"Argh! Dari kemarin aku selalu mendengar kata itu dari Paman. Benih , benih dan benih! A-aku pastikan dia tidak akan mengandung anakku!""Hahk! Kalau kamu ingat melepasnya di luar kemarin, bagaimana ternyata di dalam? Atau, kamu sudah memperlengkapinya postinur?" "Cukup, Paman! Aku tidak kenal apa itu postinur! Sekarang bantu aku menyelidiki siapa sebenarnya Selena sekretarisku itu, Paman. Tapi aku harap Paman sembunyikan ini dari siapapun apalagi dari Kakek.""Wahh, semudah itu kamu mengabaikan kemungkinan sekretaris mu itu hamil, Aditya? Tidak cukup menyusahkan semua orang dengan benihmu di rahim Selena dulu? Ini mau membuat kesusahan lagi, hakh?"Aditya tidak berdaya membantah. Semua yang dikatakan paman Grove itu benar. Bahkan hampir semua perusahaannya hampir bangkrut karena kegilaannya mencari-cari Selena dan anaknya."Paman, aku mohon kali ini saja dengarkan aku bicara. Bantu aku menyelidiki---""Jadi, bagaimana pencarian Selena dan anakmu itu?" gegas paman Grove memotong."A
Selena tak henti mencebik kesal, bergumam dalam hati, 'Rasain lah, agar kamu tahu bagaimana rasanya tidak dihargai.'Selena tertawa diam-diam mengejek Aditya. Dia tak berkaca sikapnya begitu menjijikan. Terlalu sombong, sok tidak butuh dengan penawaran Hendra tadi. Kita lihat saja nanti dia butuh apa gaknya.Ohh, lihatlah perusahaan Wiguna, kalau bukan karena Tuan Collins, perusahaan itu sudah lama bangkrut. Sadarrr, Aditya! Apa yang pantas kamu banggakan lagi? Perusahaan Adiguna Jaya ini juga sama hampir bangkrut, sampai-sampai Tuan Collins memutasikan dirinya ke sini guna membantu Aditya.Tunggu! Sehebat itu diriku di mata Tuan Collins? Apa itu artinya aku jauh lebih memiliki skill dalam meng-handle perusahaan ini daripada Aditya, cucu kesayangannya yang tahu cuma merengek saja?"Selena! Kamu mendengar aku bicara! Dari tadi senyum-senyum sendiri!" sarkas Aditya mengagetkan Selena yang melamun.Selena berjengit kaget melihat Aditya sudah berdiri di depan mejanya. Mati aku! Sejak
"Lain kali Anda berpikir dulu sebelum merebut cek saya, pak Aditya yang terhormat. Alih-alih menuduh saya mencuri cek Anda. Apa maksud Anda ingin merendahkan saya?" tuduh Selena menghenyakkan duduknya santai di kursinya.Aditya membola, apa-apaan Selena menuduhnya merebut cek itu? Jelas yang memberikannya juga tadi ia sendiri. Merendahkannya? Sial! Cek itu aturan milikku!"Aku me---""Tidak perlu meminta maaf, Pak. Saya bisa mengerti ini hanya kesalahpahaman saja."Hakh, kenapa dia? Seolah aku yang salah. Sikap dan ucapannya itu benar-benar membuatmu marah."Kamu---""Sudahlah!" potong paman Grove menarik tangan Aditya keluar dari ruangan.Sepeninggalan keduanya, Selena melemparkan cek di tangannya ke dalam laci mejanya."Aditya sudah mulai berani mau menamparku? Dia pikir aku tak berani melaporkannya ke Tuan Collins?" Selena bergumam kesal.Waktu berputar sampai jam pulang Aditya tidak lagi kembali ke perusahaan. Selena pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya.Selena berjalan mala
Meski masih sangat kesal pria sangar itu telah merobek-robek uangnya tadi, Selena tetap bertanya sopan. "Berapa yang Anda minta? Karena saya lihat lukanya kecil saja, itu cukup diolesi minyak luka sudah sembuh.""Jangan mengajariku, Gadis bodoh! Sudah aku jelaskan tadi diawal, paham?""Iya, sangat jelas dan paham. Tapi, menurut yang saya lihat, untuk diamputasi luka kecil kaki begitu, masih kurang memenuhi syarat amputasi dari dokter. Mungkin saya bisa membantu mempercepat proses amputasi kaki Anda."BUKKBUKKSelena mengayun cepat kaki kanannya hingga ujung sepatunya yang runcing dan keras, mendarat kuat di luka kecil pria tersebut."Aduh, bang-sat! Apa yang kamu lakukan, Gadis murahan?" "Masih kurang? Gadis murahan ini akan membantu mewujudkan mimpi Anda agar secepatnya diamputasi."Selena mengayun kakinya membabi-buta sampai pria tersebut terus saja meringis dan meminta ampun."Hentikan, Gadis gila!" umpat pria tersebut terduduk seraya memegangi luka kakinya.Selena mencebik meli
"Tahan dulu, Paman. Aku hanya ingin tahu apa kegiatan Selena sepulang dari perusahaan. Besok kita atur rencana lain, Paman.""Oke, sipp. Kos nya yang sebelah mana?""Pagar paling ujung, Paman."Paman Grove mengangguk kemudian masuk ke mobilnya, mulai mendekati kos Selena.Sementara dengan Selena, setelah puas bercengkerama dengan Baby Lea di rumah Sharon, ia gegas membersihkan tubuhnya. Jam delapan malam nanti ia sudah janjian melanjutkan pembicaraan mereka yang terjeda tadi siang, sambil makan malam dengan Hendra. Sebelum besok pagi pria tampan tersebut harus pulang. "Di mana aku menaruh tasku?" gumamnya mengobrak-abrik isi kamarnya. "Sial! Apa tinggal di mobil---""Selena ..."Selena berjengit kaget, membuka pintu kamarnya mendengar Sharon memanggil. "Iya, Kak.""Kebiasaan kamu selalu kelupaan membawa tasmu. Ini, ponselmu juga tertinggal. Tadi ada nama Hendra menelepon karena bising Baby Lea lagi tidur, jadi aku angkat. Katanya lima belas menit lagi menjemputmu."Selena mematung.
