Keesokan harinya, hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari ini adalah hari besar bagi perusahan Royal Morgan, dimana perusahaan tersebut akan merayakan hari ulang tahun perusahaan mereka yang berusia ke-1 tahun di cabang kota itu. Yang paling spesial adalah, pemilik perusahaan yang selama ini tidak pernah menampakkan batang hidungnya akan hadir malam ini.
Semua karyawan berlomba-lomba memberikan penampilan terbaik untuk menyambut bos mereka, terutama kaum hawa, termasuk Resti. Selain ingin mendapat perhatian, ia juga akan mendampingi Recky sebagai salah satu tamu undangan yang mewakili perusahaan Mega Murni malam ini. Robert serta Dirly, sahabat Aldo yang lainnya yang ikut berkhianat padanya dulu juga ikut hadir bersama Recky.
Semua orang nampak sibuk mempersiapkan diri dengan sangat elegan, bahkan para tim s***i sibuk bagian dapur tidak ingin ketinggalan. Hanya ada satu orang yang terlihat santai saja, yakni Aldo, cleaning service baru di perusahaan tersebut yang berpenampilan biasa-biasa saja. Dia bahkan dengan sengaja melakukan sebuah kesalahan besar terhadap Resti sekarang ini.
“Dasar pecundang brengsek! Kau mengotori gaunku!” sergah Resti saat Aldo menumpahkan minuman pada pakaiannya.
“Maafkan saya, Nona sekretaris. Saya tidak sengaja,” sanggah Aldo membungkukkan badan.
“Enak saja kamu bilang maaf. Kau harus membayar semua ini!”
Aldo tetap menunduk tanpa bersuara, padahal di bawah sana dia sedang menahan tawa yang hendak meledak.
“Kamu tau nggak sih gaunku ini harganya berapa? Satu tahun gajimu pun tidak akan mampu membayarnya!” Resti memberi sedikit jeda, lalu baru melanjutkan lagi kalimatnya. “Lagian aku heran deh, kenapa sih Pak Morgan mau saja mempekerjakan kamu di sini? Sampah sepertimu sama sekali tak layak menjadi bagian dari perusahaan ini!” sinisnya.
Pada detik ini Aldo reflek mengangkat wajahnya menatap Resti dengan tatapan dingin, kaya akan ketidaksukaan. Di detik itu Recky juga tiba bersama Robert dan Dirly.
“Kebetulan kamu datang, Yang. Lihat apa yang dilakukan gembel ini padaku,” adu Resti pada Recky. “Gaun pemberianmu jadi kotor begini!” tunjuk Resti menambahkan. Ia terlihat sangat kesal.
Jelas Recky murka mendengar ungkapan Resti. Ia langsung meraih kerah kemeja OB yang dikenakan Aldo dan mengangkatnya ke atas.
“Kau sengaja mau nyari gara-gara ternyata, huh?” geram Recky sembari mengayunkan tangannya yang terkepal hendak memberi pelajaran pada Aldo. Namun segera ditahan oleh Resti dan yang lainnya.
“Jangan buat keributan di sini, sebentar lagi Tuan Morgan mungkin tiba. Kita bisa dapat masalah nanti,” imbuh Robert.
“Iya … bener, Yang. Bisa-bisa aku dipecat lagi dianggap biang kerok pembuat onar,” sambung Resti.
Dengan sangat berat, Recky melepaskan tangannya dari kemeja Aldo.
“Awas kau ya! Urusan kita belum selesai. Pokoknya aku tidak mau tau, kau harus mengganti rugi semua ini!” tuntut Recky.
Aldo diam saja sambil memperlihatkan wajah tanpa dosa. Sungguh membuat Recky semakin naik pitam. Bahkan Robert mulai terpancing melihat tampang malas Aldo yang diklaim sangat sombong oleh mereka.
“Hei, kalian semua udah pada tau belum tentang pecundang yang satu ini?” teriak Robert tiba-tiba seraya mengedarkan pandangannya ke arah orang-orang banyak. Ia ingin mempermalukan Aldo.
“Tentu … dia kan Aldo Eduard, pecundang yang begitu bodoh membuat keluarganya jatuh miskin,” sambut seorang tamu undangan yang mengenali Aldo.
Orang-orang banyak menatap hina Aldo.
