"Amanda! Dengarkan, suamimu akan pergi ke sebuah hotel dengan Francesca sore ini!"
Seruan keras dari sahabatnya dalam telepon yang diterimanya setengah jam yang lalu itu, masih jelas terngiang oleh Amanda hingga ia bergegas mengendarai mobilnya dan menuju ke sebuah alamat hotel yang tak jauh dari butiknya untuk melakukan sebuah pengintaian.
Dan benar saja, dengan informasi waktu yang diberikan oleh Jessica sahabatnya, Amanda kemudian menanti di depan sebuah hotel yang telah disebutkan dalam pesan singkat darinya itu untuk memastikan kebenaran ucapannya.
Hanya selang beberapa menit saja setelah ia sampai dan mengintai di area sisi hotel, muncullah sebuah mobil hitam yang dikenalinya meluncur perlahan mendekati area lobi. Mobil yang tak lain adalah milik suaminya, Logan, berhenti tepat di depan pintu masuk hotel.
"Tak mungkin," lirih Amanda tercekat saat ia kemudian melihat sepasang penumpang yang keluar dari dalam mobil tersebut. Ia membeku karena merasa shock.
Lelehan air mata sontak mengalir deras dari kedua pelupuk wanita cantik yang tengah duduk di dalam mobilnya dan mencengkeram kemudi, hingga membuat jemarinya memutih saat ia melihat sepasang pria dan wanita yang ia kenal kemudian berjalan memasuki hotel.
Sesosok pria yang tegap yang merupakan suaminya itu sedang membelitkan lengannya pada pinggang ramping seorang wanita yang tengah menyandarkan kepalanya di salah satu sisi pundaknya ketika mereka berjalan beriringan memasuki lobi hotel bersama-sama.
"Ternyata benar selama ini kau telah membohongiku dan mempermainkanku, Logan!" geram Amanda dengan isak tertahan sambil menyaksikan pasangan yang telah hilang dari pandangannya itu.
Tak ingin menunggu terlalu lama, akhirnya ia memutuskan untuk turun dari dalam mobilnya dan bergegas masuk ke dalam hotel untuk mengikuti pasangan itu.
Ia menelan ludahnya dan menata lagi hatinya yang berkecamuk saat sepasang punggung yang jelas dikenalnya itu mulai masuk ke dalam lift. Ia refleks bersembunyi pada balik pilar saat kemudian Logan dan Francesca, mantan kekasih suaminya yang masih bergelayut manja itu berbalik setelah mereka memasuki lift kosong.
Beberapa saat setelahnya ketika lift telah menutup, lift ke dua di sebelahnya kemudian terbuka. Amanda yang sigap, segera masuk ke dalam lift kosong tersebut untuk mengejar pemberhentian pasangan itu hingga ia tiba di salah satu lantai.
Di depannya, hanya berjarak belasan langkah, akhirnya Logan dan Francesca terlihat berhenti di sebuah pintu kamar setelah keduanya sampai. Lagi-lagi, Amanda dengan sigap kemudian menghilang di balik tembok yang tepat berada di sebelah kamar tersebut untuk menyembunyikan dirinya agar dapat mengintai dengan aman.
"Temani aku malam ini, please." Terdengar jelas olehnya ucapan Francesca yang sedikit seperti mendesah saat Logan membuka pintu kamar tersebut dengan sebuah kartu masuk. "Kau tahu bahwa kondisiku sekarang sedang tak baik-baik saja, bukan? Ini semua karenamu."
"Aku tahu, tapi ...."
"Please, Logan," potong Francesca cepat sebelum Logan bisa sepenuhnya menjawab. "Sudah lama sejak terakhir kali kita bersama dan sejak aku mengalami keguguran itu. Tak bisakah kau menemaniku lagi? Bukankah kau sudah berjanji bahwa kau akan bertanggungjawab padaku dan meluangkan sedikit waktumu untukku seperti yang telah kau lakukan selama ini?"
