Home / Romansa / Pura-Pura Mati / Siapa perempuan itu

Share

Siapa perempuan itu

Author: Susi Hariani
last update Last Updated: 2022-12-01 19:30:30

Pergi? Pergi kemana Mas Andra. Aku sedikit tercengang mendengar jawaban dari Bi Ayu. Bahkan dari nada bicaranya saja, wanita paruh baya itu tampak ketakutan. Ada apa ini?

Satu minggu berlalu, aku dirawat di rumah sakit. Dan hari ini, dokter mengatakan kalau aku sudah boleh dibawa pulang. Antara cemas dan takut, mendengar kabar itu. Seharusnya, aku bahagia karena bisa berkumpul lagi bersama Mas Andra. Tetapi, setelah mendengar kabar dari Bi Ayu, aku merasa ada sesuatu yang janggal di rumah.

Petugas penanganan bencana dan Tim SAR yang bertugas mengantarku pulang ke rumah. Iya, rumahku. Ini adalah warisan dari kedua orang tuaku sebelum mereka meninggal. Kalaupun selama ini aku tidak aktif di perusahaan, dan menyerahkan semua urusan perusahaan pada Mas Andra. Namun, beliau sama sekali tidak pernah ikut andil di dalamnya.

Rumah mewah dua lantai di hadapanku saat ini tampak sepi. Karena memang, selama berumah tangga dengan mas Andra aku belum dikaruniai anak. Lima tahun lamanya kami menanti. Sepertinya Tuhan masih belum mempercayakan pada kami.

"Terima kasih Pak, sudah mengantar saya pulang," ucapku pada supir yang bertugas.

"Iya, Buk. Saya senang, ibu bisa kembali ke rumah dan bertemu orang-orang terkasih," sahut lelaki itu, menenggerkan senyumannya.

Aku mengangguk, dan membalas senyumannya. Usai mobilnya bergerak pergi, pelan aku berjalan mendekati pintu pagar yang masih terkunci dari dalam. Tanda, tidak ada orang yang beraktivitas di sana. Kutekan bel yang ada di sebelah kiri tembok pagar. Menunggu satpam yang membukakan pintu.

Tak lama setelah itu, seorang laki-laki yang memakai pakaian biru putih pun keluar. "Hah, Ibuk," ucapnya tampak terheran-heran melihatku. Mungkin semua orang menganggap kalau aku sudah meninggal.

Gegas lelaki itu membuka gemboknya, dan menyuruhku masuk. "Alhamdulillah, ibu selamat," sambungnya masih tak percaya, kalau yang berdiri di hadapannya ini adalah aku.

"Mang Sapto," sapaku, seperti biasa.

"Iya, Buk. Saya seneng bisa liat ibu lagi. Ya Allah, Sapto gak bisa bayangin kalau sampai Bapak liat ibu pulang gimana?" ujar lelaki itu, bengong. Mungkin, sedang membayangkan ekspresi wajah Mas Andra, saat pertama kali melihat aku kembali.

"Bapak ada gak, Mang?" tanyaku, memandang ke arah garasi yang juga masih tertutup rapat.

"Bapak, lagi nenangin pikiran katanya, Buk."

"Nenangin pikiran?" gumamku, berpikir keras. Apa benar yang dikatakan oleh Sapto, kalau Mas Andra menenangkan diri? Ah, ya sudahlah. Itu gak penting saat ini.

"Iya, Buk. Kata bapak sih gitu, sebelum berangkat kemarin," terang lelaki itu, mempertegas pendapatnya.

"Ya sudah ya Pak, saya ke dalam dulu." Aku buru-buru berpamitan pak Sapto, dan pergi sari tempat itu.

Baru juga kaki ini menapaki tangga teras, kudengar dari dalam Bik Ayu menyapaku histeris. "Ibu, alhamdulillah." Dipeluknya tubuh ini erat, sambil meneteskan air mata. "Ibu selamat dari kecelakaan itu," ucapnya terdengar parau.

