"Lepaskan!" bentak Selena mendorong Aditya sekuat tenaga. "Selena kenapa kamu---"Selena mencondongkan wajahnya dengan mata menyipit, "Saya bisa menghormati Anda kalau Anda bisa menghargai saya juga," potong Selena menarik ponselnya yang menyembul dari kantong kemeja depan Aditya."Saya tidak segan-segan memberitahukan semuanya kepada Tuan Collins!" Selena mengancam setelah menguasai ponselnya.Aditya bergeming setiap mendengar nama sang Kakek, hanya menurut mengantarkan Selena pulang ke kosnya."Saya turun di sini saja," kata Selena sebelum Aditya berbelok ke arah kostnya. Cepat-cepat turun sebelum Aditya menahannya.Sejauh ini pun Aditya bahkan tidak berkutik membantahnya. Sesaat celingukan namun tidak menemukan mobil paman Grove ada di sekeliling. Kemudian pulang.***Sekarang setiap mau keluar dari kos, Selena selalu berhati-hati. Pagi-pagi sekali ia mengamati sekeliling kos, melihat tidak ada mobil Aditya, ia berlari cepat ke depan mini market. Di sana Hendra sudah menunggu d
"Argh! Kamu ..."Aditya mengepal tangan menahan ucapannya. Takut juga kalau benaran Selena memberitahukannya kepada Tuan Collins.Tuan Collins tidak segan-segan memarahinya, sebaliknya akan membela Selena. Selena melengos masuk ruangan, setelah meletakan berkas-berkas ke meja Aditya, ia segera sibuk di mejanya."Kamu dari mana tadi sampai-sampai terlambat masuk?" tanya Aditya menurunkan nada suaranya.Selena sudah gerah menghadapi Bos posesif itu. Sekilas mengekorkan sudut matanya ke Aditya yang berdiri di depan mejanya. Apa urusannya aku pergi ke mana."Saya ada urusan penting tadi, Pak.""Iya, tahu, tapi urusan penting apa? Jangan bilang kamu---""Pak Aditya, tolong berhenti mengurusi kehidupan saya! Tidak harus saya membuat laporan kehidupan pribadi saya kepada Anda!" Selena berdiri menatap tajam Aditya."Sama seperti saya bekerja di perusahaan Collins, begitu juga aturan saya bekerja di sini. Tuan Collins tidak pernah mengurusi saya ke mana dan urusan apa? Saya harap Anda juga
Di restoran hotel Reno. Aditya ditemani paman Grove tengah berbicara serius dengan paman Alberto."Aku rasa tidak urusan Paman menyampaikan hal itu ke Tuan Collins. Atau Anda hanya ingin mencari-cari muka? Lagipula, dengan siapa aku di dalam kamar hotel bukan urusan Anda juga, kan? Anda cukup menerima sewa kamar hotelnya saja," ujar Aditya menggeram."Aditya, obrolanku dengan Tuan Collins bukan seperti yang kamu tuduhkan itu. Aku katakan kalau kamu mengunjungi hotel ku, itu saja." paman Alberto mengelak dari tuduhan Aditya."Hakh, tidak mungkin Tuan Collins langsung tahu aku bersama kekasihku kemari. Ingat satu hal, Paman, kalau tahu dari awal ini hotel Anda, aku tak akan menginjakkan kakiku di sini!" Alberto tertawa terbahak-bahak. Aditya masih sama dengan dulu dia mengenalnya, sombong dan tidak sopan.Harusnya sekarang Aditya yang harus bertekuk lutut padanya setelah kejadian beberapa tahun silam. "Stt, kamu tahan emosimu, Aditya," pesan paman Grove berbisik, menyikut kaki Aditya
Aditya menyipitkan mata bertanya, "Paman ada ide lain selain dari ide rencanaku tadi ?"Paman Grove menggeleng. "Aku kehabisan ide kalau mengenai sekretaris mu itu, Aditya. Tapi coba saja bayar dia." Disertai tawa kecil mengejek."Berapa, Paman? Satu milyar cukup?" Gegas Aditya bertanya Paman Grove tersentak mendengar jumlah fantastis itu. Hanya mengaku-ngaku sebagai kekasihnya saja dibayar satu milyar? Lalu, dirinya yang sudah mengabdi puluhan tahun, melakukan semua yang diinginkan Aditya, belum pernah dihargai sebesar itu. Ini namanya adil apa gila? "Kamu perlu ke psikiater dulu, Aditya. Satu milyar sudah lebih dari cukup membuka cabang perusahaan baru! Daripada uang sebesar itu dihambur-hamburkan ke sekretaris mu itu. Apa belum cukup gajinya yang fantastis- yang melebihi gaji komisaris dan HRD itu?""Soal gaji Selena bukan urusanku tapi Kakek."Aditya menyeringai tipis. Paman Grove tidak tahu saja dia sudah memberikan uang satu milyar itu ke Selena. Baginya kenikmatan dan kehan
