Bolehkah Aku Menangis

Bolehkah Aku Menangis

last updateLast Updated : 2022-03-29
By:  As JazOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
19Chapters
2.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Aku adalah anak yatim, putri sulung. Sejak aku berusia belasan tahun, aku harus bekerja keras demi adik-adik. Saat mulai bekerja untuk pertama kalinya menjadi Asistent Rumah Tangga, di situ pula aku mulai merasakan banyak pengalaman yang menjanggal.

View More

Chapter 1

Berangkat

"Aku titip Adik-adik, Nek." Jemariku menyalam lalu menyentuh punggung tangan nenek dengan wajah. Saat kutatap, tampak jelas raut nenek tak ikhlas melepaskanku pergi.

Nenek tak berkata apa-apa, aku tahu ia sedang menahan sesak. Sementara Paman dan Tante hanya duduk di sofa melihatku menenteng tas punggung. Kalau saja mereka tak menyuruhku pergi untuk mencari pekerjaan di kota, mungkin, aku masih di sini bersama mereka.

"Jangan nakal!" ucapku mengingatkan sembari mengecup kepala adik laki-laki dan perempuanku bergantian.

Arni, adik perempuanku terus menangis. Ia memeluk lebih erat. "Aku ikut, Kakak!" rengeknya sesenggukan.

 

Tanganku melepasnya dengan pelan. Lalu, mengusap pipi mungilnya yang basah. Dada terasa sangat nyeri beriringan dengan tenggorokangku. Tas punggung terpasang erat, aku berjalan keluar menuju mobil yang telah menunggu.

Sekali aku menoleh sebelum memasuki mobil. Arni dan Fahmi tampak berjalan mendekati. 

"Pak, jalan!" titahku pada Pak Supir agar tak melihat mereka lebih lama. Aku khawatir, semakin lama memandangi mereka, semakin berat aku pergi jauh untuk mereka.

 

 

Tubuhku bersandar menghela napas. Beginikah perasaan Ayah saat hendak berangkat meninggalkan kami? Sakit sekali!

Kupejamkan mata, wajah ayah terbayang jelas ketika ia menaruh tangannya di kepalaku sebelum berangkat. Hampir setahun kepergian ayah, pergi selamanya akibat kapal  menenggelamkannya bersama korban yang lain.

Di tengah perjalanan, aku melihat sesosok pria menggendong anak kecil. Rinduku pada ayah semakin menjadi-jadi.

Air mata menetes, aku buru-buru menyingkirkannya dengan ujung kain khimarku dan kembali menutup mata. Aku merasakan mobil berhenti, ada suara beberapa wanita yang masuk. Posisiku duduk di bagian paling belakang. Pura-pura tak mendengar karena aku malas bertatapan pada orang asing atau menyapa ramah. 

Suasana menjadi sedikit ramai akibat perbincangan beberapa wanita di depanku. Hingga beberapa jam berlalu dan kembali hening. Mereka tampak beristirahat memejamkan mata juga. Aku bebas mengamati luar jendela. 

Ponsel kukeluarkan, ada pesan dari seseorang yang akan menjadi majikanku.

[Sudah berangkat, Dik?] tanyanya.

[Sudah, Kakak. Saya sudah di perjalanan.] Balasan pesanku pun terkirim.

Setelah mengirim pesan, aku melihat potret ketiga adikku di ponsel. Ah, harusnya aku tak melihat mereka. Adik bungsuku tak sempat kukunjungi, dia bersama ibu di desa nenek. Kuharap, mereka baik-baik saja di sana.

 

***

Tiba di depan pagar orang yang aku tuju. Aku keluar mobil dan membayarnya. Suara pagar besi terdengar terbuka. Aku membalikkan tubuh, sementara mobil kembali melanjutkan perjalanannya.

Wanita muda berambut sepinggang melewati pagar dan tersenyum. "Kau ... Hana?" tanyanya memastikan menatapku.

