Mengapa dia malah percaya begitu saja?Andini tidak bisa menahan tubuhnya yang mulai gemetar hebat. Tiba-tiba, kepalanya terasa pusing dan berat.Dengan buru-buru, dia mengangkat pandangannya ke arah tungku dupa di kejauhan. Saat itu, dia melihat asap tipis perlahan-lahan menyebar dari tungku itu ....Ketika Panji mendorong pintu dan masuk, Andini sudah pingsan di lantai. Mayang mengikuti di belakang Panji. Saat melihat Andini yang tergeletak di tanah, dia mendengus dingin."Anak ini memang cukup cerdik, tapi sayang sekali, dia bertemu denganku!" Mayang menginstruksi pelayan di belakangnya, "Kenapa diam saja? Cepat angkat Nyonya Muda ke atas ranjang!"Sebutan Nyonya Muda membuat Panji merasa muak. "Kalau bukan karena statusnya sebagai bagian dari Keluarga Adipati, aku nggak akan pernah menikahinya!""Sudahlah, yang terpenting sekarang adalah menyelesaikan urusan utama!" Mayang menepuk punggung Panji seolah-olah menyuruhnya bergegas.Melihat para pelayan telah menaikkan Andini ke ranjan
Mendengar jeritan memilukan itu, Mayang yang sedang menunggu di halaman bergegas masuk.Saat dia mendorong pintu, yang pertama terlihat adalah Panji yang menutupi matanya sambil menjerit kesakitan. Penjepit rambut itu masih tertancap di matanya!Mayang langsung terkesiap, lalu segera menoleh ke arah Andini dan berteriak marah, "Beraninya kamu melukai putraku! Pengawal, tangkap dia!"Begitu perintah itu dilontarkan, dua orang pengawal segera maju. Andini mundur berulang kali karena tidak mungkin bisa menang. Tidak peduli bagaimana dia mencoba, dia tidak mungkin bisa melarikan diri!Tepat pada saat itu, seorang pelayan berlari tergesa-gesa dari luar. Wajahnya panik saat melapor,"Nyonya! Ada masalah besar! Kediaman ini telah dikepung oleh pasukan bersenjata!""Apa?" Mayang terkejut. "Siapa yang berani melakukannya?""Orang yang memimpin pasukan itu menyebut dirinya adalah Byakta!"Byakta! Saat mendengar nama itu, Andini pun merasa lega. Byakta datang untuk menyelamatkannya!Panji masih m
Tanpa perlu berpikir panjang, jelas sekali bahwa Mayang yang diam-diam mengambil cap resmi Penasihat Agung untuk membubuhkan segel pada kartu undangan itu! Apakah wanita itu mengira dirinya sudah tua dan mudah diperdaya?Amarah meluap dalam diri Rendra. Dengan kasar, dia melemparkan kartu undangan itu ke kaki Mayang dan membentak dengan dingin, "Masih berani bohong? Katakan yang sebenarnya!"Mayang langsung berlutut. Suaranya gemetar. "Benar! Hari ini Panji memang mengundang Nona Besar Biantara ke jamuan makan! Tapi, Panji benar-benar tulus ingin menyenangkan Nona Andini!""Siapa sangka, bukan hanya nggak dihargai, wanita itu malah menusuk mata Panji dengan penjepit rambutnya! Ayah! Sekalipun Panji nakal, dia tetap cucumu! Kamu harus membelanya!"Kata-kata itu membuat semua orang terkejut. Byakta adalah yang pertama yang bereaksi. Suaranya berat saat bertanya, "Apa yang telah kalian lakukan padanya?"Tidak mungkin Andini melukai Panji tanpa alasan!Namun, Mayang terus menangis di depan