"Paman yakin Kakek akan menarik Selena kembali ke perusahaan Collins?" tanya Aditya mengernyitkan dahi."Pikirku saja. Tapi kamu bisa lihat sekarang, perkembangan perusahaan ini juga sudah semakin stabil. Sebelumnya Selena di pindahkan kemari juga untuk membantumu sampai perusahaan ini stabil." Paman Grove menggeser posisi bokongnya duduk lebih nyaman."Aku yakin Tuan Collins juga akan sangat membutuhkan Selena di sana, Aditya. Melihat sekarang kesibukannya yang padat."Aditya terdiam. Pikirannya kembali ke dokumen keuangan perusahaan Adiguna Jaya yang selalu dimintai Tuan Collins. 'Apa Kakek ingin melihat perkembangan perusahaan ini, sebelum kemudian akan menarik Selena?' Aditya membatin.Dari sekarang aku harus memikirkan cara agar Kakek tidak menarik Selena lagi dari perusahaan ini. Aku tidak tahu apa yang terjadi kalau dia pergi dari sini! Hendra? Hahk, pecundang itu akan lebih mudah mendekati Selena. Atau mungkin akan memperdaya Tuan Collins, alih-alih menawarkan kerjasama peru
Selena yang tengah asyik mendorong Baby Lea, tidak menyadari paman Grove yang berjalan menghampirinya. Untungnya ketika paman Grove masuk ke dalam taman, Selena sudah keluar dari sana."Sial! Baru berkeliling taman sebentar sudah mules," keluh Selena meremas perutnya yang tiba-tiba terasa mules.Mempercepat jalannya segera tiba di kos. Tiba di kos langsung berlari menuju kamar mandi.Setelah perutnya terasa nyaman, Selena keluar kamar mandi setelah sekalian membersihkan diri.Karena masih sebentar saja tadi membawa Baby Lea jalan-jalan. Ia berniat ingin mengajak Baby Lea berkeliling halaman kos saja.Namun, dering ponsel yang terletak sembarang di atas ranjang, mengurungkan niatnya membuka pintu kamar. "Kak Hendra? gumamnya dengan dahi mengkerut bingung. Bukannya dia dalam penerbangan sekarang?"Halo, Kak---""Selena, kamu bisa membantuku mengambil berkas meeting tadi, tertinggal di meja meeting hall." Hendra memotong ucapan Selena."Bekas meeting? Sekarang, Kak?" tanyanya melirik
Sahutan dingin Aditya dari seberang mengagetkan Selena, sesaat hanya mematung.GLEKKSelena mencampakkan ponsel dari tangannya, matanya melotot tajam ke depan. Pikirannya kembali ke percakapan Aditya dengan paman Grove di ruang meeting tadi.'Jangan-jangan dia mengikuti ku sampai kemari!' batinnya. Dadanya turun naik membayangkan sekarang Aditya sudah berdiri di depan pagar kosnya sekarang.Seperti baru tersadar Selena cepat-cepat menyambar kembali ponselnya."M-maaf, s-saya tidak tahu kalau Anda yang menelepon," sahut Selena sangat gugup bercampur takut."Argh, alasan! Bersiap-siaplah, setengah jam lagi aku jemput ke kosmu.""Apa? Saya---"Tut tut. Aditya memutuskan sambungan telepon sepihak." Arghh, sialan." Selena melemparkan kembali ponselnya. "Tidak, kali ini aku tidak mau ikut dengannya. Aku tahu apa maksudnya bertemu!"Selena menggeram kesal.Tapi ... Siap tak siap, ia harus menghubungi Aditya untuk mencegahnya datang menjemput. Sialnya, ponsel Aditya tiba-tiba tidak akti
