Siang berganti sore, setelah membelikan kado untuk Fatih, Wulan pun bergegas untuk pulang. "Semoga saja dengan hadiah yang aku beli ini Mas Fatih mau memaafkan aku," ucap Wulan masuk ke dalam mobil taxi online yang sudah menunggunya.Setibanya di rumah, Wulan langsung mandi dan mengganti baju. Barang-barang yang tadi dirusak oleh preman itu rupanya sudah dibersihkan oleh Ibu.Kamar Bu Ratna terbuka lebar. Namun, penghuninya tidak ada disana. "Ibu kemana? Tumben ia membiarkan pintu kamarnya terbuka?" ucap Wulan. Ia pun memilih duduk sambil menonton TV. Tak lama kemudian mobil Fatih masuk ke pekarangan. Dengan antusias Wulan menyambut suaminya itu."Mas," ucap Wulan mencium tangan suaminya takzim. "Tumben kamu sudah pulang," ujar Fatih ketus."Urusan si di rumah sakit sudah beres, makanya Wulan pulang cepet. Oh iya, aku buatin kopi ya' Mas?""Tidak usah! Aku sedang tidak ingin minum kopi," tolak Fatih. Pria itu pun lantas naik ke kamarnya."Ya udah, kalau gitu. Wulan bikinin teh yah?
Wulan segera kembali ke kamarnya, perlahan ia menaiki anak tangga dengan pelan dan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Perasaannya tidak karuan, Wulan khawatir jika sudah lama mereka mencampur sesuatu ke vitamin yang rutin di konsumsinya tiap hari.Cemas, takut, dan kesal bercampur menjadi satu. Semoga saja ke khawatirannya tidak terjadi.Ia kembali berbaring di samping suaminya. Namun, entah kenapa matanya sulit sekali untuk kembali terpejam. Kata-kata Sarah dan Bu Ratna masih terngiang di telinganya."Kejam sekali mereka, kenapa mereka sangat membenciku? Kenapa mereka begitu ingin menyingkirkan aku? Padahal aku tak pernah sekalipun menyusahkan mereka," batin Wulan dalam hati. Sepertinya malam ini ia tidak akan bisa tidur.Sedangkan di bawah sana, Bu Ratna dan Sarah nampak begitu gembira. Mereka tak sabar ingin melihat reaksi racun itu di tubuh Wulan."Setelah ini kita tinggal menunggu saja racunnya bekerja. Aku yakin, setelah Wulan minum vitamin ini, ia pasti akan lumpuh dan ta
"Ibu mohon, berikan ibu cucu sebelum ibu meninggal," ucapnya terisak.Fatih tak bisa berkata-kata, ia bingung harus menjawab apa. Mana mungkin Fatih memaksa Wulan untuk segera hamil? "Ibu nggak usah ngomong macem-macem, ibu pasti akan sembuh!" ucap Sarah meyakinkan."Tapi perasaan ibu tak seperti biasanya, Sarah. Ibu merasa ibu akan pergi jauh dari kalian," wanita itu kembali terisak. Wajah yang biasanya selalu garang dan jutek kini berubah lesu, pucat dan tak berdaya. "Udah bu, ibu nggak usah mikir terlalu jauh gitu. Lebih baik sekarang ibu minum obatnya, biar ibu sembuh. Fatih yakin ibu pasti akan sembuh, percaya sama Fatih," ucap pria itu meyakinkan ibunya."Wulan … " panggil Bu Ratna pelan. "Iya, Bu. Wulan disini," Wulan berjalan menghampiri Ibu mertuanya. Ia duduk tepat di samping kanan Bu Ratna."M-maafin Ibu yah, selama ini Ibu selalu jahat sama kamu," ujar wanita paruh baya itu."Iya, Buk. Sebelum Ibu minta maaf, Wulan pun sudah memaafkan Ibu," balas Wulan. Tangannya memega