Mendengar kata-kata itu, tatapan Rendra menjadi agak suram.Byakta mengangkat dagunya sedikit, menatap Mayang dengan dingin, "Kalau bukan karena Panji berniat jahat, Andini nggak akan melukainya! Itu adalah akibat dari perbuatannya sendiri!""Omong kosong!" Mayang berseru dengan suara melengking, "Jelas dia yang mencoba menggoda Panji, lalu marah karena ditolak!"Lagi pula, tidak ada yang benar-benar melihat kejadian itu, tidak ada saksi. Jadi, siapa yang bisa membuktikan kebenarannya selain kata-kata mereka sendiri?Memangnya kenapa jika semua orang tahu bahwa Panji adalah bajingan? Andini juga memiliki hubungan tidak jelas dengan seorang wakil jenderal. Mungkin, dia juga bukan wanita baik-baik!Byakta menghardik dengan marah, "Omong kosong! Andini nggak mungkin tertarik pada sampah seperti Panji!"Mayang yang sudah bertekad untuk membela anaknya, langsung membalas, "Aku bilang dia yang menggoda, berarti dia yang menggoda! Orang-orang di rumahku bisa menjadi saksi!"Dia pun menoleh ke
Namun, tiba-tiba rasa sakit yang menusuk menjalar di punggung tangan Byakta. Begitu dahsyat hingga dia tidak dapat lagi menggenggam penjepit rambut itu.Penjepit rambut itu terlepas dari genggamannya, jatuh ke tanah dengan suara jernih. Bersamaan dengan itu, sebuah batu kecil berwarna juga ikut jatuh. Itu adalah ...Keheningan menyelimuti sekeliling. Tidak lama kemudian, suara derap kuda terdengar perlahan mendekat.Semua orang menoleh ke arah suara itu. Sebuah kereta kuda tampak melaju menuju Kediaman Penasihat Agung. Itu adalah kereta Keluarga Maheswara!Hati Andini bergetar. Tanpa sadar, dia menggenggam tangan Byakta erat-erat. Alisnya berkerut. Rangga? Kenapa dia datang?Kereta itu berhenti di depan Kediaman Penasihat Agung. Sebuah tangan putih mengangkat tirai kereta, diiringi suara yang dingin dan tenang. "Tuan Rendra, sudah lama nggak bertemu."Andini tercengang. Suara ini ... bukan suara Rangga! Dia pun menatap ke arah kereta dan melihat sosok yang duduk di dalamnya.Di balik t
Sampai kereta kuda itu pergi jauh, Byakta baru mengangkat tangannya, memberi perintah kepada para prajurit di belakangnya untuk mundur.Setelah itu, dia membungkuk untuk memungut penjepit rambut yang jatuh di tanah. Dia melangkah ke belakang Andini dan membantu mengikat rambutnya menjadi sanggul sederhana.Namun, saat jarinya menyentuh rambut Andini, dia baru sadar bahwa tangan kanannya masih belum bisa mengerahkan tenaga.Byakta teringat pada Kalingga yang telah mengurung diri selama lima tahun, tetapi tetap memiliki keahlian bertarung yang luar biasa. Seketika, dia tidak bisa menahan diri untuk tertawa ringan.Mendengar tawa tulus itu, Andini merasa bingung. "Kenapa kamu tertawa?"Byakta tersadar dari lamunannya dan menggeleng pelan. "Bukan apa-apa."Sambil berbicara, dia menengadah menatap papan nama tinggi di gerbang Kediaman Penasihat Agung. Matanya sedikit meredup. Sesaat kemudian, dia berujar, "Aku antar kamu pulang."Andini menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk pelan. Suda
Nada suaranya begitu dingin dan tidak acuh.Hal ini membuat Abimana semakin marah. "Menghalangimu? Andini, kamu terlalu menganggap dirimu penting!""Ayah dan Ibu peduli pada pernikahanmu karena mereka masih menganggapmu sebagai putri mereka! Kalau kamu memutus hubungan, kamu pikir keluarga ini masih akan peduli padamu?"Mendengar kata-kata itu, Andini tiba-tiba tertawa. Dia lantas menimpali, "Makanya, aku ingin memutus hubungan keluarga."Apa yang baru saja dikatakan Abimana adalah alasan kenapa dia ingin memutuskan hubungan keluarga!Abimana tertegun. Dia merasa Andini telah kerasukan.Saat dia hendak memarahi Andini untuk membuatnya sadar, gadis itu tiba-tiba bertanya, "Tuan Kresna, apa kamu yakin cap itu asli?"Suaranya lembut tanpa sedikit pun kemarahan, seolah-olah dia hanya menanyakan sesuatu yang biasa, sesuatu yang sama sekali tidak ada hubungannya dengannya.Namun, pertanyaan itu membuat Abimana dan Kirana sama-sama mengernyit. "Palsu? Kamu bilang cap dari Penasihat Agung itu
