Tak salah memang, Neneng dijuluki sebagai kembang desa, polesan make up yang cukup tebal tetap menjadikan dia semakin cantik seperti perempuan kota, walau agak norak dandanannya. Dyta mengakui kecantikan perempuan itu, tapi sebenarnya masih cantikan Dyta kok.
Lalu kenapa Aldo sampai menatap terbengong perempuan itu? Ia hampir lupa ada Dyta di sampingnya. Patut jika Dyta marah besar, dan ingin sekali menonjok mukanya kuat-kuat.
Sebenarnya bukan perihal tampang saja sih, jika dibandingkan dengan Dyta jelas Aldo juga bisa menilai, cantikan Dyta kemana-mana. Dandanan Dyta jauh lebih berkelas, natural dan elegan kayak artis-artis korea, menjadikan dia begitu menawan tanpa ada porsi make up yang terlalu berlebihan. Pokoknya Dyta begitu perfect.
Maklum, Aldo pria normal … ini alasan yang paling tepat … selain make up, pakaian yang dikenakan Neneng juga cukup parah. Tubuhnya yang kurus berbalut pakaian kurang bahan!
Neneng mengenakan rok hampir 2 je
Karena Dyta tidak menanggapi kalimatnya, Aldo pun kembali menambahkan, “Bukannya apa-apa, aku cumen nggak mau kita ribut disini, nanti nenekmu marah lagi.”“Oh … jadi kamu minta maaf karena takut sama nenek? Padahal sebenernya kamu nggak merasa bersalah, iya kan?”“Bu-bukan begitu juga … aku ….” Wajah Aldo nampak memelas. Tak terpikir sedikitpun olehnya Dyta akan salah paham sejauh ini.“Tuh kan, kamu nggak bisa jawab? Bilang aja memang iya.”Selesai sudah, Dyta malah semakin marah. Ini merupakan kali pertama Dyta ngambek seperti ini, Aldo jadi bingung harus berbuat apa.“Ternyata cewek kalau ngambek gini amat ya?” batinnya menggaruk-garuk kepala belakang yang tidak terasa gatal.Ini juga bisa dikatakan pertama kalinya ia berhadapan dengan perempuan yang sedang merajuk, mantan-mantannya yang lain tidak ada yang berani bersikap seperti ini terhadapnya, bertingkah
“OK! Aku mau lihat kamu seberani apa!”Wow! Aldo tak menyangka, ternyata Dyta malah menantangnya seperti ini, membuatnya terbelalak.Ia memperhatikan Dyta memutar lagi kepalanya cepat membelakanginya, lalu mulai menggerakkan kakinya. Rasanya napas Aldo agak tersendat-sendat menahan diri agar tidak terbawa emosi. Pada detik yang sama ia juga terpikir perlu memberi Dyta pelajaran.“He … Dia pikir aku beneran nggak berani melakukannya?”Dengan sigap Aldo meraih tangan Dyta cukup kuat hingga tubuh Dyta berputar dan terjatuh kedalam pelukannya. Posisi mereka begitu dekat sekarang, sangat intim. Saking tak berjarak, mereka bisa merasakan hangatnya hembusan napas masing-masing. Pandangan mereka juga saling bertemu. Pada posisi seperti ini, Aldo berhasil membuat jantung Dyta berpacu cepat sekali.Kejadian tersebut ternyata sangat menarik perhatian, seisi ruangan kini menoleh ke arah mereka. Menyadari hal itu, wajah Dyta sonta
Dona serta Kresnata tiba-tiba muncul. Kedua orang tua itu tadinya berada di sisi lain, belum mengetahui kejadian tersebut, alangkah terkesiapnya mereka saat menyaksikan kejadian yang dipertontonkan Dyta dan Aldo.“Anak muda jaman sekarang bikin geleng-geleng,” komen Dona menyentuh mulutnya. Kalau Kresnata hanya diam saja sambil merangkul istrinya.Apalagi sesaat kemudian, Tanti juga ikut hadir di hadapan mereka, dia tak kalah terkesiap melihat pemandangan yang tersaji.“Apa yang kalian lakukan?” ucap Tanti khas akan rasa kaget.Untung perempuan renta tersebut tidak pingsan melihat kelakuan Aldo dan Dyta yang kurang terpandang ini. Sebenarnya Aldo belum berhasil menempelkan bibirnya pada bibir Dyta, tapi sudah cukup dekat dan tentu semua orang bisa menebak dengan benar apa yang akan dilakukan pasangan itu.Mendengar suara nenek dan kedua orang tua Dyta, tentu saja Aldo ikut terkejut dan langsung membatalkan niatnya melahap bi
