Dunia Ini Memang Sempit Sudah lebih dari satu jam mereka berbicara, Angela selalu menahan bila Sarra ingin pergi. Ia merasa Sarra sangat cocok dengannya, sampai-sampai ia meminta nomor telponnya."Sarra, bagaimana bila kita hangout bersama.""Oh, maaf Angela, aku tidak punya banyak waktu." Sarra menolaknya dengan cepat.Lagi pula dia tidak akan percaya diri, Angela yang terlihat mencolok dan genit sangat tidak sesuai dengan kriteria temannya."Oh, ayolah!" Angela sedikit memaksa.Sarra tersenyum, lebih tepatnya senyum yang dibuat-buat, "Aku sangat sibuk," katanya beralasan."Sibuk? Memangnya apa kesibukanmu, bukannya Kau ini keluarga kaya dari Minnesota?"Ah hahaha"Siapa yang mengatakan itu padamu?""Tentu saja Bibi Paula." Angela sangat terbuka ternyata."Ya, itu memang benar, tapi sebagai wanita aku juga ingin punya penghasilan sendiri.""Benar juga," kata Angela."Angela, apa Kau tahu Patricia ada di mana saat ini? Oh, aku kesal sekali." Dia berjanji akan menyiapkan gaunku, t
Harry Menjadi Posesif Rivera telah berkemas dengan Alyona, tinggal menunggu kedatangan Dimitri calon suaminya. Ia berjalan menatap sekeliling rumah, meski tidak terlalu lama tinggal, ia kerap memiliki kenangan di sini.Di luar itu, Antonio sedang melepas rindu dengan putrinya, atau lebih tepatnya membekali agar tidak cepat rindu nantinya.Satu hal yang Rivera tidak menyangka sama sekali. Awalnya ia mengira proses perceraian ini akan panjang karena hak asuh anak, tapi ternyata Antonio tidak berusaha untuk merebut putrinya.Rivera menahan langkahnya saat meliha pemandangan ayah dan putrinya yang sedang tertawa. Antonio mengangkat tubuh mungil itu ke atas hingga meledaklah tawa Alyona."Ayah pasti merindukanmu, baby! Kau pasti akan tumbuh menjadi gadis yang cantik dan baik hati seperti ibumu. Sesekali ayah akan datang menemuimu. Muachhh!"Alyona meresponnya dengan celotehan dan tawa, seolah ayahnya membercandainya.Antonio menatap jam tangannya, sudah pukul dua siang. Ia menat
Membawa Patricia Kembali Hah hah hahHarry masuk ke dalam dengan napas terengah-engah, bagaimana tidak, ia sempat melihat Angela sekilas di luar hotel dan Harry sangat yakin wanita itu sedang membuntutinya, untuk itulah ia lari secepat mungkin agar Angela tidak tahu di mana letak kamarnya."Ahhh, sial!" umpat Angela, "bisa-bisanya aku kehilangan jejak. Ck." Ia masih menatap ke lorong di depan tempatnya berpijak sebelum akhirnya ia pergi ke resepsionis untuk menanyakan di mana kamar Harry berada."Im sorry, Nona! Kamar tamu adalah privasi dan kami tidak bisa mengatakannya." Resepsionis itu mengatupkan kedua telapak tangannya. Angela menghela napas, "tapi saya tunangannya, ingin memberikan kejutan dengan kehadiran saya." Angela memiliki alasan.Resepsionis itu berpikir sebentar lalu menggeleng, "Betapa banyak alasan seperti ini kami dengar. Sekali lagi mohon maaf, Nona!" ucap resepsionis itu. Mau tak mau Angela pun pergi menuju lantai di mana kamarnya berada.Sementara itu di
Tutup Mulutmu, Dominic! Hari-hari berlalu hingga tak terasa dua hari lagi pernikahan akan di gelar. Rivera sangat bahagia karena Dimitri benar-benar mengurus segalanya dengan baik."Oh, ada yang sudah tidak sabar menjadi pengantin." Bi Minnie menggoda Rivera yang seharian ini lebih banyak tersenyum, wajahnya jelas memancarkan bahagia. "Bibi, jangan menggodaku!" Rivera tersipu malu. Meski bukan yang pertama, tapi ia cukup berdebar saat ini. "Aku turut bahagia, melihat Tuan Dimitri menemukan kembali kebahagiaannya." Tiba-tiba Bi Minnie berubah menjadi mellow."Bibi!" Rivera, menggenggam tangan wanita paruh baya itu."Aku hanya terharu," ucapnya.Rivera memeluk tubuhnya, "terimakasih karena sudah menerimaku, Bi!" ucap Rivera dengan tulus."Memang sudah seharusnya, siapapun yang di cintai oleh Tuan Dimitri aku akan menerimanya. Apa lagi wanita sebaik dirimu." Bi Minnie mengangkat dagu Rivera, "Kau pantas bahagia."Rivera sangat bahagia ada yang mendukung keputusannya memili