"Oh," lirih Amanda tertahan. Ia begitu terkejut mendengar ucapan Francesca dan buru-buru membekap mulutnya sendiri agar tak mengeluarkan isak tangis yang seketika kembali pecah karena kekecewaan hatinya yang telah remuk redam setelah mendengar ucapan Francesca yang penuh makna dan begitu jelas itu.
Namun, tangis tanpa suaranya tak berlangsung lama karena kemudian tampak seorang pelayan keluar dari dalam lift dengan troli dorong miliknya dan kemudian berhenti di pintu kamar tersebut. Amanda sendiri kemudian menunduk dan berpura-pura sebagai tamu hotel yang sedang sibuk mencari sesuatu di dalam tasnya agar tak menimbulkan kecurigaan.
"Pesanan untuk Tuan Logan," ucap pelayan tersebut saat ia berhenti tepat di depan pintu kamar yang dituju. "Silakan, Tuan dan Nyonya Logan. Pesanan yang sama seperti biasa dengan kamar yang sama. Karena kalian merupakan tamu spesial eksklusif kami yang selalu memesan kamar dengan pelayanan khusus selama dua tahun ini, maka kami juga akan menjamu makan malam sebagai persembahan pelayanan dan rasa terima kasih."
"Wow, sungguh menyenangkan, terima kasih." Terdengar suara Francesca yang riang yang kemudian mempersilakan pelayan tersebut masuk. Ia sendiri kemudian menarik lengan Logan agar dapat mengikutinya.
Karena tak terdengar lagi suara percakapan, Amanda yang penasaran kemudian keluar dari persembunyiannya. Ia melihat pintu kamar yang dimasuki oleh Logan dan Francesca yang masih sedikit terbuka.
Dengan rasa ingin tahu, Amanda melangkah mendekat dan mengintip dari balik celah. Ia kembali tertegun saat melihat pemandangan di hadapannya. Sebuah kamar mewah dengan taburan bunga dan hiasan cantik sudah tertata di atas ranjang itu. Siapa saja pasti tahu bahwa kamar tersebut adalah jenis kamar romantis yang dirancang untuk berbulan madu bagi tamu berpasangan.
"Ini sempurna!" seru Francesca. Terlihat ia kemudian memeluk Logan dengan senyum bahagianya.
Amanda sesaat merasa mual karena emosinya yang tercekat. Ia kemudian menyeret kakinya untuk buru-buru berlari dan kembali masuk ke dalam lift karena begitu terguncang.
"Dasar pria pembohong!" geramnya sambil menggertakkan giginya.
"Jadi, selama ini benar kau masih menemuinya ya? Apa ia juga mengandung anakmu yang keguguran? Oh, teganya kau, Logan!" lirih Amanda lagi sambil bersandar lemah di dalam lift. Ia seketika merasa hancur dan menyesal dengan pernikahannya.
Amanda lalu mengelurkan ponsel dari dalam tasnya dan menekan sebuah nomor. Dengan menahan isak tangisnya, Amanda kemudian berbicara, "Ha ... halo, Jess," sapanya saat nomor yang dituju menjawab panggilannya.
"Aku akan mengakhiri semuanya. Tolong antarkan Andrew ke rumah. Aku akan segera menyusul kalian," lanjutnya lagi dengan nada berat yang bergetar.
"Ting!"
Pintu lift yang terbuka, menyudahi panggilan telepon Amanda yang kemudian memutuskan untuk mematikan ponselnya tanpa menunggu jawaban dari Jessica, si penerima telepon. Ia keluar dari lift dengan wajah sembab dan mata yang masih memerah.
Sambil melangkah penuh dendam, ia kemudian mengingat lagi bagaimana perlakuan dingin Logan padanya sejak bertahun-tahun yang lalu selama pernikahan mereka berjalan. Walau selama lima tahun ini mereka selalu berada dalam satu kamar dan ranjang, namun pria itu tak pernah menyentuhnya. Benar-benar tak pernah. Dan kini, ia jelas tahu apa penyebabnya.