"Iya, Kakak. Saya Hana," jawabku membalas senyumnya.

Dia tampak mengangguk kecil. "Masuklah, Dik!" katanya mempersilakan sembari berjalan dan kembali membalikkan tubuh.

Aku masuk, jemari lentiknya mendorong pagar dan menutup. Napasku mengembus lega. Majikanku tak memperlihatkan wajah sangar seperti yang kubayangkan. Sekilas aku mengamati halaman rumahnya penuh dedaunan kering yang ditumbuhi beberapa bunga indah, tetapi tak terawat baik. Mungkin, pemilik rumah benar-benar sangat sibuk. 

Aku hanya mengekori, dia membawaku ke sebuah kamar di lantai pertama dekat dapur. Mataku melebar sejenak, menengadah melihat rumah berlantai tiga dengan gaya klasik berwarna putih. 

"Ini kamarmu, Dik. Kau istirahat saja dulu. Besok mulai bekerja," ucapnya membuka pintu kamar. "Barang-barang di sini sengaja aku tutupi kain putih agar tak terkena debu," imbuhnya menjelaskan.

Aku baru menyadari barang di sana tertutupi kain putih. "Baiklah, Kakak, terima kasih banyak!" kepalaku menunduk usai tersenyum tipis. Aku merasakan ada bau aneh di sekitar. Namun, aku tak ingin terlihat mengendus. 

Telunjukku terus mengusap hidung. Majikan meninggalkanku di kamar sendirian. Dia menyuruhku beristirahat, tetapi kamar penuh debu hingga aku harus membersihkannya dulu.

Langkahku memburu setelah menaruh tas di lantai. Mencari alat pembersih. Majikan tak tampak lagi. Aku memandangi tangga menuju lantai dua, tetapi sungkan untuk menaikinya. Tak sopan rasanya jika belum ada izin.

Aku kembali ke kamar, mencari sehelai kain yang bisa digunakan mengusap debu. Kuteliti toilet di dalamnya. Lumayan ... ada toilet di dalam kamar hingga aku tak perlu repot keluar kamar di tengah malam nanti.

Ada kain lap bermotif kotak tergeletak di lantai depan toilet, aku meraih dan mencucinya. Kemudian, mengusap seluruh debu di atas meja, bingkai jendela usai membuka lebar jendela agar udara masuk menyegarkan.

Ketika semua telah bersih. Aku mengumpulkan kain-kain kotor dan merendamnya di wadah hitam. Kuluangkan waktu berbaring di ranjang dengan kasur cukup empuk. Apakah ini kamar pembantu sebelumnya? Rasanya terlalu nyaman. Majikanku pasti orang baik hingga memberi fasilitas layak pada pekerjanya.

Kantuk menyerang, udara mulai terasa dingin kala mentari akan terbenam. Aku beranjak menutup jendela. Terdengar ada suara tangisan samar-samar.

Pintu kamarku tak tertutup. Suasan hening, hanya suara tangisan kecil itu yang terdengar. Aku menyambar tas dan menaruhnya di atas ranjang. Kubuka ponsel dan melihat pesan dari majikan.

Aku hendak menanyakan perihal suara itu, tetapi tiba-tiba suara kaki melewati kamar. Mungkin, itu majikanku.

Tak lama, aku baru menyadari, saat mendengar suara kaki dan langsung melihat ke luar kamar tadi, tetapi tak ada bayangan sedikitpun.

 

 

[Kakak, ada dimana?] Aku mengirim pesan setengah ragu, takut menganggu majikan atau tak santun. 

Beberapa menit, aku menunggu balasan. Aku menatap ponsel saat bergetar oleh pemberitahuan pesan.

[Aku di luar rumah, Dik. Jika kau lapar, carilah di lemari es!] 

