Sekarang wajah Aditya mengeras."Oh begitu? Ternyata pikiranku tidak salah lagi!” Aditya melemparkan celana short di tangannya ke atas ranjang. Sejurus kemudian menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang juga.Selena gegas menyambarnya celana shortnya dari samping Aditya, berlari cepat ke kamar mandi guna mengenakan pakaiannya.“Sial! Dia sudah gila!" gumamnya cepat-cepat mengenakan pakaiannya."Argh! Ponselku tertinggal di ruang meeting pula!” geram Selena menepuk dahinya kesal. Sejenak menatap wajahnya yang sembab di depan kaca wastafel dalam kamar mandi. Bibirnya masih terlihat bengkak, di lehernya tampak memerah bekas jari tangan Aditya. Pikirnya tadi, akan menelepon dan menyuruh Hendra menjemputnya ke sana. Tidak peduli Aditya marah dan memecatnya, ia tidak memikirkannya lagi. Ia pun bisa bekerja dengan Hendra di perusahaan Bramasta kalau mau.“Selena!” panggil Aditya, terdengar juga ketukannya di pintu kamar mandi. Menyentakkannya yang melamun.Selena cepat-cepat merapikan rambut d
Selena menarik selimut sebelum mendorong Aditya dari atas tubuhnya. Gegas memunguti pakaiannya yang berserakan, membawanya ke kamar mandi."Apa yang sudah kulakukan ini?" gumamnya mengunci pintu kamar mandi. Buru-buru membersihkan tubuhnya sebelum mengenakan pakaiannya kembali."Selena, buka pintunya." Suara Aditya."Sebentar, Pak," sahutnya merapikan pakaian dan rambutnya yang acak-acakan. Oh, shit! Wajahku tampak sembab, pikir Selena mengeringkan wajahnya menggunakan tisu kering."Selena ..."'Sial! Dia sangat menyebalkan,' batinnya menggeram kesal. Sekarang, mana mungkin ia keluar tanpa menggunakan krim wajah. Mendengar ketukan di pintu kamar mandi, alhasil ia cuma bisa mengabaikan wajah sembabnya. "Maaf, saya---" "Kamu pikir dengan maaf gairahku yang membuncah tertuntaskan?" potong Aditya hanya membiarkan Selena berlalu dari hadapannya.Selena menjauhkan pandangannya, berdiri memunggungi Aditya yang berdiri di depan pintu kamar mandi. "Lupakan saja, tolong kutip pakaianku
"M-maafkan saya, saya cuma meracau," ujar Selena membawa kosmetiknya gegas ke dalam kamar mandi.Setelah cukup sempurna merias wajahnya, iapun keluar. Tampak juga Aditya telah selesai mengenakan pakaiannya, dan duduk di sofa. "Pak Aditya, saya harus kembali sekarang ke perusahaan Bramasta."Sekilas pria yang duduk di sofa, menoleh ke jam di pergelangan tangannya, kemudian bergeser ke Selena yang berdiri di sampingnya."Untuk apa kamu ke sana?" tanya Aditya datar dan dingin.Moodnya langsung berubah setiap kali Selena membahas perusahaan Bramasta, pikirannya langsung ke Hendra. Yang ada hatinya cemburu, marah dan kesal. "Saya harus meminta maaf kepada pak Hendra atas kejadian tadi. Lalu, saya ke sana untuk mengambil tas saya yang masih tertinggal di sana, Pak.""Hmm." Dahi Aditya mengkerut, mulai berpikir-pikir kalau sikapnya ke Hendra tadi itu sangat tidak sopan. Harusnya memang dia sendiri lah yang meminta maaf pada Hendra, tapi dia terlalu benci bertemu dengannya."Yah, tapi tid