Setelah bersujud, Andini berdiri dan berkata kepada pelayan yang berjaga di luar aula, "Ambilkan kertas dan tinta."Pelayan itu tidak berani bergerak, hanya menatap Kresna dengan wajah penuh kebingungan.Namun, yang terlihat adalah Kresna yang sedang terengah-engah. Jelas sekali, dia murka hingga hampir kehilangan kendali.Di sisi lain, Kirana hanya bisa terus menyeka air matanya tanpa mampu mengucapkan sepatah kata pun.Satu-satunya yang masih bisa berbicara saat ini hanyalah Abimana. "Andini, apa kamu sudah memikirkannya dengan matang? Tanpa perlindungan Keluarga Adipati ....""Aku sudah memikirkannya," sela Andini dengan dingin. Matanya yang tenang kembali menatap Kresna. Nada suaranya mengandung sedikit ejekan. "Sekarang melihat bagaimana kalian terus menolak dan mengulur, rasanya seperti keluarga ini yang lebih membutuhkanku."Bukankah itu secara tidak langsung membuktikan bahwa selama ini keluarga ini hanya memanfaatkannya?Mendengar ucapan itu, Kresna akhirnya kehilangan kesabar
Andini tidak bisa menjawab pertanyaan Laras. Tentu saja dia tidak ingin Laras terancam bahaya. Namun, Andini tidak tega meninggalkan Laras begitu memikirkan Laras akan menangis histeris setelah dirinya pergi.Melihat Andini tidak langsung menjawab, Laras melepaskan Andini. Dia memandangi Andini dan bertanya lagi sambil berlinang air mata, "Nona nggak akan tinggalkan hamba, 'kan?"Akhirnya hati Andini luluh saat melihat ekspresi Laras yang kasihan. Dia menyahut, "Nggak akan.""Kalau begitu, hamba bereskan barang-barang sekarang," timpal Laras. Dia segera melepaskan diri dari pelukan Andini, lalu masuk ke kamar sembari menyeka air mata.Melihat Laras begitu semangat, Andini menggeleng. Dia memutuskan untuk membiarkan Laras mengikutinya. Nanti Andini akan berusaha untuk melindungi Laras.Laras menghabiskan waktu 4 jam untuk membereskan barang-barang. Dia juga mencari Rama untuk menyerahkan kunci kediaman kepadanya.Saat sore hari, Andini dan Laras baru menunggangi kuda. Kala ini, Andini s
Andini tidak suka mendengar nada bicara Rangga yang dingin seperti ini. Dia merasa Rangga seperti mendesaknya. Namun, apa urusan Andini berhubungan dengan Rangga?Ekspresi Andini menjadi masam. Hanya saja, sebentar lagi Andini akan meninggalkan ibu kota. Jadi, dia tidak perlu berdebat dengan Rangga lagi.Andini menjawab, "Byakta meninggalkan surat untuk Kak Kalingga, jadi aku datang untuk mengantar surat itu."Kemudian, Andini memberi hormat kepada Rangga dan berpamitan, "Aku nggak mau ganggu Jenderal Rangga lagi. Aku pergi dulu."Selesai bicara, Andini langsung pergi. Dia tidak ingin bicara panjang lebar dengan Rangga.Rangga mengernyit saat melihat sosok Andini yang pergi menjauh. Dia berbalik, lalu melihat Kalingga sedang minum teh.Rangga berjalan masuk ke paviliun. Dia bertanya setelah melihat cangkir teh di depan Kalingga, "Untuk apa dia datang?"Kalingga tidak melihat Rangga. Dia hanya menjawab, "Dia mengantar surat dari Byakta."Kalingga memandang Rangga dengan ekspresi bingung
