“Haha … lagian lo nggak kayak biasa. Ngapain lo bentar-bentar nelepon gue coba?”
Deg!
Kalimat Aldo terdengar biasa, tapi justru membuat ekspresi Robert berubah tegang seketika. Aldo melengkungkan alis heran.
“Kok lo jadi pucat gitu? Ada apa, Bro?”
“E ….”
“Tunggu, jangan bilang ….” Kalimat Aldo yang bertempo sedikit lambat membuat jantung sahabatnya itu berpacu semakin cepat. “Lo jatuh cinta sama gue?” sambung Aldo menyipit, Robert sampai terbengong mendengar asumsi tersebut namun juga terlihat lega. “Iiih, sana lo jauh-jauh dari gue.” Dorong Aldo seketika.
Hal ini jelas mengundang tawa. Robert terkekeh singkat. “Yang benar aja, Bro … masa iya jeruk makan jeruk. Gue masih waras kali,” tanggap Robert kemudian.
“Terus kenapa lo nelepon gue terus?” cecar Aldo.
“Soal itu … gue hanya mau ngabarin lo, kita nungguin lo di dalam sini.” Akhirnya dia menemukan alasan yang tepat. “Ayo masuk, Bro!” ajaknya mengalihkan topik.
Namun Aldo tidak langsung melangkah melainkan melemparkan satu pertanyaan lagi. “Kalian nyewa ruangan VIP? Tumben-tumbenan, biasa juga di sono,” tunjuk Aldo terlihat agak menaruh curiga.
“Karena malam ini spesial, Bro. Ayo masuk!” Kali ini Robert menarik tangannya memasuki ruangan VIP.
“Spesial gimana, memangnya ada yang ulang tahun? Biasanya juga tidak pernah di ruangan VIP.”
“Ish, sejak kapan lo jadi cerewet gini, buruan masuk yang lain udah pada nungguin lo. Ada penari tiang di dalem,” bisik Robert yang membuat Aldo bertambah kaget.
“Lo serius?”
“Tentu. Bukannya selama ini lo selalu ingin ditemani mereka? Nah sekarang lo bisa puas-puasin di dalam sana.”
“Terus soal ikan yang lo maksud siang tadi?”
Pada detik ini Robert melingkarkan tangan pada bahu sahabatnya itu. “Tenang aja, semuanya udah siap pokoknya. Lo tinggal menikmati servisannya aja, Bro.”
“Tunggu maksud lo cewek ….”
“Kalau lo penasaran ayolah masuk biar lo tau semuanya,” potong Robert sembari menyentuh gagang pintu ruang VIP.
Jegrek!
Semua pasang mata tertuju pada mereka saat pintu VIP terbuka. Anggota geng mereka yang lainnya seperti Dirly dan Recky langsung menyambutnya girang. Beberapa wanita di dalam sana juga dengan sendirinya menghampiri Aldo yang nampak terbengong di tempat.
Bagaimana dia tidak terbengong, ternyata semua terkaannya salah total. Para wanita yang dijanjikan Robert sungguh ada, dan mereka adalah para wanita malam dengan pakaian minim. 2 wanita lain tanpa busana yang merupakan penari tiang juga berada di dalam sana sedang menampilkan aksi terbaik mereka.
Beberapa detik berselang saat Aldo masih terdiam di tempatnya berdiri, 2 wanita yang menghampirinya telah merangkulnya mesra, bahkan mereka meraba sekujur tubuhnya yang berbalut pakaian seolah sangat menginginkan tubuh atletis miliknya.
“I-ini ….” Aldo hampir tak percaya dengan apa yang dia lihat.
“Kita akan bersenang-senang malam ini, Bro. Bukankah mengasyikkan?” Dirly yang tadinya sempat beranjak untuk menyambut Aldo yang kini telah duduk memberikan tanggapan.
“Haha ….” Aldo tertawa singkat. Tidak dapat dipungkiri, ia memang tergoda dengan suasana seperti ini. “Tumben-tumbenan ada surprise kayak gini, Kalian nggak lagi ngeprank gue kan? Atau ….”
Kalimat menggantung dari Aldo membuat sahabat-sahabatnya itu terlihat gugup, mereka saling menoleh satu sama lain.
“Anggap saja ini traktiran dari kami untukmu, Bro ...,” sambut Recky kemudian. “Selama ini kan selalu lo yang traktir kita, so … sesekali kita yang traktir lo. Benar nggak, Guys?” Ia meminta persetujuan dari yang lain.
“I-iyaa, bener … bener,” sahut yang lainnya canggung.
