Seketika wajah Selena memanas dan berubah warna merah menyala. Tersadar baru saja membongkar aibnya kepada orang lain. Ekspresi wajah yang sama juga ditunjukkan oleh Hendra. Jantungnya hampir saja berhenti berdetak, sangat kaget mendengar pengakuan Selena. Gemuruh dadanya meningkat membayangkan seseorang yang telah merenggut kesucian Selena. Kini pikirannya langsung tertuju pada Aditya."Bagiku tidak mempermasalahkan itu, Selena. Masa lalu mu milikmu, aku hanya ingin kita bersama di masa depan." Hendra meredakan rasa kagetnya berlahan."Jangan, Kak. Tidak seperti yang Kakak pikirkan. Bahkan aku merasa tidak akan ada pria yang akan menerimaku lagi."Hendra tersentak, langsung memeluk Selena."Aku, Selena. Aku mencintaimu lebih dari semua yang kamu pikirkan itu.""Tidak!" Selena mendorong kasar Hendra yang memeluknya erat. Emosinya membuncah mengingat kenikmatan bercocok tanam yang ia nikmati dengan Aditya semalaman.Selena tak berhenti mengutuki kebodohan dirinya. Namun, semuanya s
Selena meremas pulpen di genggaman tangannya. Takut-takut iapun bertanya."Kenapa belum pulang, Pak?" Lama tidak menunggu respon Aditya, Selena melanjutkan ucapannya."Tapi pekerjaan saya juga sudah selesai di---""Besok kita harus ke perusahaan Wiguna."Apa? Ia tidak boleh ke perusahaan Wiguna, itu atas perintah Tuan Collins juga. Selena mencari-cari cara agar ia tidak dipaksa ikut ke sana. "Tapi pekerjaan saya di---""Kebiasaan kamu selalu membantah, ya! Sadar tidak yang Bos siapa, yang bawahan siapa? Apa tidak ada hal lain yang kamu pikirkan selain membantahku, Selena?" 'Dia kenapa lagi?'Arghh! Rasanya ingin sekali meremas-remas mulutnya yang pedas itu. Tak terbayangkannya malam ini harus satu ranjang lagi dengan Aditya. Tak perlu lagi menduga-duga, ia sudah tahu apa yang akan terjadi."Tapi saya---""Tunggu," potong Aditya mengangkat tangan menyuruhnya berhenti bicara, melirik ke ponselnya yang baru ia letakkan di sampingnya. "Kakek?" pekiknya, sejurus raut wajahnya langsung
Telinga Selena memanas, kalau Aditya mau membayar tubuhnya tak harus di parkiran. Bisa di dalam kamar tadi. Di luaran ini banyak telinga yang bisa mendengar. Atau itu yang diinginkan Aditya? Ingin mempermalukan dirinya! Agar semua orang tahu kalau ia cuma wanita jalang!Selena tertawa getir, kalau bukan butuh uang ongkos pulang naik pesawat, ia sudah mencampakkan balik ATM Aditya itu. Tapi ... sekarang iapun tidak mau lebih merendahkan dirinya di hadapan Aditya. Ia tidak butuh ATM nya."Saya cukup diberi ongkos kepulangan saya saja, Pak. Kebetulan saja saya tidak membawa ATM saya," ujar Selena melunak, coba-coba bernegosiasi dengan Aditya guna menaikkan harga dirinya.Aditya menyeringai tipis menatap Selena dengan tatapan yang sangat merendahkan."Baru kali ini aku melihat wanita sepertimu bersikap ..." Aditya sengaja menggantung ucapannya menunggu respon Selena yang memanas.Selena tidak tahan lagi dengan penghinaan Aditya. Wanita seperti apa maksudnya? Apa perlu aku beberkan kepe
Matanya melotot, bergumam, "Tuan Collins!"Selena langsung mengangkatnya tanpa memberitahu Aditya. "Iya, saya---""Selena, tolong buat rincian pengeluaran perusahaan selama kamu di luar kota. Biar lebih mudah mengirimkannya ke bagian keuangan.""Ba---"Tut tut.Seperti biasa Tuan Collins langsung memutuskan obrolan sepihak.Selena mengekorkan sudut matanya melirik Aditya, tapi pria itu tampaknya tidak tahu kalau Tuan Collins yang barusan menelepon.Selena bisa membayangkan raut wajah Aditya yang langsung memucat jika sampai tahu. Hahaa, sekarang rasakan pembalasanku! Selena diam-diam tertawa senang.Biaya hotel? Tunggu, sepertinya aku menyimpan kwitansi pembayarannya. Selena merogoh saku tasnya. Untungnya ia menyimpannya, jadi tidak perlu bertanya ke Aditya.Tiket pesawat sekali saja, biaya hotel, biaya makan ... Selena mengingat-ingat berapa uang Aditya habis saat makan malam kemarin.Ahahh! Aku ingat 680 ribu rupiah dibagi dua jadi 340 ribu. Selebihnya makanan disediakan hotel.Set