Setelah menembus kemacetan, akhirnya mereka pun tiba di sebuah klinik yang cukup besar, klinik Dokter Denli yang tadi memeriksa Bu Ratna. Wanita paruh baya itu pun segera dibawa ke ruang IGD. Dengan sigap Dokter dan perawat menanganinya."Bagaimana dengan Ibu saya, Dok?" tanya Sarah kepada dokter berkacamata itu."Ibu anda sudah membaik, namun untuk sementara harus mendapatkan perawatan intensif, kondisinya masih lemah""Ibu saya harus dirawat?""Tentu, Ibu Ratna harus menjalani rawat inap sampai kondisinya benar-benar stabil," jawab Dokter Denli menjelaskan.***Setelah hampir satu jam di IGD Bu Ratna pun dipindahkan ke ruangan mawar. Tempat ia akan dirawat. Di tangan wanita paruh baya itu sudah terpasang selang infus. Ia terbaring di atas ranjang kamar inapnya."Kata Dokter ibu harus dirawat!" ucap Fatih."Ibu nggak mau dirawat, Ibu ingin pulang," rengek Bu Ratna."Jangan gitu dong' Bu. Ibu harus nurut apa kata dokter, biar ibu sembuh," sahut Sarah mencoba menenangkan ibunya. Namu
Fatih termenung di meja kantin, apa mungkin ia tega berbicara dengan istrinya tentang kemauan sang ibu? Fatih rasa itu sangat kejam karena akan melukai hati istrinya. Mana mungkin ada wanita yang siap untuk dimadu? Drt … drt … drt…Getar benda pipih di saku celananya membangunkan lamunan pria itu. Ia pun lantas mengusap tombol jawab di layar yang tertulis nama istrinya itu."Halo, Mas, bagaimana kondisi ibu? Ibu dirawat di rumah sakit mana? Biar Wulan susul kesana," ucap Wulan saat panggilannya terhubung."Halo Wulan," jawab Fatih lesu. "Kamu tidak usah khawatir, ibu baik-baik saja. Ibu sudah dapat perawatan,""Syukurlah kalau begitu, Mas. Wulan ingin bertemu ibu, boleh Wulan menyusul kalian ke sana? Kalian di rumah sakit mana?" lagi Wulan bertanya dengan pertanyaan yang sama."Kita tidak ke rumah sakit, Lan. Kita ke klinik,""Klinik?" jawab Wulan heran. "Iya, klinik milik Dokter Denli, Dokter yang memeriksa ibu tadi pagi," jelas Fatih membuat kedua alis Wulan bertaut bingung."Ko m
Siang berganti sore, Wulan membuang vitamin yang sudah di campur racun oleh ibu mertua dan kakak iparnya itu. "Perasaan baru tadi malam mereka membuat rencana jahatnya untuk ku, sekarang justru ibu yang masuk rumah sakit. Karma Allah memang instan" batin Wulan. Dari tadi ia menunggu Sarah pulang agar dirinya bisa gantian menunggu mertuanya yang sedang dirawat. Namun, yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang.Wulan kembali menelpon suaminya untuk memastikan jam berapa Sarah akan pulang ke rumah. Tapi ponsel Fatih tidak aktif, sepertinya baterainya habis, apalagi tadi malam suaminya itu memakai ponselnya untuk mendengarkan musik."Duh' mas Fatih, giliran penting aja nomornya malah nggak aktif," batin Wulan. Ia pun memilih kembali ke kamarnya.Sedangkan di rumah sakit Fatih yang nampak murung masih terduduk di kursi samping ranjang ibunya. Dengan setia ia menunggu ibunya yang sedang tertidur."Fatih, kamu nggak pulang dulu? Ini kan udah sore, kasian istrimu sendirian dirumah. Biar Mbak
"Bagus! Sebentar lagi kita bisa menguasai semuanya, lebih baik sekarang kamu hubungi Eva. Suruh dia siapkan uangnya sekarang juga, ibu tidak ingin preman-preman itu mengancam ibu lagi, ibu sudah muak dengan ancaman mereka," ujar Bu Ratna memerintah.Sarah pun lantas menelpon mesin uangnya itu, entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas Sarah meminta sejumlah uang dari Eva."Beres, Bu!" ucap Sarah memperlihatkan bukti transferan uang yang dikirim oleh Eva kepadanya.***Fatih memacu mobilnya dengan pikiran kacau, beberapa kali ia hampir menabrak karena tidak fokus mengemudi.Beep! Beep! Beep!Terdengar bunyi klakson mobil di belakang Fatih, saat mobil Fatih tiba-tiba berhenti mendadak."Shit!!" umpat Fatih saat ia hampir saja menyenggol pemotor di depannya.Fatih menarik nafas panjang dan membuangnya secara kasar. "Argh! Kenapa semuanya jadi berantakan begini? Apa yang harus aku katakan pada Wulan? Mana mungkin aku tega menduakannya? Tapi … jika aku tidak bicara dengan Wulan, bagaiman