Sejujurnya Aldo merasa ada sesuatu yang mereka sembunyikan, ia nampak mengerutkan dahi seraya menatap para sahabatnya itu satu per satu. Suasana jadi sedikit menegangkan saat ini. Namun semua itu tidak berlangsung terlalu lama, sebab Recky segera mengalihkan topik agar dia tidak semakin curiga.
“Ayolah, Bro … kita akan berpesta malam. Nikmatilah malam ini!” serunya.
Perlahan senyuman merekah di wajah tampan Aldo.
“Baiklah, kita akan pesta malam ini,” sambutnya semangat. “Let’s party!”
Setelah itu ia segera menyambut para wanita yang menghampirinya termasuk penari tiang yang barusan menghampirinya. Tanpa ada rasa curiga sedikitpun, Aldo masuk ke dalam jebakan. Teman-teman gengnya itu tersenyum sarkas di belakangnya. Begitu mudah bagi mereka untuk menaklukkan Aldo. Sesungguhnya memang ada yang mereka sembunyikan dari Aldo, ada sebuah misi tersembunyi di balik semua ini.
“Ayo Bro kita bersulang!” tawar Recky beberapa saat kemudian.
Para perempuan malam di tempat itu segera merapat ke meja, dan menuangkan minuman ke dalam gelas mereka semua.
“Makasih, Cantik!” ucap Aldo sambil tangannya bekerja liar.
Mereka semua mulai mengangkat gelas, “cheers!” seru mereka bersamaan.
Aldo meneguk habis minuman miliknya tanpa mengetahui bahwa dirinya sedang dipermainkan oleh yang lainnya. Sesungguhnya hanya dia seorang yang meminum minuman tersebut, yang lainnya membuang minuman mereka tanpa sepengetahuan Aldo.
“Lagi, Bro.”
Sekali lagi Recky mengajak mereka semua bersulang, pastinya tetap Aldo seorang yang meneguk habis minumannya. Begitulah seterusnya hingga Aldo tumbang di atas meja karena minum terlalu banyak.
“Bro … lo baik-baik saja kan?” Recky memastikan.
“Hmmm ….”
“Bro ….” Recky mulai menyentuh lengan Aldo. “Apa lo masih sadar?”
Sekian detik Aldo tak bersuara, Recky agak panik mengira Aldo sungguh tak sadarkan diri. Mungkin Aldo tertidur, pikirnya.
“Gimana ini? Kayaknya dia minum terlalu banyak,” kaji Recky. “Rencana kita bisa gagal kalau begini.”
“Sialan!” seru Aldo tiba-tiba membuat Recky terlonjak. Yang lainnya juga ikut terlonjak, mereka semua jadi panik. “Memangnya lo pikir gue kenapa? Yaela … lo pasti mikir gue mabok ya, gue nggak mabok kali. Haha. Lo tau, gue nggak mabok,” racau Aldo menambahkan.
Mereka yang tadinya mengira Aldo mengetahui rencana mereka kembali bernapas lega. Usai memastikan Aldo tidak tertidur, Recky pun segera bertindak.
“Mana kertas tadi? Cepat keluarin,” cecar Recky yang menjadi pemimpin dalam rencana tersebunyi tersebut.
Robert nampak berjongkok mengambil sebuah map yang dia sembunyikan di bawah sofa karena takut ketahuan Aldo jika diletakkan di atas meja atau tempat lainnya.
“Nih!” sodor Robert.
Recky meraih map lalu membuka map tersebut dan mengeluarkan isi yang tersimpan di dalam sana. Terdapat beberapa lembar kertas yang terjilid rapi.
“Bolpen, bolpen,” serunya lagi.
Giliran Dirly yang mengambilkan benda panjang tersebut. “Nih,” sodor Dirly sejenak kemudian.
Recky lalu melanjutkan aksinya merayu Aldo menandatangi kertas tersebut. Aldo yang tidak sadar akan apapun lagi-lagi dengan mudahnya ditaklukkan. Ia menggoreskan tinta pada kertas helai demi helai yang disodorkan Recky padanya dengan sedikit tangan bergetar akibat pengaruh minuman keras. Walau agak berantakan tapi ia tetap menggunakan tanda tangan aslinya mengikuti reflek tangan.
Para sahabatnya itu tersenyum penuh kemenangan setelah berhasil mendapatkan apa yang mereka inginkan. Malam itu berlalu begitu saja seolah tidak terjadi apapun.
***
Beberapa hari kemudian, dampak buruk pun mulai terlihat. Aldo mendapatkan laporan dari Dave mengenai perusahaan mereka yang berada di ambang kehancuran.
Bersambung ….