“Iya, bener,” sambung salah satu karyawati Royal Morgan yang dulunya pernah bekerja di perusahaan keluarga Eduard. “Dia anak tidak berguna yang udah bikin perusahaan keluarganya bangkrut.”
“Bener banget,” tanggap Robert nampak puas. Tak disangka ternyata masih banyak yang mengenali Aldo dengan citranya yang begitu buruk. “Kira-kira layak nggak sih menjadi bagian dari perusahaan sebesar ini?”
“Jelas tidak layak!” sahut Recky dengan suara kencang. Ia lalu menyunggingkan senyuman sinis dari sudut bibirnya. “Lihat saja, aku akan meminta Tuan Morgan memecatnya nanti.”
Seketika itu juga, terdengar sorakan serta tepuk tangan yang begitu ramai dari kubuh yang mendukung Recky dan Robert.
Sejak tadi yang paling mencolok adalah Dirly. Sebab sekalipun ia berada di kubuh Recky dan Robert, dia hanya diam saja, tidak ingin melibatkan diri ke dalam perdebatan konyol itu. Kejadian beberapa tahun silam masih menghantuinya, dan rasa bersalah itu masih belum berkurang sama sekali, terlebih melihat Aldo dengan penampilan seperti ini.
Karena jarum jam semakin bergulir, Resti membubarkan perdebatan yang sedang berlangsung. Ia juga memerintahkan agar Aldo membersihkan bekas tumpahan minum tadi setelah seorang teman OBnya membawakan kain pel serta seember air.
Ketika akan melangkah pergi Recky masih sempat menendang ember tersebut hingga di dalam ember meluap keluar membuat lantai semakin basah. Aldo harus menahan emosinya sebentar lagi untuk membalas mereka semua dengan sebuah kejutan yang pastinya akan membuat semua orang tercengang.
Sesaat setelah selesai mengganti gaun, Resti dan Recky beserta gengnya kembali ke ruangan pesta. Acara telah berlangsung. Resti diminta naik ke atas panggung untuk mewakili perusahaan menyambut kehadiran Tuan Morgan.
“Dan inilah dia ….” Suara MC berkumandang merdu. “Kita sambut pemilik perusahaan Royal Morgan yang bernama, Tuan— Aldo Morgan!”
Mendengar nama itu, Resti nampak memiringkan kepalanya, “kok nama depannya Tuan Morgan kayak nama si gembel itu sih,” rutuknya agak tak suka.
Sesaat berselang, semua orang memutar wajah mereka, semua pasang mata tertuju pada pria di bawah sana yang sedang melangkah dengan sangat elegan menuju panggung, di samping kiri dan kanannya juga terdapat pengawal yang mengawal.
Setelah melihat dengan jelas wajah pria tersebut, orang-orang banyak nampak menggosok-gosok mata mereka, merasa tak percaya dengan penglihatan mereka. Termasuk Recky dan gengnya.
“Itu bukannya si gembel?” ujar Resti dari atas panggung yang tak kalah terkejutnya.
Bagaimana semua orang tidak terkejut? Aldo yang mereka tahu adalah seorang OB, sekarang berpenampilan bak pangeran. Dan sedang melangkah lurus menuju panggung. Ruangan pesta seketika ramai. Orang-orang banyak mempertanyakan perihal yang sedang terjadi. Termasuk Recky dan gengnya.
“Nggak, nggak mungkin. Pasti ada yang salah,” gumam Recky menggeleng-geleng.
Bersambung ….