"Bukan, Kak. Sebelumnya aku tidak tahu bakal bertemu dengan Riana dan kak Hendra di sini. Lagi perusahaan sudah menyediakan penginapan untukku malam ini, Kak."Hendra cuma bisa membeo. Niatnya ingin membawa Selena jalan-jalan pun jadi gagal. Setelah tanpa sengaja bertemu dengan Selena, perasaannya yang mengendap beberapa lama ini kembali berkibar. Namun, sepertinya kali ini juga dia belum bisa menaklukkan hati Selena "Kalau begitu kita makan malam dulu nanti baru ku antar pulang, bagaimana?" Hendra tidak berhenti memikirkan cara agar bisa berduaan, dan coba kembali mengungkapkan perasaannya kepada Selena. "Sekali lagi aku meminta maaf, Kak. Malam ini aku harus menemani Aditya bertemu klien bisnisnya yang mengundangnya makan malam."Hendra menganga, bisa-bisa kebetulan begitu atau itu hanya alasan Selena."Bisa kebetulan ya, Selena." Hendra tertawa kecil sembari menggaruk-garuk kepalanya.Selena terdiam, otak cerdasnya memutar cepat agar Hendra tidak curiga kebohongannya."Iya, Ka
"Saya sudah lapar, Pak," ucap Selena refleks.Mungkin dengan seperti ini Aditya berhenti menyuruhnya hal yang macam-macam.Benar saja Aditya langsung melirik jam tangannya."Ayo, aku juga sudah lapar," ajaknya menyambar ponselnya dari atas meja.Mendahuluinya keluar kamar.***Pagi sekali Selena terbangun, kaget mendapati dirinya yang bertelanjang bulat berada di pelukan Aditya. Sesaat memutar ingatannya ke semalam yang membuat dirinya tertidur bertelanjang bulat. "Ahhk!" pekiknya, cepat-cepat menutup mulut berlari ke kamar mandi. "Ya Tuhan! Apa yang sudah kulakukan ini? Mengapa aku mau-mau saja di perlakukan Aditya seperti ini? Dia pria beristri dan punya anak," desisnya memperhatikan seluruh kulit tubuhnya penuh tanda kepemilikan Aditya. Selena mengerang frustasi. Sampai kapan ia berada dalam jeratan hasrat Aditya? Sekali ia memenuhi hasratnya, Aditya semakin tidak tahu diri bakal mengulanginya."Selena ..."Terdengar suara berat dan samar Aditya dari dalam kamar. Cepat-cepat i
Aditya yang kadung berang karena cemburu menjotos pipi kanan Hendra. Akibat tinjunya yang keras, membuat Hendra yang tidak memiliki persiapan gelagapan. Hanya bisa menerimanya mentah-mentah.Disusul pekikan dari Selena yang kaget melihat kedatangan Aditya, juga Hendra yang sempat terhuyung ke belakang. "Apa yang Anda lakukan ini, pak Aditya?" geram Selena turun dari pangkuan Hendra, langsung memeriksa wajah Hendra."Kakak tidak kenapa-kenapa?" tanya Selena sangat mengkhawatirkannya. Ia memberikan perhatian tulus ke Hendra. Melihat Selena malah memperhatikan Hendra, Aditya menggeram menahan-nahan amarahnya."Selena! Setelah menyelesaikan tugasmu di sini, segera temui aku!" geram Aditya menaikkan dagunya sangat angkuh.Aditya menatap Hendra penuh amarah, dia tahu Hendra hanya mencari-cari kesempatan agar bisa menyentuh Selena."Iya, Pak," sahut Selena terdengar ketus sekedar menghormatinya saja. Bukannya meminta maaf kepada Hendra, Aditya melengos kasar. Disusul segera melajukan mo
Seketika wajah Selena memanas dan berubah warna merah menyala. Tersadar baru saja membongkar aibnya kepada orang lain. Ekspresi wajah yang sama juga ditunjukkan oleh Hendra. Jantungnya hampir saja berhenti berdetak, sangat kaget mendengar pengakuan Selena. Gemuruh dadanya meningkat membayangkan seseorang yang telah merenggut kesucian Selena. Kini pikirannya langsung tertuju pada Aditya."Bagiku tidak mempermasalahkan itu, Selena. Masa lalu mu milikmu, aku hanya ingin kita bersama di masa depan." Hendra meredakan rasa kagetnya berlahan."Jangan, Kak. Tidak seperti yang Kakak pikirkan. Bahkan aku merasa tidak akan ada pria yang akan menerimaku lagi."Hendra tersentak, langsung memeluk Selena."Aku, Selena. Aku mencintaimu lebih dari semua yang kamu pikirkan itu.""Tidak!" Selena mendorong kasar Hendra yang memeluknya erat. Emosinya membuncah mengingat kenikmatan bercocok tanam yang ia nikmati dengan Aditya semalaman.Selena tak berhenti mengutuki kebodohan dirinya. Namun, semuanya s
