Beranda / Romansa / Pura-Pura Mati / Rencana Salwa

Share

Rencana Salwa

Penulis: Susi Hariani
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-04 19:08:37

Sengaja aku bangun pagi, untuk memberikan kejutan buat Mas Andra. Hari ini adalah Anniversary pernikahan kami yang ke-tiga. Aku dan Mas Andra sudah membuat rencana, sebelum kecelakaan itu menimpaku. Kami sepakat akan berlibur ke Bali, sekaligus berbulan madu yang ke-dua.

Dan momen ini akan kubuat, Mas Andra mengingatku. Mengingat kenangan yang tak akan pernah sirna, dalam ingatannya.

Setiap tahun, Mas Andra selalu memberikan kejutan di hari pernikahan kami. Dia tidak pernah absen, memberikan kado yang membuat semua istri merasa bahagia. Merasa nyaman, dan tidak akan pernah berpikir suaminya selingkuh. Ternyata itu hanyalah tameng untuk menutupi keburukannya. Lihatlah Mas, hari ini kamu akan merasakan sakitnya.

"Tolong antar pagi ini juga, ya? Kalau bisa jangan lewat jam tujuh pagi," ucapku pada kurir, tempat aku memesan beberapa barang dan kue. "Oke, saya tunggu."

Aku keluar kamar, dan mulai melangkahkan kaki ke lantai satu. Di sana sudah ada Bi Ayu yang sibuk membersihkan ruang tengah.

"Lho, Buk." Wanita itu sedikit terkejut melihat kedatanganku. "Jam segini kok udah bangun?"

"Iya, Bik." Kujawab singkat.

"Ibu membutuhkan sesuatu?" tanyanya lagi. Aku menggeleng, sebagai jawabannya.

"Bik Ayu gak usah risau, saya bangun pagi-pagi mau menyiapkan sarapan untuk bapak."

Wanita itu membelalak kaget. Aku tahu apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Bi Ayu pasti sedang berpikir kenapa aku masih mau melayani suamiku, setelah apa yang dilakukan Mas Andra kepadaku.

Rasa cinta memang masih melekat dalam hati dan pikiranku saat ini. Namun, rasa kecewa lebih besar dibandingkan perasaan itu. Aku melakukan itu bukan untuk menarik simpatinya lagi, apalagi memaafkan kelakuannya. Aku melakukan itu karena ingin tahu, seperti apa reaksinya saat merasakan masakanku yang selama ini selalu dipuja-puja olehnya.

"Ibu yakin?" Setelah senyap beberapa saat, Bi Ayu membuka suara.

"Yakin, Bik." Kujawab sambil tersenyum kecil.

Selesai masak, aku hidangkan hasil masakanku ke meja makan. Gurame goreng asam pedas manis, ditambah gulai nangka muda kesukaannya sudah tertata di sana.

"Hmm, dari aromanya aja udah wangi," puji Bi Ayu, mengendus asap yang mengepul di atas hidangan itu. "Kalau soal masak, ibu emang jagonya," sbung wanita itu, semakin memujiku.

"Tapi saya kalah cantik dengan istri barunya Bapak, Bik," jawabku, terlihat jelas sesal di wajahnya. "Makanya Mad Andra selingkuh."

"Ibu cantik kok," ucap wanita itu, ku yakin untuk menghiburku. Aku menyeringai kecil, sambil menatapnya penuh haru.

"Saya mandi dulu ya, Bik," pakitku pada wanita itu. Aku buru-buru pergi sebelum Mas Andra melihat penampilanku yang seperti ini.

*********

Aku, Mas Andra dan juga Seroja sudah berada di meja makan. Begitu tutup tudung dibuka, kuperhatikan Mas Andra melototi semua makanan yang ada di meja.

"Wah, menu kesukaan nih," ucapnya, menyendokkan nasi di piringnya. "Tau aja Bi Ayu kalau saya rindu masakan ini."

Bi Ayu melirikku sekilas, meminta bantuan padaku harus melakukan apa.

Sementara Seroja menatap malas santapan pagi itu. "Ish, gak ada nasi goreng atau apa gitu Bik?"

"Ada," jawabku menyambar.