"Maafkan aku, Lan. Aku tidak ada pilihan, aku tau ini sangat sulit untukmu. Tapi … aku tidak ada pilihan lain. Ibu terus memaksaku untuk memberinya cucu, aku tak mungkin tega memaksamu untuk cepat hamil, itu hanya akan menyakitimu," ucap Fatih menjelaskan."Lantas, apa dengan poligami kamu tidak menyakitiku, Mas?" jawab Wulan terisak."Aku tidak ada pilihan lain aku juga stres! … aku mohon mengertilah dengan posisiku saat ini, hanya ibu orang tua yang aku punya, aku tidak mungkin tega membiarkannya sakit-sakitan seperti ini, aku tidak mau menyesal jika sampai kehilangan ibu. Aku tau perasaanmu' Lan. Mas akan memberimu waktu untuk berfikir," tutur Fatih berusaha menjelaskan.Air mata Wulan terus menetes, Fatih berusaha menenangkan Wulan yang masih terisak. Tangannya berusaha merangkul tubuh Wulan. Namun, seketika istrinya itu pun menepisnya. "Jangan menyentuhku, Mas!""Mas tau ini berat, tapi akan lebih berat lagi jika kamu terus menanggung beban dan tuntutan untuk segera punya anak,
"Wulan, apa kabar?" tanya Gio menatap wajah Wulan dengan jantung yang berdegup kencang. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah lama tak bertemu.Wulan masih berdiri mematung, rasa tak menyangka bisa bertemu lagi dengan Gio. Netra mereka saling bersitatap penuh makna. Entah, perasaan apa yang timbul. Yang jelas, saat ini Gio ingin sekali memeluk tubuh wanita yang sempat hilang itu, ingin rasanya Gio memeluk Wulan dan mengatakan jika ia sangat merindukannya dan tak ingin lagi jauh darinya. Namun, itu hanya angan-angan. Diantara mereka tidak ada ikatan apapun, tidak mungkin Gio lancang memeluk Wulan.Begitupun dengan Wulan, entah kenapa ia merasa kehilangan saat Gio memutuskan untuk pergi tanpa kabar. "Pak Gio kemana saja? Kenapa baru muncul?" tanya Wulan dengan suara serak. Rasa haru itu membuat netra mereka berdua berembun."Saya sibuk, banyak urusan. Tidak sempat mengunjungimu, pertanyan saya belum kamu jawab? Bagaimana kabarmu?""Seperti yang Bapak liat," sahut Wulan tersenyum.
"Baiklah, Wulan … jika itu permintaanmu agar kau mau memaafkan kejahatan keluargaku padamu, aku akan menceraikanmu," ucap Fatih pasrah."Tapi–bagaimana dengan kandunganmu?""Kau tidak usah khawatir, Mas. Sejujurnya aku tidak hamil. Aku hanya pura-pura hamil," jawab Wulan membuat Fatih bingung."Pura-pura hamil? Maksud kamu apa? Aku tidak mengerti Wulan," "Awalnya aku memang berniat untuk balas dendam dengan pura-pura hamil, aku ingin menjebloskan ibu dan Kakakmu ke penjara. Namun, hatiku tak tega jika ibu dan mbak Sarah yang sakit itu harus mendekam di jeruji besi, aku masih punya hati untuk tidak membalaskan dendamku. Tuhan tidak akan tidur, biar ia yang balas semuanya," ucap Wulan membuat Fatih tak berkutik. Ia tidak mungkin marah dan kesal kepada istri pertamanya itu. Karena Wulan sudah jauh lebih menderita dari pada rasa kecewanya karena ternyata Wulan tidak hamil.***Setelah kejadian itu Fatih pun mau mengabulkan permintaan Wulan. Setelah menandatangani surat gugatan perceraian