Lalu ... siapa yang lewat di depan kamar tadi? Aku memutarkan pandangan. Mungkin, itu adalah ibunya, sebelum menyetujui untuk menerima tawarannya melalui akun sosial media, dia sempat memberi tahuku bahwa dia tinggal berdua ibunya. Mengapa aku melupakan ini? Aku mengusap keringat sekilah.

Gerah membuatku tak nyaman. Aku megeluarkan pakaian dari tas dan memilih mandi agar tidurku nyaman.

Ketika aku berada di dalam toilet, terdengar suara barang jatuh. Aku terkejut dan buru-buru keluar memakai pakaianku tergesa-gesa. Entah mengapa, aku spontan melakukannya dan menutup pintu kamar rapat. Jantungku berdebar tak karuan.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
19 Chapters
Berangkat
  "Aku titip Adik-adik, Nek." Jemariku menyalam lalu menyentuh punggung tangan nenek dengan wajah. Saat kutatap, tampak jelas raut nenek tak ikhlas melepaskanku pergi.   Nenek tak berkata apa-apa, aku tahu ia sedang menahan sesak. Sementara Paman dan Tante hanya duduk di sofa melihatku menenteng tas punggung. Kalau saja mereka tak menyuruhku pergi untuk mencari pekerjaan di kota, mungkin, aku masih di sini bersama mereka.   "Jangan nakal!" ucapku mengingatkan sembari mengecup kepala adik laki-laki dan perempuanku bergantian.   Arni, adik perempuanku terus menangis. Ia memeluk lebih erat. "Aku ikut, Kakak!" rengeknya sesenggukan.     Tanganku melepasnya dengan pelan. Lalu, mengusap pipi mungilnya yang basah. Dada terasa sangat nyeri beriringan dengan tenggorokangku. Tas punggung terpasang erat, aku berjalan keluar menuju mobil yang telah
last updateLast Updated : 2021-07-15
Read more
Gelap
Perutku mulai berbunyi, tetapi aku tetap berdiam di dalam kamar. Rasanya aneh berada di rumah orang yang baru saja kutemui. Namun, demi adik-adik, secepatnya harus bisa menyesuaikan diri di tempat baru ini.   Daya ponselku tersisa beberapa persen, aku mengerling colokan di atas meja dekat tempat pembaringan.    Ketika aku bersandar nyaman sembari memandangi pintu di sisi kiri kamar, lampu berkedip-kedip. Jantungku berdebar kencang. Aku tak sanggup bila berada di dalam kamar sendirian saat mati lampu.    Segera kuraih ponsel dan mengirim pesan.    [Kakak ... saya takut gelap.]   Terpaksa aku menganggu majikan dengan mengirim pesan beberapa kali. [Kak, saya takut. Kakak, dimana?]    Lampu semakin ber
last updateLast Updated : 2021-07-15
Read more
Surat Bertinta Darah
Bunyi Alarm ponsel membuat mataku terbuka. Kupandangi jam di layar gawai, tampak angka lima. Aku menatap langit-langit kamar disinari lampu di tengahnya. Penghilatanku sedikit bergerak, tidurku hanya beberapa jam akibat suara-suara semalam.   Sejenak aku bersandar di bahu ranjang. Mengusap wajah setengah menguap. Memaksa diri beranjak dari pembaringan untuk membasuh wajah, tangan beserta kaki. Lalu, melaksanakan ibadah.   Aku merapikan tempat tidur sebelum keluar menunggu Nona Muda memberi arahan.   Perasaanku sedikit tenang, tak ada suara tangisan atau barang jatuh dan berbenturan.    "Aku baru saja ingin bangunkan kau," ujar Nona Muda menghampiri. Aku mengamati sekilah wajah dan matanya membengkak.   "Saya bangun jam 5, Kak ... Nona," sahutku terbata-ba
last updateLast Updated : 2021-07-15
Read more