"Bodohnya kau, Amanda, bodoh, bodoh!" rutuknya kesal setengah berteriak saat ia masuk ke dalam mobilnya dengan membanting pintu karena menyesali kebodohannya selama ini.
Meski dari awal ia juga tahu bahwa pernikahannya dengan Logan semata-mata hanya karena bayi yang sedang ia kandung saat itu akibat kecelakaan semalam dengan pria yang masih menjadi bosnya kala itu, namun ia tetap merasa sakit hati dan kecewa karena pengkhianatan Logan di belakangnya.
Setelah beberapa saat mencoba meredakan emosinya, Amanda kemudian mengeluarkan ponselnya lagi dan menekan sebuah nomor. Dan tak berselang lama, nomor tersebut menerima panggilannya.
"Halo, Amanda?" jawab Logan, si penerima telepon.
"Kau di mana?" tanya Amanda dengan nada bergetar.
"Aku baru saja selesai meeting. Mengapa? Ada apa? Tak biasanya kau meneleponku dan ...."
Amanda tertawa kecil karena jawaban Logan dan nada herannya. "Oh, ya? Benarkah? Meeting di dalam suite room dengan ranjang penuh taburan bunga?" balas Amanda sinis.
"Amanda? Apa maksudmu?" jawab Logan terkejut.
"Dasar berengsek kau! Kau kira aku tak tahu apa yang sedang kau lakukan sekarang?" seru Amanda keras dengan napas menggebu dan dada yang naik turun karena luapan emosinya.
"Tenanglah, Amanda. Tolong jelaskan dulu ada apa ini? Kau di mana sekarang?" Masih terdengar nada keterkejutan dari Logan.
"Oh, diam kau pembohong! Aku membencimu, Logan! Benar-benar membencimu, apa kau tahu itu!" serunya kemudian sambil menelungkupkan kepalanya di atas kemudi dan kembali menangis meraung setelah mematikan teleponnya. Ia tak memberi kesempatan pada Logan untuk berbicara karena tak ingin mendengar kebohongannya.
Amanda yang kalut, kemudian mulai menyalakan mesin mobilnya dan menginjak pedal gas dalam-dalam sebelum kemudian ia melaju meninggalkan hotel sialan yang tengah menjadi saksi bisu perselingkuhan itu.
"Cukup sudah! Aku tidak akan membiarkan diriku dibodohi lagi olehmu! Bersiaplah, Logan Maximillian Langdon. Bersiaplah untuk tak melihat anak dan istrimu lagi! Jangan harap kami akan muncul di hadapanmu lagi! Dasar pria berengsek! Aaakkkhh!!"
Teriakan frustasi dan amarah Amanda seketika menjadi teriakan ketakutan saat ia yang mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba oleng dan menabrak bahu jalan di jalanan sepi dengan benturan yang cukup keras.
"CIIIT ... BRAAKKK!"
Decitan rem dan hantaman dahsyat seketika membuat mobil Amanda terhenti setelah berputar dan berguling beberapa kali dengan sisi depan mobil yang begitu hancur. Dan Amanda sendiri ... tak sadarkan diri.