"Iya, Bik." Aku tak kuasa untuk menahan air mata ini. Sungguh tak pernah menyangka, kalau aku selamat dari maut yang nyaris saja menghilangkan nyawaku. Tuhan masih memberikan aku kesempatan untuk hidup. Entah apa rencananya.

"Kita masuk, Buk. Bibik udah siapin makanan untuk sarapan."

Kami masuk ke dalam, dan berpisah di ruang keluarga. Aku memutuskan ke kamar lebih dulu, sedangkan Bi Ayu pamit menyiapkan makanan di meja makan.

Langkahku lunglai saat menapaki tangga, menuju ke lantai dua. Banyak kenangan indah di sana bersama Mas Andra. Bagaimana dia memperlakukan aku lembut, terekam jelas di ingatan. Entah mengapa, perasaan ini lain. Saat kembali ke rumah. Ada yang aneh, di dalam sana. Bukankah seharusnya Mas Andra ada di rumah? Terpuruk karena kepergianku? Tapi kenapa dia justru pergi dengan alasan menenangkan diri. Ya Tuhan, kenapa pikiranku jadi gak karuan gini.

Aku sudah di depan pintu kamar. Pelan, kutarik knop pintu agar bisa terbuka. Tak ada yang beda dari ruangan segi empat ini. Ranjang yang tertata rapi, meskipun tidak dihuni beberapa hari ini. Sepertinya Bi Ayu rajin membersihkannya.

Aku masuk ke dalam, dengan perasaan berdebar. Duduk di tepi ranjang, sambil memperhatikan tatanan meja riasku. Ada yang menarik perhatian, hingga aku memutuskan mendekat. "Slip belanjaan atas nama Mas Andra." Aku membaca secarik kertas itu. "Sepuluh juta, untuk beli apa uang sebanyak itu? Bukankah semua kebutuhannya sudah aku penuhi?"

Tak ingin berprasangka buruk, aku simpan benda itu ke dalam laci meja. Aku memilih ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya, aku ke dapur menemui Bik Ayu.

"Bik, selama saya pergi, ada gak sikap bapak yang mencurigakan gitu?" tanyaku, sambil menikmati susu hangat buatannya.

"Em, itu Buk, gak ada," jawabnya tampak ragu-ragu. Bahkan, sorot matanya memandang ke arah lain.

"Yakin, Bik?"

"I__ya, Buk. Bapak sangat terpukul mendengar kecelakaan itu."

Aku setengah percaya dengan ucapan Bik Ayu. Karena selama ini Mas Andra tidak pernah menunjukan hal yang mencurigakan selama menikah denganku. Akan tetapi, struk belanjaan itu___

********

Aku memerintahkan Mang Sapto untuk membelikan hp baru beserta kartu simnya. Kupikir, dengan begitu aku bisa dengan mudah berkomunikasi sama Mas Andra. Nyatanya salah besar, nomor Mas Andra tidak aktif, dan masih sama seperti kemarin.

"Segitu terpukulnya kamu, Mas, sampai hp gak kamu aktifkan." Kuhembuskan napas ini gusar, menahan rindu yang amat untuk lelaki yang menemaniku selama ini. Semenjak ayah dan ibu pergi, aku cuma punya dia.

Untuk membuang jenuh, aku membuka beberapa email dari perusahaan. Yang terkait dengan pekerjaan. Sudah lama, tidak ikut campur di kantor, aku sedikit terkejut dengan laporan keuangan beberapa bulan terakhir ini.

Dari datanya, banyak pengeluaran yang tidak jelas dan berkaitan dengan pekerjaan. Di sanalah aku mulai curiga, ada sesuatu yang disembunyikan Mas Andra dariku.

"Bisa ke rumah sekarang!" perintahku pada assisten Mas Andra lewat sambungan telepon.

"Pak Jonhi, tolong anda kirim laporan pengeluaran dari bulan juli sampai bulan ini." Aku juga meminta bantuan pada manager keuangan, di perusahaan.

Klunting

Bunyi email masuk, gegas kucek dokumen-dokumen itu satu persatu. Pada tanggal 21 November 2022, ada bukti pembelian tiket ke Singapure untuk dua orang.

