Ketika aku membuka mata 3
Begitu rasa sakit itu menyebar keseluruh tubuhnya, Agnes merasa begitu mengantuk. Dia memejamkan mata dan tertidur dengan nafas yang berantakan.
Gelap dan dingin. Agnes, tidak Ariel merasa tubuhnya jatuh dari tempat yang begitu tinggi. Saking tingginya dia tidak tahu berapa lama dia akan terjatuh. Ini mimpi. Mimpi yang terus menerus berulang setiap malam.
Ariel akan terus jatuh ke bawah tanpa bisa merasakan akhirnya. Dia memejamkan mata dan membiarkan kegelapan menelannya. Begitu semuanya gelap dan tidak terasa apapun. Ariel membuka mata.
Blur Blur Blur
Tubuhnya berada di dalam tabung kaca yang dipenuhi oleh cairan berwarna hijau. Tubuh kurus dan kecilnya terkurung didalam tabung.
'Menyebalkan.'
Waktu itu dia tidak tahu kenapa dia ada disini, dimana dirinya atau apa yang dia lakukan disini. Hanya satu hal yang dia tahu, bahwa dia tidak sendirian. Dari tabung kaca itu dia melihat banyak orang yang bernasib sama sepertinya. Ada beberapa orang berjas putih yang membawa kertas dan pena berkeliaran di luar tabung.
Tubuh yang tidak bisa digerakan sesuka hati, kesadaran yang hanya bertahan beberapa menit dan terkurung di tempat yang tidak diketahui.
Ariel melihat ke luar tabung dengan sorot mata sedih. Pada masa itu dia begitu lemah dan tidak berdaya. Dia melirik ke arah orang-orang yang terkurung seperti dirinya.
Mereka memang tidak bisa berkomunikasi satu sama lain. Mereka bahkan tidak tahu siapa diri mereka saat itu. Namun mereka semua merasakan hal yang sama.
Ketidakberdayaan.
Yang bisa Ariel lakukan saat itu hanyalah membuka mata dan menutup matanya berkali-kali. Dan setiap kali dia membuka mata satu persatu dari mereka menghilang. Setelah waktu yang tidak dapat dihitung jumlahnya, pada akhirnya hanya dialah yang tersisa di sana.
Ariel memejamkan matanya lagi. Tabung-tabung kaca di sekeliling tidak lagi berisi cairan atau seseorang. Tabung kaca itu sekarang kosong. Semua teman yang bernasib sama sepertinya menghilang.
Laboratorium yang awalnya terang dan bersih itu semakin lama semakin gelap dan berantakan. Lampu-lampu yang meneranginya semakin padam. Dan tubuhnya mulai kesakitan tetapi Ariel tidak bisa melakukan apapun.
Rasa sakit yang dialami tubuhnya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan perasaan takut yang dia rasakan. Apakah dia akan mati seperti ini? Berapa lama lagi dia harus berada di dalam tabung ini? Kemana semua orang dan kenapa dia ditinggal sendiri? Dia terus menerus bertanya hal-hal itu ketika dia sadar. Semakin lama pertanyaan-pertanyaan sederhana itu menyakitinya karena dia tidak tahu apa jawabannya.
'Aku ingin bangun.'
Ariel menutup matanya dan berharap mimpi ini akan segera berakhir.
Di pagi hari ketika Agnes membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah langit-langit gelap yang familiar. Ketika dia mencoba untuk melihat sekeliling.
"Ugh…"
Kepalanya terasa sakit. Tangannya tanpa sadar memegang kepalanya.
"Kau sudah bangun. Kepala mu sakitkan. Jangan khawatir itu akan segera membaik."
Bin orang yang tadi berbicara mendekat kearah Agnes. Dia meletakkan tangannya di dahi Agnes menggantikan tangan Agnes. Cahaya kuning secerah matahari pagi mengelilingi tangannya. Sakit kepala yang Agnes rasakan perlahan berkurang lalu menghilang.
"Apa yang terjadi?"
Aland yang baru masuk ke kamar bertanya dengan khawatir. Tatapannya ganas. Dia sepertinya sedang marah.
"Hanya sakit kepala biasa. Tenang lah. Jika seseorang melihat tatapanmu itu maka dia akan mengira aku menyakitinya."
Aland melembutkan tatapan dan berjalan menuju sofa di tengah ruangan.
Disana sudah ada Alex yang sibuk dengan beberapa dokumen di tangannya.
"Bagaimana?"
Dia bertanya tanpa melihat Aland. Nampaknya sesuatu yang buruk telah terjadi
"Aku harus kembali ke ibu kota."