Tak mau berlama-lama dengan rasa penasarannya, Selena cepat-cepat merobek sisi amplop."Cek? Untuk apa dia memberikan cek ini?" gumam Selena semakin terbelalak dengan nominal yang tertera di sana."S-satu milyar? Ini untuk apa sebenarnya?" desisnya tiba-tiba ketakutan telah lancang membuka amplop.Otak cerdasnya memutar, mungkin cek itu cuma dititipkan untuk ia pegang. "Ohh, shit! Mana amplop?" Buru-buru mencarinya dalam tas. Untungnya ia menemukannya. Setelah merapikannya kembali, Selena turun guna menghampiri Aditya yang sudah menunggunya."Pindah duduk ke depan," titah Aditya melirik Selena yang duduk di kursi belakang dari kaca kecil mobil. Tanpa pikir-pikir lagi Selena menurut saja berpindah duduk. Tak ada artinya berdebat dengan Aditya, yang ada mereka akan bertengkar lagi."Kenapa masih belum dibuka amplopnya, Selena?" tanya Aditya melihatnya hanya memegang amplop yang dia berikan.Hahk! Aditya tidak tahu saja sudah dibuka tadi, tapi ia tutup lagi karena takutnya."Ehh, s
Tadi katanya tidak terbayarkan, sekarang beda lagi. Memang Bos absurb, mencebik kesal. Tapi, mendengar kata hukuman dari Aditya, cepat-cepat ia mengabaikan pikirannya. Buru-buru memasukkan cek di tangannya ke dalam saku dalam tasnya."Baik, Pak," ucap Selena masih belum bisa yakin sepenuhnya menerima cek itu dari Aditya."Pak Aditya, saya bisa bertanya satu hal?" tanya Selena takut-takut menoleh ke arahnya."Hmm, asal jangan soal cek! Ingat, ya!"Selena meremas jari-jemarinya tangannya. Rasa takutnya masih belum bisa hilang dengan pengakuan Aditya tadi."Kapan Anda melihat hantu di kos saya, Pak?""Tadi!""Hakh! Bagaimana bentuknya, Pak?" buru Selena semakin takut namun penasaran juga. "Tinggi, rambutnya di cepol ke atas, memakai gaun berwarna coklat muda, dan memegang sapu."Selena mengernyitkan kening bingung. Masakan ada hantu sampai dengan jelas menunjukkan wujudnya.Tunggu! Tinggi, rambut di cepol dan memakai gaun berwarna coklat muda? Hahk, itu kak Sharon.Selena menaikkan s
Selena mengikuti arah tatapan Aditya, sampai matanya terpojok pada wajah samping pria tampan yang tampak sibuk mengobrol."Kak Hendra?" desisnya tidak percaya dia juga ikut ke pertemuan bisnis ini."Sini kamu!" Aditya menarik tangannya yang terpaku menatap Hendra, membawanya menjauh dari pintu ruang pertemuan."Jujur padaku sekarang, kamu sengaja mengundangnya? Apa hak mu melakukan itu, Selena, hakh? Ingat! Kamu cuma CUMA sekretaris! Sewaktu-waktu aku bisa memecat mu!"Selena menganga, wajahnya memucat. Berkali-kali menarik napas guna bisa mencerna semua tuduhan Aditya barusan.Namun, belum sempat bicara guna meluruskannya, Aditya sudah angkat bicara. "Kamu harusnya sadar, Selena! Kamu sudah melakukannya berkali-kali denganku, Selena! Untuk apa kamu mencari-cari perhatian sama pecundang itu? Mau menjual tubuhmu padanya?"Selena terbelalak. Kali ini ia tidak bisa mau-mau saja direndahkan Aditya. Lagipula semua yang dituduhkan kepadanya tidak benar.Menjual tubuhku? Sehina apa aku di m
Setelah mendapat izin dari Aditya, Selena gegas naik ke mobil Hendra. Ia juga merasa jenuh dan muak dengan Aditya. Seenggaknya pergi dengan Hendra otaknya bisa kena angin segar."Kamu suka makanan luar, Selena?" tanya Hendra menunjuk salah satu restoran luar.Selena yang tak pernah memilih-milih makanan, bahkan jarang menyicip makanan restoran cuma mengangguk saja."Terserah kak Hendra, aku mengikut saja," sahutnya tersipu-sipu.Hendra mengangguk-angguk kemudian memarkirkan mobilnya. Untungnya Selena menurut saja, jadi dia tidak perlu menghabiskan waktu istirahat mencari-cari restoran lain.Hendra memesankan makanan dan minuman yang sama untuk mereka. "Oiya, kak Hendra ikut ke pertemuan tadi diundang sama pak Aditya?" tanyanya mengorek informasi. Sebab sampai saat ini hatinya masih memanas dengan tuduhan Aditya tadi. "Bukan, tapi Tuan Besar Collins. Awalnya aku menolak karena baru juga bergabung dengan perusahaan Adiguna Jaya. Tapi Tuan Collins tetap memaksa harus ikut, jadi yah a