Selena meremas pulpen di genggaman tangannya. Takut-takut iapun bertanya."Kenapa belum pulang, Pak?" Lama tidak menunggu respon Aditya, Selena melanjutkan ucapannya."Tapi pekerjaan saya juga sudah selesai di---""Besok kita harus ke perusahaan Wiguna."Apa? Ia tidak boleh ke perusahaan Wiguna, itu atas perintah Tuan Collins juga. Selena mencari-cari cara agar ia tidak dipaksa ikut ke sana. "Tapi pekerjaan saya di---""Kebiasaan kamu selalu membantah, ya! Sadar tidak yang Bos siapa, yang bawahan siapa? Apa tidak ada hal lain yang kamu pikirkan selain membantahku, Selena?" 'Dia kenapa lagi?'Arghh! Rasanya ingin sekali meremas-remas mulutnya yang pedas itu. Tak terbayangkannya malam ini harus satu ranjang lagi dengan Aditya. Tak perlu lagi menduga-duga, ia sudah tahu apa yang akan terjadi."Tapi saya---""Tunggu," potong Aditya mengangkat tangan menyuruhnya berhenti bicara, melirik ke ponselnya yang baru ia letakkan di sampingnya. "Kakek?" pekiknya, sejurus raut wajahnya langsung
"Semua sudah beres. Tinggal membawa Selena sekarang bertemu Tuan Collins, Aditya! Tapi tunggu aba-aba dariku!""Bagaimana dengan Tuan Barata? Apa Paman sudah menunjukkan bukti-bukti itu?" "Tenang saja. Semuanya sudah aman," jawab paman Grove meninggalkan perusahaan Barata. Sekarang dia hanya melakukan tugas terakhirnya sebelum Aditya tiba di rumah sakit. "Semua sudah beres?" Paman Grove menyambungkan ponselnya ke orang suruhannya di rumah sakit."Beres. Tuan Collins tampaknya sedikit syok dan tidak mengatakan apapun dengan bukti-bukti itu." "Oke, tugas kalian sudah selesai. Sekarang kalian bisa bebas. Katakan ke semua anggota, sampai kapanpun hal ini tidak bisa bocor! Ingat! Kalian berhadapan dengan Aditya!""Siap, Bos! Aman terkendali.""Oke, pergilah bersenang-senang. Bonus kalian sudah di transfer."Paman Grove mendahului Aditya ke rumah sakit, beberapa menit yang lalu Tuan Collins memintanya datang. Mungkin ingin menanyakan kebenaran bukti yang diberikan asisten pribadinya.
Tuan Collins menunjukkan senyum smirk-nya. Dia memang menanyakan Aditya ke paman Grove. Sudah seminggu ini Julia mencari-carinya ke rumah sakit. Dari Julia jugalah Tuan Collins tahu Aditya tidak lagi tinggal di rumahnya. Namun, Tuan Collins tidak ingin membahasnya."Apa kamu sudah mengurus pernikahanmu dengan Julia?" tanya Tuan Collins membetulkan letak selang infus yang melilit di tangannya."Pernikahan? Aku memang sedang merencanakan pernikahan, tapi tidak dengan Julia, Kek." Aditya melipat kedua tangannya di dada.Ucapannya itu menarik atensi Tuan Collins dan menaikkan pandangannya. "Apa maksudmu, Aditya? Kamu mau menggagalkan rencanaku dengan Barata?" berangnya melotot tajam."Rencana mengakuisi perusahaan milik Tuan Abeth dan Viktor? Sepertinya Kakek tidak tahu jika Tuan Bramasta sudah bergerak lebih cepat." Aditya menarik punggungnya yang menempel di dinding kamar rumah sakit. "Tidak bisa di salahkan juga Tuan Bramasta. Kalian saja yang tidak bergerak cepat. Yah, kalian sibuk
Selena terbangun setelah mendengar bunyi alarm dari ponselnya. Sedikit kaget mendapati dirinya tertidur di ruang tamu. Punggungnya terasa mau patah karena semalaman tidur membungkuk di sofa kecil.Selena meregangkan otot tubuhnya sebelum berjalan ke kamar Baby Lea. Pun cepat-cepat membersihkan diri sebelum Aditya datang ke sana.Namun, belum selesai berkutat dengan Baby Lea, terdengar suara bell. "Iya, bentar," serunya berlari kecil ke depan. Tampak Aditya menunggu di depan pagar."Masuklah, aku belum selesai," ujar Selena memberikan Baby Lea kepada Aditya.Ia tidak tahu mengapa senyaman itu memperlakukan Aditya. Bahkan tubuhnya yang cuma terbungkus daster basah tidak merasa malu. "Selena," panggil Aditya melihatnya terburu masuk."Tunggu sebentar aku mandi," serunya menghilang di balik pintu kamar.Sengaja atau tidaknya, pintu kamar jelas tidak menutup sempurna. Aditya meletakkan Baby Lea di ruang bermain, niatnya ingin menutup pintu kamar. Aditya tidak yakin bisa menguasai dirin