Belum sempat bertanya siapa yang berani-berani menghalangi mobil Hendra, Selena dibuat terbelalak melihat Aditya-lah yang turun dari mobil di depan."Pak Aditya?" desis Selena, menepuk pundak Hendra yang masih sibuk memperhatikan spion samping, guna memposisikan mobil di sisi jalan."Iya? Aku---" Napasnya memburu melihat Aditya kini berdiri di depan mobilnya."Sialan! Kenapa dia bisa tahu kita di sini, Selena?" tanya Aditya menoleh ke Selena yang sudah memucat."A-aku tidak tahu, Kak.""Kamu tunggu di dalam saja, aku akan bicara dengannya," kata Hendra keluar menghampirinya Aditya. Napasnya makin memburu bercampur emosi bertatap muka langsung dengan Aditya."Apa maksudmu menghalangi jalanku?" tanya Hendra mengatur-atur napasnya guna tampak tenang."Apa hakmu membawa Selena berkeliaran malam-malam gini, hahk?" Ketus dan emosi Aditya balas bertanya. Tatapannya sangat merendahkan Hendra yang tampak sangat emosi. "Kalau kamu pergi dengan gadis lain, itu tidak masalah, Hendra. Tapi tida
Ahh, sial! Sadarlah, Aditya, kamu bukan lagi pasaran dan tidak berpendidikan. Tapi pria sarkas tak bermoral lebih pantas untukmu.Apa sebodoh itu dirinya, maka tidak sadar kelakuannya beberapa menit lalu? Andai bukan Bos ku sudah ku sepak kerikil ke kakinya. Biar sekalian diamputasi juga."Ahhk! Apa yang Anda lakukan ini?" pekik Selena meronta-ronta turun dari gendongan Aditya yang sigap menangkap tubuhnya.Karena sibuk mengomel-omel dalam hati, sampai tidak tahu Aditya langsung menggendongnya masuk ke rumah."Diam, nanti para pelayan terbangun," bisik Aditya menempelkan bibirnya di bibir Selena."Argh, hmphh, lepaskan," pekik Selena mendorong wajah Aditya. "Anda sudah hilang waras!" umpatnya menahan amarahnya. "Hilang waras? Kenapa sekarang tiba-tiba pikun, Sayang? Baru kemarin kita menikmati bercocok tanam dengan hangatnya. Masa pria segagah aku ini hilang waras? Aku juga tahu kamu sangat menikmatinya. Aku bisa tahu dari setiap desahan yang keluar dari bibirmu ini, Sayang."Adity
Pengakuan gila Aditya barusan membuat Selena sesaat berhenti bernapas. Sejak kapan mereka berpacaran. Tidak, alih-alih pacaran, aku tidak mau hidupku tersiksa selamanya dengan Bos gila itu."Anda suka meracau. Saya hanya sekretaris Anda. Tolong lepaskan rambut saya, Pak. Sakit," ujar Selena tenang "Jadi yang kita lakukan kemarin itu tidak ada artinya bagimu, Selena?"Selena menarik sudut bibirnya memberikan senyum seringai. Belum lupa penghinaan Aditya yang merendahkannya sebagai gadis murahan di parkiran hotel hari itu."Tidak ada yang perlu diingat. Anggap saja Anda melakukannya dengan wanita jalang. Bukankah itu yang selalu Anda katakan pada saya?""Apa? Sejak kapan kamu berani bicara---""Berhenti selalu marah dan marah, bukankah benar Anda mengatai saya wanita jalang?""Kapan? Aku tidak---""Saya rasa Anda belum amnesia, pak Aditya!Tapi, saya akan bantu mengingatkan Anda. Bagaimana di parkiran hotel hari itu, Pak? Di dalam kamar hotel? Di ruangan perusahaan Adiguna Jaya? Di m