"Mana?" Wanita itu kembali bertanya.

Kusendokkan sepiring nasi putih saja, kemudian kuberikan padanya. "Ini, kamu buat sendiri aja?"

"Apa-apaan kamu?" sentak Seroja, mulai terpancing. "Kamu cuma numpang ya di rumah ini, gak usah sok-sokan sama gue "

"Emangnya situ gak numpang juga, apa?" serangku, ia semakin tersulut emosi.

"Asal kamu tahu ya, saya ini istri barunya Mas Andra. Jadi saya berhak marah sama orang yang kurang ajar kayak kamu!"

Aku tersenyum mengejek, mendengar kata-katanya. "Mbak Salwa pemilik rumah ini, bukan Mas Andra!" tegasku, membungkam mulutnya.

Seroja melirik ke arah laki-laki yang duduk di sebelahnya. Laki-laki itu bahkan tak mampu menjawab ucapan ku tadi. Karena memang kenyataannya, apa yang aku ucapkan itu benar. Dia tidak berhak atas rumah ini.

"Sudah sudah!" Setelah beberapa saat ia membuka suara. "Semuanya numpang di rumah ini! Termasuk aku juga!" Wajahnya memerah karena malu dan sungkan padaku. "Kita lanjutkan makannya." Ia mulai menyendokkan makanan itu ke mulutnya. Sejenak, kuperhatikan Mas Andra tidak langsung mengunyah makanan itu. Wajahnya terlihat bingung, dan penasaran.

"Bik, makanan ini kamu Bibik yang masak 'kan?"

"Emm, itu bukan saya yang masak, Pak," jawab Bi Ayu gelagapan, sesekali melirik ke arahku. "Tapi, Marni yang masak."

Ekor mata Mas Andra beralih ke arahku. Bibirnya tak bergerak sama sekali, padahal Sirat matanya tersimpan pertanyaan besar.

"Rasanya sama, seperti yang dibuat Salwa," lirihnya, masih dapat kudengar.

"Kenapa, Mas? Gak enak ya?" tanyaku mengalihkan perhatiannya.

"Enak kok, enak."

Mas Andra tidak bersemangat seperti tadi. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh lelaki itu. Wajahnya terlihat redup, penuh kesedihan.

"Ya udah Mas, aku berangkat duluan ya?" pamitku, mengambil tas yang kuletakkan di atas kulkas. "Aku berangkat kerja dulu, maklum hari pertama. Aku gak mau mengecewakan orang yang sudah membantuku mencarikan pekerjaan."

"Liat sepupu kamu itu, kurang ajar banget sama aku," ucap Seroja masih bisa kudengar dengan jelas. "Pokoknya aku gak mau tahu, kamu harus usir dia dari sini!"

Sontak, kuhentikan langkah ini usai mendengar ucapannya tadi.

"Aku bisa apa, Sayang?" Nada suara Mas Andra terdengar lemah. "Selama kita belum bisa mendapatkan surat wasiat dari Salwa, kita gak punya hak apa-apa di sini."

"Sampai kapanpun, kalian gak akan pernah mendapatkan apa yang kalian harapkan," sumpahku, mengepalkan tangan. "Akan aku pastikan, setelah ini kalian akan jadi gelandangan."

***************

PT Gemilang Persada, perusahaan yang dirintis almarhum papi, dua puluh tahun yang lalu masih berdiri kokoh di hadapanku. Rasa bangga, bercampur sedih merasuk dalam kalbu.

Beberapa tahun lalu, pertama kalinya aku bertemu dengan Mas Andra di tempat ini. Saat itu, aku menjabat sebagai CEO di perusahaan ini, dan Mas Andra hanya karyawan biasa yang merangkap sebagai kepala gudang.

Aku mencintainya karena ketulusan dan juga perhatiannya yang ternyata hanya tameng, untuk menutupi rencana busuknya. Aku bahkan belum tahu, berapa lama Mas Andra menjalin hubungan dengan Seroja. Sebelum atau sesudah kami menikah, aku harus mencari tahu sendiri.

Aku berjalan masuk ke gedung ini. Banyak pasang mata yang memperhatikan aku. Karena mungkin, mereka baru pertama kalinya melihat aku ada di sini. Dengan penampilan baru.