*Ketika itu* “Kita putus!” tegas Aldo Eduard, seorang pria tampan dan kaya raya yang terkenal playboy. Di kejauhan, seorang perempuan bernama Dyta Natasha sedang memperhatikan interaksi pasangan itu. Ia juga mengetahui bahwa Aldo sangat suka bergonta-ganti pasangan. Dyta mengernyit tak suka melihat kejadian yang sedang terjadi. Namun dia tetap kepo. “What? Tapi, Beb … aku nggak mau putus denganmu,” tolak Resti kekasih Aldo yang baru berusia 1 minggu. “Memangnya apa salahku sampai-sampai kamu mutusin aku kayak gini?” “Aku nggak butuh alasan buat mutusin cewek,” sahut Aldo dengan santainya, lalu berbalik hendak melangkah pergi. “Kamu mau kemana, Beb? Jangan pergi, aku belum selesai bicara,” tahan Resti seraya menjangkau ujung pakaiannya. Langkah Aldo sontak terhenti. “Lepasin,” pinta Aldo dingin. “Nggak. Aku nggak mau putus denganmu, Beb. Tolong jangan putusin aku,” mohon Resti dengan sangat. Br
Matahari telah menyelesaikan tugasnya menyinari bumi hari ini. Terang telah berganti gelap, tepatnya waktu menunjukkan pukul 8 malam waktu setempat. Demikian juga dengan Aldo. Ia menggerakkan leher dan tubuhnya untuk meregangkan otot-otot yang terasa kaku. Ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Sebagai calon CEO termuda, Aldo digadang-gadang akan menjadi billionaire di usia paling muda pula. Karirnya lumayan cemerlang saat ini karena baru-baru ini ia berhasil memenangkan 2 proyek besar untuk perusahaan tersebut. “Pi, aku duluan ya, ada janji sama temen,” pamit Aldo. “Nggak pulang rumah dulu?” “Nggak, Pi. Aldo udah mandi kok.” “Oh, OK. Jangan minum terlalu banyak, tidak baik untuk kesehatan,” pesan Erlan Eduard yang sudah mengetahui kebiasaan putranya itu. “Iya, Pi. Papi belum mau pulang?” “Nanti saja, masih ada kerjaan yang harus diselesaikan.” “Iya sudah, tapi jangan lembur terlalu malam,” nasehat Aldo balik.
“Haha … lagian lo nggak kayak biasa. Ngapain lo bentar-bentar nelepon gue coba?” Deg! Kalimat Aldo terdengar biasa, tapi justru membuat ekspresi Robert berubah tegang seketika. Aldo melengkungkan alis heran. “Kok lo jadi pucat gitu? Ada apa, Bro?” “E ….” “Tunggu, jangan bilang ….” Kalimat Aldo yang bertempo sedikit lambat membuat jantung sahabatnya itu berpacu semakin cepat. “Lo jatuh cinta sama gue?” sambung Aldo menyipit, Robert sampai terbengong mendengar asumsi tersebut namun juga terlihat lega. “Iiih, sana lo jauh-jauh dari gue.” Dorong Aldo seketika. Hal ini jelas mengundang tawa. Robert terkekeh singkat. “Yang benar aja, Bro … masa iya jeruk makan jeruk. Gue masih waras kali,” tanggap Robert kemudian. “Terus kenapa lo nelepon gue terus?” cecar Aldo. “Soal itu … gue hanya mau ngabarin lo, kita nungguin lo di dalam sini.” Akhirnya dia menemukan alasan yang tepat. “Ayo masuk, Bro!” ajaknya mengalihkan topik.
“Apa yang terjadi sebenarnya?” Aldo nampak begitu kebingungan setelah menerima laporan dari Dave melalui sambungan telepon yang menyatakan bahwa dia telah menandatangani beberapa file penting mengenai pengalihan proyek ke tangan perusahaan lain. Tak hanya itu, selain goresan tangannya juga terdapat cap jarinya. Aldo nampak berpikir keras, mencoba mengingat-ingat hari-hari yang telah berlalu, mungkin ada yang dia lewatkan, sebuah jejak misalnya yang dapat mengungkapkan rasa penasarannya. “Tunggu … pagi itu ….” Sekian detik berpikir keras ia tiba-tiba teringat sesuatu. Ia mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, dimana dia bangun dengan tinta biru samar pada ketiga jari kirinya, yakni pada pagi setelah malam penuh nikmat tersebut. Aldo menggeleng kasar. “Nggak mungkin, nggak mungkin mereka yang melakukan semua ini. Lagian untuk apa coba? Masa iya mereka mau menghancurkan aku?” Demikian gumamnya sembari ia menghentikan kendaraannya. Aldo barusan tiba