Setelah beberapa lama berbincang, Aditya berpamitan pulang. "Kamu pulang saja dulu, Selena. Mumpung ada Aditya yang bisa mengantarmu ke rumah," ujar Mami kasihan melihat Selena terus-terus di sana. "Mami saja yang pulang. Aku---""Biar Mami dan Riana di sini malam ini. Kamu dan Baby Lea pulanglah. Pun ada Papi juga di sini," potong Mami memaksa Selena pulang."Aditya, tolong antarkan Selena ke rumah ya.""Baik, Nyonya." Aditya meraih Baby Lea dari pangkuan Selena. Membawanya keluar mendahului Selena.'Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semua sesuai dengan rencana. Sekarang tinggal menunggu giliran Kakek tua itu!' batin Aditya tertawa kecil. "Maaf merepotkan kamu," kata Selena menarik Baby Lea dari pangkuan Aditya dan mendudukkannya di kursi belakang.Aditya bergumam dalam hati, itu semua sudah direncanakan. Sekarang dia hanya ingin membuat Selena merasa dirinya malaikat penolong."Tidak apa-apa. Lupakan saja yang lalu-lalu, fokus dengan kesehatan Hendra dulu.""Tapi ... kata dokter Kak H
Di kediaman keluarga Bramasta tidak lantas membuat Selena tenang. Pikirannya tentang Aditya semakin kuat saja. "Hei, malah bengong." Riana yang baru tiba menepuk pundak Selena. Selena mengangkat kepala lemah. Melihat Riana jadi timbul niatnya keluar ingin menemui Aditya. Ia harus mengakui semuanya ke Aditya dan meminta Aditya untuk melupakannya dan Baby Lea.Selena tidak ingin jika Tuan Collins sampai tahu ia memiliki keturunan keluarga Collins. Ancaman pria tua itu belum bisa hilang dari pikirannya."Malah bengong," omel Riana menyikut bahu Selena."Iya, aku kelelahan seharian menjaga Baby Lea," sahut Selena tertawa kecil. "Elleh, kan Mami sudah langsung pulang. Sekarang kamu bisa bersantai juga."Benar juga. Ini kesempatannya bisa keluar dengan mengajak Riana yang doyan belanja-belanja dan salon."Hmm, kamu mau mengajakku keluar?" pancing Selena mengedipkan sebelah matanya menggoda calon iparnya.Benar saja, mendengar kata keluar, Riana mencampakkan tas belanjaannya ke dalam kam
Paman Grove mengerahkan seluruh orang suruhannya mendapatkan benda untuk keperluan tes DNA yang diminta oleh Aditya."Aku yang akan mendapatkan sampel rambut putriku, paman Grove. Kalian hanya perlu mengawasi Hendra dan keluarga Bramasta saat aku berkepentingan di rumah Selena.""Baik, info sudah aku dapatkan, Tuan Bramasta dan istrinya juga putrinya tengah ke pertemuan mitra bisnis keluar kota, sore nanti baru kembali. Kami hanya akan mengendalikan Hendra selama kamu berkepentingan di rumah Selena."Aditya setuju dan segera bergerak menuju rumah Selena. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan kembali wanita yang jadi cinta pertamanya.Sebenarnya, terlihat konyol bagi seorang Tuan Muda bangsawan mengejar-ngejar wanita yang tidak sederajat dengannya, pun mengemis cinta darinya. Selena di rumahnya. Setelah beberapa lama memastikan Aditya tidak datang lagi, ia mulai berani membuka pintu rumah dan bersantai di teras rumah. Hingga lima belas menit kemudian."Ekkhem!