"Sepertinya ini sudah saatnya aku mengakhiri semuanya, aku harus segera lepas dari belenggu ini. Aku tidak ingin terus berada di bawah bayang-bayang Mas Fatih, aku harus selesaikan semua masalah ini sekarang juga," ucap Wulan. Ia berjalan menuruni anak tangga menuju ruang keluarga untuk menemui Fatih."Mas …" panggil Wulan pelan. "Bisa kita bicara sebentar, ada yang ingin aku sampaikan," ucap Wulan."Ada apa Wulan? Kenapa wajahmu serius sekali?" tanya Fatih penasaran."Ikut aku, Mas kita bicara di kamar Mbak Sarah." Wanita itu pun berjalan menuju kamar Sarah dan di ikuti oleh Fatih di belakangnya. "Ada apa Wulan? Kenapa kita harus berbicara disini?" Kali ini Fatih terlihat heran. Tak biasanya Wulan mengajak ia berbicara di kamar Sarah."Mas, aku ingin kamu lihat dan dengar semuanya, kau tau apa yang membuat Mbak Sarah lumpuh?" tanya Wulan dan langsung dijawab gelengan kepala oleh Fatih."Racun! Racun yang Mbak Sarah dan Ibu siapkan untuk aku, racun yang mereka pakai untuk membunuhku,
Belum juga bu Ratna selesai mencuci baju Eva, wanita itu sudah kembali berteriak."Ibu!""Ibuuuu! Denger nggak sih di panggil gak nyaut-nyaut! Cepet sini! Lelet banget sih jadi orang!""Ada apa lagi sih' Eva? Ibu kan lagi nyuci," jawab bu Ratna terpogoh-pogoh menghampiri wanita yang berkacak pinggang di hadapannya itu."Tuh liat! Mbak Sarah kencing di lantai! Gara-gara dia, semua ruangan ini jadi bau. Pusing tau nggak buk, pengen muntah nyium bau pesingnya," celoteh Eva menutup hidungnya."Astaga Sarah, ko bisa kamu kencingnya tumpah-tumpah kayak gini, pampers kamu penuh ya?" ucap Bu Ratna menghampiri Sarah yang duduk di kursi roda. "Makanya kalau udah tau pampersnya penuh tuh diganti, jangan dibiarkan gitu saja! Bau kan jadinya rumah ini. Cepet pel lagi, aku nggak mau rumah ini bau kayak comberan, pesing nggak karuan! Pokoknya sebelum Mas Fatih pulang rumah ini sudah harus wangi! Ngerti' bu?!" bentak Eva geram.Wulan hanya melihat pemandangan itu dari kejauhan. Miris! Itu yang ada d
'Apa?? Si rahim karatan itu hamil?? Gawat!! Jika si Wulan hamil, itu artinya pekerjaanku semakin banyak, Bagaimana ini?'"Ibu! Ibu kenapa tiba jatuh kayak gini? Ya ampun ibu, ayo bangun!" ucap Fatih menggandeng tubuh ibunya ke atas sofa.Nafas bu Ratna tersengal tak beraturan, wanita paruh baya itu terus saja memegangi dadanya. 'Mulai deh drama lagi, dasar nenek lampir!' Batin Wulan kesal."Dada ibu' Fatih, dada ibu sesak," ucap Bu Ratna menepuk-nepuk dadanya."Ko bisa sesak si Bu? Kan ibu nggak punya riwayat asma?" tanya Wulan penatap mertuanya itu dengan malas."Diam kamu, Wulan! Jangan banyak ngomong, saya tidak bicara sama kamu, saya bicara sama anak saya!" "Ibu jangan ngomong kayak gitu sama Wulan, dia itu lagi hamil. Dia nggak boleh stres, mulai sekarang kalau ngomong sama Wulan pelan-pelan aja, jangan bentak-bentak," "Kamu ini kenapa si Fatih? Ko malah jadi belain si Wulan? Aduh sakitt, bawa ibu ke rumah sakit Fatih, bawa ibu ke dokter," "Ada apa sih ini ribut-ribut? Ganggu
***Pagi hari"Wulan! Kamu lagi apa sih? Cepet sini, lama banget!" teriak Bu Ratna memanggil Wulan."Wulan kamu budek apa gimana sih? Cepet turun!" lagi Bu Ratna berteriak tapi Wulan tidak peduli."Ada apa sih bu, teriak-teriak terus dari tadi?" Fatih turun dan menghampiri ibunya."Ini lo, Fatih, si Wulan dipanggil dari tadi gak turun-turun, sampe capek ibu teriak," ucap Bu Ratna kesal."Memangnya ibu mau ngapain nyari Wulan?" "Ini lho, pampers nya Kakakmu belum di ganti, ibu mau nyuruh si Wulan untuk gantiin,""Kenapa gak ibu aja si' Bu yang ganti, kenapa harus nyuruh Wulan?""Biar si benalu itu