" Anda sudah bangun? " Tanya Gentala pada Raden Brama Wijaya, yang baru berjalan keluar dari sebuah ruangan tempatnya berbaring.
Sang Raden berjalan mendekati Gentala, memijat pelipisnya yang masih terasa pening, ia pun bertanya dengan penasaran. " Apa yang terjadi. "
" Duduklah, ada yang harus aku katakan pada Raden. " Ucap Gentala.
Raden Brama Wijaya pun dengan patuh menuruti perkataan Gentala. " Ada apa? " tanyanya saat sudah terduduk di depan Gentala dengan sebuah meja kecil sebagai pembatas.
Gentala tak langsung menjawab, kepalanya tertunduk sejenak lalu bangkit dari posisi duduknya, ke dua tangannya ia letakkan di belakang punggungnya, berjalan mendekati sebuah jendela, menatap ke arah luar, seraya melihat aktivitas para rakyat yang mulai menjalani kehidupan normal.
Berkat Gentala dan juga Raden Brama Wijaya yang berhasil memusnakan para mayat hidup y
Seperti yang di katakan Gentala kemarin, ia dan Raden Brama Wijaya pun, memutuskan pergi di pagi buta, agar mereka bisa sampai ke tempat Nayaka dan Nura sebelum matahari terbenam.Mengetahui bahwa mereka akan pergi meninggalkan desa, seluruh rakyat di desa yang telah di selamatkan oleh Gentala dan juga Raden Brama Wijaya, berbondong-bondong menghampiri gubuk tempat mereka beristihat, meminta untuk tinggal lebih lama lagi, rakyat di desa itu masih terlalu takut pada mayat hidup yang bisa datang kapan saja.Dengan wibawa yang di miliki oleh Raden Brama Wijaya, dia menjelaskan dengan baik dan benar, mengatakan bahwa mereka tak perlu khawatir, karena tuannya, Gentala telah memasang pelindung tak kasat mata, yang mampu melindungi mereka dari marabahaya termasuk dari serangan para mayat hidup.Meski begitu, rakyat di desa itu masih enggan untuk mereka tinggalkan." Maafkan kami, tapi masih ada
" Gentala! " seru Nayaka, pria itu melambaikan tangannya sembari berjalan setengah berlari menghampiri Gentala dan yang lainnya. " Kamu baik-baik saja? " tanyanya.Gentala menyipitkan matanya, kedua tangannya menyilang di dada. " Jika aku tidak baik-baik saja, mungkin aku tak akan berada di depan mu sekarang. "" Mendengar nada ketus mu, berarti kamu baik-baik saja. " Nayaka berkata, ia menoleh pada Raden Brama Wijaya yang berdiri tak jauh dari Gentala." Salam Raden. " ucap Nayaka seraya menangkupkan kedua tangan tangan." Salam juga. "" Bukankah ini sedikit aneh? "" Apanya? "" Bukankah seharusnya kamu yang membawa itu? " menunjuk pada sekeranjang bahan makanan yang berada di punggung Sang Raden." Kenapa harus? Lagi pula dia sendiri yang menginginkannya, bukan aku. "" Kamu
Karena kota Lilin memiliki kerusakan yang parah, Gentala pun memutuskan untuk tinggal sementara sekaligus membiarkan Raden Brama Wijaya untuk mengambil hati rakyat di sana dan menjadi sekutu untuk membantu sang Raden melakukan pemberontakan nantinya. Meski seminggu ini Raden Brama Wijaya telah berusaha keras mencuri hati rakyat di sana, namun hal tersebut belum juga membuahkan hasil sedikit pun, mereka bahkan menolak tawaran sang Raden, bersikap dingin padanya secara terang-terangan. Tak ada satu pun dari mereka yang mau menerima bantuannya, tak sedikit pula dari mereka yang menjauhkan anak-anak mereka yang mereka ambil dari persembunyian, menjauhkan mereka dari jangkauan Raden Brama Wijaya. Raden Brama Wijaya hanya bisa pasrah menerima sikap dingin dari seluruh rakyat kota Lilin itu, namun dengan sikap gigihnya ia tak menyerah begitu saja. Setiap hari, dia akan menawarkan bantuannya kepada siapa saja meski
