Selena yang terpojok di sudut ruangan, menepis tangan Aditya saat pria itu hendak mengangkat dagunya."Kamu tahu hukuman apa yang bisa kulakukan jika kamu masih berani membantahku," kata Aditya datar tanpa ekspresi.Selena bergeming, pasrah Aditya melakukan apapun padanya. Memejamkan matanya, saat merasakan hembusan napas Aditya mulai menyapu hangat di wajahnya.Selena cuma bisa berharap seseorang datang menyelamatkannya, dari kemungkinan Aditya melakukan hal macam-macam lagi."Jawab aku, Selena!" bisik Aditya, napasnya terdengar memburu.Takut-takut Selena membuka matanya. Beberapa detik jantungnya berhenti saat pandangannya bersirobok dengan manik hitam legam, di bawah alis tebal Aditya.Selena merasakan tubuhnya bergetar hebat, cepat-cepat mengurai pandangannya dari wajah Aditya."Permisi, Pak," katanya mendorong Aditya.Alih-alih lepas, Aditya malah mengungkung Selena dengan lengan tangannya yang kekar."Jangan munafik, Selena. Aku tahu kamu juga menikmatinya semalam."Merasa terhi
Selena berkali-kali melirik ke pintu ruangan namun tanda-tanda Aditya masuk pun belum ada. Melihat jam sudah menunjuk jam istirahat, tanpa menunggu Aditya, ia pun gegas keluar. Ia harus pulang ke kos untuk melihat Baby Lea."Lho, kamu pulang?" tanya Sharon yang tengah bersantai menggendong Baby Lea di teras rumah. "Iya, Kak. Aku menyempatkan waktu istirahat untuk melihat Baby Lea sebentar, kalau-kalau Kakak kewalahan mengurusnya," ucap Selena."Tidak perlu repot-repot pulang, Selena. Kamu istirahat di perusahaan saja. Aku bisa mengurusnya, kok.""Iya, Kak. Mungkin lain kali aku tidak perlu pulanglah. Oiya, Kakak sudah makan?" tanya Selena menyempatkan waktunya makan siang sembari mengobrol dengan Sharon.Sharon mengangguk. "Sudah tadi."Selena cepat-cepat menghabiskan makan siangnya. Takut saja Aditya tiba-tiba menelepon menyuruhnya segera ke perusahaan."Kak, lusa ini aku ada kunjungan dari perusahaan ke perusahaan Bramasta di kota B, Kak. Apa aku bisa menitipkan Baby Lea sama Kak
"K-kak ..." Tenggorokannya tercekat karena gugupnya. Matanya berputar-putar menyapu sosok pria yang tidak asing lagi berdiri di depannya kini."Selena! Kamu datang kemari?" Kagetnya lagi, Selena tidak menyangka dirinya mudah dikenali, padahal penampilannya sangat jauh berbeda sekarang."A-aku, ak-aku ..." Selena semakin gugup saja. Tak pernah menyangka akan bertemu dengan Hendra di sana."Kenapa kamu memotong rambutmu, Selena?" tanya Hendra terheran, mengikis jarak mereka."Ahh, uhm ... aku ..."Seolah paham kegugupannya, Hendra menuntunnya duduk di sofa dalam ruangan."Maafkan aku, Selena. Kamu sangat berbeda, makin cantik hampir saja aku tidak mengenalimu."Selena semakin kewalahan menguasai dirinya, sanjungan Hendra barusan membuatnya bertambah gugup dan kaku.Cepat-cepat ia mengabaikannya, fokus dengan tujuannya ke sana."Kak Hendra, aku ... aku kemari untuk bertemu pimpinan perusahaan Bramasta. Ak-aku mewakili---""Stt, lupakan masalah itu, Selena. Mari kita nikmati pertemuan y
"Selena, berikan padaku!" ulang Hendra.Selena yang bengong gegas mengeluarkan ponselnya dari dalam tas kecilnya. Sesaat mencari-cari nomor Aditya sebelum memberikannya ke Hendra."Lalu, nomor kamu ganti ya, Selena?" tanya Hendra menolehnya."Iya, Kak. Kakak bisa simpan nomor baruku, ya. Nomor yang lama sudah terblok, Kak," katanya berbohong. "Maaf, belum sempat mengabari kak Hendra," tambahnya."Hmm, pasti. Nanti kalau ganti wajib kabari aku, ya!" oceh Hendra sedikit masam langsung diiyakan oleh Selena."Aku menelepon Tuan Muda Aditya dulu, ya."Selena tersentak, pikirannya bercabang-cabang. Banyak hal yang tengah ia rahasiakan dari Aditya diketahui Hendra. "Tunggu, Kak," katanya menahan tangan Hendra. Sempat kaget, tapi Hendra malah senang Selena merangkul lengan tangannya."Aku mohon jangan pernah bilang ke pak Aditya, aku pernah bekerja di perusahaan Wiguna, Kak. Kebetulan perusahaan Wiguna itu milik pak Aditya juga, Kak. Sekarang aku bekerja sebagai sekretaris di perusahaan Adi