"Ini artinya, Mas Andra gak sendiri pergi. Ada yang temenin dia."

Aku semakin curiga dan ingin tahu, siapa yang sedang menemani suamiku.

"Pak Jhoni, bisa kasih bukti detail pengeluaran pembelian tiket ke Singapure pada tanggal 21 November ini!" pintaku lagi pada Pak Jhoni. Karena hanya beliaulah yang bisa aku andalkan selama ini.

Ting

Satu email lagi masuk. Buru-buru aku membukanya, untuk menjawab rasa penasaran itu. Dan tubuhku langsung lemas, begitu tahu nama seorang wanita yang sedang menemani Mas Andra.

"Seroja," gumamku, pelupuk ini langsung memanas. "Siapa perempuan itu?"

Related chapters

  • Pura-Pura Mati   Akan kubuat hancur kamu, Mas

    Bayangan moment indah yang kami lewati bersama tiba-tiba datang. Betapa aku percaya pada Mas Andra, setiap ucapan yang keluar dari mulutnya dan aku selalu mendukung apapun permintaanya, yang selalu ia katakan 'untuk kita'Ternyata semua itu cuma tameng untuk menutupi kebusukannya. Tak dapat kubendung lagi, air mata ini luruh seketika, mengalir seperti hilangnya kepercayaanku terhadap Mas Andra."Kamu tega, Mas." Tangisku pecah, membayangkan Mas Andra dan perempuan itu. Sakit, sekujur tubuh ini, apalagi seonggok daging yang menggumpal di dalam dada.Belum kering air mata ini, Bi Ayu datang bersama Nirwan. Assisten Mas Andra yang kupercayakan semuanya kepada laki-laki berkumis tipis di hadapanku kali ini."Buk, ada Pak Nirwan," ucap Bi Ayu memberitahu."Iya, Bik," sahutku dengan suara parau. "Bibik boleh keluar," pintaku, hancur sehancur-hancurnya.Nirwan menayapku penuh tanda tanya. Namun, yang aku lihat dari matanya, ada sirat k

    Last Updated : 2022-12-02
  • Pura-Pura Mati   Kamu memang licik, Mas

    Tatapannya menggambarkan pertanyaan besar, ditambah kerutan di keningnya, seolah ingin tahu siapa aku. Bahkan Mas Andra tampak ragu untuk menyambut uluran tangan dariku."Gak penting!!" sahut wanita yang di sebelahnya. Menarik lengannya agar menjauh dariku. "Aku capek, Mas. Ngapain kamu malah ngurusin nih orang, mending kamu tunjukan di mana kamar kita," omelnya terlihat jelas kekesalan dari raut wajahnya.Panas dada ini mendengar ucapan wanita itu. Yang menyebutkan kata 'kamar kita'. Aku ingin tahu, akan dibawa ke mana Seroja oleh Mas Andra. Kutarik tanganku dan pandangan ini ke sembarang. Aku takut tidak bisa mengontrol diri, jika bertatap muka dengan mereka."Saya permisi dulu Pak," pamit Bi Ayu meninggalkan kami. Wanita itu melirik sekilas ke arahku saat melintas, masuk ke dapur."Bik, tunggu!" sergah Mas Andra, Bi Ayu berbalik. "Tolong Bibik antar Seroja ke kamar tamu," pintanya, dengan nada memerintah."Lho, Mas." Wanita yang bernam

    Last Updated : 2022-12-03
  • Pura-Pura Mati   Rencana Salwa

    Sengaja aku bangun pagi, untuk memberikan kejutan buat Mas Andra. Hari ini adalah Anniversary pernikahan kami yang ke-tiga. Aku dan Mas Andra sudah membuat rencana, sebelum kecelakaan itu menimpaku. Kami sepakat akan berlibur ke Bali, sekaligus berbulan madu yang ke-dua.Dan momen ini akan kubuat, Mas Andra mengingatku. Mengingat kenangan yang tak akan pernah sirna, dalam ingatannya.Setiap tahun, Mas Andra selalu memberikan kejutan di hari pernikahan kami. Dia tidak pernah absen, memberikan kado yang membuat semua istri merasa bahagia. Merasa nyaman, dan tidak akan pernah berpikir suaminya selingkuh. Ternyata itu hanyalah tameng untuk menutupi keburukannya. Lihatlah Mas, hari ini kamu akan merasakan sakitnya."Tolong antar pagi ini juga, ya? Kalau bisa jangan lewat jam tujuh pagi," ucapku pada kurir, tempat aku memesan beberapa barang dan kue. "Oke, saya tunggu."Aku keluar kamar, dan mulai melangkahkan kaki ke lantai satu. Di sana sudah ada Bi Ayu yang sibuk member