“Kamu tau tentang itu? Cepat katakan apa yang telah Kalian lakukan, huh?” cecar Aldo dengan nada sedikit meninggi. Dirly jadi semakin gugup saja. “Kami ….” “Kami sengaja menjebakmu malam itu,” terang Recky yang barusan tiba bersama Robert. Aldo sontak melirik ke arah mereka berdua dan beranjak dari tempat duduk. “Kalian …,” sebutnya terjeda. Nafasnya memburu seketika, ia juga menelan saliva pertanda betapa sakit yang dia rasakan saat mendengar pernyataan Recky. “Ternyata memang kalian yang melakukan semua ini, aku benar-benar nggak nyangka,” ujar Aldo lebih lanjut sambil melirik ketiga temannya bergantian. “Atas dasar apa kalian setega ini padaku? Taukah kalian kalau dampak yang terjadi sangat fatal?” Aldo meninggikan nada pada kata fatal membuat mereka semua terlonjak kaget sejenak. “Hahaha.” Recky tertawa singkat, sedangkan Robert memiringkan sudut bibir memperlihatkan senyuman sinis, dan Dirly hanya memasang wajah datar saja. Melihat ekspre
“Mau apa lo? Mau gue tambahin lagi yang di wajah lo, huh? Ayo maju!” tantang Recky. Ucapan Recky membuat Aldo semakin murka, dia mulai terpancing emosi dan hendak maju melakukan penyerangan namun segera dicegah Dave. “Tenangkan diri Anda, Tuan. “Tapi, manusia-manusia kotor seperti mereka harus diberi pelajaran, Dave.” “Justru karena mereka kotor, Anda tidak perlu mengotori tangan Anda lagi dengan menyentuh mereka semua.”Ketiga pria itu terlihat tidak suka mendengar kalimat hinaan dari Dave, Recky yang paling berapi-api. “Lo mau dihajar juga ternyata, huh?” sergahnya menghampiri Dave cepat dan sedang mengangkat kerah pria bertuksido tersebut saat ini sambil tangan kanannya sedang bergerak hendak melayangkan pukulan ke arah wajah Dave. Tap! Dave menanggkap tangan Recky saat tangan besar tersebut akan menyentuh kulitnya kurang satu inci lagi. Dave mencengkram tangan Recky dengan sangat kuat hingga pria itu mengerang kesakitan.
Tidak, bukan hanya itu saja. Aldo mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan tempat dia berada saat itu, termasuk langit-langit. Rumah baru tersebut begitu kumuh, dan juga sangat kecil. Bahkan ukuran kamarnya dulu lebih besar dari ukuran secara keseluruhan rumah ini. Hatinya begitu sakit, matanya sampai memerah saking sakitnya yang dia rasakan. Bukan hanya perusahaan yang hancur, tapi seluruh aset telah lenyap. Rumah, mobil, semuanya disita. Sekarang mereka harus tinggal di sebuah kontrakan petak untuk memulai kehidupan yang baru. Keluarga Eduard jatuh miskin. Rasanya Aldo tidak bisa mempercayainya, sekejap saja segala hal berubah total, bagaikan mimpi buruk. “Aldo, papi harap kamu tidak menyalahkan diri sendiri. Semua ini bagian dari takdir.” Demikianlah kalimat Erlan yang selalu bijak. Aldo merasa bangga pada ayahnya itu, hanya saja pada saat itu ia tentu tidak sependapat dengan papinya. “Tidak, Pi. Semua ini memang salahku. Aldo yang udah menyebabkan s
Setelah kejadian yang menimpa keluarga Eduard, pastinya sangat berpengaruh pada kehidupan Aldo. Semuanya berubah, terlebih di dunia kampus. Aldo yang dulunya selalu disegani, orang-orang banyak justru mulai menghinanya. Bahkan di hari pertama dia kembali ke kampus, orang pertama yang mencari masalah dengannya tentu saja Recky dan gengnya. Aldo barusan tiba di kampus. Recky, Robert serta Dirly sudah menghampirinya. Sejujurnya Aldo sangat ingin menghajar orang-orang itu, akan tetapi ia teringat pada pesan Atika dan Erlan, bahkan Dave juga ikut menasehatinya saat perjalanan menuju kampus, supaya ia lebih baik menahan diri. Aldo pun memilik menyingkir dengan mengambil langkah agak menyamping. Namun mereka itu justru menghalangi langkahnya. Mereka juga terbahak melihat Aldo yang sedikit pincang. Tepatnya, Robert dan Recky yang menertawakannya. Sementara Dirly tiba-tiba pamit barusan. Entahlah, dia tidak ingin melibatkan diri untuk membully Aldo. “Lihat, ternyata d