Paman Grove buang muka dengan geraman kecil. Bakal seperti itu saat Aditya tidak bisa berbuat apapun, paman Grove-lah yang jadi sasarannya."Hmm, apa itu? Jangan bilang mau membujukku bicara dengan Tuan Collins? Jelas aku tidak mau cari masalah!"Memang itu yang dia inginkan Aditya, tapi bukan yang utama. "I-iya, Paman. Tapi ada hal lainnya." Aditya salah tingkah dengan menggaruk-garuk tengkuknya.Paman Grove menoleh, matanya menelisik wajah Aditya mencari tahu maksudnya. "Apalagi itu?" ketus paman Grove bertanya. "Ini soal Selena sekretarisku itu, Paman," sahut Aditya memperlihatkan wajah yang malu-malu.Terdengar paman Grove mendengus kasar. Tampak tak suka mendengarnya, Aditya malah membahas sekretarisnya."Aku semakin yakin dia-lah Selena yang kita cari-cari, Paman."Paman Grove terbelalak, tak menyangka akan mendengar kata itu lagi dari Aditya. Karena sampai saat ini dia melihat sekretaris Aditya orang yang berbeda dengan Selena."Apa kamu sudah buta, Aditya? Jelas keduanya
"Argh! Dari kemarin aku selalu mendengar kata itu dari Paman. Benih , benih dan benih! A-aku pastikan dia tidak akan mengandung anakku!""Hahk! Kalau kamu ingat melepasnya di luar kemarin, bagaimana ternyata di dalam? Atau, kamu sudah memperlengkapinya postinur?" "Cukup, Paman! Aku tidak kenal apa itu postinur! Sekarang bantu aku menyelidiki siapa sebenarnya Selena sekretarisku itu, Paman. Tapi aku harap Paman sembunyikan ini dari siapapun apalagi dari Kakek.""Wahh, semudah itu kamu mengabaikan kemungkinan sekretaris mu itu hamil, Aditya? Tidak cukup menyusahkan semua orang dengan benihmu di rahim Selena dulu? Ini mau membuat kesusahan lagi, hakh?"Aditya tidak berdaya membantah. Semua yang dikatakan paman Grove itu benar. Bahkan hampir semua perusahaannya hampir bangkrut karena kegilaannya mencari-cari Selena dan anaknya."Paman, aku mohon kali ini saja dengarkan aku bicara. Bantu aku menyelidiki---""Jadi, bagaimana pencarian Selena dan anakmu itu?" gegas paman Grove memotong."A
Selena tak henti mencebik kesal, bergumam dalam hati, 'Rasain lah, agar kamu tahu bagaimana rasanya tidak dihargai.'Selena tertawa diam-diam mengejek Aditya. Dia tak berkaca sikapnya begitu menjijikan. Terlalu sombong, sok tidak butuh dengan penawaran Hendra tadi. Kita lihat saja nanti dia butuh apa gaknya.Ohh, lihatlah perusahaan Wiguna, kalau bukan karena Tuan Collins, perusahaan itu sudah lama bangkrut. Sadarrr, Aditya! Apa yang pantas kamu banggakan lagi? Perusahaan Adiguna Jaya ini juga sama hampir bangkrut, sampai-sampai Tuan Collins memutasikan dirinya ke sini guna membantu Aditya.Tunggu! Sehebat itu diriku di mata Tuan Collins? Apa itu artinya aku jauh lebih memiliki skill dalam meng-handle perusahaan ini daripada Aditya, cucu kesayangannya yang tahu cuma merengek saja?"Selena! Kamu mendengar aku bicara! Dari tadi senyum-senyum sendiri!" sarkas Aditya mengagetkan Selena yang melamun.Selena berjengit kaget melihat Aditya sudah berdiri di depan mejanya. Mati aku! Sejak