____****____"A ... apa? Kecelakaan? Ba ... bagaimana bisa? Katakan dengan jelas!" teriak Logan yang terdengar sangat panik saat menjawab panggilan telepon yang berasal dari nomor istrinya itu.Ia yang sebelumnya telah terkejut karena menerima telepon dari Amanda yang tiba-tiba mengamuk, tak pernah menyangka akan mendapat telepon yang mengejutkan lagi untuk kedua kalinya dari nomor yang sama."Istri Anda, Amanda Freesia Langdon telah mengalami kecelakaan dan kami sedang membawanya ke rumah sakit terdekat, Pak!" seru pria yang sebelumnya mengaku sebagai petugas medis itu pada Logan, sang suami."Kami akan membawa istri Anda ke Royal North Hospital. Segera ke sana karena kami membutuhkan persetujuan Anda untuk operasi darurat! Halo, Pak, Pak, apa Anda masih mendengarkan?" lanjutnya lagi saat si penelepon tak segera mendapat jawaban.Logan yang membeku, untuk beberapa saat tak mampu berkata apa-apa karena mendadak ia merasa begitu berputar dan tercekat karena berita yang mengejutkan itu. "Ba ... baik
"Amnesia? Apa maksud ucapanmu, Dokter? Apakah maksudmu istriku tak bisa mengenaliku lagi atau apa?" tanya Logan tak percaya setelah beberapa saat yang lalu ia mendengar dokter Bern memberi penjelasan tentang kondisi istrinya."Tuan, tenanglah dahulu. Ini hanya dugaan sementara mengingat bagaimana reaksi istri Anda tadi setelah sepenuhnya siuman. Maka dari itu, kami akan melakukan pemeriksaan kembali untuk memastikan kondisi Nyonya yang sebenarnya.""Namun, mengingat bagaimana ia bereaksi tadi terhadap Anda, kurasa ... Anda harus mempersiapkan diri dan tak terlalu menekannya jika ia memang benar sedang mengalami amnesia. Dan jika dilihat dari sikap istri Anda, kurasa benar ia mengalami amnesia.""Ta ... tapi, Dokter ... bagaimana itu bisa terjadi? Apakah maksudmu ia akan melupakanku selamanya? Tidakkah ia hanya meracau saja karena efek obat bius atau semacamnya yang belum sepenuhnya hilang?""Tuan Logan, perlu diingat, istri Anda mengalami pendarahan yang hebat pasca kecelakaan tersebu
Logan lalu kembali ke kamar Amanda malam itu setelah ia menerima kabar bahwa Amanda telah terbangun lagi ketika efek obat penenang telah habis. Ia menemui Amanda yang telah dipindahkan ke ruang perawatan setelah seorang perawat memberitahunya.Dengan perlahan, Logan masuk ke dalam kamar tersebut dan mendapati Amanda tengah bersandar pada ranjang dengan posisi setengah duduk. Ia sejenak merasa canggung ketika ia mendekat ke arah ranjang Amanda. Wanita itu hanya menatap kedatangannya dalam diam tanpa berkata apa-apa. "H ... hai," sapa Logan dengan canggung pada Amanda. Ia menarik salah satu kursi agar dapat duduk di samping ranjang Amanda.Kekikukan kembali melandanya saat Amanda masih menatapnya dengan ekspresi yang tak dapat Logan tebak. "Apa yang kau rasakan sekarang, Sayang?" tanya Logan lagi dengan suara yang masih sedikit serak karena menekan emosinya beberapa saat lalu.Amanda sedikit menunjukkan reaksi dengan memalingkan wajahnya saat Logan memanggilnya dengan sebutan sayang, n
