“Terus, apa hubungan Dave dengan Dimas?” berondong Aldo lagi.
“Belum jelas, Bos … tapi, aku sudah mendapatkan informasi tentang perlakuan Dave yang Anda minta aku selidiki sebelumnya ….”
“Intinya, memang benar, dia ingin memisahkan Bos dari Nona Dyta!”
Deg!
“Sudah kuduga!” batin Aldo geram sekali.
Karena Aldo tak menanggapi apapun, Zacky kembali bersuara.
“Tapi apa alasannya aku belum tau, Bos. Apa perlu aku cari tau lebih lanjut?” tawarnya.
“Aku sudah tau itu, karena Dimas menginginkan Dyta,” sahut Aldo penuh keyakinan.
“Oala ….” Zacky mengangguk-angguk. “Sabar ya, Bos. Kadang orang-orang terdekat kita yang lebih sering menyakiti kita, Bos. Di klan kami juga sering terjadi.”
Zacky tidak tahu saja, Aldo pastinya lebih paham akan hal yang satu ini.
“Kau benar, Zack.” Aldo menyahut dengan
Aldo tiba di Royal Morgan kurang lebih 30 menit kemudian, ia sedang berjalan menelusuri lobby menuju lift ….“Selamat pagi, Pak!”“Selamat pagi, Tuan!”Beberapa karyawan menyapanya sopan, bahkan sambil membungkukkan badan, dia agak kaget mendapat perlakuan seperti ini, ternyata para pekerjanya itu sudah pada tahu mengenai identitasnya yang sesungguhnya. Jadi mereka tak lagi menganggapnya sebagai seorang Ob di sana, melainkan bos mereka.Aldo juga tidak terlalu mempermasalahkan hal ini, lagipula dia sudah mencapai puncak misinya saat ini. Para musuh juga telah mengetahui identitasnya itu, apalagi yang perlu disembunyikan? Sekarang saatnya fokus pada pembalasan secara terang-terangan.Di dekat lift, Aldo bertemu dengan seorang karyawati yang berteman baik dengan Sella, dia sering menghina Aldo dulu, dan dialah yang menyebarkan gosip bahwa Aldo adalah presdir Royal Morgan bukan Ob, tentu Sella yang memberitahukan padanya
Ekspresi Aldo sudah pasti kaget bukan main mendengar pernyataan Rio. “Apa yang mereka kerjakan? Bagaimana bisa makanan kita sampai meracuni pelanggan?” Ia berkata dengan geram, sambil mengepalkan kedua tangannya. Rio hanya diam saja, takut salah komentar jika mencampuri topik yang terlalu sensitif ini. Lagipula dia juga merasa bukan bagiannya dalam hal ini. Seharusnya itu tugas Dave. “Kamu sudah menghubungi pabrik?” tanya Aldo lebih lanjut. “Sudah, Tuan.” “Terus, apa kata mereka?” “Mereka juga terkejut, Tuan.” “Kata Mbak Lani mereka selalu menggunakan bahan yang sama, takaran tidak ada yang berubah, juga selalu menjaga kebersihan.” Suasana kemudian menghening, Aldo nampak berpikir keras apa yang sebenarnya terjadi. Tek … tek … tek …. Ia mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuknya. Jika saja dia tidak sedang bertengkar dengan Dave, mungkin masalah ini akan lebih mudah ia limpahkan pada Dave, tapi sekaran
Glek!Dave menelan saliva, tuduhan ini … entahlah apa yang dia rasakan saat itu, sangat sulit ditebak dari ekspresi yang ditunjukkannya. Ia juga mengedipkan mata, sedangkan bibirnya terkatup rapat tak dapat berkata-kata untuk menanggapi kalimat Aldo.Melihatnya begini, Aldo kembali menyeringai, sorotan matanya dalam menatap Dave lebih tajam lagi.“Kenapa hanya diam? Tidak bisa mengelak lagi? Jadi yang aku katakan semuanya benar?” cecar Aldo kemudian.“S-saya … sebenarnya … saya ….” Dave gelagapan harus bagaimana menjawab pertanyaan Aldo. Apa yang membuat dia gagap? Aldo sudah bisa menebaknya.Aldo lalu terkekeh kecut, “Aku benar-benar nggak nyangka, kamu begitu tega mengkhianatiku ….”“Orang yang sangat aku percaya, melakukan sebuah pengkhianatan terhadapku!”“Tuan … sebenarnya bukan seperti ….”Aldo memotong pembicaraan