    Last Updated : 2022-12-04
  • Pura-Pura Mati   Kekecewaan Andra

    "Saya yakin membutuhkannya, Pak," jawabku lelaki itu tak menjawabnya lagi. "Baiklah, secepatnya saya akan carikan asisten laki-laki yang masih muda, seperti pesanan ibu," jawabnya, bisa andalkan. Aku mengangguk puas, sembari menatap tajam ke arah laki-laki itu. Setelah ini apa yang akan aku lakukan, kupastikan akan membuat kamu resah Mas Andra. Tunggu balasan yang lebih kejam dariku. Selesai dengan urusan Pak Jhon, aku sudah tidak sabar melihat reaksi Mas Andra, satu kantor dengannya. Bahkan jabatan yang sekarang aku pegang, lebih tinggi dibandingkan dia. Sesusai yang aku perintahkan pada orang kepercayaanku tadi, Pak Jhon akan meminta Maa Andra dan Seroja, bersama dewan direksi lain untuk berkumpul di ruang rapat. Mengenalkan presidir yang baru. Lewat monitor yang menghubungkan ruangan sebelah, aku bisa melihat satu persatu mereka masuk. Yang membuatku ingin muntah ialah wajah Mas Andra dan Seroja yang seolah tidak saling kenal. Pad

    Last Updated : 2022-12-26
  • Pura-Pura Mati   Kuikuti permainan kalian

    Sepatu high heels yang kupakai tergelincir di keramik, membuat tubuh ini jatuh. Beruntungnya Mas Andra dekat, lelaki itu menarik tanganku, dan aku jatuh tepat di pangkuannya. Saking gugupnya, jantung ini berdebar-debar. Apalagi saat pandangan mata kami bertemu.Tatapan Mata Andra masih sama, saat kami menjalin kasih. Lembut dan penuh cinta. Bibirnya yang merah, membuatku sedikit terkesiap, melupakan semua dendamku padanya. Rasanya aku ingin dunia ini berhenti berputar. Hanya ada aku dan Mas Andra di dalamnya. Situasi ini sangat nyaman bagiku, menyandarkan tubuh ini ke bahunya.Bayangan dia bercumbu dengan wanita lain, membuat aku sadar. Kalau laki-laki yang sedang memangku ini bukan lah laki-laki yang baik. Bermuka dua, pengkhianat, dan seorang mafia. Aku yakin dia akan menghalalkan cara untuk mencapai tujuannya. Termasuk melenyapkan aku."Ibu Maharani gak apa-apa kan, Buk?" tegur Pak Jhon, mengkhawatirkan aku.Gegas, kutarik bokong ini dari pangkuannya. "Terima kasih Pak Andra sudah

    Last Updated : 2022-12-27
  • Pura-Pura Mati   Ketegangan di rumah Salwa

    Wajah wanita yang mengakui dirinya sebagai aku itu terlihat pucat. Bahkan tak mau memandang ke arahku. Bingung, dan terjebak dalam pertanyaan itu."Apa jangan-jangan, ada orang lain yang mereka kira korban kecelakaan itu? Atau____Sesaat wanita itu mengalihkan pandangannya ke arahku, hanya sebentar, saat aku kembali menggantungkan ucapanku, ia kembali melihat ke samping. Dasar licik kamu, akan aku pastikan hidupmu tidak akan tenang, apalagi yang sedang kamu hadapi ini adalah seorang wanita kuat, yang sudah kebal dengan kata pengkhianatan."Ah, sudahlah, Mbak," sambungku, berangkat. Aku duduk di sebelahnya. "Yang penting Mbak Salwa sudah kembali dalam keadaan yang utuh, hehehe," kekehku memeluk tubuhnya. "Aku seneng banget kok, bisa ketemu Mbak lagi.""Mbak juga," sahutnya, tersenyum getir. "Oh iya, Mas Andra kok sampai sekarang belum pulang ya?" Pandangan matanya melolok ke arah pintu. Seolah tak sabar ingin bertemu dengan Mas Andra. Aku juga ingin tahu, seperti apa reaksi mereka sete