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" sapa seorang laki-laki paruh baya yang sudah mengabdi di perusahaan sepuluh tahun.

"Pagi," balasku, terkejut. Ternyata beliau tidak mengenaliku. Terlihat dari bahasanya yang formal dan tatapan matanya tampak asing. "Bisa kita bicara sebentar Pak Jhon," sambungku, kali ini giliran lelaki itu yang terkejut.

"Oh, baiklah. Mari kita ke ruangan saya."

Kamu berdua menuju ke ruangan beliau. Sesampainya di sana, aku duduk di seberang beliau.

"Apa anda tidak mengenali saya, Pak?" tanyaku membuka percakapan.

"Maaf, apa sebelumnya kita pernah bertemu?" Dia balik tanya.

"Saya Salwa, Pak."

"Buk Salwa?" ulangnya, matanya terbelalak. "Serius?"

"Iya, Pak."

"Saya tidak mengenali anda, Buk. Maafkan saya."

"Tak apa, Pak. Saya mau minta tolong pada anda, rahasiakan jati diri saya di depan semua karyawan. Termasuk di depan Mas Andra," pintaku pada beliau.

"Beres, Buk. Sesuai yang kita bicarakan waktu itu 'kan?"

"Saya juga minta tolong, Carikan saya assisten laki-laki yang masih muda."

"Hah, untuk apa Buk?"

Bab terkait

  • Pura-Pura Mati   Kekecewaan Andra

    "Saya yakin membutuhkannya, Pak," jawabku lelaki itu tak menjawabnya lagi. "Baiklah, secepatnya saya akan carikan asisten laki-laki yang masih muda, seperti pesanan ibu," jawabnya, bisa andalkan. Aku mengangguk puas, sembari menatap tajam ke arah laki-laki itu. Setelah ini apa yang akan aku lakukan, kupastikan akan membuat kamu resah Mas Andra. Tunggu balasan yang lebih kejam dariku. Selesai dengan urusan Pak Jhon, aku sudah tidak sabar melihat reaksi Mas Andra, satu kantor dengannya. Bahkan jabatan yang sekarang aku pegang, lebih tinggi dibandingkan dia. Sesusai yang aku perintahkan pada orang kepercayaanku tadi, Pak Jhon akan meminta Maa Andra dan Seroja, bersama dewan direksi lain untuk berkumpul di ruang rapat. Mengenalkan presidir yang baru. Lewat monitor yang menghubungkan ruangan sebelah, aku bisa melihat satu persatu mereka masuk. Yang membuatku ingin muntah ialah wajah Mas Andra dan Seroja yang seolah tidak saling kenal. Pad

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-26
  • Pura-Pura Mati   Kuikuti permainan kalian

    Sepatu high heels yang kupakai tergelincir di keramik, membuat tubuh ini jatuh. Beruntungnya Mas Andra dekat, lelaki itu menarik tanganku, dan aku jatuh tepat di pangkuannya. Saking gugupnya, jantung ini berdebar-debar. Apalagi saat pandangan mata kami bertemu.Tatapan Mata Andra masih sama, saat kami menjalin kasih. Lembut dan penuh cinta. Bibirnya yang merah, membuatku sedikit terkesiap, melupakan semua dendamku padanya. Rasanya aku ingin dunia ini berhenti berputar. Hanya ada aku dan Mas Andra di dalamnya. Situasi ini sangat nyaman bagiku, menyandarkan tubuh ini ke bahunya.Bayangan dia bercumbu dengan wanita lain, membuat aku sadar. Kalau laki-laki yang sedang memangku ini bukan lah laki-laki yang baik. Bermuka dua, pengkhianat, dan seorang mafia. Aku yakin dia akan menghalalkan cara untuk mencapai tujuannya. Termasuk melenyapkan aku."Ibu Maharani gak apa-apa kan, Buk?" tegur Pak Jhon, mengkhawatirkan aku.Gegas, kutarik bokong ini dari pangkuannya. "Terima kasih Pak Andra sudah

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-27
  • Pura-Pura Mati   Ketegangan di rumah Salwa