"Apa yang sebenarnya terjadi pada istri Anda, Tuan? Bukankah sudah kukatakan bahwa sebaiknya menghindari hal-hal atau pembicaraan sensitif yang mungkin dapat membuatnya tertekan? Biarkan Nyonya Amanda kembali pulih seutuhnya dahulu agar lukanya dapat membaik dengan benar."Dokter Bern menghela napasnya setelah berucap pada Logan. Ia kemudian mengeluarkan berkas dan menyodorkannya pada Logan. "Ini adalah hasil pemeriksaan istri Anda. Dan benar, kami menyimpulkan Nyonya Amanda sedang mengalami amnesia, kemungkinan akibat dari shock atau trauma yang dideritanya karena kecelakaan itu.""Hasil operasinya terlihat bagus jika kau mungkin mengkhawatirkan itu. Tak ada kerusakan otak atau pun syaraf yang mungkin bisa berakibat fatal padanya. Maka, karena itu kami bisa menyimpulkan bahwa amnesia yang dideritanya adalah karena trauma akibat kecelakaan tersebut, Tuan," jelasnya kemudian."Walau begitu, perlu Anda ingat, Tuan, istri Anda masih memerlukan ketenangan dan lingkungan yang kondusif di s
Logan mengembuskan napasnya perlahan seolah telah terbiasa memaklumi sikap ketus dan dingin istrinya. Ia tak bereaksi apa pun atau menunjukkan kesenduannya setiap kali Amanda bersikap kejam padanya. Ia hanya akan memakluminya dengan bersikap sabar."Benarkah? Tapi kulihat kau sudah jauh lebih cerah dan segar hari ini," balas Logan sambil tersenyum.Ia kemudian memeriksa perban yang melekat di kepala Amanda. Perban yang sudah tak terlalu tebal dan banyak melilit bekas luka operasi istrinya itu, menandakan kepulihan Amanda yang terlihat cukup signifikan. Dalam hati ia merasa begitu puas."Bagus, lukamu pun sudah hampir mengering sepenuhnya. Bukankah itu hal yang bagus, Sayang?" Sambil berucap, Logan menyentuh perlahan wajah lembut Amanda dengan jemarinya secara kasual yang membuat Amanda sedikit tersentak."Bagus jika itu bisa membuatmu senang," ucap Amanda dengan nada manis namun terkesan sebaliknya."Tentu saja aku senang. Istriku mengalami proses pemulihan yang terbilang bagus, menga
Logan kemudian mendekat ke arah Francesca. "Bagaimana kau bisa kemari, Francesca? Maksudku, Amanda saat ini masih belum dapat ....""Menerima tamu lain selain keluarga maksudmu?" potong Francesca cepat. "Maaf, selain hanya mendengar sekilas kabar darimu, aku juga telah mendengar dari Mom. Ah, maksudku dari ibumu. Ia bahkan terlihat khawatir karena kau belum mengizinkannya untuk menjenguk menantunya. Maka dari itu, aku berinisiatif untuk datang kemari, karena Amanda juga telah seperti saudari bagiku, bukan?" ucap Francesca sambil tersenyum manis.Mendengar jawaban Francesca, Amanda seolah ingin tertawa dan meledak secara bersamaan. Ia diam-diam memutar kedua bola matanya dan tersenyum sinis saat berpikir bagaimana kemampuan akting Francesca yang bersikap manis itu membuatnya begitu muak. Terlebih saat ia mengingat lagi bagaimana sikap genit dan manja yang wanita itu lakukan pada Logan tempo lalu di hotel itu."Kau telah bertemu dengan Mom, rupanya." Logan mengangguk kecil walau masih d
Logan sesekali menatap Amanda yang memalingkan wajah darinya dan menatap ke arah jendela saat mereka dalam perjalanan pulang sore itu pada keesokan harinya.Edie, sopir pribadinya mengendarai mobil dengan kecepatan sedang dan berhati-hati ketika melintasi jalanan dalam perjalanan membawa istrinya kembali. Ia pun telah memerintahkan para pelayan di rumahnya untuk mempersiapkan kamar dengan peralatan khusus agar Amanda merasa nyaman dalam masa pemulihannya yang mungkin dapat memakan waktu beberapa minggu hingga bulan itu. Tak lupa, perawat profesional telah ia sewa selama masa pemulihan Amanda di rumah.Logan sejenak teringat lagi kemarin bagaimana Amanda menangis saat ia terbangun dari tidurnya di samping istrinya yang sudah terisak itu. "Aku ingin pulang sekarang," ucap Amanda kala itu ketika Logan mendapatinya menangis."Pulang? Mengapa? Apakah kau sudah tak nyaman di sini?" tanyanya sambil berpikir sejenak."Aku ingin pulang dan bertemu Andrew," jawab Amanda jujur.Ada jeda sejenak