Selena memastikan Aditya pergi. Gemuruh dadanya meningkat dan berlari masuk menuju meja makan. Menyambar gelas dan menuang air minum sebelum meneguknya habis. Selena masih berdiri, mencengkram sisi meja menahan tubuhnya yang masih bergetar. Napasnya memburu dengan dada turun naik. "Dari mana dia tahu tempat ini?" gumamnya mulai mengatur napas. Meremas ponsel di genggaman tangannya. Selena segera menemukan kontak Hendra hendak akan menghubunginya, memberitahu kedatangan Aditya tadi.Namun, hanya kembali meletakkannya di atas meja. Ia tahu sekarang Hendra sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Selena mengurungkan niatnya.Selena berjalan ke kamar melihat Baby Lea, dia sedang tertidur pulas di ranjang.Selena kembali keluar berjalan ke ruang depan. Menyibakkan gorden guna menyelidiki Aditya tidak kembali ke sana. Hatinya jadi gelisah dan tidak tenang. Pikirnya, Aditya akan kembali lagi. "Aku ke rumah Mami saja," ujar Selena berbalik ke meja makan. Meraih ponsel hendak menelepon sopir
Aditya baru saja tiba di mansion ketika paman Grove baru beranjak dari ranjangnya. Untung orang suruhannya tepat waktu menjemput Aditya ke bandara."Maaf, aku terlalu lelah hingga sulit bangun cepat. Duduk dan segarkan dulu pagimu dengan kopi panas, aku membersihkan badan sebentar," ujar paman Grove meninggalkan Aditya yang berdiri di depan pintu kamarnya."Hmm, cepatlah!" sahut Aditya berpindah ke meja makan.Tangannya meraih gelas berisi kopi dan meneguknya seperempat gelas. Udara dingin karena musim hujan membuat suhu tubuhnya sedikit menggigil. Di luaran memang sangat dingin tadi. "Apa Tuan Collins mengizinkanmu kemari?" tanya paman Grove ikut duduk di samping Aditya."Kakek tidak jadi ke luar kota. Agaknya dia ada sedikit masalah dengan Tuan Barata."Masalah apa? Paman Grove mengerutkan kening. Tidak mungkin Tuan Collins mau melakukan permusuhan dengan Tuan Barata. Dia sangat membutuhkan bantuan Tuan Barata untuk kepentingan bisnisnya. "Kamu bercanda?" tanya paman Grove merasa
"Kamu pulanglah, perusahaan Adiguna Jaya membutuhkanmu. Aku bersama orang-orangku segera menyelidiki hubungan Hendra dan Selena. Yang aku butuhkan hanya dua hal, alamat rumah Hendra dan Selena tinggal dan gedung tempat pernikahan mereka sebelumnya!" ujar paman Grove percaya diri. "Hahk! Kalau aku tahu tidak perlu menyuruh orang-orang mu itu menyelidikinya," ketus Aditya menjawab.Paman Grove mendelik, menggeleng-gelengkan kepala guna memfokuskan pikirannya.Ahh, iya. Itu benar! Kalau Aditya bisa melakukannya kenapa meminta tolong padanya. Paman Grove menggaruk-garuk tengkuknya."Aku tetap di sini. Katakan saja ke Tuan Collins aku punya kesibukan di perusahaan Wiguna.""Tuan Collins memintamu ke perusahaan Adiguna Jaya. Akhir minggu ini beliau ke pertemuan bisnis dengan Tuan Barata. Jadi, tidak mungkin Julia yang memegang kendali perusahaan, Aditya.""Julia masih di perusahaan?""Iya, sampai kamu yang menyuruhnya keluar, itu katanya."Aditya terdiam. Dia butuh Selena kembali kepadan