Gentala yang kesal dengan sikap Nayaka pun hanya bisa menumpahkan kekesalannya pada pekerjaannya membangun rumah yang tengah di kerjakan nya, setiap dirinya merasa kesal, maka. Semakin cepat pula pekerjaannya. Bulu kuduk Raden Brama Wijaya meremang, setiap kali merasakan aura membunuh yang keluar dari tubuh Gentala.Berkat rasa kesal Gentala terhadap Nayaka yang tak pernah hilang, membuat pekerjaan mereka bisa selesai dengan cepat." Terima kasih banyak, berkat kalian, rumah Mbah bisa selesai dengan cepat. " Ungkap tulus nenek itu, " Jika kalian berkenan, mampirlah kembali untuk makan malam, meski Mbah tidak tahu apa kalian menyukainya atau tidak? " tambahnya." Kami pasti datang, kalau begitu kami pamit terlebih dahulu. " Timpal Gentala seraya menarik tubuh Raden Brama Wijaya pergi.Waktu makan malam pun masih sangat lama, Gentala yang tak ingin melihat wajah Naya
Gentala dan lainnya memutuskan untuk pergi meninggalkan kota itu ke esokan harinya, melanjutkan perjalanan, menuju ke tempat selanjutnya, kepergian mereka hanya di antar oleh nenek Asih dan juga cucunya Agni Brata." Apa kalian yakin? " tanya Nayaka di sela perjalanan.Gentala menghentikan langkahnya, matanya mendelik tajam pada Nayaka. " Bisakah kamu berhenti bertanya? Sudah ke berapa kamu menanyakan hal yang serupa? Apa aku harus memotong lidah mu agar kamu berhenti bertanya seperti wanita?! " Timpalnya dengan nada ketus, sejak mereka meninggalkan kota Lilin itu, Nayaka tak henti-hentinya menanyakan hal serupa padanya.Nayaka mendecakkan lidahnya, memutar bola matanya, lalu berjalan ke depan seraya menghentakkan kakinya layaknya seorang anak yang merajuk karena tak di belikan sebuah permen oleh ayahnya. Gentala yang melihat hal tersebut hanya bisa menggelengkan kepalanya, kenapa ia merasa sepert
Gentala masih termenung menatap langit yang sebentar lagi memunculkan sinar mentari. Memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkan benda pusaka yang masih tersisa dua lagi? Wafatnya Mahapatih Wiguna, membuatnya tak bisa leluasa memasuki istana seperti dulu.Sesekali Gentala dan Nayaka akan pergi diam-diam mengintai istana kerajaan Natu dari kejauhan, untuk memastikan, apakah ke dua benda pusaka yang di cari mereka memang benar berada di dalam istana? " Apa kamu merasakannya? " tanya Gentala." Meski, terasa samar-samar, tapi aku yakin, ke dua benda itu ada di sana. " timpal Nayaka.Ternyata Mahapatih Wiguna tak berbohong tentang benda pusaka itu, tapi, mengapa Mahapatih Wiguna memberi ke tiga benda pusaka yang asli padanya? Terlepas dari itu semua, hal yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya masuk ke dalam istana dan mengambil sisa benda pus
Setelah menyelesaikan sarapan pagi, Gentala dan yang lainnya kembali melanjutkan perjalanan, Namun perjalanan mereka tak semulus biasanya. Di tengah-tengah perjalanan menuju kota selanjutnya, tiba-tiba mereka di hadang oleh sekelompok perampok yang beranggotakan dua puluh orang lebih di dekat sebuah lembah yang sunyi.Kelompok Perampok itu menggunakan pakaian lusuh dengan sebuah topeng yang menutupi wajah mereka. Setiap anggota membawa setidaknya satu jenis senjata, tak jauh dari tempat mereka berdiri, tampak sosok pria bertubuh kekar nan tinggi yang memakai topeng berbeda dari lainnya, tengah terduduk santai di sebuah tandu dengan memangku seekor monyet kecil dengan api di ujung ekornya yang di yakini sebagai hewan spiritualnya, Gentala menebak bahwa pria itu adalah pemimpin mereka." Berhati-hatilah, mereka bukan lah orang biasa. " bisik Gentala yang merasakan aura membunuh yang begitu kuat, dari mereka termasuk Pria Mony