Setelah Logan melepas sabuk pengaman Amanda, ia kemudian bergegas membuka pintu penumpang untuknya. Ia dengan sigap memposisikan dirinya dengan menyisipkan kedua lengannya di belakang tubuh Amanda yang masih setengah berbaring."Apa yang akan kau lakukan?" tanya Amanda waspada saat melihat gestur tubuh Logan yang bersiap untuk membopongnya. "Aku akan memakai kursi roda saja," lanjutnya defensif ketika tubuhnya menempel dengan posisi yang sempurna pada dada bidang Logan."Itu akan terlalu lama dan akan menimbulkan guncangan saat melewati permukaan terjal," balas Logan cepat.Hanya dalam hitungan detik, Logan kemudian berhasil mengeluarkan Amanda dengan hati-hati dari dalam van dan membopongnya dengan kedua lengan kokohnya seolah Amanda adalah benda rapuh yang ringan."Pegangan padaku jika kau tak ingin terjatuh," ucapnya lagi yang kemudian dilakukan dengan patuh oleh Amanda sembari mengalungkan kedua lengannya pada leher pria itu."Mommy! Mommy!" teriakan kegirangan dari Andrew saat Lo
"Apa maksudnya Anda memintaku untuk menemani perjalanan bisnis Anda? Mengapa?" ucap Bella sambil membetulkan letak kacamatanya dan menatap Liam tak percaya setelah pria di hadapannya itu mengutarakan maksudnya beberapa saat tadi."Ya, kau sudah mendengarnya, bukan? Aku akan ada perjalanan dinas selama seminggu untuk proyek baru perusahaan. Aku ingin kau ikut denganku karena kau adalah asistenku. Apakah ada yang salah?" tanyanya.Bella mengembuskan napasnya dengan sedikit keras. Ia kemudian melepas kacamatanya dan memijat tepat di pangkal tulang hidung, di antara kedua matanya tanda frustasi. "Begini, Tuan Liam, tidakkah Anda tahu benar apa inti dari pertanyaanku?"Dengan menahan kesalnya Bella kemudian meletakkan kacamatanya di atas meja kerjanya dan berdiri menghampiri bosnya itu agar dapat sejajar dengannya."Baru sebulan ini Anda menempatakanku di dalam ruangan yang sama dengan Anda dan mengajariku banyak hal untuk menjadi asisten pribadi yang profesional sesuai yang Anda mau. Tapi
"Apa yang sebenarnya telah kau lakukan hingga kau dapat mengambil posisi Iris?" tanya seorang pria berkacamata pada Isabella saat ia menghadap pada sekretaris Liam, pria yang bernama Peter itu.Seperti yang pernah ia dengar, Peter yang merupakan sekretaris sekaligus sahabat bos mereka itu tak terlalu ramah pada karyawan wanita. Dan sekarang memang terbukti karena pria itu terlihat sangat tegas. Pria bernama Peter yang lebih mengedepankan rasionalitas dan pekerjaan itu, terkenal sangat detail dan perfeksionis."Karena kurasa Iris melakukan kesalahan yang membuat Tuan Liam tak suka, kurasa," ucap Bella apa adanya.Peter menggeleng kecil dan mengembuskan napasnya."Dengar Nona Isabella, kulihat kau tak memiliki pengalaman sebagai seorang sekretaris mau pun asisten atau semacamnya. Entah kesalahan apa yang telah Iris perbuat hingga Liam menurunkannya. Tapi, karena kau adalah penggantinya, maka aku akan memperingatkanmu di awal sebelum terlambat. Jangan pernah mencoba mengacaukan pekerjaan