“Apa yang terjadi sebenarnya?” Aldo nampak begitu kebingungan setelah menerima laporan dari Dave melalui sambungan telepon yang menyatakan bahwa dia telah menandatangani beberapa file penting mengenai pengalihan proyek ke tangan perusahaan lain. Tak hanya itu, selain goresan tangannya juga terdapat cap jarinya. Aldo nampak berpikir keras, mencoba mengingat-ingat hari-hari yang telah berlalu, mungkin ada yang dia lewatkan, sebuah jejak misalnya yang dapat mengungkapkan rasa penasarannya. “Tunggu … pagi itu ….” Sekian detik berpikir keras ia tiba-tiba teringat sesuatu. Ia mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, dimana dia bangun dengan tinta biru samar pada ketiga jari kirinya, yakni pada pagi setelah malam penuh nikmat tersebut. Aldo menggeleng kasar. “Nggak mungkin, nggak mungkin mereka yang melakukan semua ini. Lagian untuk apa coba? Masa iya mereka mau menghancurkan aku?” Demikian gumamnya sembari ia menghentikan kendaraannya. Aldo barusan tiba
“Kamu tau tentang itu? Cepat katakan apa yang telah Kalian lakukan, huh?” cecar Aldo dengan nada sedikit meninggi. Dirly jadi semakin gugup saja. “Kami ….” “Kami sengaja menjebakmu malam itu,” terang Recky yang barusan tiba bersama Robert. Aldo sontak melirik ke arah mereka berdua dan beranjak dari tempat duduk. “Kalian …,” sebutnya terjeda. Nafasnya memburu seketika, ia juga menelan saliva pertanda betapa sakit yang dia rasakan saat mendengar pernyataan Recky. “Ternyata memang kalian yang melakukan semua ini, aku benar-benar nggak nyangka,” ujar Aldo lebih lanjut sambil melirik ketiga temannya bergantian. “Atas dasar apa kalian setega ini padaku? Taukah kalian kalau dampak yang terjadi sangat fatal?” Aldo meninggikan nada pada kata fatal membuat mereka semua terlonjak kaget sejenak. “Hahaha.” Recky tertawa singkat, sedangkan Robert memiringkan sudut bibir memperlihatkan senyuman sinis, dan Dirly hanya memasang wajah datar saja. Melihat ekspre
“Mau apa lo? Mau gue tambahin lagi yang di wajah lo, huh? Ayo maju!” tantang Recky. Ucapan Recky membuat Aldo semakin murka, dia mulai terpancing emosi dan hendak maju melakukan penyerangan namun segera dicegah Dave. “Tenangkan diri Anda, Tuan. “Tapi, manusia-manusia kotor seperti mereka harus diberi pelajaran, Dave.” “Justru karena mereka kotor, Anda tidak perlu mengotori tangan Anda lagi dengan menyentuh mereka semua.”Ketiga pria itu terlihat tidak suka mendengar kalimat hinaan dari Dave, Recky yang paling berapi-api. “Lo mau dihajar juga ternyata, huh?” sergahnya menghampiri Dave cepat dan sedang mengangkat kerah pria bertuksido tersebut saat ini sambil tangan kanannya sedang bergerak hendak melayangkan pukulan ke arah wajah Dave. Tap! Dave menanggkap tangan Recky saat tangan besar tersebut akan menyentuh kulitnya kurang satu inci lagi. Dave mencengkram tangan Recky dengan sangat kuat hingga pria itu mengerang kesakitan.