Masa Lalu Hanya Perlu Dikenang Calon pengantin itu tengah menyeduh kopi di dapur, sesekali terdengar tawa dari bibirnya. Sudah sepuluh menit mereka saling bicara di telpon dengan calon suaminya.Rivera membawa kopi tersebut ke taman samping rumah agar lebih santai untuk bicara. Pikirnya. "Memangnya Kau tidak ke kantor hari ini?" Ia bertanya setelah mendudukkan dirinya di bangku santai yang ada di taman."Calon pengantin harus banyak istrirahat, agar staminanya terjaga di saat malam pengantin." Dimitri tersenyum membayangkan hal itu.Entah kenapa Rivera merasa lucu mendengarkannya. Mereka hanya pengantin kedua bagi masing-masing. Hal ini bukan yang pertama kalinya untuk mereka. "Apa hanya itu yang ada di pikiranmu?" Berpura-pura marah padahal ia sedang tersenyum."Salah satunya," jawab Dimitri, "Ah, waktu terlalu lambat berputar, aku sudah tidak sabar membawamu ke Maldives." Rivera yang semula bersandar kini menegakkan tubuhnya karena mendengar kata Maldives."Maldives?""Ya, k
Keputusan DimitriDini hari Rivera telah bangun, dia, langsung mengecek kondisi putrinya apakah masih demam atau tidak.Dia tersenyum lega karena tubuh Alyona sudah kembali seperti semula. Bayi itu ternyata merespon sentuhan tangan sang ibu. Ia menggeliatkan tubuhnya sambil mengerucutkan bibir.Rivera langsung mengabadikan gambar itu di ponselnya, siapa yang tidak gemas melihat tingkah lucu bayi itu.Sempat terpikir ingin mengirim gambar itu pada Antonio."Astaga Nona! Kenapa belum mandi? Sebentar lagi mereka akan datang." Bi Minnie menepuk keningnya. Mereka yang ia maksud adalah orang yang akan mendandani Rivera."Aku menunggu Alyona bangun," katanya sambil kembali menatap putrinya dengan penuh cinta.Hari ini adalah awal kehidupan baru untuk mereka berdua, memiliki pelindung seperti Dimitri adalah suatu keberuntungan bagi mereka."Nona!" Bi Minnie memaksanya, "saya yang akan menjaga nona kecil," katanya kemudian."Baiklah, aku menyayangimu, Bibi!" Masih sempat ia mengungkapkan peras
Tidak Sanggup Berkata Jujur Hari itu juga mereka mengucapkan sumpah pernikahan di saksikan oleh Harry dan Sarra serta satu dokter dan dua orang perawat."Semoga ini menjadi awal yang baik untuk kalian!" ucap Sarra pada keduanya.Tidak ada yang menjawab bahkan mengangguk pun berat. Patricia yang masih terbaring hanya bisa menangis saat ini.Harry beranjak dari sofa, ia memilih keluar tanpa sepatah kata pun. Sekecewa itu dia pada adiknya.Sepeninggalnya tangis Patricia pecah, kakak yang selama ini baik padanya, menyayanginya dengan tulus ternyata bisa sebenci ini kepadanya.Ini memang salahnya.Sarra sungguh tidak tahu harus berkata apa lagi. Membujuk suaminya saat ini sepertinya bukanlah hal yang tepat."Dimitri, sepertinya aku harus pergi. Tolong jaga Patricia!" Se kalimat pesan ia sampaikan sebelum meninggalkan rumah sakit, untuk menyusul suaminya.Tinggallah Dimitri dan Patricia di ruangan itu, tetiba suasana menjadi canggung. Patricia masih setia dengan tangisnya sedangka
Memutuskan Untuk Bekerja Tidak jauh dari rumah yang di tempati Rivera, Bi Minnie meminta Dimitri untuk berhenti. Bukan tanpa alasan melaikan ia yakin ada yang ditutupi oleh Dimitri dari Rivera.Tentang Patricia yang akhirnya mengatakan kalau Dimitrilah ayah dari janin yang di kandungnya hingga kakaknya marah dan menculik dirinya.Sampai ia harus menikahi Patricia secepatnya, semua Dimitri katakan pada Bi Minnie.Dengan perasaan bersalah terhadap Rivera, namun dia tidak sanggup untuk menceritakan apa yang telah terjadi dengannya saat itu hingga pernikahannya batal.Bi Minnie tercekat untuk beberapa saat, tidak membela atau pun menyalahkan siapa, takdir seolah mempermainkan perasaannya. Yang pasti ia sangat iba pada Rivera pada Dimitri juga yang selalu dihantui perasaan bersalah."Jangan katakan apapun padanya, Bi!" ucap Dimitri seraya menatap mata wanita paruh baya yang telah basah oleh air mata."Bibi tidak janji," balasnya."Wanita itu tidak jujur dari awal, dia juga tidak men