"Memang sungguh kasihan. Padahal ia masih muda. Jika aku menjadi dirinya, aku tak akan menyia-nyiakan begitu saja tubuh dan wajahku itu. Sungguh sayang sekali, bukan? Terlalu mencintai seseorang memang akan berakhir tragis saat tak bisa mendapatkannya." Walau tak berbicara dengan suara lantang, namun percakapan antara seorang wanita berkemeja biru pada lawan bicaranya, wanita berambut pendek berkemeja putih itu nyatanya terdengar juga di telinga seorang gadis yang sedang duduk di balik tembok penyangga di atas atap pada siang itu. "Bagus, aku malah mendengar gosip murahan di sini," gumam gadis itu sambil membuka kotak bekal makan siangnya. "Kupikir ini adalah tempat yang tenang." Gadis berkacamata itu memutuskan untuk tak menghiraukan obrolan dua karyawan lainnya yang ada di balik tembok. Ia dengan tenang kemudian mulai menyantap makanannya. "Ya, benar, bukan? Sungguh sangat disayangkan. Bos kita memiliki tubuh yang sangat bagus. Jika aku adalah wanita yang dicintainya, aku pasti a
Dua tahun kemudian ... "Selamat pada kalian, Tuan-Tuan, bayi kalian telah lahir dengan selamat dan sehat," ucap seorang perawat yang terlihat di dalam televisi layar lebar. Lalu, sorotan beralih pada dua orang pria gagah yang tengah berpelukan dengan haru setelah mendengar berita tersebut. "Lihat wajahmu," ucap Logan terkikik geli sambil menekan tombol berhenti pada televisi layar lebar miliknya yang ada di ruang santai itu. "Jangan mengejekku. Kau sendiri terlihat lucu dengan wajah itu. Tubuh besarmu pun rupanya tak mampu untuk tak bereaksi saat mereka memberi tahu kelahiran putrimu, kan?" balas Wade yang duduk di sebelahnya sambil mencomot keripik yang ada di hadapannya sambil tertawa kecil. Logan dan Wade kini sedang duduk sambil memangku putra dan putri mereka masing-masing. Ya, Jessi dan Amanda sama-sama telah melahirkan bayi mereka dalam waktu yang bersamaan dua tahun lalu. Dan kini, mereka sedang merayakan ulang tahun kedua bayi yang lahir bersamaan itu dengan santai di ked
Keesokan harinya ....Rupert yang memiliki wajah yang terlihat kusut, pagi itu datang ke kediaman Logan. Ia bersama putra dan menantunya kini telah duduk saling berhadapan. Amanda dan Logan sendiri pun sudah dapat mengerti apa yang sedang dirasakan pria itu hanya dengan melihat raut wajahnya yang muram."Jadi, kau memang mendatangi Patricia, benar? Karena itu Sammy menolak semuanya."Logan mengembuskan napasnya dan mengangguk. "Ya, Dad, aku memang mendatanginya.""Lalu mengapa ia memberikan sahamnya dengan namamu?" gumamnya frustasi."Itu karena ia tak ingin Sammy mengambil alih perusahaan Langdon. Bukankah kau juga tahu akan hal itu?" jawab Logan tenang."Tapi mengapa? Bukankah itu juga hal yang bagus untuk putranya?!" ucap Rupert seolah tak mengerti.Ucapan Rupert membuat Logan memicingkan matanya dan menatap Rupert tak suka. "Putranya? Kau kira kau hanya memiliki satu orang putra saja? Apakah kau sadar dengan apa yang telah kau lakukan, Dad?" geramnya."Aku telah bersalah pada Patr
Ayolah, Sayang. Sampai kapan kau akan memasang wajah sebal padaku seperti ini? Bisakah kita tidur dengan damai tanpa kekesalan malam ini?" ucap Logan sambil memeluk sang istri dan mencium bahunya.Amanda yang kini sedang berbaring memunggunginya, tak menjawab bujukan Logan. Ia jelas masih merasa kesal sepulang kunjungan mereka dari dokter kandungan sejak mereka pulang sore tadi yang memang menyatakan dirinya telah hamil lima minggu."Apa kau tak merasa senang akan memiliki putri yang begitu cantik dengan perpaduan wajah seperti dirimu dan diriku, Sayang?" rajuk Logan lagi.Mau tak mau Amanda tersenyum geli. "Oh, please, kita bahkan belum tahu jenis kelamin bayi kita apa karena ia masih terlalu kecil.""Ah, kau sudah tersenyum. Itu lebih baik. Maafkan aku, Sayang. Jangan terlalu membenciku, ya?" Kali ini Logan membalikkan tubuh istrinya dan membelai wajahnya."Aku tak kesal karena memiliki bayi kita, tahu. Tapi aku kesal karena kau membohongiku!"ucap Amanda.Aku tahu, aku tahu, aku aka