Aland berkata setelah dia duduk di sofa depan Alex.
"Pergilah, aku yang akan mengurus sisanya disini."
Aland tidak menjawab matanya memandang ke arah tempat tidur. Bin sedang membantu Agnes untuk duduk. Tidak seperti sebelumnya sekarang tubuh Agnes sudah lebih bertenaga. Dia bahkan bisa menggerakan tangannya.
"Sekarang waktunya minum obat."
Bin mengambil mangkuk kecil berisikan cairan berwarna biru di nakas. Cairan itu tidak berbau namun Agnes yakin rasanya akan sama persis seperti yang terakhir kali.
Bin yang melihat wajah pucat tanpa ekspresi Agnes mengatakan, "Ini jauh lebih baik dari obat yang kemarin. Minumlah."
Dia tersenyum sambil menyodorkan obat itu ke mulut Agnes.
Glek
Sama seperti kemarin Agnes meminumnya tanpa rasa ragu. Bin benar, obat kali ini lebih baik dari kemarin. Itu masih pahit namun tidak berbau.
"Minum ini."
Bin memberi Agnes air gula.
Aland yang sudah melihat Agnes meminum obatnya mendesah lega secara diam-diam. Dia kemudian melihat Alex yang ada di depannya. Wajahnya berubah menjadi serius.
"Kompetisi pemilihan putri mahkota akan diadakan satu minggu lagi."
Pemilihan putri mahkota merupakan kompetisi untuk memilih ratu selanjutnya. Bisanya calon ratu berasal dari tiga keluarga penguasa. Clematis, Euribia dan Myosotis. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya kekuatan asing di kerajaan. Ratu sebelumnya berasal dari keluarga Euribia. Sekarang adalah giliran bagi keluarga Clematis.
"Bukankah itu tinggal satu bulan lagi."
Alex mengerutkan dahinya, dia bingung dengan perubahan yang tiba-tiba ini.
"Baru-baru ini ada orang-orang yang menyerang para pendeta di kuil dewa. Calon putri mahkota diminta untuk menangkap orang-orang tersebut sebelum festival musim dingin. Dan sebagai adik yang baik aku harus pulang untuk mendukung kakakku."
Teror kuil dewa. Itu adalah insiden mengerikan yang memakan banyak korban. Sebuah organisasi mulai melakukan teror dengan menaruh beberapa bom di kuil dan meledakkannya begitu hari berdoa tiba.
Agnes mendengar Aland yang akan pergi untuk mendukung kakaknya hanya bisa tersenyum pelan. Menurut buku itu Aland tidak pulang untuk mendukung saudara. Dia pulang untuk membantu Lily Clematis sepupunya yang juga bersaing dalam memilih putri mahkota. Dia meninggalkan tunangannya yang sakit untuk mendukung wanita lain, bukankah itu tindakan yang cukup brengsek. Tidak akan masalah jika dia pergi untuk membantu saudara kandungnya tetapi dia akan pergi untuk membantu orang yang telah memberi racun pada tunangannya.
Sangat ironis bahwa sepupu yang dia bantu untuk menjadi ratu adalah seseorang yang telah membunuh tunangannya.
Alex mengguk mengerti.
"Aku akan pergi dengan Agnes"
"Apa?"
'Apa?'
Agnes yang masih duduk bersandar terkejut mendengar perkataan Aland. Namun dia segera menenangkan dirinya karena jelas di dalam novel Aland pergi ke ibukota sendiri. Di perjalanan melewati Hutan Kematian dia akan bertemu dengan tokoh utama, Isaac. Sementara mereka berdua bertarung dengan penjahat. Agnes Myosotis juga bertarung dengan racun yang dimasukan secara diam-diam di dalam tubuhnya.
'Itu tidak akan terjadi.'
Agnes tidak bisa membiarkan hal itu menimpa dirinya. Dia memang ingin mati tetapi mati dengan rasa sakit bukan hal yang dia inginkan. Itulah penyebab kenapa dia membuat racun yang tidak akan memberinya rasa sakit ketika dia meminumnya. Agnes, tidak Ariel memutuskan untuk mengubah alur dan menyelamatkan dirinya. Setelah insiden teror kuil dewa orang-orang disekitarnya akan sibuk untuk urusan pemilihan putri mahkota. Di waktu itulah dia akan mempersiapkan diri untuk membuat racun yang baru atau mencari cara untuk mati tanpa rasa sakit.
Agnes membaringkan tubuhnya dan mulai memejamkan matanya. Dia mulai mengantuk setelah minum obat.