Aldo dan Dyta berada di kontrakan Dyta saat ini, mereka barusan tiba, Aldo langsung melanjutkan langkahnya menuju sofa, sementara Dyta sedang menutup pintu. Selang 2 menit ia baru menyusul Aldo membawa segelas kopi yang masih mengeluarkan asap atas permintaan Aldo sendiri.Dari kejauhan, Dyta menggeleng-geleng lemah sambil melengkungkan alis, ekspresinya agak sedih, pasalnya ketika itu ia melihat Aldo sedang menyurutkan api pada ujung cigaret yang terjepit di bibirnya.Sudah lama sekali Aldo membuang kebiasaan kurang baiknya ini, yakni sejak ia dekat dengan Dyta sekitar 5 tahun lalu. Dyta yang memintanya menghentikan kebiasaan tersebut karena menurutnya tidak baik untuk kesehatan. Tak disangka, ternyata Aldo mau mendengarkan pendapatnya.Baru beberapa hari ini Aldo memulai lagi aktivitas tersebut. Jujur saja Dyta jadi sedikit kecewa dan sedih, tapi dia tidak marah. Dyta seorang gadis dewasa yang bijak sana. Jika Aldo seperti ini pasti ada penyebabnya, yang perlu
Drrrt … drrtt ….Ponsel Aldo bergerak lincah di atas meja, bergeser ke kiri dan kanan karena getaran, nada deringnya seakan beradu dengan suara televisi. Dyta melirik layar yang menyala itu, yang menghubungi Aldo tentu saja Erlan.“Kenapa nggak diangkat, Do? Kasihan papi kamu.” Ia tak tahan, dan mencoba membujuk Aldo.Aldo mengusap-usap keningnya sendiri, lalu telapak tangannya itu turun ke area hidung dan menyangga kepalanya di sana, ia nampak termenung sejenak hingga pada akhirnya tetap meraih gawai di atas meja mendengarkan nasehat Dyta.“Halo ….”“Papi sama Mami tidak perlu banyak pikir, Aldo akan mengatasi semua ini,” lontarnya sambil menyisir rambut ke belakang dengan jemarinya.“Iya udah, Pi … Mi … Aldo ngantuk nih, mau tidur,” bohongnya kemudian.“Papi sama Mami juga tidur gih, udah malam. Bye!”Tit!Pada akhirnya dia t
“Halo ….”Perlahan matanya membesar saat mendengar jawaban dari seberang. Ternyata yang menghubunginya adalah Naila, manajer Luxury. Entah nomor siapa yang dia gunakan.Dari suaranya, Naila nampak sangat panik, ia mengatakan Luxury sedang mengalami masalah, sopir mereka menabrak orang di jam kerja menggunakan mobil hotel hingga meninggal. Parahnya yang ditabrak ternyata anak pejabat, orang tuanya tidak terima dan mengancam akan mencabut ijin perhotelan mereka.“Kapan kejadiannya, Nai?”“Barusan ya berarti.” Aldo melirik jam tangannya, baru menunjukkan pukul 10.35 sedangkan Naila bilang padanya kejadian tersebut terjadi pada jam 10 kurang.“Baiklah, kamu tenang dulu … aku akan hubungi Jonathan biar tangani kasus ini sekalian,” tutup Aldo.Ia lalu bergegas menghubungi Jonathan yang tak lain adalah pengacaranya, sesuai dengan janjinya pada Naila.Sudah terjatuh, ketimpa tangga
Menghening sejenak, giliran Dave yang berbicara.“Sebenarnya saya datang kesini membawa sebuah berita penting mengenai kasus keracunan di Royal Morgan ….”Aldo sontak menatapnya serius antara percaya dan tidak, ketika sedang mabuk seperti ini instingnya justru lebih positif, ia bisa melihat ketulusan Dave dalam menyampaikan kalimat tersebut padanya.Namun, gengsinya tetap saja setinggi langit. Bukannya segera menanyakan Dave tentang kelanjutannya, justru tangannya yang bergerak merebut gelas dan botol minuman keras dari tangan Dave secepat kilat. Lalu melanjutkan aktivitas menuang minuman yang sempat tertunda.Glek … glek … glek ….Ia meneguk segelas penuh alkohol cepat-cepat sampai gelas itu kosong. Dave membiarkannya mengulangi aktivitasnya itu hingga 3 kali berulang, pada akhirnya Aldo tumbang di atas meja karena tubuhnya sudah tidak kuat lagi.***Pagi ini, suara orang muntah memenuhi seisi
“Sebenernya, Dave diam-diam menyelidiki semua itu. Dia bilang sepertinya produk kita sengaja dipalsukan oleh pihak tak bertanggung jawab ….”Dyta sudah seperti penyambung lidah Dave saja, sebab Aldo tak ingin mendengarkan penjelasannya jadi Dave memilih bercerita pada Dyta, dan meminta agar perempuan itu menyampaikan pada Aldo.Jangankan Dave sendiri yang berbicara dengannya, sedangkan mendengar Dyta menyebut nama pria itu saja wajah Aldo seketika berubah.“Dia lagi … dia lagi …,” dengus Aldo mulai kesal. Padahal awalnya dia setuju dengan pendapat Dyta.“Bisa nggak kamu jangan menyebut namanya di depanku lagi?”“Tapi, Do ….”Mendapatkan Dyta yang begitu membela Dave, semakin membuatnya muak.“Oh … jadi kamu lebih membelanya sekarang? Atau juga udah kamu diracuni olehnya, huh?”Dyta baru akan membuka mulut untuk membela diri, tapi Aldo