    Wajah wanita yang mengakui dirinya sebagai aku itu terlihat pucat. Bahkan tak mau memandang ke arahku. Bingung, dan terjebak dalam pertanyaan itu."Apa jangan-jangan, ada orang lain yang mereka kira korban kecelakaan itu? Atau____Sesaat wanita itu mengalihkan pandangannya ke arahku, hanya sebentar, saat aku kembali menggantungkan ucapanku, ia kembali melihat ke samping. Dasar licik kamu, akan aku pastikan hidupmu tidak akan tenang, apalagi yang sedang kamu hadapi ini adalah seorang wanita kuat, yang sudah kebal dengan kata pengkhianatan."Ah, sudahlah, Mbak," sambungku, berangkat. Aku duduk di sebelahnya. "Yang penting Mbak Salwa sudah kembali dalam keadaan yang utuh, hehehe," kekehku memeluk tubuhnya. "Aku seneng banget kok, bisa ketemu Mbak lagi.""Mbak juga," sahutnya, tersenyum getir. "Oh iya, Mas Andra kok sampai sekarang belum pulang ya?" Pandangan matanya melolok ke arah pintu. Seolah tak sabar ingin bertemu dengan Mas Andra. Aku juga ingin tahu, seperti apa reaksi mereka sete

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-30
  • Pura-Pura Mati   Kecelakaan pesawat

    Desir darah ini terasa panas di tubuh, mengalir bebas, meninggalkan kecemasan. Saat mendengar pramugari mengatakan jika posisi pesawat sedang dalam bahaya."Para penumpang sekalian harap tenang, pakai sabuk pengaman, untuk mencegah kemungkinan buruk terjadi.Suara wanita itu menggema di kabin pesawat, menimbulkan riuh seketika di dalam sana. Cemas dan takut sebagian orang alami, termasuk denganku. Bayang-bayang kematian pun menari-nari di benak."Astaghfirullah," sebut hampir semua penumpang yang beragama muslim. Begitu juga denganku. Saat merasakan hantaman besar, yang membuat tubuh kami terombang-ambing."Ya Allah, selamatkan hamba!!" seruan panik seseorang, terdengar sekali didera rasa takut yang luar biasa.Pun dengan diri ini, tak bisa lagi berpikiran positif. Yang ada hanyalah kepasrahan, tetap tidak rela. Jika nyawa ini melayang begitu saja. Kupejamkan mata sejenak, yang ada dalam khayal hanyalah sosok laki-laki yang menemaniku s

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-01
  • Pura-Pura Mati   Siapa perempuan itu

    Pergi? Pergi kemana Mas Andra. Aku sedikit tercengang mendengar jawaban dari Bi Ayu. Bahkan dari nada bicaranya saja, wanita paruh baya itu tampak ketakutan. Ada apa ini?Satu minggu berlalu, aku dirawat di rumah sakit. Dan hari ini, dokter mengatakan kalau aku sudah boleh dibawa pulang. Antara cemas dan takut, mendengar kabar itu. Seharusnya, aku bahagia karena bisa berkumpul lagi bersama Mas Andra. Tetapi, setelah mendengar kabar dari Bi Ayu, aku merasa ada sesuatu yang janggal di rumah.Petugas penanganan bencana dan Tim SAR yang bertugas mengantarku pulang ke rumah. Iya, rumahku. Ini adalah warisan dari kedua orang tuaku sebelum mereka meninggal. Kalaupun selama ini aku tidak aktif di perusahaan, dan menyerahkan semua urusan perusahaan pada Mas Andra. Namun, beliau sama sekali tidak pernah ikut andil di dalamnya.Rumah mewah dua lantai di hadapanku saat ini tampak sepi. Karena memang, selama berumah tangga dengan mas Andra aku belum dikaruniai anak. Li

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-01
  • Pura-Pura Mati   Akan kubuat hancur kamu, Mas