"Lain kali Anda berpikir dulu sebelum merebut cek saya, pak Aditya yang terhormat. Alih-alih menuduh saya mencuri cek Anda. Apa maksud Anda ingin merendahkan saya?" tuduh Selena menghenyakkan duduknya santai di kursinya.Aditya membola, apa-apaan Selena menuduhnya merebut cek itu? Jelas yang memberikannya juga tadi ia sendiri. Merendahkannya? Sial! Cek itu aturan milikku!"Aku me---""Tidak perlu meminta maaf, Pak. Saya bisa mengerti ini hanya kesalahpahaman saja."Hakh, kenapa dia? Seolah aku yang salah. Sikap dan ucapannya itu benar-benar membuatmu marah."Kamu---""Sudahlah!" potong paman Grove menarik tangan Aditya keluar dari ruangan.Sepeninggalan keduanya, Selena melemparkan cek di tangannya ke dalam laci mejanya."Aditya sudah mulai berani mau menamparku? Dia pikir aku tak berani melaporkannya ke Tuan Collins?" Selena bergumam kesal.Waktu berputar sampai jam pulang Aditya tidak lagi kembali ke perusahaan. Selena pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya.Selena berjalan mala
Meski masih sangat kesal pria sangar itu telah merobek-robek uangnya tadi, Selena tetap bertanya sopan. "Berapa yang Anda minta? Karena saya lihat lukanya kecil saja, itu cukup diolesi minyak luka sudah sembuh.""Jangan mengajariku, Gadis bodoh! Sudah aku jelaskan tadi diawal, paham?""Iya, sangat jelas dan paham. Tapi, menurut yang saya lihat, untuk diamputasi luka kecil kaki begitu, masih kurang memenuhi syarat amputasi dari dokter. Mungkin saya bisa membantu mempercepat proses amputasi kaki Anda."BUKKBUKKSelena mengayun cepat kaki kanannya hingga ujung sepatunya yang runcing dan keras, mendarat kuat di luka kecil pria tersebut."Aduh, bang-sat! Apa yang kamu lakukan, Gadis murahan?" "Masih kurang? Gadis murahan ini akan membantu mewujudkan mimpi Anda agar secepatnya diamputasi."Selena mengayun kakinya membabi-buta sampai pria tersebut terus saja meringis dan meminta ampun."Hentikan, Gadis gila!" umpat pria tersebut terduduk seraya memegangi luka kakinya.Selena mencebik meli
"Tahan dulu, Paman. Aku hanya ingin tahu apa kegiatan Selena sepulang dari perusahaan. Besok kita atur rencana lain, Paman.""Oke, sipp. Kos nya yang sebelah mana?""Pagar paling ujung, Paman."Paman Grove mengangguk kemudian masuk ke mobilnya, mulai mendekati kos Selena.Sementara dengan Selena, setelah puas bercengkerama dengan Baby Lea di rumah Sharon, ia gegas membersihkan tubuhnya. Jam delapan malam nanti ia sudah janjian melanjutkan pembicaraan mereka yang terjeda tadi siang, sambil makan malam dengan Hendra. Sebelum besok pagi pria tampan tersebut harus pulang. "Di mana aku menaruh tasku?" gumamnya mengobrak-abrik isi kamarnya. "Sial! Apa tinggal di mobil---""Selena ..."Selena berjengit kaget, membuka pintu kamarnya mendengar Sharon memanggil. "Iya, Kak.""Kebiasaan kamu selalu kelupaan membawa tasmu. Ini, ponselmu juga tertinggal. Tadi ada nama Hendra menelepon karena bising Baby Lea lagi tidur, jadi aku angkat. Katanya lima belas menit lagi menjemputmu."Selena mematung.
