"Semua sudah beres. Tinggal membawa Selena sekarang bertemu Tuan Collins, Aditya! Tapi tunggu aba-aba dariku!""Bagaimana dengan Tuan Barata? Apa Paman sudah menunjukkan bukti-bukti itu?" "Tenang saja. Semuanya sudah aman," jawab paman Grove meninggalkan perusahaan Barata. Sekarang dia hanya melakukan tugas terakhirnya sebelum Aditya tiba di rumah sakit. "Semua sudah beres?" Paman Grove menyambungkan ponselnya ke orang suruhannya di rumah sakit."Beres. Tuan Collins tampaknya sedikit syok dan tidak mengatakan apapun dengan bukti-bukti itu." "Oke, tugas kalian sudah selesai. Sekarang kalian bisa bebas. Katakan ke semua anggota, sampai kapanpun hal ini tidak bisa bocor! Ingat! Kalian berhadapan dengan Aditya!""Siap, Bos! Aman terkendali.""Oke, pergilah bersenang-senang. Bonus kalian sudah di transfer."Paman Grove mendahului Aditya ke rumah sakit, beberapa menit yang lalu Tuan Collins memintanya datang. Mungkin ingin menanyakan kebenaran bukti yang diberikan asisten pribadinya.
“Bayar 500 juta untuk semalam!"Selena mungkin sudah gila mengatakan hal tersebut. Namun, ia tidak punya pilihan lain. Uang 500 juta itu harus sudah ada besok, sebagai ganti rugi karena Selena telah memecahkan guci keramik milik bosnya.Pria tua bertubuh gempal yang ditabraknya tak sengaja terlihat berasal dari kalangan orang kaya. Selena pikir, tidak ada salahnya mencoba, meski ia harus mengorbankan harga dirinya.Pria tua itu hanya tertawa kecil. Tampak, ia begitu tertarik pada tubuh molek Selena yang tertutup pakaian kerjanya."975 juta kalau kamu masih bersegel. Tapi jika terbukti tidak perawan lagi, kamu harus mengembalikan uangku tiga kali lipat!"Mulanya, Selena membelo mendengar jumlah fantastis tersebut. Tak berselang lama, barulah ia mengangguk setuju. “A-aku jamin, aku masih perawan.”Pria itu mengangguk dingin, lalu meminta Selena mengikutinya menuju mobil yang terparkir tak jauh dari tempat mereka.Tanpa banyak kata, pria tua yang belum ia ketahui namanya itu membawanya
Pil kontrasepsi sudah didapat, meski Selena harus berkorban menahan lirikan sinis pegawai apotek. Sekarang, ia tinggal hanya harus mencapai kantor sebelum jam tujuh tepat.Dengan napas yang memburu karena berlari sedari tadi, juga menaiki tangga alih-alih lift … Selena akhirnya sampai tepat waktu di lantai lima–tempat ruangannya berada.“Akhirnya….”Selena mengelap peluh yang membanjiri dahi dan wajahnya. Kemudian dengan tergesa-gesa, ia membuka pintu ruangan. Di saat yang bersamaan, seseorang keluar dari ruangan tersebut dan membuat Selena yang juga tergesa-gesa menabraknya.BRUKKAHKK!Selena pun tersungkur ke lantai, wajahnya hampir mencium ujung sepatu pria yang masih berdiri di sana. Dengan gusar, Selena mengangkat tubuhnya untuk memberi pelajaran ke orang yang berani menghalangi jalannya. Namun ..."P-pak Aditya?" Selena ternganga melihat pria yang menghalangi jalannya adalah sang Pimpinan, dan ruangan di depannya yang adalah ruangan pimpinan, bukan ruangannya.Cepat-cepat Se
"Di mana aku menaruhnya?!"Begitu mengingat tasnya sempat jatuh di ruangan Aditya tadi, Selena langsung buru-buru ke kantor. Bisa tamat riwayatnya kalau sampai Aditya menemukan pil tersebut, apalagi jika sampai pria itu mengetahui fungsi pil itu.Sayangnya, ruangan Aditya terkunci sehingga Selena tidak bisa masuk ke sana. Satu-satunya yang bisa ia cek kemudian adalah ruangannya sendiri.Laci kerjanya jadi sasaran Selena untuk diobrak-abrik. Penjuru ruangannya pun tak kalah dari pantauannya. Namun, yang ia dapati hanya ruangannya jadi berantakan, tanpa menemukan pil yang ia cari.“Hah….” Selena mendesahkan rasa kecewa. Pil itu mungkin bisa ia beli lagi, tetapi yang menjadi pikirannya adalah … bagaimana jika ada yang menemukan dan mengetahui kalau ialah pemiliknya?Saat akan keluar dari ruangan, terdengar suara langkah kaki melangkah lalu berhenti di depan pintu ruangannya. Selena melirik ke arah jam dinding. "Jam sembilan? Siapa yang masih ada di lantai lima di jam segini, ya?" gumam