ada gunanya! Nggak cuma numpang makan dan tidur doang! Dia itu harus tau diri, udah numpang hidup' masa iya nggak mau bantu," celoteh Bu Ratna panjang lebar."Udah ah, ibu mau sarapan dulu! Ntar kamu suruh tuh istrimu yang parasit itu urus Kakakmu!" titahnya. Ia pun bergegas ke meja makan untuk sarapan bubur ayam yang dibelikan oleh Fatih.Tak lama kemudian Wulan pun turun, dengan sempoyongan
Setelah Dokter mengumumkan kehamilan Eva, Bu Ratna terus saja mencemooh Wulan. Tiap hari Wulan akan dibanding-bandingkan dengan menantu kesayangannya itu. Bu Ratna memperlakukan Eva seperti ratu, apapun yang Eva suruh Bu Ratna akan senang hati melakukannya. "Mas, aku mau mangga muda dong, tolong suruh si Wulan atau ibu yang beliin," rengek Eva manja."Tapi ini kan sudah malam Eva, mana ada toko yang buka jam segini," sahut Fatih yang sedang memijat kaki istri mudanya itu. Pria itu melihat jam yang menempel di tembok sudah menunjukan pukul dua belas malam."Tapi Mas, aku maunya sekarang! Cepet bagunin Wulan suruh beli,""Ya sudah, biar Mas aja yang beli,""Gak mau! Aku maunya Wulan yang beli!" "Aduh Eva, kamu jangan aneh-aneh deh, ini kan sudah malam, lagian Wulan nggak bisa bawa mobil. Mana mungkin aku suruh dia keluar nyari mangga," "Dia kan bisa naik ojol, Mas, pokoknya aku nggak mau tau. Aku pingin makan mangga yang di belikan Wulan, titik!" ucap Eva tak mau di bantah.Dengan be
"Maksud ibu apa? Kenapa ibu bilang ini semua karena Wulan?" tanya Fatih. "Ibu! Kenapa ibu diam saja? Ayo jawab, Bu? Apa maksud ibu bilang seperti itu?" "I-ibu salah ngomong, Fatih. Ma-maksud ibu bukan k-karena Wulan, maksud ibu … " ucap Bu Ratna terjeda."Apa maksud ibu?" Fatih menatap ibunya penuh curiga."Ah, sudahlah Fatih, tidak usah dibahas lagi, lebih baik sekarang kita fokus saja pada Kakakmu, kita cari solusi biar dia cepet siuman," sahut Bu Ratna mengalihkan percakapan. Fatih terdiam, ia yakin ada yang tidak beres dengan ibunya. 'Ibu pasti merahasiakan sesuatu dariku, aku yakin' ini pasti ada hubungannya dengan Wulan,' batin Fatih menduga-duga.***Satu minggu sudah Sarah di rawat di rumah sakit, Dokter sudah menyampaikan bahwa Sarah akan lumpuh, terutama pada bagian wajah, kaki dan tangan, untuk saat ini ia harus menggunakan kursi roda karena Sarah dipastikan tidak akan bisa jalan. Tangan dan wajah pun mengalami kelumpuhan yang menyebabkan ia tidak akan bisa bicara karena
Fatih menggendong Sarah dan memindahkannya ke sofa. Bu Ratna bergegas mencari minyak angin dan mengolesi hidung Sarah. Namun, Sarah tak juga sadar."Aduh Fatih bagaimana ini? Sudah satu jam gak sadar juga kakakmu ini, ibu jadi cemas, kira-kira kenapa yah?""Ya udah Buk, kita bawa aja ke dokter. Siapa tau mbak Sarah bukan pingsan biasa. Soalnya tumben banget pingsan lama begini," usul Fatih. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk membawa Sarah ke rumah sakit. Selama di rumah sakit Sarah di periksa oleh beberapa Dokter. Namun, sampai saat ini Sarah belum juga sadar. Bu Ratna begitu cemas, ia benar-benar khawatir dengan Sarah. Ia takut Sarah kenapa-kenapa. Apa lagi tempo hari Sarah pernah bilang kepada ibunya jika dia meminum sisa racun yang diberikan kepada Wulan. 'Apa mungkin ini efek racun itu? Apa mungkin racun itu sudah bekerja?' Batin Bu Ratna cemas."Ibu kenapa si? Gelisah terus dari tadi?" tanya Fatih pada ibunya yang terlihat sangat cemas tak seperti biasanya."Ibu takut, Fatih.