Pesta ulang tahun sang nenek bisa dikatakan berjalan dengan baik walau sempat terjadi beberapa kekacauan. Para tamu mulai berpamitan sejak jam 19.30an, hingga pukul 20.00 rumah nenek hampir kosong hanya menyisakan beberapa kerabat terdekat saja.Salah satunya seorang pria berusia sekitar 40 tahunan di depan sana, sedari awal Aldo sudah memperhatikan pria itu yang datang agak terlambat, tepatnya sehabis tragedi memalukan tadi, hanya saja belum sempat menanyakannya pada Dyta. Ia seperti mengenalnya, bukan seperti lagi sih, tapi yakin.“Dyt, itu bukannya Pak Ivan ya?” tanya Aldo akhirnya.“Mana?” Dyta ikut menoleh ke arah sofa bed tempat pria tersebut duduk.Disana terdapat 2 orang pria, juga ada Tanti yang menemani mereka ngobrol. Terlihat asyik sekali, senyuman merekah di wajah mereka semua. Baru kali ini Aldo melihat sang nenek tertawa selepas itu sejak pertama menginjakkan kaki di rumah itu.“Oh, yang pakai baju putih
“Iya ampun, jadi bener?” sambut Ivan antusias. Pada detik itu juga dia langsung beranjak dari posisi duduknya dan menyalami Aldo penuh semangat.Pemandangan seperti ini jelas membuat bingung semua orang yang berada di sana. Mau itu Tanti, ataupun Dyta. Temannya Ivan juga, tapi karena dia sendiri tidak mengenal Aldo dia tidak terlalu memikirkan hal itu.“Loh, jadi kalian saling kenal? Kok bisa sih?”Dyta yang bertanya. Saking bingungnya, Tanti bahkan tak dapat melontarkan pertanyaan tersebut. Sekarang pun ia masih termangu sembari menanti jawaban Aldo atas pertanyaan Dyta yang tak langsung dijawab. Malah Dyta yang kembali bersuara.“Asem! Kamu juga nggak bilang-bilang tadi,” protes Dyta sambil memukul bahu Aldo merasa tertipu.“Kamu kan udah tau aku kenal Pak Ivan,” protes Aldo balik.“Iya, tapi kamu nggak bilang kalian sedekat ini! Dasar!”Aldo bergegas menghindar ketika Dyta
Setelahnya, mereka semua saling bercengkrama, ngobrol santai saja. Lebih banyak membahas tentang ladang amal yang sedang dikerjakan Ivan saat ini, entah kenapa mereka merasa damai akan topik itu.Kumpulan itu juga semakin banyak, ketika kerabat lain yang belum pamit ikut nimbrung bersama mereka. Ivan memang tidak dengan sengaja mengajak mereka bergabung menjadi donatur, tapi ada beberapa orang menawarkan diri sendiri ingin ikut menyumbang saat tahu tentang kegiatan positif yang digarap Ivan, semua orang memuji kebaikan pria itu.Begitulah mereka menghabiskan sisa-sisa detik pesta, hingga satu per satu dari mereka pamit dari rumah sang nenek. Pada akhirnya hanya menyisakan Dyta dan Aldo saja. Dona serta Kresnata sendiri sudah pulang sejak jam 19.40 tadi, katanya Kresnata ada janji temu dengan klien besok jam 8 pagi jadi tidak bisa nginap.“Ehm, Nek … kayaknya aku sama Aldo juga harus pamit,” ucap Dyta. Raut wajah Tanti berubah muram.&ld
“Ada apa sih? Bilang dong … jangan bikin aku penasaran,” cecar Dyta.“Bukan apa-apa, nanti kamu juga tau sendiri kok.”“Kalau bukan apa-apa ngapain kita balik? Lagian kamu kayak khawatir gitu, ada masalah emang ya sama nenek?”“Atau karena nenek banting pintu tadi ya? Kita balik buat minta maaf, gitu kan?” berondong Dyta, tapi Aldo tetap tak menjawab.Dari wajahnya, Aldo malah terus memperlihatkan kekhawatirannya. Dia mencoba menyembunyikan, tapi tak bisa. Dia tidak ingin memberitahukan Dyta tentang ini karena tak ingin membuat kesayangannya itu ikut khawatir, cukup dia saja yang memikirkan hal ini.Apalagi Dyta orangnya panikan, jika saja dia mengetahui tentang sosok mengerikan yang dilihat oleh Aldo di samping rumah nenek, entah apa jadinya. Sementara dalam menghadapi masalah, Aldo memerlukan ketenangan, pikiran setenang air di danau.Berkaca dari kehidupannya yang penuh liku selama in
Sesaat, Aldo tanpa sengaja menekan gagang pintu ke bawah, dan hasilnya begitu mengejutkan. Ternyata pintu itu tidak terkunci.“Gawat!”Aldo pun semakin yakin pasti telah terjadi sesuatu terhadap sang nenek. Jika saja ada orang lain di rumah ini, mungkin Aldo masih bisa sedikit lebih tenang. Masalahnya nenek hanya sendirian! Jalu pergi entah kemana karena ngambek, biasanya dia yang menemani nenek. Dia tinggal bersama nenek selama ini.Sementara Dyta yang mendengar samar gumaman Aldo secepat mungkin menghampiri pintu.“Apanya yang gawat?”Entahlah, Dyta merasa Aldo terlalu berlebihan saat mencoba menerka apa isi kepala kekasihnya itu. Pasti Aldo berpikir ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada neneknya. Yah, memang demikian kenyataannya. Hanya saja Dyta tidak tahu saja kejadian sebenarnya seperti apa. Jika tahu, pastinya dia akan jauh lebih panik.“Mungkin nenek lupa kunci pintu,” tebaknya santai saja