Kepulan Asap
"Dik ..." panggil Nona Muda di depan pintu. Terdengar jelas itu suaranya. Segera aku beranjak dari pembaringan, sementara ketukan di jendela tak terdengar lagi.   "Kakak, tadi ada yang mengetuk jendela," cetusku sembari memandangi Nona Muda yang menenteng kantung plastik hitam.   Nona Muda masuk ke kamar, melewatiku dengan tergesa-gesa. Ia menaruh kantung plastik tadi di meja dekat ranjang. Ia membuka jendela dan melihat sekeliling.   Aku duduk di tepi pembaringan menunggu Nona Muda berbicara. Tanganku tak sedingin tadi, tetapi bagaimana jika Nona Muda keluar lagi meninggalkanku? Ah, rasanya aku ingin menarik Nona Muda dan melarangnya pergi. Namun, diriku siapa?   "Tak ada siapa-siapa di luar." Nona Muda menutup kembali jendela. Lalu, membalikkan tubuh menatapku.  
last updateLast Updated : 2021-07-15
Read more
Napas
Dentum kaki terdengar dari sela bawah pintu. Aku mencoba membuka mata, tetapi sangat perih. Pintu terbuka, mengenai kepalaku karena posisiku berbaring di belakang.   Nona Muda terbatuk, ia langsung menarikku keluar dari kamar. Aku hanya bisa menutup mata dengan napas sesak.   Tangan Nona Muda menarik lenganku melingkar ke lehernya. "Aku akan bawa kau ke Rumah Sakit," katanya menggiringku ke arah pintu utama. Samar-samar aku melihat Nona Muda dengan mata memerah.   Ingin kubertanya, siapa yang melakukan semua ini. Lalu, suara wanita yang menyuruhku pergi, itu siapa. Namun, aku hanya bisa memegangi dada nyeri akibat asap tadi.   Nona Muda membuka pintu mobil, ia menaruhku di kursi depan. Aku berusaha bersandar nyaman. Sesekali menoleh ke wajah Nona Muda, ia tampak mengusap air mata di pipi. Apakah ia men
last updateLast Updated : 2021-07-15
Read more
Pindah Kamar
Dari jauh, pagar rumah Nona Muda sudah tampak. Bayangan asap itu kembali teringat. Sedikit takut, tetapi Nona Muda akan sekamar denganku.    "May ... pagarnya!" Suara Nona Muda membuyarkan lamunanku. Sahabatnya bernama Maya bergegas keluar mobil dan menggeser pagar.   Sejenak, aku mengerling halaman rumah yang tak banyak berubah. Dedaunan kering dan beberapa tanaman mati masih berserakan.   Maya gadis berjaket biru itu langsung memegangi lenganku. Terasa sangat dingin dan sedikit keringat. Aku merasa tak nyaman, tetapi ia tersenyum sembari menarikku mengikuti Nona Muda yang membuka pintu utama.   "Kakak, aku ingin mengambil ponsel di kamar," ucapku saat Nona Muda menaiki dua anak tangga.   "Aku sudah memasukkan semua barang ke dalam tasmu, Dik." Nona Muda
last updateLast Updated : 2021-07-15
Read more
Kabar Berujung Tangis
  "Bagaimana keadaan Fahri dan Arni, Chy?" Aku berusaha mengatur napas ketika mendengar suara Chicy di seberang sana.   "Mengapa kau baru menghubungiku? Adikmu kasihan sekali, Hana. Mereka selalu dimarahi, bahkan Fahmi tadi siang dipukuli oleh Pamanmu ...."   "Adik-adikku melakukan kenakalan apa?" Aku tak sengaja memotong perkataan Chyci karna tak kuat jika mendengar kejadiannya secara jelas.   "Kau tahu sendiri, bagaimana kelakukan anak Pamanmu. Tiap kali anaknya berulah, Fahmi yang dituduh."   Aku bangkit dari pembaringan, meninggalkan Nona Muda dan Maya yang sibuk dengan gawai masing-masing. Aku membelakangi mereka, sengaja duduk di dekat sofa menghadap dinding, tepat di depan pintu kamar.   "Aku tidak tahu harus berbuat apa, Chy. Aku sudah jauh dari kampung. Bekerjan untuk mereka. Kenapa adik-adikku masih disiksa." Tangisku