'Semoga aku tidak bermimpi.'
Agnes memilih untuk tidur dan mengabaikan perdebatan Aland dan Alex.
"Aku akan mengajak Agnes ke ibu kota."
"Kau gila, dia baru saja sadar. Dan kita masih belum menemukan bajingan yang meracuni Agnes. Dan kau mau mengajaknya ke luar."
"..... Iya."
"Hey, kau mau mati."
"Tidak usah khawatir aku akan melindungi Agnes dengan nyawaku."
Jika kau sudah terlalu sering dikhianati maka perhatian kecil akan terasa begitu berat untuk diterima. **** 'Semoga aku tidak bermimpi.' Itu hanyalah harapan kecil dan sederhana yang Ariel ucapan sebelum tidur. 'Ah, aku disini lagi' Ariel membuka matanya dalam kegelapan. Dia jatuh. Dan seperti sebelumnya kegelapan itu menelanya hingga dia menjadi tidak terlihat. Ariel mendengar tawa anak-anak, bunyi lonceng dan wajahnya terasa hangat karena terkena sinar matahari. Dia membuka mata dan melihat langit biru yang cerah. Itu silau tetapi Ariel tidak berhenti untuk menatapnya. Dia bisa mencium aroma manis dari gula dan aroma segar dari rumput ketika angin bertiup. "Hey." Seorang anak perempuan menghalangi pandangan Ariel. Anak itu tersenyum dengan ceria. Anak itu memakai kemeja putih yang dimasukan ke dalam celana hitam. Rambut panjangnya diikat satu ke belakang. Bukan hanya dia Ariel juga memakai pakaian yang sama. Di rambut
"Kau bisa memanggilku El. Aku adalah orang yang dikirim oleh Penguasa Dunia Bawah untuk melakukan kesepakatan denganmu." "Apa?" Agnes bertanya dengan bingung. Penguasa dunia bawah apa itu semacam organisasi bawah tanah. "Bukan. Itu bukan organisasi tapi benar-benar dunia bawah." Agnes tersentak. "Kau…" "Ah, maafkan aku. Aku sering penasaran dengan apa yang dipikirkan oleh orang lain jadi terkadang itu terjadi begitu saja." "..." " Kau tidak perlu khawatir sekarang aku tidak akan membaca pikiranmu lagi." 'Bagaimana aku bisa percaya.' "Kau pasti tidak percaya kan." "...." "Aku tidak membaca pikiranmu aku hanya menebaknya lewat wajahmu." "Siapa kau?" Pria itu mulai cemberut mendengar perkataan Agnes. "Aku sudah memperkenalkan diri." Agnes mengerutkan dahinya, El. Siapa? Selama membaca novel [Orion's Resurrection] Agnes, tidak Ariel sama sekali tidak pe
"Sepertinya dia hilang ingatan." El berkata dengan wajah santai tidak peduli. Berbeda dengan Aland yang wajahnya tiba-tiba berubah menjadi sedikit pucat. Anges yang melihat wajah Aland yang memucat menjadi sedikit bersalah. Dia melirik El yang terlihat mulai bosan. "Aku rasa racun itu telah mempengaruhi sel otaknya. Kau sangat beruntung. Jika kau sedikit saja terlambat memberinya obat penawar maka dia pasti akan mati." Agnes mengerutkan dahinya mendengar penjelasan El. 'Kenapa dia begitu santai?' Ucapan El terdengar tanpa beban. Seolah-olah dia baru saja memberikan informasi tentang ramalan cuaca dan bukannya tentang nyawa seseorang.