Amanda, Logan, Sammy, dan Patricia kini telah duduk melingkar di sebuah meja yang berada di area taman belakang. Setelah Wade, Alan, dan pengacara Grey pergi, mereka meneruskan pembicaraan di dalam rumah. "Jadi, sekarang kau sudah mengerti mengapa aku melakukan ini, bukan?" ucap Patricia pada Sammy. "Sudah cukup aku berurusan dengan pria itu, Sammy. Aku ingin hidup tenang denganmu tanpa memikirkan apa pun. Karena itulah, aku menyerahkan Royal Triumph padamu setelah kau lulus dengan sekolah bisnismu dan kau mampu mengambil alih semuanya." "Jika masih ada harga diri yang tersisa dari diriku, itu adalah perusahaan kakekmu dan nama belakangmu. Aku tak menginginkan namamu menjadi Langdon karena itu tak akan mengubah apa pun. Henson adalah nama belakangmu sejak kau lahir dan akan seterusnya seperti itu." "Mengertilah, Sammy. Bisakah kali ini kau menghentikan semua dan melepaskan hal yang sia-sia itu? Karena aku sungguh-sungguh tak menginginkan untuk hidup bersama pria itu lagi. Tolong, a
"Apa? Menikah? Mereka berdua? Secepat ini?" ucap Logan tak percaya saat Amanda memberitahukan berita mengejutkan tentang rencana pernikahan Wade dan Jessi."Yap. Tiga hari lagi mereka akan mengadakan pernikahan sekaligus resepsi.""Wow, apa Jessi sedang ha ....""Hei!" potong Amanda cepat. "Memangnya kita? Ia tak sedang hamil. Walau ya, Wade memang menginginkan memiliki anak secepatnya. Mungkin karena itu akhirnya mereka mempertimbangkan untuk segera menikah.""Ck, mereka pandai memilih waktu yang sangat 'tepat' di saat-sat seperti ini!" gerutu Logan.Amanda tertawa kecil. "Tak apa. Kita bisa menyelesaikan masalah perusahaan setelah menghadiri pernikahan mereka sejenak. Kediaman Patricia juga tak terlalu jauh dari sana, bukan? Lagi pula, ia sudah seperti keluargaku sendiri. Tak mungkin jika aku tak hadir di pernikahan itu," ucap Amanda."Aku mengerti. Baiklah, kita memang harus tetap hadir di sana."****Tiga hari kemudian ...."Cantik sekali mempelai kita!" ucap Debora, ibu Amanda ke
Logan dan Amanda sama-sama berkutat pada pekerjaannya masing-masing di dalam ruang kerja, dari siang hingga sampai malam menjelang. Mereka begitu fokus karena harus mempersiapkan proposal dan rincian detail yang masing-masing nanti akan mereka gunakan untuk menarik dukungan dari para pemegang saham agar kedudukan Logan menguat untuk dapat menolak keputusan Rupert yang diusulkan secara sepihak tersebut."Logan, seperti yang kita duga, ternyata saham Tuan Baron telah ia jual dengan identitas pembeli yang masih belum diketahui karena tak tercantum dalam informasi," ucap Amanda sambil menyerahkan selembar berkas pada suaminya.Logan membetulkan letak kacamatanya dan meneliti berkas tersebut dengan serius. "Ya, kau benar. Aku akan mencari tahu."Logan kemudian mengeluarkan ponselnya. Ia menekan sebuah nomor dan menanti panggilannya terjawab.Logan berbicara di teleponnya sekitar lima belas menit dengan seseorang yang ia hubungi sebelumnya. Pembicaraan yang serius rupanya berjalan baik. Ia