    Last Updated : 2022-12-30
  • Pura-Pura Mati   Kecelakaan pesawat

    Desir darah ini terasa panas di tubuh, mengalir bebas, meninggalkan kecemasan. Saat mendengar pramugari mengatakan jika posisi pesawat sedang dalam bahaya."Para penumpang sekalian harap tenang, pakai sabuk pengaman, untuk mencegah kemungkinan buruk terjadi.Suara wanita itu menggema di kabin pesawat, menimbulkan riuh seketika di dalam sana. Cemas dan takut sebagian orang alami, termasuk denganku. Bayang-bayang kematian pun menari-nari di benak."Astaghfirullah," sebut hampir semua penumpang yang beragama muslim. Begitu juga denganku. Saat merasakan hantaman besar, yang membuat tubuh kami terombang-ambing."Ya Allah, selamatkan hamba!!" seruan panik seseorang, terdengar sekali didera rasa takut yang luar biasa.Pun dengan diri ini, tak bisa lagi berpikiran positif. Yang ada hanyalah kepasrahan, tetap tidak rela. Jika nyawa ini melayang begitu saja. Kupejamkan mata sejenak, yang ada dalam khayal hanyalah sosok laki-laki yang menemaniku s

    Last Updated : 2022-12-01

Latest chapter

  • Pura-Pura Mati   Ketegangan di rumah Salwa

    Wajah wanita yang mengakui dirinya sebagai aku itu terlihat pucat. Bahkan tak mau memandang ke arahku. Bingung, dan terjebak dalam pertanyaan itu."Apa jangan-jangan, ada orang lain yang mereka kira korban kecelakaan itu? Atau____Sesaat wanita itu mengalihkan pandangannya ke arahku, hanya sebentar, saat aku kembali menggantungkan ucapanku, ia kembali melihat ke samping. Dasar licik kamu, akan aku pastikan hidupmu tidak akan tenang, apalagi yang sedang kamu hadapi ini adalah seorang wanita kuat, yang sudah kebal dengan kata pengkhianatan."Ah, sudahlah, Mbak," sambungku, berangkat. Aku duduk di sebelahnya. "Yang penting Mbak Salwa sudah kembali dalam keadaan yang utuh, hehehe," kekehku memeluk tubuhnya. "Aku seneng banget kok, bisa ketemu Mbak lagi.""Mbak juga," sahutnya, tersenyum getir. "Oh iya, Mas Andra kok sampai sekarang belum pulang ya?" Pandangan matanya melolok ke arah pintu. Seolah tak sabar ingin bertemu dengan Mas Andra. Aku juga ingin tahu, seperti apa reaksi mereka sete

  • Pura-Pura Mati   Kuikuti permainan kalian

    Sepatu high heels yang kupakai tergelincir di keramik, membuat tubuh ini jatuh. Beruntungnya Mas Andra dekat, lelaki itu menarik tanganku, dan aku jatuh tepat di pangkuannya. Saking gugupnya, jantung ini berdebar-debar. Apalagi saat pandangan mata kami bertemu.Tatapan Mata Andra masih sama, saat kami menjalin kasih. Lembut dan penuh cinta. Bibirnya yang merah, membuatku sedikit terkesiap, melupakan semua dendamku padanya. Rasanya aku ingin dunia ini berhenti berputar. Hanya ada aku dan Mas Andra di dalamnya. Situasi ini sangat nyaman bagiku, menyandarkan tubuh ini ke bahunya.Bayangan dia bercumbu dengan wanita lain, membuat aku sadar. Kalau laki-laki yang sedang memangku ini bukan lah laki-laki yang baik. Bermuka dua, pengkhianat, dan seorang mafia. Aku yakin dia akan menghalalkan cara untuk mencapai tujuannya. Termasuk melenyapkan aku."Ibu Maharani gak apa-apa kan, Buk?" tegur Pak Jhon, mengkhawatirkan aku.Gegas, kutarik bokong ini dari pangkuannya. "Terima kasih Pak Andra sudah