Belum sempat bertanya siapa yang berani-berani menghalangi mobil Hendra, Selena dibuat terbelalak melihat Aditya-lah yang turun dari mobil di depan."Pak Aditya?" desis Selena, menepuk pundak Hendra yang masih sibuk memperhatikan spion samping, guna memposisikan mobil di sisi jalan."Iya? Aku---" Napasnya memburu melihat Aditya kini berdiri di depan mobilnya."Sialan! Kenapa dia bisa tahu kita di sini, Selena?" tanya Aditya menoleh ke Selena yang sudah memucat."A-aku tidak tahu, Kak.""Kamu tunggu di dalam saja, aku akan bicara dengannya," kata Hendra keluar menghampirinya Aditya. Napasnya makin memburu bercampur emosi bertatap muka langsung dengan Aditya."Apa maksudmu menghalangi jalanku?" tanya Hendra mengatur-atur napasnya guna tampak tenang."Apa hakmu membawa Selena berkeliaran malam-malam gini, hahk?" Ketus dan emosi Aditya balas bertanya. Tatapannya sangat merendahkan Hendra yang tampak sangat emosi. "Kalau kamu pergi dengan gadis lain, itu tidak masalah, Hendra. Tapi tida
Ahh, sial! Sadarlah, Aditya, kamu bukan lagi pasaran dan tidak berpendidikan. Tapi pria sarkas tak bermoral lebih pantas untukmu.Apa sebodoh itu dirinya, maka tidak sadar kelakuannya beberapa menit lalu? Andai bukan Bos ku sudah ku sepak kerikil ke kakinya. Biar sekalian diamputasi juga."Ahhk! Apa yang Anda lakukan ini?" pekik Selena meronta-ronta turun dari gendongan Aditya yang sigap menangkap tubuhnya.Karena sibuk mengomel-omel dalam hati, sampai tidak tahu Aditya langsung menggendongnya masuk ke rumah."Diam, nanti para pelayan terbangun," bisik Aditya menempelkan bibirnya di bibir Selena."Argh, hmphh, lepaskan," pekik Selena mendorong wajah Aditya. "Anda sudah hilang waras!" umpatnya menahan amarahnya. "Hilang waras? Kenapa sekarang tiba-tiba pikun, Sayang? Baru kemarin kita menikmati bercocok tanam dengan hangatnya. Masa pria segagah aku ini hilang waras? Aku juga tahu kamu sangat menikmatinya. Aku bisa tahu dari setiap desahan yang keluar dari bibirmu ini, Sayang."Adity
"Semua sudah beres. Tinggal membawa Selena sekarang bertemu Tuan Collins, Aditya! Tapi tunggu aba-aba dariku!""Bagaimana dengan Tuan Barata? Apa Paman sudah menunjukkan bukti-bukti itu?" "Tenang saja. Semuanya sudah aman," jawab paman Grove meninggalkan perusahaan Barata. Sekarang dia hanya melakukan tugas terakhirnya sebelum Aditya tiba di rumah sakit. "Semua sudah beres?" Paman Grove menyambungkan ponselnya ke orang suruhannya di rumah sakit."Beres. Tuan Collins tampaknya sedikit syok dan tidak mengatakan apapun dengan bukti-bukti itu." "Oke, tugas kalian sudah selesai. Sekarang kalian bisa bebas. Katakan ke semua anggota, sampai kapanpun hal ini tidak bisa bocor! Ingat! Kalian berhadapan dengan Aditya!""Siap, Bos! Aman terkendali.""Oke, pergilah bersenang-senang. Bonus kalian sudah di transfer."Paman Grove mendahului Aditya ke rumah sakit, beberapa menit yang lalu Tuan Collins memintanya datang. Mungkin ingin menanyakan kebenaran bukti yang diberikan asisten pribadinya.
Tuan Collins menunjukkan senyum smirk-nya. Dia memang menanyakan Aditya ke paman Grove. Sudah seminggu ini Julia mencari-carinya ke rumah sakit. Dari Julia jugalah Tuan Collins tahu Aditya tidak lagi tinggal di rumahnya. Namun, Tuan Collins tidak ingin membahasnya."Apa kamu sudah mengurus pernikahanmu dengan Julia?" tanya Tuan Collins membetulkan letak selang infus yang melilit di tangannya."Pernikahan? Aku memang sedang merencanakan pernikahan, tapi tidak dengan Julia, Kek." Aditya melipat kedua tangannya di dada.Ucapannya itu menarik atensi Tuan Collins dan menaikkan pandangannya. "Apa maksudmu, Aditya? Kamu mau menggagalkan rencanaku dengan Barata?" berangnya melotot tajam."Rencana mengakuisi perusahaan milik Tuan Abeth dan Viktor? Sepertinya Kakek tidak tahu jika Tuan Bramasta sudah bergerak lebih cepat." Aditya menarik punggungnya yang menempel di dinding kamar rumah sakit. "Tidak bisa di salahkan juga Tuan Bramasta. Kalian saja yang tidak bergerak cepat. Yah, kalian sibuk