"Dia benar-benar pergi begitu saja." Agnes berkata dengan rasa tidak percaya dan jengkel disaat yang bersamaan. Agnes melihat tempat dimana El tadi berada dan dia mulai ragu apa dia telah memilih orang yang benar untuk diajak bekerja sama. "Aku harus pergi sekarang." Agnes menoleh kearah Aland yang akhirnya mulai berbicara. Dia terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya. Matanya masih terlihat kebingungan namun wajahnya kembali tenang. Ini membuat Agnes sulit menentukan apa yang dipikirkan oleh Aland. "Mau kemana?" "Aku akan menjelaskan situasimu kepada yang lainnya." Dingin. Aland berbicara dengan nada dingin dan tegas, seperti seorang atasan yang memberikan perintah kepada bawahannya. Aland bahkan tidak menatap Agnes ketika dia berbicara. Tidak ada tatapan lembut atau kata-kata yang hangat seperti sebelumnya. Agnes merasa ini adalah hal yang memang seharusnya. Seperti inilah sikap Aland yang digambarkan di
Terkadang kegilaan diperlukan untuk bertahan hidup.****Tok tok tok"Ini aku."Itu suara Bin."Masuklah."Bin masuk diikuti Kai yang membawa sebuah nampan di belakangnya. Dengan langkah ringan mereka berjalan mendekati tempat tidur."Hai."Kai menyapa Agnes dengan nada suara seperti anak kecil. Dia memiliki senyum polos di wajahnya. Agnes tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban."Aku dengar kau sudah dapat menggerakkan tubuhmu.""Iya jauh lebih baik dari sebelumnya."Bin duduk di kursi dekat tempat tidur. DanKai meletakkan nampan yang dibawanya di atas nakas."Aku akan memeriksakan mu, berikan tangan kanan mu."Agens mengulurkan tangan kanannya dan membiarkan Bin memeriksa denyut nadinya."Hmm, perkembangannya lebih cepat dari yang aku duga. Baguslah."Dia nampak puas akan sesuatu.Setelah selesai dia melirik ke arah Kai. Kai yang mene
'Aku harus menangkap seekor tikus.'Untuk menangkap seekor ular dia harus menangkap tikus terlebih dahulu. Seekor tikus kecil yang bersembunyi di dalam rumahnya. Dia harus menangkap seorang pelayan yang memberinya teh beracun dalam keadaan hidup-hidup. Dengan begitu dia bisa terbebas dari ikatan pertunangan dengan Aland dan terhindar dari tokoh utama. Memikirkan hal itu membuat Agnes merasa bersemangat.Sayangnya, berbeda dengan keinginan Agnes yang ingin menyelesaikan semuanya dengan cepat, waktu justru berjalan begitu lambat.'Sudah dua hari.'"Sial."Agnes berdiri di dekat jendela sambil memperhatikan keadaan di luar. Tidak ada yang dapat dilihat selain warna putih. Semua area luar dipenuhi oleh salju. Pemandangan yang membosankan jika dilihat selama dua hari. Dari kamarnya yang berada di lantai tiga Agnes bisa melihat tanah dibawahnya dan langit di atasnya. Hanya itu yang bisa dia lihat dari balik jendela kamarnya. T
Begitu Bin tidak terlihat lagi.Agnes menepuk kedua sisi wajahnya."Kenapa aku tidak bisa mengingatnya?"Kenapa dia tidak bisa mengingat nama penulis [Orion's Resurrection]."Akh."Rasa sakit yang tadinya hilang kembali menyerang kepala Agnes. Rasanya Seperti ditusuk oleh jarum kecil. Memang tidak terlalu menyakitkan tetapi jika jarum tersebut terus menerus menusuk di tempat yang sama maka itu bisa membuat sebuah lubang kecil."Sial."Agnes menggigit bibir bawahnya. Dia kesal. Kenapa setiap kali dia ingin mengingat nama penulis novel itu kepalanya terasa sakit?Dia merebahkan diri di sofa dan mulai memejamkan mata.Agnes, tidak Ariel merupakan seseorang yang tidak pernah melupakan apapun yang dia telah lihat. Tidak peduli berapa lama waktu berlalu dia tidak akan pernah bisa melupakannya. Baik itu peristiwa yang menyenangkan atau peristiwa yang begitu buruk. Semua akan tersimpan di dalam kepalanya seperti se
Dia tidak mau lihatnya. Dia ketakutan. Untuk pertama kali setelah dia berada di ditubuh Agnes. Dia merasa begitu ketakutan.ClickEl menjentikkan jarinya dan seketika mereka berdua kembali berada di kamar Agnes.Agnes yang berbaring di sofa membuka matanya dan perlahan duduk tegak. Dia menatap El yang kini warna matanya kembali menjadi merah tua dengan marah.Agnes menggigit bibir bawahnya, matanya merah. Banyak emosi dan pertanyaan yang bercambuk di dalam dirinya."Siapa kau?"Ritual yang terakhir Agnes lihat adalah ritual yang sama yang pernah dia lihat sebagai Ariel. Waktu itu di lantai 29 banyak anak-anak dan para Aves lemah yang menghilang tiba-tiba. Karena jumlah mereka yang hilang semakin hari semakin bertambah penguasa lantai memberi perintah langsung untuk melakukan penyelidikan."Aku adalah utusan dewa penguasa dunia bawah,"El menjawab pertanyaan Agnes dengan santai. Dia sama sekali tidak peduli pada tatapan marah yang menga