  • Pura-Pura Mati   Kekecewaan Andra

    "Saya yakin membutuhkannya, Pak," jawabku lelaki itu tak menjawabnya lagi. "Baiklah, secepatnya saya akan carikan asisten laki-laki yang masih muda, seperti pesanan ibu," jawabnya, bisa andalkan. Aku mengangguk puas, sembari menatap tajam ke arah laki-laki itu. Setelah ini apa yang akan aku lakukan, kupastikan akan membuat kamu resah Mas Andra. Tunggu balasan yang lebih kejam dariku. Selesai dengan urusan Pak Jhon, aku sudah tidak sabar melihat reaksi Mas Andra, satu kantor dengannya. Bahkan jabatan yang sekarang aku pegang, lebih tinggi dibandingkan dia. Sesusai yang aku perintahkan pada orang kepercayaanku tadi, Pak Jhon akan meminta Maa Andra dan Seroja, bersama dewan direksi lain untuk berkumpul di ruang rapat. Mengenalkan presidir yang baru. Lewat monitor yang menghubungkan ruangan sebelah, aku bisa melihat satu persatu mereka masuk. Yang membuatku ingin muntah ialah wajah Mas Andra dan Seroja yang seolah tidak saling kenal. Pad

  • Pura-Pura Mati   Rencana Salwa

    Sengaja aku bangun pagi, untuk memberikan kejutan buat Mas Andra. Hari ini adalah Anniversary pernikahan kami yang ke-tiga. Aku dan Mas Andra sudah membuat rencana, sebelum kecelakaan itu menimpaku. Kami sepakat akan berlibur ke Bali, sekaligus berbulan madu yang ke-dua.Dan momen ini akan kubuat, Mas Andra mengingatku. Mengingat kenangan yang tak akan pernah sirna, dalam ingatannya.Setiap tahun, Mas Andra selalu memberikan kejutan di hari pernikahan kami. Dia tidak pernah absen, memberikan kado yang membuat semua istri merasa bahagia. Merasa nyaman, dan tidak akan pernah berpikir suaminya selingkuh. Ternyata itu hanyalah tameng untuk menutupi keburukannya. Lihatlah Mas, hari ini kamu akan merasakan sakitnya."Tolong antar pagi ini juga, ya? Kalau bisa jangan lewat jam tujuh pagi," ucapku pada kurir, tempat aku memesan beberapa barang dan kue. "Oke, saya tunggu."Aku keluar kamar, dan mulai melangkahkan kaki ke lantai satu. Di sana sudah ada Bi Ayu yang sibuk member

  • Pura-Pura Mati   Kamu memang licik, Mas

    Tatapannya menggambarkan pertanyaan besar, ditambah kerutan di keningnya, seolah ingin tahu siapa aku. Bahkan Mas Andra tampak ragu untuk menyambut uluran tangan dariku."Gak penting!!" sahut wanita yang di sebelahnya. Menarik lengannya agar menjauh dariku. "Aku capek, Mas. Ngapain kamu malah ngurusin nih orang, mending kamu tunjukan di mana kamar kita," omelnya terlihat jelas kekesalan dari raut wajahnya.Panas dada ini mendengar ucapan wanita itu. Yang menyebutkan kata 'kamar kita'. Aku ingin tahu, akan dibawa ke mana Seroja oleh Mas Andra. Kutarik tanganku dan pandangan ini ke sembarang. Aku takut tidak bisa mengontrol diri, jika bertatap muka dengan mereka."Saya permisi dulu Pak," pamit Bi Ayu meninggalkan kami. Wanita itu melirik sekilas ke arahku saat melintas, masuk ke dapur."Bik, tunggu!" sergah Mas Andra, Bi Ayu berbalik. "Tolong Bibik antar Seroja ke kamar tamu," pintanya, dengan nada memerintah."Lho, Mas." Wanita yang bernam