"Kenapa diam? Sadar sudah membuat kesalahan? Atau perlu diingatkan?" ejek Aditya dengan senyum smirk-nya. Selena yang tak berkutik cuma menggeleng lemah. Tapi, menurutnya pulang setengah jam lebih awal itu tidak termasuk kesalahan yang fatal. Karena ia juga sudah lebih dulu menyelesaikan pekerjaannya.Beberapa kali juga ia melihat ihat pegawai perusahaan melakukan hal yang sama, mereka tak pernah dihukum.Tapi membela diri sekarang juga tidak ada arti, Aditya selalu punya cara mencari-cari kesalahannya."Tapi, Pak. Saya---""Kenapa? Mau mengelak?"Sialan! Sudah kuduga bakal panjang masalahnya. Selena menghela napas panjang, kemudian cuma menggeleng. "Jadi, saya bisa masuk ke mobil sekarang, Pak?" tanya Selena tidak perlu menunggu jawaban Aditya, langsung saja masuk mobil.Melihat itu Aditya tersenyum simpul. Dia memang paling pintar mencari-cari kesalahan Selena. Selena cuma diam dan pasrah saja ke mana Aditya membawanya. Pun malas bicara, buka mulut pun saat menjawab pertanyaan Ad
"Semua sudah beres. Tinggal membawa Selena sekarang bertemu Tuan Collins, Aditya! Tapi tunggu aba-aba dariku!""Bagaimana dengan Tuan Barata? Apa Paman sudah menunjukkan bukti-bukti itu?" "Tenang saja. Semuanya sudah aman," jawab paman Grove meninggalkan perusahaan Barata. Sekarang dia hanya melakukan tugas terakhirnya sebelum Aditya tiba di rumah sakit. "Semua sudah beres?" Paman Grove menyambungkan ponselnya ke orang suruhannya di rumah sakit."Beres. Tuan Collins tampaknya sedikit syok dan tidak mengatakan apapun dengan bukti-bukti itu." "Oke, tugas kalian sudah selesai. Sekarang kalian bisa bebas. Katakan ke semua anggota, sampai kapanpun hal ini tidak bisa bocor! Ingat! Kalian berhadapan dengan Aditya!""Siap, Bos! Aman terkendali.""Oke, pergilah bersenang-senang. Bonus kalian sudah di transfer."Paman Grove mendahului Aditya ke rumah sakit, beberapa menit yang lalu Tuan Collins memintanya datang. Mungkin ingin menanyakan kebenaran bukti yang diberikan asisten pribadinya.
Tuan Collins menunjukkan senyum smirk-nya. Dia memang menanyakan Aditya ke paman Grove. Sudah seminggu ini Julia mencari-carinya ke rumah sakit. Dari Julia jugalah Tuan Collins tahu Aditya tidak lagi tinggal di rumahnya. Namun, Tuan Collins tidak ingin membahasnya."Apa kamu sudah mengurus pernikahanmu dengan Julia?" tanya Tuan Collins membetulkan letak selang infus yang melilit di tangannya."Pernikahan? Aku memang sedang merencanakan pernikahan, tapi tidak dengan Julia, Kek." Aditya melipat kedua tangannya di dada.Ucapannya itu menarik atensi Tuan Collins dan menaikkan pandangannya. "Apa maksudmu, Aditya? Kamu mau menggagalkan rencanaku dengan Barata?" berangnya melotot tajam."Rencana mengakuisi perusahaan milik Tuan Abeth dan Viktor? Sepertinya Kakek tidak tahu jika Tuan Bramasta sudah bergerak lebih cepat." Aditya menarik punggungnya yang menempel di dinding kamar rumah sakit. "Tidak bisa di salahkan juga Tuan Bramasta. Kalian saja yang tidak bergerak cepat. Yah, kalian sibuk
Selena terbangun setelah mendengar bunyi alarm dari ponselnya. Sedikit kaget mendapati dirinya tertidur di ruang tamu. Punggungnya terasa mau patah karena semalaman tidur membungkuk di sofa kecil.Selena meregangkan otot tubuhnya sebelum berjalan ke kamar Baby Lea. Pun cepat-cepat membersihkan diri sebelum Aditya datang ke sana.Namun, belum selesai berkutat dengan Baby Lea, terdengar suara bell. "Iya, bentar," serunya berlari kecil ke depan. Tampak Aditya menunggu di depan pagar."Masuklah, aku belum selesai," ujar Selena memberikan Baby Lea kepada Aditya.Ia tidak tahu mengapa senyaman itu memperlakukan Aditya. Bahkan tubuhnya yang cuma terbungkus daster basah tidak merasa malu. "Selena," panggil Aditya melihatnya terburu masuk."Tunggu sebentar aku mandi," serunya menghilang di balik pintu kamar.Sengaja atau tidaknya, pintu kamar jelas tidak menutup sempurna. Aditya meletakkan Baby Lea di ruang bermain, niatnya ingin menutup pintu kamar. Aditya tidak yakin bisa menguasai dirin