Andini takut menghadapi bahaya di perjalanan. Dia tidak ingin mencelakai Laras. Andini sudah mencelakai banyak orang, jadi dia tidak akan membiarkan Laras mengikutinya.Laras hampir menangis. Dia menolak, "Kalau Nona mau cari orang untuk menjaga kediaman dan bunga plum, aku bisa carikan. Nona, tolong bawa hamba. Pokoknya hamba nggak ingin berpisah dengan Nona."Andini merasa tidak berdaya saat melihat Laras yang keras kepala. Dia tidak ingin Laras terlalu sedih. Setelah berpikir sejenak, Andini terpaksa mengalihkan topik pembicaraan, "Kalau begitu, nanti baru kita bicarakan lagi. Kamu beli 2 potong baju pria untukku dulu, ya?"Sebaiknya mereka memakai baju pria ketika jalan-jalan di luar. Laras baru menyeka air matanya, lalu mengangguk dan menyahut, "Kalau begitu, hamba pergi sekarang. Hamba akan segera kembali.""Oke," balas Andini.Setelah Laras pergi, Andini baru kembali ke kamar. Dia berencana membereskan barang-barangnya, tetapi dia tidak sengaja melihat surat dari Byakta untuk Ka
Tujuh hari kemudian. Andini sedang duduk di dalam kamar. Saat Laras masuk, dia melihat Andini memandangi halaman sambil melamun.Selama 7 hari, Andini tidak melakukan apa pun setelah bangun. Dia hanya melamun. Wajahnya sangat pucat.Laras tahu kematian Ainun dan Byakta membuat Andini makin terpuruk. Sekarang hanya Laras yang bisa menyelamatkan Andini.Laras segera menarik Andini keluar dan berujar, "Nona, ikut hamba ke suatu tempat."Tenaga Laras sangat kuat. Andini terpaksa mengikuti Laras. Untung saja, mereka tidak pergi terlalu jauh. Laras membawa Andini ke taman bunga.Sekarang sudah bulan Mei. Di bawah cahaya matahari, bunga-bunga yang bermekaran tampak indah. Namun, keindahan bunga tidak membuat hati Andini tergerak.Andini hanya mengernyit. Dia tidak ingin mengecewakan Laras, tetapi dia hanya ingin duduk di dalam kamar.Tiba-tiba, Laras berlari ke suatu tempat dan berseru pada Andini, "Nona, lihat apa ini?"Laras menunjuk pohon di sampingnya. Pohon itu tak berdaun. Dibandingkan
Namun, lengan itu mengeluarkan bau tidak sedap karena disimpan terlalu lama. Tidak seperti jasad Byakta, mereka memasukkan kapur ke dalam peti matinya.Kaisar yang merasa terganggu menutup hidungnya. Dia bertanya, "Apa yang ingin kamu tunjukkan padaku?"Rangga menjawab, "Apa Kaisar nggak merasa tato di lengan ini sangat familier?"Mendengar jawaban Rangga, Kaisar melihat lengan itu lagi. Ternyata ada tato kepala harimau di lengan tersebut.Rangga menjelaskan, "Dulu, salah satu bandit yang membunuh Pangeran Baskoro juga punya tato ini. Awalnya saya nggak menganggapnya serius, tapi saya menemukan beberapa bandit Yolasa yang menguasai ilmu bela diri mempunyai tato kepala harimau ini."Kaisar menghampiri lengan itu, lalu berjongkok dan memeriksanya. Dia mendengar Rangga bertanya dengan dingin, "Apa Kaisar nggak kepikiran dengan Pasukan Harimau?"Begitu mendengar "Pasukan Harimau", Kaisar langsung terduduk di lantai saking kagetnya. Kasim buru-buru memapah Kaisar, tetapi Kaisar menolak.Kai
Setelah kembali ke kamar, kemarahan dan kesedihan Andini masih belum menghilang. Dia merasa dirinya pasti berutang nyawa pada Abimana di kehidupan sebelumnya.Kalau tidak, kenapa Abimana selalu menghancurkan harapan Andini setiap Andini merasakan perubahan dalam hidupnya? Sebelumnya Baskoro tertimpa masalah, sekarang giliran Byakta.Hanya saja, jika Andini benar-benar berutang pada Abimana di kehidupan sebelumnya, seharusnya Andini yang membayarnya sendiri. Kenapa harus melibatkan Byakta?Air mata Andini mengalir. Laras merasa kasihan pada Andini, tetapi dia tiba-tiba teringat sesuatu. Laras menunjuk barang di meja dan bertanya, "Nona, coba lihat apa itu?"Andini melihat ke arah yang ditunjuk Laras dan menemukan sepucuk surat. Namun, surat itu ditujukan pada Kalingga, bukan Andini.Andini merasa kecewa. Dia berucap, "Kenapa cuma ada satu surat? Jelas-jelas Gayatri bilang Byakta meninggalkan sesuatu untukku."Apa Byakta hanya meninggalkan surat untuk Kalingga? Tangisan Andini makin menj