"P-pak Aditya!" pekik Selena langsung berdiri.Pulpen di tangannya ikut terjatuh di samping sepatunya."Halo, Tuan Muda Aditya. Senang bertemu Anda, " sambut Hendra langsung mengenali Aditya, tangannya terulur hendak berjabat tangan.Namun, Aditya yang sudah dikuasai rasa cemburu menepis tangan Hendra, kemudian menarik kasar tangan Selena. Setengah menyeretnya keluar dari sana hendak menuju mobil."Lepaskan saya, pak Aditya," pinta Selena menahan tangannya, masih kaget dan bingung dengan kedatangan Aditya yang tiba-tiba Lebih bingungnya, melihat Aditya datang langsung bersikap kasar padanya. Padahal Selena ke perusahaan Bramasta juga atas persetujuan Aditya sebelumnya."Tuan Muda Aditya!" seru Hendra cepat mengejarnya. "Lepaskan Selena!"Alih-alih menyahuti, Aditya malah tak memperdulikannya. Sampai Hendra menghentikannya di pintu keluar ruangan. Apa yang Anda lakukan ini, Tuan Muda Aditya? Saya dan Selena tengah membahas---""Minggirlah, Tuan Muda Hendra! Ada hal yang sangat priv
Selena menggeleng-geleng kecil, menajamkan penciumannya mengendus diam-diam aroma tubuh Aditya. Memang aromanya agak beda, tapi semua perlakuan Aditya saat ini tidak ada bedanya dengan pria misterius di malam panas itu.'Dia bukan Aditya, tapi kenapa aku merasa dia Aditya? Arghh! Otakku mulai tidak waras lagi!' Selena membatin.Melihatnya terdiam, Aditya semakin beringas melucuti pakaian Selena, hingga tersisa bra dan celana dalam yang berwarna senada menutupi tubuh indahnya."A-apa yang Anda lakukan ini, Pak!" teriak Selena tersadar dirinya hampir bertelanjang bulat. Cepat-cepat mendorong Aditya dari atas tubuhnya, tangannya cekatan meraih apapun yang ada di dekatnya guna menutupi tubuhnya yang hampir bertelanjang bulat. Kemudian turun dari ranjang, berjalan cepat ke arah Aditya.PLAK PLAK PLAK Tiga tamparan bertubi-tubi dari tangan Selena, harusnya tamparan kerasnya terasa pedas dan sakit di wajah Aditya.Tapi, pria itu tampak tidak merasakan apapun di wajahnya. Meski Selena te
Sekarang wajah Aditya mengeras."Oh begitu? Ternyata pikiranku tidak salah lagi!” Aditya melemparkan celana short di tangannya ke atas ranjang. Sejurus kemudian menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang juga.Selena gegas menyambarnya celana shortnya dari samping Aditya, berlari cepat ke kamar mandi guna mengenakan pakaiannya.“Sial! Dia sudah gila!" gumamnya cepat-cepat mengenakan pakaiannya."Argh! Ponselku tertinggal di ruang meeting pula!” geram Selena menepuk dahinya kesal. Sejenak menatap wajahnya yang sembab di depan kaca wastafel dalam kamar mandi. Bibirnya masih terlihat bengkak, di lehernya tampak memerah bekas jari tangan Aditya. Pikirnya tadi, akan menelepon dan menyuruh Hendra menjemputnya ke sana. Tidak peduli Aditya marah dan memecatnya, ia tidak memikirkannya lagi. Ia pun bisa bekerja dengan Hendra di perusahaan Bramasta kalau mau.“Selena!” panggil Aditya, terdengar juga ketukannya di pintu kamar mandi. Menyentakkannya yang melamun.Selena cepat-cepat merapikan rambut d