Tidak, bukan hanya itu saja. Aldo mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan tempat dia berada saat itu, termasuk langit-langit. Rumah baru tersebut begitu kumuh, dan juga sangat kecil. Bahkan ukuran kamarnya dulu lebih besar dari ukuran secara keseluruhan rumah ini. Hatinya begitu sakit, matanya sampai memerah saking sakitnya yang dia rasakan. Bukan hanya perusahaan yang hancur, tapi seluruh aset telah lenyap. Rumah, mobil, semuanya disita. Sekarang mereka harus tinggal di sebuah kontrakan petak untuk memulai kehidupan yang baru. Keluarga Eduard jatuh miskin. Rasanya Aldo tidak bisa mempercayainya, sekejap saja segala hal berubah total, bagaikan mimpi buruk. “Aldo, papi harap kamu tidak menyalahkan diri sendiri. Semua ini bagian dari takdir.” Demikianlah kalimat Erlan yang selalu bijak. Aldo merasa bangga pada ayahnya itu, hanya saja pada saat itu ia tentu tidak sependapat dengan papinya. “Tidak, Pi. Semua ini memang salahku. Aldo yang udah menyebabkan s
Setelah kejadian yang menimpa keluarga Eduard, pastinya sangat berpengaruh pada kehidupan Aldo. Semuanya berubah, terlebih di dunia kampus. Aldo yang dulunya selalu disegani, orang-orang banyak justru mulai menghinanya. Bahkan di hari pertama dia kembali ke kampus, orang pertama yang mencari masalah dengannya tentu saja Recky dan gengnya. Aldo barusan tiba di kampus. Recky, Robert serta Dirly sudah menghampirinya. Sejujurnya Aldo sangat ingin menghajar orang-orang itu, akan tetapi ia teringat pada pesan Atika dan Erlan, bahkan Dave juga ikut menasehatinya saat perjalanan menuju kampus, supaya ia lebih baik menahan diri. Aldo pun memilik menyingkir dengan mengambil langkah agak menyamping. Namun mereka itu justru menghalangi langkahnya. Mereka juga terbahak melihat Aldo yang sedikit pincang. Tepatnya, Robert dan Recky yang menertawakannya. Sementara Dirly tiba-tiba pamit barusan. Entahlah, dia tidak ingin melibatkan diri untuk membully Aldo. “Lihat, ternyata d
Di kejauhan sana, Robert kembali bangkit. Aldo tentu mengetahui, tapi dia berpura-pura tidak tahu. Pria itu sedang berlari cepat ke arah mereka, sekali lagi Robert hendak menyerang melalui samping. Ia nampaknya sudah menyiapkan strategi lain dengan gerakan yang berbeda, mungkin untuk mewaspadai jika Aldo akan menghalau serangannya seperti awal tadi. Robert cukup antusias, mengira keberhasilannya mengalahkan Aldo bisa mencapai 90 persen karena Aldo nampak lengah baginya. Namun, ketika ia hampir tiba di hadapannya, Aldo tiba-tiba memutar posisi mengejutkan dia, Aldo menjadikan Recky sebagai tameng. Ia mendorong tubuh Recky kuat hingga tubuhnya mundur cepat bertabrakan dengan Robert yang tak mungkin bisa menghindar lagi. Tabrakan yang cukup kuat terjadi seketika, menyebabkan kedua pria tersebut terjatuh saling menimpa. Ringisan serta erangan terdengar dari mulut mereka. Usai melakukan semua itu, Aldo mengibas-ngibas pakaiannya seakan sedang membersihkan kotoran
“Makasih, Dave udah bebasin aku dari hukuman,” ucap Aldo tersenyum tipis. “Maaf udah merepotkan kalian.” Ia, Dave, dan Erlan sedang berada di dalam mobil saat ini. Mereka dalam perjalanan pulang dari kantor polisi menuju rumah. “Berjanjilah untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, Aldo.” Erlan menanggapi. “Iya, Pi. Maafin Aldo udah membuat Papi kecewa,” lirih Aldo. “Nggak perlu dipikirkan lagi soal itu. Yang terpenting papi harap kamu bisa lebih menahan diri setelah ini.” Aldo mengangguk lemah, ia lalu beralih pada Dave. “Sekali lagi, makasih Dave udah mengurus semua ini untukku. Entah dengan apa aku harus membayar budimu.” “Jangan berkata begitu, Tuan. Ini bukan apa-apa. Lagian, sebenarnya bukan saya yang menolong Anda,” sahut Dave yang membuat Aldo meliriknya seketika. “Maksudmu? Bukan kamu yang bebasin aku, lalu siapa?” berondong Aldo. “Hmm ….” Dave melirik Erlan, mantan big bosnya itu menatapnya penuh arti. “M-ma
“Surat apa ini?” tanya Aldo akhirnya.“Buka dan baca, Aldo. Biar tau,” sahut Atika.Usai sekali lagi menoleh semua orang yang ada di ruangan tersebut, Aldo pun membuka isi amplop, dan perlahan membuka kertas yang terlipat di dalam sana dengan sangat berhati-hati. Indra penglihatannya fokus meneliti tinta hitam yang tertoreh pada kertas. Baru membaca mengenai perihal surat saja sudah membuat dia terkaget-kaget.“Ini nggak mungkin,” lontarnya menggeleng-geleng saat membaca lebih lanjut ke bawah. “Kok bisa sih? I-ini ….”Ternyata pada bagian perihal menyebutkan kata ‘permohonan maaf’. Dan tentu saja isi surat itu adalah mengenai permintaan maaf dari pihak kampus yang sudah bertindak lancang mengeluarkan dia dari sana. Mereka juga memohon dengan rendah hati jika saja Aldo bersedia kembali ke kampus.“Dave … apa semua ini juga karena kamu?” tebak Aldo.“Hm