Wulan segera kembali ke kamarnya, perlahan ia menaiki anak tangga dengan pelan dan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Perasaannya tidak karuan, Wulan khawatir jika sudah lama mereka mencampur sesuatu ke vitamin yang rutin di konsumsinya tiap hari.Cemas, takut, dan kesal bercampur menjadi satu. Semoga saja ke khawatirannya tidak terjadi.Ia kembali berbaring di samping suaminya. Namun, entah kenapa matanya sulit sekali untuk kembali terpejam. Kata-kata Sarah dan Bu Ratna masih terngiang di telinganya."Kejam sekali mereka, kenapa mereka sangat membenciku? Kenapa mereka begitu ingin menyingkirkan aku? Padahal aku tak pernah sekalipun menyusahkan mereka," batin Wulan dalam hati. Sepertinya malam ini ia tidak akan bisa tidur.Sedangkan di bawah sana, Bu Ratna dan Sarah nampak begitu gembira. Mereka tak sabar ingin melihat reaksi racun itu di tubuh Wulan."Setelah ini kita tinggal menunggu saja racunnya bekerja. Aku yakin, setelah Wulan minum vitamin ini, ia pasti akan lumpuh dan ta
"Ibu mohon, berikan ibu cucu sebelum ibu meninggal," ucapnya terisak.Fatih tak bisa berkata-kata, ia bingung harus menjawab apa. Mana mungkin Fatih memaksa Wulan untuk segera hamil? "Ibu nggak usah ngomong macem-macem, ibu pasti akan sembuh!" ucap Sarah meyakinkan."Tapi perasaan ibu tak seperti biasanya, Sarah. Ibu merasa ibu akan pergi jauh dari kalian," wanita itu kembali terisak. Wajah yang biasanya selalu garang dan jutek kini berubah lesu, pucat dan tak berdaya. "Udah bu, ibu nggak usah mikir terlalu jauh gitu. Lebih baik sekarang ibu minum obatnya, biar ibu sembuh. Fatih yakin ibu pasti akan sembuh, percaya sama Fatih," ucap pria itu meyakinkan ibunya."Wulan … " panggil Bu Ratna pelan. "Iya, Bu. Wulan disini," Wulan berjalan menghampiri Ibu mertuanya. Ia duduk tepat di samping kanan Bu Ratna."M-maafin Ibu yah, selama ini Ibu selalu jahat sama kamu," ujar wanita paruh baya itu."Iya, Buk. Sebelum Ibu minta maaf, Wulan pun sudah memaafkan Ibu," balas Wulan. Tangannya memega
Setelah menembus kemacetan, akhirnya mereka pun tiba di sebuah klinik yang cukup besar, klinik Dokter Denli yang tadi memeriksa Bu Ratna. Wanita paruh baya itu pun segera dibawa ke ruang IGD. Dengan sigap Dokter dan perawat menanganinya."Bagaimana dengan Ibu saya, Dok?" tanya Sarah kepada dokter berkacamata itu."Ibu anda sudah membaik, namun untuk sementara harus mendapatkan perawatan intensif, kondisinya masih lemah""Ibu saya harus dirawat?""Tentu, Ibu Ratna harus menjalani rawat inap sampai kondisinya benar-benar stabil," jawab Dokter Denli menjelaskan.***Setelah hampir satu jam di IGD Bu Ratna pun dipindahkan ke ruangan mawar. Tempat ia akan dirawat. Di tangan wanita paruh baya itu sudah terpasang selang infus. Ia terbaring di atas ranjang kamar inapnya."Kata Dokter ibu harus dirawat!" ucap Fatih."Ibu nggak mau dirawat, Ibu ingin pulang," rengek Bu Ratna."Jangan gitu dong' Bu. Ibu harus nurut apa kata dokter, biar ibu sembuh," sahut Sarah mencoba menenangkan ibunya. Namu
Fatih termenung di meja kantin, apa mungkin ia tega berbicara dengan istrinya tentang kemauan sang ibu? Fatih rasa itu sangat kejam karena akan melukai hati istrinya. Mana mungkin ada wanita yang siap untuk dimadu? Drt … drt … drt…Getar benda pipih di saku celananya membangunkan lamunan pria itu. Ia pun lantas mengusap tombol jawab di layar yang tertulis nama istrinya itu."Halo, Mas, bagaimana kondisi ibu? Ibu dirawat di rumah sakit mana? Biar Wulan susul kesana," ucap Wulan saat panggilannya terhubung."Halo Wulan," jawab Fatih lesu. "Kamu tidak usah khawatir, ibu baik-baik saja. Ibu sudah dapat perawatan,""Syukurlah kalau begitu, Mas. Wulan ingin bertemu ibu, boleh Wulan menyusul kalian ke sana? Kalian di rumah sakit mana?" lagi Wulan bertanya dengan pertanyaan yang sama."Kita tidak ke rumah sakit, Lan. Kita ke klinik,""Klinik?" jawab Wulan heran. "Iya, klinik milik Dokter Denli, Dokter yang memeriksa ibu tadi pagi," jelas Fatih membuat kedua alis Wulan bertaut bingung."Ko m