Selena menarik selimut sebelum mendorong Aditya dari atas tubuhnya. Gegas memunguti pakaiannya yang berserakan, membawanya ke kamar mandi."Apa yang sudah kulakukan ini?" gumamnya mengunci pintu kamar mandi. Buru-buru membersihkan tubuhnya sebelum mengenakan pakaiannya kembali."Selena, buka pintunya." Suara Aditya."Sebentar, Pak," sahutnya merapikan pakaian dan rambutnya yang acak-acakan. Oh, shit! Wajahku tampak sembab, pikir Selena mengeringkan wajahnya menggunakan tisu kering."Selena ..."'Sial! Dia sangat menyebalkan,' batinnya menggeram kesal. Sekarang, mana mungkin ia keluar tanpa menggunakan krim wajah. Mendengar ketukan di pintu kamar mandi, alhasil ia cuma bisa mengabaikan wajah sembabnya. "Maaf, saya---" "Kamu pikir dengan maaf gairahku yang membuncah tertuntaskan?" potong Aditya hanya membiarkan Selena berlalu dari hadapannya.Selena menjauhkan pandangannya, berdiri memunggungi Aditya yang berdiri di depan pintu kamar mandi. "Lupakan saja, tolong kutip pakaianku
"Semua sudah beres. Tinggal membawa Selena sekarang bertemu Tuan Collins, Aditya! Tapi tunggu aba-aba dariku!""Bagaimana dengan Tuan Barata? Apa Paman sudah menunjukkan bukti-bukti itu?" "Tenang saja. Semuanya sudah aman," jawab paman Grove meninggalkan perusahaan Barata. Sekarang dia hanya melakukan tugas terakhirnya sebelum Aditya tiba di rumah sakit. "Semua sudah beres?" Paman Grove menyambungkan ponselnya ke orang suruhannya di rumah sakit."Beres. Tuan Collins tampaknya sedikit syok dan tidak mengatakan apapun dengan bukti-bukti itu." "Oke, tugas kalian sudah selesai. Sekarang kalian bisa bebas. Katakan ke semua anggota, sampai kapanpun hal ini tidak bisa bocor! Ingat! Kalian berhadapan dengan Aditya!""Siap, Bos! Aman terkendali.""Oke, pergilah bersenang-senang. Bonus kalian sudah di transfer."Paman Grove mendahului Aditya ke rumah sakit, beberapa menit yang lalu Tuan Collins memintanya datang. Mungkin ingin menanyakan kebenaran bukti yang diberikan asisten pribadinya.
Tuan Collins menunjukkan senyum smirk-nya. Dia memang menanyakan Aditya ke paman Grove. Sudah seminggu ini Julia mencari-carinya ke rumah sakit. Dari Julia jugalah Tuan Collins tahu Aditya tidak lagi tinggal di rumahnya. Namun, Tuan Collins tidak ingin membahasnya."Apa kamu sudah mengurus pernikahanmu dengan Julia?" tanya Tuan Collins membetulkan letak selang infus yang melilit di tangannya."Pernikahan? Aku memang sedang merencanakan pernikahan, tapi tidak dengan Julia, Kek." Aditya melipat kedua tangannya di dada.Ucapannya itu menarik atensi Tuan Collins dan menaikkan pandangannya. "Apa maksudmu, Aditya? Kamu mau menggagalkan rencanaku dengan Barata?" berangnya melotot tajam."Rencana mengakuisi perusahaan milik Tuan Abeth dan Viktor? Sepertinya Kakek tidak tahu jika Tuan Bramasta sudah bergerak lebih cepat." Aditya menarik punggungnya yang menempel di dinding kamar rumah sakit. "Tidak bisa di salahkan juga Tuan Bramasta. Kalian saja yang tidak bergerak cepat. Yah, kalian sibuk
Selena terbangun setelah mendengar bunyi alarm dari ponselnya. Sedikit kaget mendapati dirinya tertidur di ruang tamu. Punggungnya terasa mau patah karena semalaman tidur membungkuk di sofa kecil.Selena meregangkan otot tubuhnya sebelum berjalan ke kamar Baby Lea. Pun cepat-cepat membersihkan diri sebelum Aditya datang ke sana.Namun, belum selesai berkutat dengan Baby Lea, terdengar suara bell. "Iya, bentar," serunya berlari kecil ke depan. Tampak Aditya menunggu di depan pagar."Masuklah, aku belum selesai," ujar Selena memberikan Baby Lea kepada Aditya.Ia tidak tahu mengapa senyaman itu memperlakukan Aditya. Bahkan tubuhnya yang cuma terbungkus daster basah tidak merasa malu. "Selena," panggil Aditya melihatnya terburu masuk."Tunggu sebentar aku mandi," serunya menghilang di balik pintu kamar.Sengaja atau tidaknya, pintu kamar jelas tidak menutup sempurna. Aditya meletakkan Baby Lea di ruang bermain, niatnya ingin menutup pintu kamar. Aditya tidak yakin bisa menguasai dirin
