah, bahkan andai angin topan yang bertiup pun akan dirinya terjang sekarang. Semua ia lakukan demi putra satu-satunya. Bennedict Alexander baru saja menuruni mobilnya, kini berdiri tepat di depan gerbang kediaman keluarga dari wanita yang putranya cinta. Ia sudah memikirkan matang-matang tentang keputusannya ini, ia akan bertindak. Ia hanya berharap bahwa keberuntungan akan menyertainya malam ini.Tangan kanannya terangkat demi memencet bel. Dan tak berselang lama, sang Tuan rumah keluar dari pintu utama. Pria baya itu memandang ke arahnya lengkap dengan kening berkerut, pun raut muka terkejut. Bennedict segera mempersiapkan diri jika seandainya Burhan Adhitama kembali naik pitam atas kedatangannya."Untuk apa Anda datang malam-malam begini?" Burhan menggeser gerbang saat bertanya dengan nada ketus.Bennedict menatap tepat di mata sebelum mengutarakan tujuan kedat

  • Putri Rahasia Tuan Damian   93. Empat mata

    Selembar tisu yang pada awalnya putih bersih kini dihiasi bercak merah terang. Darah yang mengalir dari luka di jari Evelyn adalah sesuatu yang mewarnainya. Ternyata ia menggores jarinya terlalu dalam.Seraya mencoba menghentikan perdarahan dengan membalut lukanya menggunakan tisu, wanita itu datang menemui ayahnya di ruang keluarga. Pria baya itu sudah menunggu dirinya sedari tadi seraya melihat acara di televisi. "Duduklah, Papa ingin berbicara." Burhan Adhitama segera membuka kalimat ketika Evelyn sudah mendekat. Ia menepuk permukaan sofa lembut di sisinya."Di mana Luna?" Wanita beranak satu itu mendudukkan diri di sisi ayahnya, sesuai perintah."Sudah masuk ke kamar dengan Mama, Papa hanya ingin berbicara empat mata denganmu." Kernyit tercipta di dahi Burhan ketika pada akhirnya ia melihat jari Evelyn terbungkus tisu bercorak merah. "Apa yang terjadi dengan tanganmu?""Aku tak sengaja melukainya saat mengiris apel."Mata tua Burhan kini menyorot dalam pada kedua mata putrinya, s

  • Putri Rahasia Tuan Damian   92. What happened?

    Mentari telah hampir tenggelam seluruhnya ketika Bennedict Alexander sampai di parkiran hotel tempat Damian menginap. Putranya telah mengirimkan alamat hotel itu hampir satu jam yang lalu, maka setelah urusannya selesai, pria baya nan tampan itu segera meluncur ke sana."Tinggalkan saja mobilnya di sini, kalian boleh kembali ke Jakarta." Bennedict berucap demikian setelah turun dari mobil yang ia naiki."Siap, Tuan! Ini kunci mobilnya." Satu orang yang menjadi pemimpin kaki-tangannya, pun seseorang yang tadi mengemudikan mobilnya menyerahkan kunci. Dua orang lainnya berdiri siaga di belakang pria itu. Sedangkan Bennedict menerima kunci mobilnya begitu saja, lalu memasukkannya ke dalam saku celana sebelum berbicara. "Kerjakan tugas kalian dengan baik selama saya tidak ada di tempat," perintahnya. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh orang-orangnya kemudian kembali bersuara. "Yang harus kalian ketahui, meskipun saya tidak berada di sana, saya masih akan tetap memantau kinerja kalian. Ja

  • Putri Rahasia Tuan Damian   91. Kesempatan?

    Damian Alexander adalah seseorang yang lebih dahulu keluar dari pintu restoran tempat dirinya dan sang ayah mengisi perut siang ini. Setelah mereka angkat kaki dari rumah Burhan Adhitama, Bennedict Alexander memang berinisiatif mengajak putranya untuk mampir makan siang terlebih dahulu. Sebagai ayah, tentu Bennedict merasa khawatir melihat tubuh sang putra semakin kurus setiap harinya.Dan di sinilah mereka, di area parkir restoran yang cukup luas di tengah terik sang surya. Si pria muda berdarah Jerman itu masuk ke dalam mobil hitam yang ia sewa selama tinggal di Surabaya dengan tanpa kata. Melihat putranya telah berada di balik kemudi, Bennedict segera memberikan perintah pada seseorang yang sedari tadi mengikuti di belakang punggungnya."Tunggu di mobil, saya akan segera kembali."Perintah diterima, pria tinggi berjas abu-abu itu mengangguk patuh. "Baik, Tuan."Selanjutnya Bennedict bergegas menuju mobil putranya. Ia membuka pintu penumpang bagian depan, ikut masuk ke dalam mobil k

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status