Setelah beberapa lama berbincang, Aditya berpamitan pulang. "Kamu pulang saja dulu, Selena. Mumpung ada Aditya yang bisa mengantarmu ke rumah," ujar Mami kasihan melihat Selena terus-terus di sana. "Mami saja yang pulang. Aku---""Biar Mami dan Riana di sini malam ini. Kamu dan Baby Lea pulanglah. Pun ada Papi juga di sini," potong Mami memaksa Selena pulang."Aditya, tolong antarkan Selena ke rumah ya.""Baik, Nyonya." Aditya meraih Baby Lea dari pangkuan Selena. Membawanya keluar mendahului Selena.'Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semua sesuai dengan rencana. Sekarang tinggal menunggu giliran Kakek tua itu!' batin Aditya tertawa kecil. "Maaf merepotkan kamu," kata Selena menarik Baby Lea dari pangkuan Aditya dan mendudukkannya di kursi belakang.Aditya bergumam dalam hati, itu semua sudah direncanakan. Sekarang dia hanya ingin membuat Selena merasa dirinya malaikat penolong."Tidak apa-apa. Lupakan saja yang lalu-lalu, fokus dengan kesehatan Hendra dulu.""Tapi ... kata dokter Kak H
Di kediaman keluarga Bramasta tidak lantas membuat Selena tenang. Pikirannya tentang Aditya semakin kuat saja. "Hei, malah bengong." Riana yang baru tiba menepuk pundak Selena. Selena mengangkat kepala lemah. Melihat Riana jadi timbul niatnya keluar ingin menemui Aditya. Ia harus mengakui semuanya ke Aditya dan meminta Aditya untuk melupakannya dan Baby Lea.Selena tidak ingin jika Tuan Collins sampai tahu ia memiliki keturunan keluarga Collins. Ancaman pria tua itu belum bisa hilang dari pikirannya."Malah bengong," omel Riana menyikut bahu Selena."Iya, aku kelelahan seharian menjaga Baby Lea," sahut Selena tertawa kecil. "Elleh, kan Mami sudah langsung pulang. Sekarang kamu bisa bersantai juga."Benar juga. Ini kesempatannya bisa keluar dengan mengajak Riana yang doyan belanja-belanja dan salon."Hmm, kamu mau mengajakku keluar?" pancing Selena mengedipkan sebelah matanya menggoda calon iparnya.Benar saja, mendengar kata keluar, Riana mencampakkan tas belanjaannya ke dalam kam
Paman Grove mengerahkan seluruh orang suruhannya mendapatkan benda untuk keperluan tes DNA yang diminta oleh Aditya."Aku yang akan mendapatkan sampel rambut putriku, paman Grove. Kalian hanya perlu mengawasi Hendra dan keluarga Bramasta saat aku berkepentingan di rumah Selena.""Baik, info sudah aku dapatkan, Tuan Bramasta dan istrinya juga putrinya tengah ke pertemuan mitra bisnis keluar kota, sore nanti baru kembali. Kami hanya akan mengendalikan Hendra selama kamu berkepentingan di rumah Selena."Aditya setuju dan segera bergerak menuju rumah Selena. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan kembali wanita yang jadi cinta pertamanya.Sebenarnya, terlihat konyol bagi seorang Tuan Muda bangsawan mengejar-ngejar wanita yang tidak sederajat dengannya, pun mengemis cinta darinya. Selena di rumahnya. Setelah beberapa lama memastikan Aditya tidak datang lagi, ia mulai berani membuka pintu rumah dan bersantai di teras rumah. Hingga lima belas menit kemudian."Ekkhem!