    Bayangan moment indah yang kami lewati bersama tiba-tiba datang. Betapa aku percaya pada Mas Andra, setiap ucapan yang keluar dari mulutnya dan aku selalu mendukung apapun permintaanya, yang selalu ia katakan 'untuk kita'Ternyata semua itu cuma tameng untuk menutupi kebusukannya. Tak dapat kubendung lagi, air mata ini luruh seketika, mengalir seperti hilangnya kepercayaanku terhadap Mas Andra."Kamu tega, Mas." Tangisku pecah, membayangkan Mas Andra dan perempuan itu. Sakit, sekujur tubuh ini, apalagi seonggok daging yang menggumpal di dalam dada.Belum kering air mata ini, Bi Ayu datang bersama Nirwan. Assisten Mas Andra yang kupercayakan semuanya kepada laki-laki berkumis tipis di hadapanku kali ini."Buk, ada Pak Nirwan," ucap Bi Ayu memberitahu."Iya, Bik," sahutku dengan suara parau. "Bibik boleh keluar," pintaku, hancur sehancur-hancurnya.Nirwan menayapku penuh tanda tanya. Namun, yang aku lihat dari matanya, ada sirat k

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-02
  • Pura-Pura Mati   Kamu memang licik, Mas

    Tatapannya menggambarkan pertanyaan besar, ditambah kerutan di keningnya, seolah ingin tahu siapa aku. Bahkan Mas Andra tampak ragu untuk menyambut uluran tangan dariku."Gak penting!!" sahut wanita yang di sebelahnya. Menarik lengannya agar menjauh dariku. "Aku capek, Mas. Ngapain kamu malah ngurusin nih orang, mending kamu tunjukan di mana kamar kita," omelnya terlihat jelas kekesalan dari raut wajahnya.Panas dada ini mendengar ucapan wanita itu. Yang menyebutkan kata 'kamar kita'. Aku ingin tahu, akan dibawa ke mana Seroja oleh Mas Andra. Kutarik tanganku dan pandangan ini ke sembarang. Aku takut tidak bisa mengontrol diri, jika bertatap muka dengan mereka."Saya permisi dulu Pak," pamit Bi Ayu meninggalkan kami. Wanita itu melirik sekilas ke arahku saat melintas, masuk ke dapur."Bik, tunggu!" sergah Mas Andra, Bi Ayu berbalik. "Tolong Bibik antar Seroja ke kamar tamu," pintanya, dengan nada memerintah."Lho, Mas." Wanita yang bernam

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-03

Bab terbaru

  • Pura-Pura Mati   Ketegangan di rumah Salwa

    Wajah wanita yang mengakui dirinya sebagai aku itu terlihat pucat. Bahkan tak mau memandang ke arahku. Bingung, dan terjebak dalam pertanyaan itu."Apa jangan-jangan, ada orang lain yang mereka kira korban kecelakaan itu? Atau____Sesaat wanita itu mengalihkan pandangannya ke arahku, hanya sebentar, saat aku kembali menggantungkan ucapanku, ia kembali melihat ke samping. Dasar licik kamu, akan aku pastikan hidupmu tidak akan tenang, apalagi yang sedang kamu hadapi ini adalah seorang wanita kuat, yang sudah kebal dengan kata pengkhianatan."Ah, sudahlah, Mbak," sambungku, berangkat. Aku duduk di sebelahnya. "Yang penting Mbak Salwa sudah kembali dalam keadaan yang utuh, hehehe," kekehku memeluk tubuhnya. "Aku seneng banget kok, bisa ketemu Mbak lagi.""Mbak juga," sahutnya, tersenyum getir. "Oh iya, Mas Andra kok sampai sekarang belum pulang ya?" Pandangan matanya melolok ke arah pintu. Seolah tak sabar ingin bertemu dengan Mas Andra. Aku juga ingin tahu, seperti apa reaksi mereka sete