Selena terbangun setelah mendengar bunyi alarm dari ponselnya. Sedikit kaget mendapati dirinya tertidur di ruang tamu. Punggungnya terasa mau patah karena semalaman tidur membungkuk di sofa kecil.Selena meregangkan otot tubuhnya sebelum berjalan ke kamar Baby Lea. Pun cepat-cepat membersihkan diri sebelum Aditya datang ke sana.Namun, belum selesai berkutat dengan Baby Lea, terdengar suara bell. "Iya, bentar," serunya berlari kecil ke depan. Tampak Aditya menunggu di depan pagar."Masuklah, aku belum selesai," ujar Selena memberikan Baby Lea kepada Aditya.Ia tidak tahu mengapa senyaman itu memperlakukan Aditya. Bahkan tubuhnya yang cuma terbungkus daster basah tidak merasa malu. "Selena," panggil Aditya melihatnya terburu masuk."Tunggu sebentar aku mandi," serunya menghilang di balik pintu kamar.Sengaja atau tidaknya, pintu kamar jelas tidak menutup sempurna. Aditya meletakkan Baby Lea di ruang bermain, niatnya ingin menutup pintu kamar. Aditya tidak yakin bisa menguasai dirin
Setelah beberapa lama berbincang, Aditya berpamitan pulang. "Kamu pulang saja dulu, Selena. Mumpung ada Aditya yang bisa mengantarmu ke rumah," ujar Mami kasihan melihat Selena terus-terus di sana. "Mami saja yang pulang. Aku---""Biar Mami dan Riana di sini malam ini. Kamu dan Baby Lea pulanglah. Pun ada Papi juga di sini," potong Mami memaksa Selena pulang."Aditya, tolong antarkan Selena ke rumah ya.""Baik, Nyonya." Aditya meraih Baby Lea dari pangkuan Selena. Membawanya keluar mendahului Selena.'Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semua sesuai dengan rencana. Sekarang tinggal menunggu giliran Kakek tua itu!' batin Aditya tertawa kecil. "Maaf merepotkan kamu," kata Selena menarik Baby Lea dari pangkuan Aditya dan mendudukkannya di kursi belakang.Aditya bergumam dalam hati, itu semua sudah direncanakan. Sekarang dia hanya ingin membuat Selena merasa dirinya malaikat penolong."Tidak apa-apa. Lupakan saja yang lalu-lalu, fokus dengan kesehatan Hendra dulu.""Tapi ... kata dokter Kak H
Di kediaman keluarga Bramasta tidak lantas membuat Selena tenang. Pikirannya tentang Aditya semakin kuat saja. "Hei, malah bengong." Riana yang baru tiba menepuk pundak Selena. Selena mengangkat kepala lemah. Melihat Riana jadi timbul niatnya keluar ingin menemui Aditya. Ia harus mengakui semuanya ke Aditya dan meminta Aditya untuk melupakannya dan Baby Lea.Selena tidak ingin jika Tuan Collins sampai tahu ia memiliki keturunan keluarga Collins. Ancaman pria tua itu belum bisa hilang dari pikirannya."Malah bengong," omel Riana menyikut bahu Selena."Iya, aku kelelahan seharian menjaga Baby Lea," sahut Selena tertawa kecil. "Elleh, kan Mami sudah langsung pulang. Sekarang kamu bisa bersantai juga."Benar juga. Ini kesempatannya bisa keluar dengan mengajak Riana yang doyan belanja-belanja dan salon."Hmm, kamu mau mengajakku keluar?" pancing Selena mengedipkan sebelah matanya menggoda calon iparnya.Benar saja, mendengar kata keluar, Riana mencampakkan tas belanjaannya ke dalam kam
Paman Grove mengerahkan seluruh orang suruhannya mendapatkan benda untuk keperluan tes DNA yang diminta oleh Aditya."Aku yang akan mendapatkan sampel rambut putriku, paman Grove. Kalian hanya perlu mengawasi Hendra dan keluarga Bramasta saat aku berkepentingan di rumah Selena.""Baik, info sudah aku dapatkan, Tuan Bramasta dan istrinya juga putrinya tengah ke pertemuan mitra bisnis keluar kota, sore nanti baru kembali. Kami hanya akan mengendalikan Hendra selama kamu berkepentingan di rumah Selena."Aditya setuju dan segera bergerak menuju rumah Selena. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan kembali wanita yang jadi cinta pertamanya.Sebenarnya, terlihat konyol bagi seorang Tuan Muda bangsawan mengejar-ngejar wanita yang tidak sederajat dengannya, pun mengemis cinta darinya. Selena di rumahnya. Setelah beberapa lama memastikan Aditya tidak datang lagi, ia mulai berani membuka pintu rumah dan bersantai di teras rumah. Hingga lima belas menit kemudian."Ekkhem!
