Melihat wajah Aldo yang sangat tidak bersahabat, Dyta dan Tanti saling menoleh, tentu mereka merasa heran. Sesaat Dyta melempar pertanyaan.
“Siapa yang nelepon?” tanyanya hati-hati sekali.
“Dave,” sahut Aldo apa adanya.
“Oh … aku kira siapa kamu sampe tegang gitu. Kok nggak diangkat?” berondongnya lagi.
“Ini mau angkat, aku … keluar sebentar.”
Selanjutnya Aldo langsung berbalik dan melangkahkan kakinya menuju teras. Dyta pun semakin bertanya-tanya melihat tingkah Aldo yang tidak seperti biasanya, ia menatap punggung Aldo yang menjauh dengan cepat sambil mengerutkan dahi.
Selanjutnya setelah tiba di luar, Aldo bergegas menjawab panggilan tersebut yang hampir padam. Ia hanya menekan icon hijau pada layar tanpa bersuara. Akhirnya Dave yang berbicara lebih dulu.
“Halo … Tuan … apa Anda mendengarku?” Suara Dave terdengar jelas walau mode speaker tak dia
Bagaimana bisa ada kebetulan yang begitu tepat, Dave mengakui diri mencemaskan dia, lalu memang ada kejadian dia hampir celaka, sudah seperti janjian saja. Wajar, jika Aldo mencurigai Dave seperti ini. Ekspresi Aldo jangan ditanya lagi, bagai macan yang siap mengoyak mangsanya.Apakah Dave sungguh terlibat? Dia tidak ingin percaya, tapi nyatanya ….“Maaf, saya tidak tau kalau Anda masih ingin bicara … silakan, Tuan!” ucap Dave kemudian seperti tanpa dosa. Aldo semakin geram saja.“Padahal kau tau apa yang ingin aku katakan, iya kan? Tapi kau berpura-pura tidak tau ….”Di balik telepon sana, Dave sedang mengerutkan dahi sambil mencerna kalimat Aldo yang membuat ambigu.“Jawab aku!” Aldo meninggikan lagi nadanya membuatnya kembali terlonjak.“Maksud Anda apa, Tuan? Saya sungguh tidak mengerti,” tanggap Dave nampak semakin bingung dari nada bicaranya, tapi Aldo tak ingin terti
"Do, kamu bisa menggunakan kamar sebelah," pesan Tanti sebelum memasuki kamar."Iya, Nek. Saya masih mau di sini sebentar lagi." Begitu jawab Aldo."Jangan tidur malam-malam, ini pun udah larut," sambung Dyta.Dia mencecar agar Dyta sama nenek tidur segera, begitupun Dyta juga mencecar dia balik."Iya, Bawel.""Sana, buruan masuk kamar," didorongnya pelan bahu Dyta yang sedang merangkul bahu nenek menuju kamar sang nenek.Dyta tidur di kamar nenek, Aldo meminta dia menemani Tanti malam itu, agar nenek merasa lebih aman.Setelah mereka memasuki kamar, Aldo belum langsung keluar ke teras untuk menghubungi Dave, dia pikir nanti saja, tunggu nenek dan Dyta tertidur dulu, dia tidak ingin Dyta memergokinya malah teleponan di luar, bukannya tidur.Huuh!Aldo menghela napas kasar ketika otaknya kepikiran tentang Dave, rasanya dia ingin cepat-cepat menghubungi asistennya itu.Tapi belum bisa sekarang, Dyta bahk
“Di sini, Zack!” teriak Aldo melambaikan tangannya pada seorang pria berpenampilan lebih kucel darinya di depan sana. Sebab, mata-mata yang disewa oleh Aldo ini sebenarnya adalah seorang berandal, wajah penampilannya cukup mencengangkan. Zacky melebarkan senyuman, dan ikut membalas lambaian tangan Aldo. Kemudian bergegas menghampiri meja Aldo. Melihat pemandangan tersebut, seorang pegawai kafe mengeluh. “Iya ampun, kenapa hari ini tamu kita dipenuhi gembel? Apa tidak seharusnya kita usir saja mereka?” “Janganlah,” sahut temannya. “Bagaimanapun pelanggan adalah raja.” “Raja apaan? Paling pesan air putih lagi, itu kan gratis. Numpang minum disini, mana bisa disebut sebagai pelanggan!” “Mungkin nanti mereka pesan makanan,” tebak temannya. “Ish, malah bahaya, nanti nggak mampu bayar lagi!” tutupnya, kemudian lebih memilih melayani seorang tamu lain yang barusan tiba. Membiarkan temannya itu yang menghampiri meja Aldo dan Zacky.