  • Pura-Pura Mati   Kuikuti permainan kalian

    Sepatu high heels yang kupakai tergelincir di keramik, membuat tubuh ini jatuh. Beruntungnya Mas Andra dekat, lelaki itu menarik tanganku, dan aku jatuh tepat di pangkuannya. Saking gugupnya, jantung ini berdebar-debar. Apalagi saat pandangan mata kami bertemu.Tatapan Mata Andra masih sama, saat kami menjalin kasih. Lembut dan penuh cinta. Bibirnya yang merah, membuatku sedikit terkesiap, melupakan semua dendamku padanya. Rasanya aku ingin dunia ini berhenti berputar. Hanya ada aku dan Mas Andra di dalamnya. Situasi ini sangat nyaman bagiku, menyandarkan tubuh ini ke bahunya.Bayangan dia bercumbu dengan wanita lain, membuat aku sadar. Kalau laki-laki yang sedang memangku ini bukan lah laki-laki yang baik. Bermuka dua, pengkhianat, dan seorang mafia. Aku yakin dia akan menghalalkan cara untuk mencapai tujuannya. Termasuk melenyapkan aku."Ibu Maharani gak apa-apa kan, Buk?" tegur Pak Jhon, mengkhawatirkan aku.Gegas, kutarik bokong ini dari pangkuannya. "Terima kasih Pak Andra sudah

  • Pura-Pura Mati   Kekecewaan Andra

    "Saya yakin membutuhkannya, Pak," jawabku lelaki itu tak menjawabnya lagi. "Baiklah, secepatnya saya akan carikan asisten laki-laki yang masih muda, seperti pesanan ibu," jawabnya, bisa andalkan. Aku mengangguk puas, sembari menatap tajam ke arah laki-laki itu. Setelah ini apa yang akan aku lakukan, kupastikan akan membuat kamu resah Mas Andra. Tunggu balasan yang lebih kejam dariku. Selesai dengan urusan Pak Jhon, aku sudah tidak sabar melihat reaksi Mas Andra, satu kantor dengannya. Bahkan jabatan yang sekarang aku pegang, lebih tinggi dibandingkan dia. Sesusai yang aku perintahkan pada orang kepercayaanku tadi, Pak Jhon akan meminta Maa Andra dan Seroja, bersama dewan direksi lain untuk berkumpul di ruang rapat. Mengenalkan presidir yang baru. Lewat monitor yang menghubungkan ruangan sebelah, aku bisa melihat satu persatu mereka masuk. Yang membuatku ingin muntah ialah wajah Mas Andra dan Seroja yang seolah tidak saling kenal. Pad

  • Pura-Pura Mati   Rencana Salwa

    Sengaja aku bangun pagi, untuk memberikan kejutan buat Mas Andra. Hari ini adalah Anniversary pernikahan kami yang ke-tiga. Aku dan Mas Andra sudah membuat rencana, sebelum kecelakaan itu menimpaku. Kami sepakat akan berlibur ke Bali, sekaligus berbulan madu yang ke-dua.Dan momen ini akan kubuat, Mas Andra mengingatku. Mengingat kenangan yang tak akan pernah sirna, dalam ingatannya.Setiap tahun, Mas Andra selalu memberikan kejutan di hari pernikahan kami. Dia tidak pernah absen, memberikan kado yang membuat semua istri merasa bahagia. Merasa nyaman, dan tidak akan pernah berpikir suaminya selingkuh. Ternyata itu hanyalah tameng untuk menutupi keburukannya. Lihatlah Mas, hari ini kamu akan merasakan sakitnya."Tolong antar pagi ini juga, ya? Kalau bisa jangan lewat jam tujuh pagi," ucapku pada kurir, tempat aku memesan beberapa barang dan kue. "Oke, saya tunggu."Aku keluar kamar, dan mulai melangkahkan kaki ke lantai satu. Di sana sudah ada Bi Ayu yang sibuk member

  • Pura-Pura Mati   Kamu memang licik, Mas

    Tatapannya menggambarkan pertanyaan besar, ditambah kerutan di keningnya, seolah ingin tahu siapa aku. Bahkan Mas Andra tampak ragu untuk menyambut uluran tangan dariku."Gak penting!!" sahut wanita yang di sebelahnya. Menarik lengannya agar menjauh dariku. "Aku capek, Mas. Ngapain kamu malah ngurusin nih orang, mending kamu tunjukan di mana kamar kita," omelnya terlihat jelas kekesalan dari raut wajahnya.Panas dada ini mendengar ucapan wanita itu. Yang menyebutkan kata 'kamar kita'. Aku ingin tahu, akan dibawa ke mana Seroja oleh Mas Andra. Kutarik tanganku dan pandangan ini ke sembarang. Aku takut tidak bisa mengontrol diri, jika bertatap muka dengan mereka."Saya permisi dulu Pak," pamit Bi Ayu meninggalkan kami. Wanita itu melirik sekilas ke arahku saat melintas, masuk ke dapur."Bik, tunggu!" sergah Mas Andra, Bi Ayu berbalik. "Tolong Bibik antar Seroja ke kamar tamu," pintanya, dengan nada memerintah."Lho, Mas." Wanita yang bernam