Selena memastikan Aditya pergi. Gemuruh dadanya meningkat dan berlari masuk menuju meja makan. Menyambar gelas dan menuang air minum sebelum meneguknya habis. Selena masih berdiri, mencengkram sisi meja menahan tubuhnya yang masih bergetar. Napasnya memburu dengan dada turun naik. "Dari mana dia tahu tempat ini?" gumamnya mulai mengatur napas. Meremas ponsel di genggaman tangannya. Selena segera menemukan kontak Hendra hendak akan menghubunginya, memberitahu kedatangan Aditya tadi.Namun, hanya kembali meletakkannya di atas meja. Ia tahu sekarang Hendra sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Selena mengurungkan niatnya.Selena berjalan ke kamar melihat Baby Lea, dia sedang tertidur pulas di ranjang.Selena kembali keluar berjalan ke ruang depan. Menyibakkan gorden guna menyelidiki Aditya tidak kembali ke sana. Hatinya jadi gelisah dan tidak tenang. Pikirnya, Aditya akan kembali lagi. "Aku ke rumah Mami saja," ujar Selena berbalik ke meja makan. Meraih ponsel hendak menelepon sopir
Aditya baru saja tiba di mansion ketika paman Grove baru beranjak dari ranjangnya. Untung orang suruhannya tepat waktu menjemput Aditya ke bandara."Maaf, aku terlalu lelah hingga sulit bangun cepat. Duduk dan segarkan dulu pagimu dengan kopi panas, aku membersihkan badan sebentar," ujar paman Grove meninggalkan Aditya yang berdiri di depan pintu kamarnya."Hmm, cepatlah!" sahut Aditya berpindah ke meja makan.Tangannya meraih gelas berisi kopi dan meneguknya seperempat gelas. Udara dingin karena musim hujan membuat suhu tubuhnya sedikit menggigil. Di luaran memang sangat dingin tadi. "Apa Tuan Collins mengizinkanmu kemari?" tanya paman Grove ikut duduk di samping Aditya."Kakek tidak jadi ke luar kota. Agaknya dia ada sedikit masalah dengan Tuan Barata."Masalah apa? Paman Grove mengerutkan kening. Tidak mungkin Tuan Collins mau melakukan permusuhan dengan Tuan Barata. Dia sangat membutuhkan bantuan Tuan Barata untuk kepentingan bisnisnya. "Kamu bercanda?" tanya paman Grove merasa
"Kamu pulanglah, perusahaan Adiguna Jaya membutuhkanmu. Aku bersama orang-orangku segera menyelidiki hubungan Hendra dan Selena. Yang aku butuhkan hanya dua hal, alamat rumah Hendra dan Selena tinggal dan gedung tempat pernikahan mereka sebelumnya!" ujar paman Grove percaya diri. "Hahk! Kalau aku tahu tidak perlu menyuruh orang-orang mu itu menyelidikinya," ketus Aditya menjawab.Paman Grove mendelik, menggeleng-gelengkan kepala guna memfokuskan pikirannya.Ahh, iya. Itu benar! Kalau Aditya bisa melakukannya kenapa meminta tolong padanya. Paman Grove menggaruk-garuk tengkuknya."Aku tetap di sini. Katakan saja ke Tuan Collins aku punya kesibukan di perusahaan Wiguna.""Tuan Collins memintamu ke perusahaan Adiguna Jaya. Akhir minggu ini beliau ke pertemuan bisnis dengan Tuan Barata. Jadi, tidak mungkin Julia yang memegang kendali perusahaan, Aditya.""Julia masih di perusahaan?""Iya, sampai kamu yang menyuruhnya keluar, itu katanya."Aditya terdiam. Dia butuh Selena kembali kepadan