Lelah meratapi nasib, Selena sempat jatuh tertidur, meski sebentar. Lalu, mengingat masa optimal untuk mengkonsumsi pil pencegah kehamilan itu hanyalah 24 jam setelah pembuahan … ia pun berpikir untuk pergi ke apotek sebentar.“Tidak perlu izin, toh aku tidak berniat kabur dari sini!” Selena mengambil dompetnya dan bersiap keluar kamar. Namun, belum jauh dari pintu kamarnya, ia melihat Aditya tengah berbincang dengan seorang yang membuatnya terkejut.“Pria itu!” Selena memicingkan mata menatap pria buncit yang ‘membelinya’ tempo hari. “Pak Aditya kenal dengan pria itu?” Kedua alisnya tertaut.Tepat ketika Aditya membalik badan dan meninggalkan pria tua itu sendirian … saat itulah Selena berlari menuju pria itu.“Hei, tunggu!” teriaknya sambil berlari. Dari belakang, Selena melihat pria itu sempat menghentikan langkahnya. Namun, entah mengapa setelah itu ia malah mempercepat langkah. Beruntung, lari pria itu tidak cepat karena tubuhnya yang gempal, sehingga Selena lebih mudah untuk
"Ahhh!"Selena yang tidak sempat mengelak akhirnya terjatuh saat pintu menghantam kepalanya.Nampan di tangannya ikut terjatuh, hingga pecahan gelas dan piring pun berserakan di lantai kamar.Selena kaget melihat Aditya berdiri di pintu kamar. Lebih kaget lagi melihat apa yang sudah terjadi di kamar Aditya."Awas kaca, Pak!" cegahnya melihat Aditya yang tidak mengenakan alas kaki hendak masuk.Selena gegas memungut pecahan gelas dan piring itu sebelum Aditya marah besar."M-maafkan saya, Pak," ucapnya berharap pria itu bisa memaafkan kesalahannya kali ini.Aditya mengulurkan tangannya ke Selena. "Berdiri!"Dengan gugup Selena berdiri, mengabaikan uluran tangan Aditya. "Maafkan saya yang tidak hati-hati, Pak," ucapnya membungkuk hormat."Kamu tidak apa-apa, Selena?"Selena yang tertunduk itu langsung mengangkat kepala, menatap intens Aditya. Ia merasa aneh dengan pertanyaan Aditya yang tidak biasanya. Tapi tak ingin memperkeruh keadaan, Selena mengangguk cepat seraya menyembunyikan ta
Tidak mau dokter curiga. Selena senyum dibuat-buat. Beberapa detik kemudian Selena segera menyambar resep obat dan meninggalkan klinik. Resep obat dari dokter ia buang. "Bagaimanapun aku tidak boleh hamil!" gumamnya gegas pulang. Selena yang tiba di depan rumah Aditya bingung, antara tetap tinggal di sana atau pergi.Meski feeling-nya Aditya lah yang menghamilinya, tapi ia tidak punya bukti.Sedangkan paman Grove yang bisa bantu memberi bukti, belakangan sudah tidak terlihat di kediaman Aditya."Bagaimana kalau Aditya tahu kehamilanku ini?" lirihnya meremas telapak tangannya yang berkeringat. Di satu sisi Selena tak ingin kehamilannya tersebar. Takut nama besar Aditya hancur, karena sudah tiga minggu ini mereka tinggal bersama.Di sisi lain ia juga belum siap jadi bulan-bulanan para pegawai perusahaan. Maka Selena bertekad pergi diam-diam.Bermodalkan sisa uang dari Aditya, Selena mengemasi barang-barangnya dari kosannya. Ia juga tidak berniat pamit kepada ibu kost."Pergi jauh le
Selena coba mengabaikannya, fokus dengan tujuannya bekerja di sana. "Banyak nama yang sama, Selena," rutuknya menyadarkan dirinya.Bermodalkan pengalaman bekerja sebulan lebih di perusahaan sebelumnya, Selena lebih cekatan mengerjakan pekerjaannya.Tidak butuh berlama-lama ia telah menyelesaikan semua pekerjaannya. Sekarang yang membuatnya bingung, seharusnya ia menyerahkan berkas kerjanya kepada sang Pimpinan. Namun, sejak tadi sang Pimpinan tidak kunjung datang.Hati kecilnya juga tidak bisa bohong, kalau sebenarnya ia masih sangat penasaran dengan sosok pimpinan barunya."Sudah selesai?" tanya wanita yang masuk tiba-tiba.Selena sempat berjingkat karena kaget. Lamunannya pun buyar seiring map di genggaman tangannya ikut terlepas dan terjatuh ke lantai."M-maaf." Buru-buru Selena mengutip dan mengumpulkannya kembali. "Saya sedikit kaget ..." Selena sengaja menjeda ucapannya. Matanya tertuju pada sebuah badge yang menempel di sisi kiri dada wanita tersebut. "... Mbak Riana,"