  • Pura-Pura Mati   Akan kubuat hancur kamu, Mas

    Bayangan moment indah yang kami lewati bersama tiba-tiba datang. Betapa aku percaya pada Mas Andra, setiap ucapan yang keluar dari mulutnya dan aku selalu mendukung apapun permintaanya, yang selalu ia katakan 'untuk kita'Ternyata semua itu cuma tameng untuk menutupi kebusukannya. Tak dapat kubendung lagi, air mata ini luruh seketika, mengalir seperti hilangnya kepercayaanku terhadap Mas Andra."Kamu tega, Mas." Tangisku pecah, membayangkan Mas Andra dan perempuan itu. Sakit, sekujur tubuh ini, apalagi seonggok daging yang menggumpal di dalam dada.Belum kering air mata ini, Bi Ayu datang bersama Nirwan. Assisten Mas Andra yang kupercayakan semuanya kepada laki-laki berkumis tipis di hadapanku kali ini."Buk, ada Pak Nirwan," ucap Bi Ayu memberitahu."Iya, Bik," sahutku dengan suara parau. "Bibik boleh keluar," pintaku, hancur sehancur-hancurnya.Nirwan menayapku penuh tanda tanya. Namun, yang aku lihat dari matanya, ada sirat k

  • Pura-Pura Mati   Siapa perempuan itu

    Pergi? Pergi kemana Mas Andra. Aku sedikit tercengang mendengar jawaban dari Bi Ayu. Bahkan dari nada bicaranya saja, wanita paruh baya itu tampak ketakutan. Ada apa ini?Satu minggu berlalu, aku dirawat di rumah sakit. Dan hari ini, dokter mengatakan kalau aku sudah boleh dibawa pulang. Antara cemas dan takut, mendengar kabar itu. Seharusnya, aku bahagia karena bisa berkumpul lagi bersama Mas Andra. Tetapi, setelah mendengar kabar dari Bi Ayu, aku merasa ada sesuatu yang janggal di rumah.Petugas penanganan bencana dan Tim SAR yang bertugas mengantarku pulang ke rumah. Iya, rumahku. Ini adalah warisan dari kedua orang tuaku sebelum mereka meninggal. Kalaupun selama ini aku tidak aktif di perusahaan, dan menyerahkan semua urusan perusahaan pada Mas Andra. Namun, beliau sama sekali tidak pernah ikut andil di dalamnya.Rumah mewah dua lantai di hadapanku saat ini tampak sepi. Karena memang, selama berumah tangga dengan mas Andra aku belum dikaruniai anak. Li

  • Pura-Pura Mati   Kecelakaan pesawat

    Desir darah ini terasa panas di tubuh, mengalir bebas, meninggalkan kecemasan. Saat mendengar pramugari mengatakan jika posisi pesawat sedang dalam bahaya."Para penumpang sekalian harap tenang, pakai sabuk pengaman, untuk mencegah kemungkinan buruk terjadi.Suara wanita itu menggema di kabin pesawat, menimbulkan riuh seketika di dalam sana. Cemas dan takut sebagian orang alami, termasuk denganku. Bayang-bayang kematian pun menari-nari di benak."Astaghfirullah," sebut hampir semua penumpang yang beragama muslim. Begitu juga denganku. Saat merasakan hantaman besar, yang membuat tubuh kami terombang-ambing."Ya Allah, selamatkan hamba!!" seruan panik seseorang, terdengar sekali didera rasa takut yang luar biasa.Pun dengan diri ini, tak bisa lagi berpikiran positif. Yang ada hanyalah kepasrahan, tetap tidak rela. Jika nyawa ini melayang begitu saja. Kupejamkan mata sejenak, yang ada dalam khayal hanyalah sosok laki-laki yang menemaniku s

DMCA.com Protection Status