Selena memastikan Aditya pergi. Gemuruh dadanya meningkat dan berlari masuk menuju meja makan. Menyambar gelas dan menuang air minum sebelum meneguknya habis. Selena masih berdiri, mencengkram sisi meja menahan tubuhnya yang masih bergetar. Napasnya memburu dengan dada turun naik. "Dari mana dia tahu tempat ini?" gumamnya mulai mengatur napas. Meremas ponsel di genggaman tangannya. Selena segera menemukan kontak Hendra hendak akan menghubunginya, memberitahu kedatangan Aditya tadi.Namun, hanya kembali meletakkannya di atas meja. Ia tahu sekarang Hendra sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Selena mengurungkan niatnya.Selena berjalan ke kamar melihat Baby Lea, dia sedang tertidur pulas di ranjang.Selena kembali keluar berjalan ke ruang depan. Menyibakkan gorden guna menyelidiki Aditya tidak kembali ke sana. Hatinya jadi gelisah dan tidak tenang. Pikirnya, Aditya akan kembali lagi. "Aku ke rumah Mami saja," ujar Selena berbalik ke meja makan. Meraih ponsel hendak menelepon sopir
Aditya baru saja tiba di mansion ketika paman Grove baru beranjak dari ranjangnya. Untung orang suruhannya tepat waktu menjemput Aditya ke bandara."Maaf, aku terlalu lelah hingga sulit bangun cepat. Duduk dan segarkan dulu pagimu dengan kopi panas, aku membersihkan badan sebentar," ujar paman Grove meninggalkan Aditya yang berdiri di depan pintu kamarnya."Hmm, cepatlah!" sahut Aditya berpindah ke meja makan.Tangannya meraih gelas berisi kopi dan meneguknya seperempat gelas. Udara dingin karena musim hujan membuat suhu tubuhnya sedikit menggigil. Di luaran memang sangat dingin tadi. "Apa Tuan Collins mengizinkanmu kemari?" tanya paman Grove ikut duduk di samping Aditya."Kakek tidak jadi ke luar kota. Agaknya dia ada sedikit masalah dengan Tuan Barata."Masalah apa? Paman Grove mengerutkan kening. Tidak mungkin Tuan Collins mau melakukan permusuhan dengan Tuan Barata. Dia sangat membutuhkan bantuan Tuan Barata untuk kepentingan bisnisnya. "Kamu bercanda?" tanya paman Grove merasa
"Kamu pulanglah, perusahaan Adiguna Jaya membutuhkanmu. Aku bersama orang-orangku segera menyelidiki hubungan Hendra dan Selena. Yang aku butuhkan hanya dua hal, alamat rumah Hendra dan Selena tinggal dan gedung tempat pernikahan mereka sebelumnya!" ujar paman Grove percaya diri. "Hahk! Kalau aku tahu tidak perlu menyuruh orang-orang mu itu menyelidikinya," ketus Aditya menjawab.Paman Grove mendelik, menggeleng-gelengkan kepala guna memfokuskan pikirannya.Ahh, iya. Itu benar! Kalau Aditya bisa melakukannya kenapa meminta tolong padanya. Paman Grove menggaruk-garuk tengkuknya."Aku tetap di sini. Katakan saja ke Tuan Collins aku punya kesibukan di perusahaan Wiguna.""Tuan Collins memintamu ke perusahaan Adiguna Jaya. Akhir minggu ini beliau ke pertemuan bisnis dengan Tuan Barata. Jadi, tidak mungkin Julia yang memegang kendali perusahaan, Aditya.""Julia masih di perusahaan?""Iya, sampai kamu yang menyuruhnya keluar, itu katanya."Aditya terdiam. Dia butuh Selena kembali kepadan