Siang berganti sore, Wulan membuang vitamin yang sudah di campur racun oleh ibu mertua dan kakak iparnya itu. "Perasaan baru tadi malam mereka membuat rencana jahatnya untuk ku, sekarang justru ibu yang masuk rumah sakit. Karma Allah memang instan" batin Wulan. Dari tadi ia menunggu Sarah pulang agar dirinya bisa gantian menunggu mertuanya yang sedang dirawat. Namun, yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang.Wulan kembali menelpon suaminya untuk memastikan jam berapa Sarah akan pulang ke rumah. Tapi ponsel Fatih tidak aktif, sepertinya baterainya habis, apalagi tadi malam suaminya itu memakai ponselnya untuk mendengarkan musik."Duh' mas Fatih, giliran penting aja nomornya malah nggak aktif," batin Wulan. Ia pun memilih kembali ke kamarnya.Sedangkan di rumah sakit Fatih yang nampak murung masih terduduk di kursi samping ranjang ibunya. Dengan setia ia menunggu ibunya yang sedang tertidur."Fatih, kamu nggak pulang dulu? Ini kan udah sore, kasian istrimu sendirian dirumah. Biar Mbak
"Bagus! Sebentar lagi kita bisa menguasai semuanya, lebih baik sekarang kamu hubungi Eva. Suruh dia siapkan uangnya sekarang juga, ibu tidak ingin preman-preman itu mengancam ibu lagi, ibu sudah muak dengan ancaman mereka," ujar Bu Ratna memerintah.Sarah pun lantas menelpon mesin uangnya itu, entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas Sarah meminta sejumlah uang dari Eva."Beres, Bu!" ucap Sarah memperlihatkan bukti transferan uang yang dikirim oleh Eva kepadanya.***Fatih memacu mobilnya dengan pikiran kacau, beberapa kali ia hampir menabrak karena tidak fokus mengemudi.Beep! Beep! Beep!Terdengar bunyi klakson mobil di belakang Fatih, saat mobil Fatih tiba-tiba berhenti mendadak."Shit!!" umpat Fatih saat ia hampir saja menyenggol pemotor di depannya.Fatih menarik nafas panjang dan membuangnya secara kasar. "Argh! Kenapa semuanya jadi berantakan begini? Apa yang harus aku katakan pada Wulan? Mana mungkin aku tega menduakannya? Tapi … jika aku tidak bicara dengan Wulan, bagaiman
"Maafkan aku, Lan. Aku tidak ada pilihan, aku tau ini sangat sulit untukmu. Tapi … aku tidak ada pilihan lain. Ibu terus memaksaku untuk memberinya cucu, aku tak mungkin tega memaksamu untuk cepat hamil, itu hanya akan menyakitimu," ucap Fatih menjelaskan."Lantas, apa dengan poligami kamu tidak menyakitiku, Mas?" jawab Wulan terisak."Aku tidak ada pilihan lain aku juga stres! … aku mohon mengertilah dengan posisiku saat ini, hanya ibu orang tua yang aku punya, aku tidak mungkin tega membiarkannya sakit-sakitan seperti ini, aku tidak mau menyesal jika sampai kehilangan ibu. Aku tau perasaanmu' Lan. Mas akan memberimu waktu untuk berfikir," tutur Fatih berusaha menjelaskan.Air mata Wulan terus menetes, Fatih berusaha menenangkan Wulan yang masih terisak. Tangannya berusaha merangkul tubuh Wulan. Namun, seketika istrinya itu pun menepisnya. "Jangan menyentuhku, Mas!""Mas tau ini berat, tapi akan lebih berat lagi jika kamu terus menanggung beban dan tuntutan untuk segera punya anak,
"K-kamu beneran mengijinkan aku untuk poligami?" tanya Fatih memastika. Ia benar-benar tidak menyangka jika Wulan bisa secepat itu mengizinkannya untuk menikah lagi dengan wanita lain.Wulan mengangguk, bibirnya tersenyum getir melihat kenyataan menyedihkan di depan mata."Iya, Mas. Bukankah itu yang kamu inginkan?" jawab Wulan sekuat tenaga menahan tangis. Ia berusaha tegar di hadapan pria yang sudah dua tahun menjadi imamnya itu.'Tapi tidak secepat ini Wulan, kamu bahkan tidak berusaha meminta waktu untuk berfikir. Ada apa denganmu? Apa rasa cintamu padaku sudah habis? Atau jangan-jangan ada pria lain di hati kamu?' Batin Fatih menerka-nerka."Baiklah, jika kamu sudah merestui keputusan poligami itu, nanti akan aku sampaikan pada ibu," ucap Fatih menahan sakit di hatinya. Ada serpihan hati yang terluka saat dengan mudahnya Wulan merestuinya untuk menikah lagi dan membagi cintanya dengan yang lain. Bukankah ini di luar dugaan? Fatih pikir, Wulan butuh waktu yang lama untuk memutuska