Andini tahu Kirana datang untuk menghiburnya. Hanya saja, Andini malah menganggap ucapan Kirana tidak enak didengar. Semua ini takdir? Apa Kirana merasa Byakta pantas mati?Andini mengernyit, tetapi dia tidak mampu berdebat dengan mereka lagi. Andini menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Aku sudah putus hubungan dengan Keluarga Adipati. Apa pun yang terjadi padaku nggak ada hubungannya dengan kalian. Aku harap ke depannya kalian jangan datang lagi."Selesai bicara, Andini langsung berjalan masuk ke kediaman. Abimana marah-marah, "Andini! Jangan nggak tahu diri! Biasanya Ibu jarang keluar, dia datang karena mengkhawatirkanmu!"Langkah Andini terhenti. Dia mengepalkan tangannya dengan erat, lalu bertanya, "Bagaimana dengan kamu?"Mendengar ucapan Andini, Abimana terdiam. Dia tidak memahami maksud Andini.Andini tiba-tiba berbalik dan lanjut bertanya seraya menatap Abimana, "Kenapa kamu datang kemari? Kamu memperhatikanku atau merasa bersalah?"Sebenarnya Andini tidak memahami satu ha
Yudha hanya ingin membawa Byakta pulang bersama keluarganya tanpa Rangga dan Andini. Mulai saat ini, para bangsawan dari ibu kota tidak berhubungan dengan Keluarga Muhadir lagi.Rangga mengangguk. Dia bisa memahami pemikiran Yudha. Tentu saja, Rangga tidak memaksakan kehendaknya.Andini juga mengerti. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menghampiri Ajeng dan melepaskan gelang gioknya. Andini berucap, "Aku nggak pantas terima gelang ini ...."Sebelum Andini menyelesaikan ucapannya, Ajeng menahan tangan Andini. Ajeng tampak kelelahan, tetapi dia tetap tersenyum kepada Andini dan menimpali, "Gelang ini sudah menjadi milikmu. Kalau kamu kembalikan padaku, Byakta pasti sedih."Andini memandang Ajeng dengan ekspresi kaget. Jika Ajeng masih meminta Andini menyimpan gelang ini, berarti Keluarga Muhadir masih mengakui Andini.Andini tidak menyangka sekarang Keluarga Muhadir masih menerimanya. Dia merasa sangat sedih. Andini memeluk Ajeng dengan erat. Dia merasa bersyukur dan juga bersalah.Ajen
Andini yang menyebabkan Yudha dan Ajeng kehilangan putranya. Dia juga menyebabkan Gayatri kehilangan kakaknya. Semua ini salah Andini.Tangisan Gayatri makin menjadi-jadi. Dia berujar, "Tapi, Kak Byakta pasti marah kalau lihat aku salahkan kamu ...."Ucapan Gayatri membuat hati Andini terasa sakit. Andini kewalahan melihat Gayatri yang menangis histeris.Gayatri tetap berusaha berbicara, "Sebelum pergi, kakakku bilang padaku dia nggak pernah begitu menyayangi seorang wanita selama hidupnya. Dia cuma ingin kamu aman dan bahagia. Biarpun harus mengorbankan nyawanya, dia juga rela."Gayatri menambahkan, "Andini, kakakku benar-benar mengorbankan nyawanya. Jadi, kamu harus aman dan bahagia! Kalau nggak, aku nggak akan ampuni kamu!"Ini adalah keinginan terakhir Byakta. Gayatri tidak bisa bicara lagi. Dia terus menangis. Gayatri tidak mengerti kenapa di dunia ini ada orang yang begitu bodoh hingga rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan dan kebahagiaan orang lain.Namun, Gayatri tidak be