“Terus, apa hubungan Dave dengan Dimas?” berondong Aldo lagi.“Belum jelas, Bos … tapi, aku sudah mendapatkan informasi tentang perlakuan Dave yang Anda minta aku selidiki sebelumnya ….”“Intinya, memang benar, dia ingin memisahkan Bos dari Nona Dyta!”Deg!“Sudah kuduga!” batin Aldo geram sekali.Karena Aldo tak menanggapi apapun, Zacky kembali bersuara.“Tapi apa alasannya aku belum tau, Bos. Apa perlu aku cari tau lebih lanjut?” tawarnya.“Aku sudah tau itu, karena Dimas menginginkan Dyta,” sahut Aldo penuh keyakinan.“Oala ….” Zacky mengangguk-angguk. “Sabar ya, Bos. Kadang orang-orang terdekat kita yang lebih sering menyakiti kita, Bos. Di klan kami juga sering terjadi.”Zacky tidak tahu saja, Aldo pastinya lebih paham akan hal yang satu ini.“Kau benar, Zack.” Aldo menyahut dengan
Aldo tiba di Royal Morgan kurang lebih 30 menit kemudian, ia sedang berjalan menelusuri lobby menuju lift ….“Selamat pagi, Pak!”“Selamat pagi, Tuan!”Beberapa karyawan menyapanya sopan, bahkan sambil membungkukkan badan, dia agak kaget mendapat perlakuan seperti ini, ternyata para pekerjanya itu sudah pada tahu mengenai identitasnya yang sesungguhnya. Jadi mereka tak lagi menganggapnya sebagai seorang Ob di sana, melainkan bos mereka.Aldo juga tidak terlalu mempermasalahkan hal ini, lagipula dia sudah mencapai puncak misinya saat ini. Para musuh juga telah mengetahui identitasnya itu, apalagi yang perlu disembunyikan? Sekarang saatnya fokus pada pembalasan secara terang-terangan.Di dekat lift, Aldo bertemu dengan seorang karyawati yang berteman baik dengan Sella, dia sering menghina Aldo dulu, dan dialah yang menyebarkan gosip bahwa Aldo adalah presdir Royal Morgan bukan Ob, tentu Sella yang memberitahukan padanya
Ekspresi Aldo sudah pasti kaget bukan main mendengar pernyataan Rio. “Apa yang mereka kerjakan? Bagaimana bisa makanan kita sampai meracuni pelanggan?” Ia berkata dengan geram, sambil mengepalkan kedua tangannya. Rio hanya diam saja, takut salah komentar jika mencampuri topik yang terlalu sensitif ini. Lagipula dia juga merasa bukan bagiannya dalam hal ini. Seharusnya itu tugas Dave. “Kamu sudah menghubungi pabrik?” tanya Aldo lebih lanjut. “Sudah, Tuan.” “Terus, apa kata mereka?” “Mereka juga terkejut, Tuan.” “Kata Mbak Lani mereka selalu menggunakan bahan yang sama, takaran tidak ada yang berubah, juga selalu menjaga kebersihan.” Suasana kemudian menghening, Aldo nampak berpikir keras apa yang sebenarnya terjadi. Tek … tek … tek …. Ia mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuknya. Jika saja dia tidak sedang bertengkar dengan Dave, mungkin masalah ini akan lebih mudah ia limpahkan pada Dave, tapi sekaran
Glek!Dave menelan saliva, tuduhan ini … entahlah apa yang dia rasakan saat itu, sangat sulit ditebak dari ekspresi yang ditunjukkannya. Ia juga mengedipkan mata, sedangkan bibirnya terkatup rapat tak dapat berkata-kata untuk menanggapi kalimat Aldo.Melihatnya begini, Aldo kembali menyeringai, sorotan matanya dalam menatap Dave lebih tajam lagi.“Kenapa hanya diam? Tidak bisa mengelak lagi? Jadi yang aku katakan semuanya benar?” cecar Aldo kemudian.“S-saya … sebenarnya … saya ….” Dave gelagapan harus bagaimana menjawab pertanyaan Aldo. Apa yang membuat dia gagap? Aldo sudah bisa menebaknya.Aldo lalu terkekeh kecut, “Aku benar-benar nggak nyangka, kamu begitu tega mengkhianatiku ….”“Orang yang sangat aku percaya, melakukan sebuah pengkhianatan terhadapku!”“Tuan … sebenarnya bukan seperti ….”Aldo memotong pembicaraan
Aldo dan Dyta berada di kontrakan Dyta saat ini, mereka barusan tiba, Aldo langsung melanjutkan langkahnya menuju sofa, sementara Dyta sedang menutup pintu. Selang 2 menit ia baru menyusul Aldo membawa segelas kopi yang masih mengeluarkan asap atas permintaan Aldo sendiri.Dari kejauhan, Dyta menggeleng-geleng lemah sambil melengkungkan alis, ekspresinya agak sedih, pasalnya ketika itu ia melihat Aldo sedang menyurutkan api pada ujung cigaret yang terjepit di bibirnya.Sudah lama sekali Aldo membuang kebiasaan kurang baiknya ini, yakni sejak ia dekat dengan Dyta sekitar 5 tahun lalu. Dyta yang memintanya menghentikan kebiasaan tersebut karena menurutnya tidak baik untuk kesehatan. Tak disangka, ternyata Aldo mau mendengarkan pendapatnya.Baru beberapa hari ini Aldo memulai lagi aktivitas tersebut. Jujur saja Dyta jadi sedikit kecewa dan sedih, tapi dia tidak marah. Dyta seorang gadis dewasa yang bijak sana. Jika Aldo seperti ini pasti ada penyebabnya, yang perlu