last updateLast Updated : 2021-07-15
Read more
Ketakutan Maya, Sahabat Nona Muda
Kepalaku masih terasa berat untuk beranjak dari bantal. Namun, aku harus memaksakan diri. Sudah berapa hari tak bekerja saat masuk Rumah Sakit kemarin.   Tampak Maya baru saja keluar dari toilet. Dia tersenyum sekilas ke arahku, lalu mendekati tasnya.    "Nona Muda ..." lirihku, lupa bahwa Nona Muda lebih suka disebut Kakak Maria. Aku memperbaiki posisi duduk dengan kaki menyentuh lantai, menghadap Maya. "Kakak Maria ada dimana, Kak?" tanyaku pada gadis berambut sebahu itu. Sibuk mengeluarkan pakaian.   "Ria di kamar Ibunya," jawabnya singkat.   Aku mengangguk pelan. Melangkahkan kaki ke toilet. Lalu, keluar untuk mencari handuk. Ketika aku hampir masuk ke kamar mandi, aku menoleh pada jendela. Kulihat pemandangan halaman rumah dengan beberapa pohon berdaun lebat. Daun kering berserakan seolah-ola
last updateLast Updated : 2021-07-15
Read more
Wanita Bergaun Putih
Beberapa detik, setelah aku membuka mata, aku tak dapat mengingat apa-apa. Kurasakan dinginnya lantai, mengamati sekekeliling. Wajah hancur wanita bergaun putih mulai terbayang. Aku buru-buru bangkit dengan perasaan seolah-olah sedang berada di perahu dengan ombak terus menerjang. Dadaku berdebar lagi.  Nona muda di sofa masih tertidur. Saat aku menoleh ke jendela, mentari tampak menuju senja.  "Kak ... tolong bangunlah!" Tanganku menggoyangkan bahu Nona Muda dengan pelan. Rasanya aku tak sanggup berada di rumah itu. Nona Muda tak membuka mata. Bingung harus bagaimana. Mataku sesekali mengamati ujung tangga, lagi-lagi bayangan wanita bergaun putih muncul.  "Kakak! Tolong!" Kembali aku guncang tubuh Nona Muda karena tak sanggup menahan resah. Tubuh semakin menggigil, muka basah penuh peluh dan air mata. "Aku ingin pulang," ujarku lirih dengan suara serak. Ada ngilu dan nyeri di punggung, tak mampu aku menahan diri. Pintu utama ta
last updateLast Updated : 2021-07-25
Read more
Mayat Yang Disembunyikan
"Kita tidur di sini," ungkap pemilik rumah. Ia melebarkan tikar dan kasur tipis di lantai, di ruang tengah. Aku membantu merapikan tikar dan kasur. Dia memberiku bantal. Pintu terdengar sedang diketuk. Aku melirik ke ruang tamu, lalu melihat wanita di hadapanku beranjak dari kasur. Aku pun membuntutinya ke ruang tamu. Dia tampak mengintip lewat jendela. "Majikanmu ada di luar," kata Ibu itu membalikkan tubuh. Sejenak, mataku terasa melotot, kembali merasa takut karena Nona Muda akan membawaku masuk rumah.  Dia membuka pintu. Nona Muda langsung melihatku di belakang wanita pemilik rumah.  "Sedang apa kau di sini, Dik? Aku mencarimu," tanya Nona Muda tampak kesal. Mungkin, dia lelah mencariku di tiap sudut rumah. "Aku lari karena melihat hantu, Kak. Berulang kali aku bangunkan, Kakak ..." sahutku terpotong. "Kau mau lari pulang? Kau selalu halusinasi," sanggahnya. "Masuklah dulu, Nak Maria! Kita bicara d
last updateLast Updated : 2021-07-28
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status