Setelah beberapa lama berbincang, Aditya berpamitan pulang. "Kamu pulang saja dulu, Selena. Mumpung ada Aditya yang bisa mengantarmu ke rumah," ujar Mami kasihan melihat Selena terus-terus di sana. "Mami saja yang pulang. Aku---""Biar Mami dan Riana di sini malam ini. Kamu dan Baby Lea pulanglah. Pun ada Papi juga di sini," potong Mami memaksa Selena pulang."Aditya, tolong antarkan Selena ke rumah ya.""Baik, Nyonya." Aditya meraih Baby Lea dari pangkuan Selena. Membawanya keluar mendahului Selena.'Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semua sesuai dengan rencana. Sekarang tinggal menunggu giliran Kakek tua itu!' batin Aditya tertawa kecil. "Maaf merepotkan kamu," kata Selena menarik Baby Lea dari pangkuan Aditya dan mendudukkannya di kursi belakang.Aditya bergumam dalam hati, itu semua sudah direncanakan. Sekarang dia hanya ingin membuat Selena merasa dirinya malaikat penolong."Tidak apa-apa. Lupakan saja yang lalu-lalu, fokus dengan kesehatan Hendra dulu.""Tapi ... kata dokter Kak H
Di kediaman keluarga Bramasta tidak lantas membuat Selena tenang. Pikirannya tentang Aditya semakin kuat saja. "Hei, malah bengong." Riana yang baru tiba menepuk pundak Selena. Selena mengangkat kepala lemah. Melihat Riana jadi timbul niatnya keluar ingin menemui Aditya. Ia harus mengakui semuanya ke Aditya dan meminta Aditya untuk melupakannya dan Baby Lea.Selena tidak ingin jika Tuan Collins sampai tahu ia memiliki keturunan keluarga Collins. Ancaman pria tua itu belum bisa hilang dari pikirannya."Malah bengong," omel Riana menyikut bahu Selena."Iya, aku kelelahan seharian menjaga Baby Lea," sahut Selena tertawa kecil. "Elleh, kan Mami sudah langsung pulang. Sekarang kamu bisa bersantai juga."Benar juga. Ini kesempatannya bisa keluar dengan mengajak Riana yang doyan belanja-belanja dan salon."Hmm, kamu mau mengajakku keluar?" pancing Selena mengedipkan sebelah matanya menggoda calon iparnya.Benar saja, mendengar kata keluar, Riana mencampakkan tas belanjaannya ke dalam kam
Paman Grove mengerahkan seluruh orang suruhannya mendapatkan benda untuk keperluan tes DNA yang diminta oleh Aditya."Aku yang akan mendapatkan sampel rambut putriku, paman Grove. Kalian hanya perlu mengawasi Hendra dan keluarga Bramasta saat aku berkepentingan di rumah Selena.""Baik, info sudah aku dapatkan, Tuan Bramasta dan istrinya juga putrinya tengah ke pertemuan mitra bisnis keluar kota, sore nanti baru kembali. Kami hanya akan mengendalikan Hendra selama kamu berkepentingan di rumah Selena."Aditya setuju dan segera bergerak menuju rumah Selena. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan kembali wanita yang jadi cinta pertamanya.Sebenarnya, terlihat konyol bagi seorang Tuan Muda bangsawan mengejar-ngejar wanita yang tidak sederajat dengannya, pun mengemis cinta darinya. Selena di rumahnya. Setelah beberapa lama memastikan Aditya tidak datang lagi, ia mulai berani membuka pintu rumah dan bersantai di teras rumah. Hingga lima belas menit kemudian."Ekkhem!