  • Pura-Pura Mati   Akan kubuat hancur kamu, Mas

    Bayangan moment indah yang kami lewati bersama tiba-tiba datang. Betapa aku percaya pada Mas Andra, setiap ucapan yang keluar dari mulutnya dan aku selalu mendukung apapun permintaanya, yang selalu ia katakan 'untuk kita'Ternyata semua itu cuma tameng untuk menutupi kebusukannya. Tak dapat kubendung lagi, air mata ini luruh seketika, mengalir seperti hilangnya kepercayaanku terhadap Mas Andra."Kamu tega, Mas." Tangisku pecah, membayangkan Mas Andra dan perempuan itu. Sakit, sekujur tubuh ini, apalagi seonggok daging yang menggumpal di dalam dada.Belum kering air mata ini, Bi Ayu datang bersama Nirwan. Assisten Mas Andra yang kupercayakan semuanya kepada laki-laki berkumis tipis di hadapanku kali ini."Buk, ada Pak Nirwan," ucap Bi Ayu memberitahu."Iya, Bik," sahutku dengan suara parau. "Bibik boleh keluar," pintaku, hancur sehancur-hancurnya.Nirwan menayapku penuh tanda tanya. Namun, yang aku lihat dari matanya, ada sirat k

  • Pura-Pura Mati   Siapa perempuan itu

    Pergi? Pergi kemana Mas Andra. Aku sedikit tercengang mendengar jawaban dari Bi Ayu. Bahkan dari nada bicaranya saja, wanita paruh baya itu tampak ketakutan. Ada apa ini?Satu minggu berlalu, aku dirawat di rumah sakit. Dan hari ini, dokter mengatakan kalau aku sudah boleh dibawa pulang. Antara cemas dan takut, mendengar kabar itu. Seharusnya, aku bahagia karena bisa berkumpul lagi bersama Mas Andra. Tetapi, setelah mendengar kabar dari Bi Ayu, aku merasa ada sesuatu yang janggal di rumah.Petugas penanganan bencana dan Tim SAR yang bertugas mengantarku pulang ke rumah. Iya, rumahku. Ini adalah warisan dari kedua orang tuaku sebelum mereka meninggal. Kalaupun selama ini aku tidak aktif di perusahaan, dan menyerahkan semua urusan perusahaan pada Mas Andra. Namun, beliau sama sekali tidak pernah ikut andil di dalamnya.Rumah mewah dua lantai di hadapanku saat ini tampak sepi. Karena memang, selama berumah tangga dengan mas Andra aku belum dikaruniai anak. Li

  • Pura-Pura Mati   Kecelakaan pesawat

    Desir darah ini terasa panas di tubuh, mengalir bebas, meninggalkan kecemasan. Saat mendengar pramugari mengatakan jika posisi pesawat sedang dalam bahaya."Para penumpang sekalian harap tenang, pakai sabuk pengaman, untuk mencegah kemungkinan buruk terjadi.Suara wanita itu menggema di kabin pesawat, menimbulkan riuh seketika di dalam sana. Cemas dan takut sebagian orang alami, termasuk denganku. Bayang-bayang kematian pun menari-nari di benak."Astaghfirullah," sebut hampir semua penumpang yang beragama muslim. Begitu juga denganku. Saat merasakan hantaman besar, yang membuat tubuh kami terombang-ambing."Ya Allah, selamatkan hamba!!" seruan panik seseorang, terdengar sekali didera rasa takut yang luar biasa.Pun dengan diri ini, tak bisa lagi berpikiran positif. Yang ada hanyalah kepasrahan, tetap tidak rela. Jika nyawa ini melayang begitu saja. Kupejamkan mata sejenak, yang ada dalam khayal hanyalah sosok laki-laki yang menemaniku s

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status