Selena memastikan Aditya pergi. Gemuruh dadanya meningkat dan berlari masuk menuju meja makan. Menyambar gelas dan menuang air minum sebelum meneguknya habis. Selena masih berdiri, mencengkram sisi meja menahan tubuhnya yang masih bergetar. Napasnya memburu dengan dada turun naik. "Dari mana dia tahu tempat ini?" gumamnya mulai mengatur napas. Meremas ponsel di genggaman tangannya. Selena segera menemukan kontak Hendra hendak akan menghubunginya, memberitahu kedatangan Aditya tadi.Namun, hanya kembali meletakkannya di atas meja. Ia tahu sekarang Hendra sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Selena mengurungkan niatnya.Selena berjalan ke kamar melihat Baby Lea, dia sedang tertidur pulas di ranjang.Selena kembali keluar berjalan ke ruang depan. Menyibakkan gorden guna menyelidiki Aditya tidak kembali ke sana. Hatinya jadi gelisah dan tidak tenang. Pikirnya, Aditya akan kembali lagi. "Aku ke rumah Mami saja," ujar Selena berbalik ke meja makan. Meraih ponsel hendak menelepon sopir
Aditya baru saja tiba di mansion ketika paman Grove baru beranjak dari ranjangnya. Untung orang suruhannya tepat waktu menjemput Aditya ke bandara."Maaf, aku terlalu lelah hingga sulit bangun cepat. Duduk dan segarkan dulu pagimu dengan kopi panas, aku membersihkan badan sebentar," ujar paman Grove meninggalkan Aditya yang berdiri di depan pintu kamarnya."Hmm, cepatlah!" sahut Aditya berpindah ke meja makan.Tangannya meraih gelas berisi kopi dan meneguknya seperempat gelas. Udara dingin karena musim hujan membuat suhu tubuhnya sedikit menggigil. Di luaran memang sangat dingin tadi. "Apa Tuan Collins mengizinkanmu kemari?" tanya paman Grove ikut duduk di samping Aditya."Kakek tidak jadi ke luar kota. Agaknya dia ada sedikit masalah dengan Tuan Barata."Masalah apa? Paman Grove mengerutkan kening. Tidak mungkin Tuan Collins mau melakukan permusuhan dengan Tuan Barata. Dia sangat membutuhkan bantuan Tuan Barata untuk kepentingan bisnisnya. "Kamu bercanda?" tanya paman Grove merasa
"Kamu pulanglah, perusahaan Adiguna Jaya membutuhkanmu. Aku bersama orang-orangku segera menyelidiki hubungan Hendra dan Selena. Yang aku butuhkan hanya dua hal, alamat rumah Hendra dan Selena tinggal dan gedung tempat pernikahan mereka sebelumnya!" ujar paman Grove percaya diri. "Hahk! Kalau aku tahu tidak perlu menyuruh orang-orang mu itu menyelidikinya," ketus Aditya menjawab.Paman Grove mendelik, menggeleng-gelengkan kepala guna memfokuskan pikirannya.Ahh, iya. Itu benar! Kalau Aditya bisa melakukannya kenapa meminta tolong padanya. Paman Grove menggaruk-garuk tengkuknya."Aku tetap di sini. Katakan saja ke Tuan Collins aku punya kesibukan di perusahaan Wiguna.""Tuan Collins memintamu ke perusahaan Adiguna Jaya. Akhir minggu ini beliau ke pertemuan bisnis dengan Tuan Barata. Jadi, tidak mungkin Julia yang memegang kendali perusahaan, Aditya.""Julia masih di perusahaan?""Iya, sampai kamu yang menyuruhnya keluar, itu katanya."Aditya terdiam. Dia butuh Selena kembali kepadan