Di sebuah dahan dari pohon raksasa, sinar rembulan menyinari segenggam abu di tangan seorang pria yang tengah termenung sendiri. Netra nya terus menatap abu tersebut dengan serius, di dalam kepalanya di penuhi oleh berbagai pertanyaan." Apa aku sungguh begitu kuat? Kenapa aku merasa, bahwa monyet ini sebenarnya tak mati? " ungkapnya, ia mendesis. " Sebenarnya pil apa yang di makan pria itu? Akhhhh memikirkannya saja bisa-bisa membuat ku semakin gila saja. " tambahnya seraya mengacak rambutnya frustasi. Malam itu, Gentala kembali tak tertidur sama sekali, lingkaran hitam semakin menghiasi kelopak bawah matanya.Dengan wajah frustasinya membuat semua orang enggan untuk tidak bertanya pada Gentala, kecuali Nayaka, yang tanpa basa basi langsung bertanya padanya. " Apa Kamu tak tidur lagi? "Kepala Gentala mengangguk pelan sebagai jawaban, langkahnya begitu gontai." Kenapa? Apa yang ka
Tidak terasa, akhirnya aku bisa namatin ini buku, padahal sebelumnya aku bingung mau menamatkan buku ini bagaimana? Terlebih lagi karena kesehatan aku yang kemarin-kemarin sempat drop yang mengharuskan istirahat full. Buat kalian yang sudah setia baca cerita ini dari awal hingga akhir, terima kasih karena sudah mau mampir ke cerita aku yang notabenya masih acak-acakan baik itu dari segi penulisan, alur cerita dan masih banyak lagi kekurangannya, sungguh aku sangat, sangat berterima kasih pada kalian. Di lain cerita, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk memperbaiki kekurangan yang terdapat di buku ini. Semoga kalian bisa sabar menunggu cerita baru ku. see you next time ^3^ <3 <3 Love you.
Perburuan malam itu membuat setidaknya beban yang berada di pundak Juan terangkat sedikit. Ia menatap sebuah batu giok yang merupakan milik dari Gentala, tangannya menggenggam batu itu lalu membawanya ke dadanya, berharap gurunya yang sudah di alam sana bisa merasakan kerinduannya.Juan tak pernah menyangka bahwa dirinya yang dulunya selalu di hina dan di kucilkan kini berbalik menjadi sosok yang disegani dan di hormati bahkan di takuti oleh banyak kalangan karena kekuatannya yang sudah melegenda.Dirinya tak pernah menyangka bahwa pertemuannya dengan Gentala akan merubah nasib sepenuhnya, tak pernah terpikirkan olehnya bahwa dirinya akan menjadi seorang Raja.Keesokkan paginya, Juan pun meminta kepada semua mahapatih untuk berkumpul di aula rapat. Sebab ada hal yang ingin dia katakan.Tentunya setelah mendengar titah tersebut para Mahapatih pun berbondong-bondong menuju aula untuk menghadiri rapat.Setibanya di sana, semua mahapatih ya
Di temani oleh Dewi Ayu dan juga Sekar, kini adalah kali pertama Juan mengunjungi pemakaman gurunya, meski masih terasa berat, namun kini dia sudah baik-baik saja, ia pun meletakkan beberapa dupa serta satu kendi berisi air keras. Menangkupkan kedua tangannya lalu mulai berdo'aSetelah selesai mengirim do'a dan mengutarakan perasaannya, Juan berserta ibunya, memilih untuk kembali ke istana, namun di tengah perjalanan dirinya bertemu dengan Rengganis yang baru pulang dari ekspedisinya.Wanita itu memberi salam, lalu berjalan bersama-sama serta berbagi cerita tentang ekspedisinya membantu Sang ayah memusnahkan para bandit yang selalu meresahkan para warga.Meski tak selalu bisa berada di sisi Juan terus menerus, namun Rengganis sebisa mungkin menyempatkan waktu untuk menemui Juan tentunya ia selalu pulang tanpa tangan kosong.Kendati begitu, Rengganis tak pernah tahu tentang perasaan Juan terhadapnya, apakah dia menganggapnya sebagai teman saja? Atau pria i
Perkataan Rengganis membuat Juan tersadar, apa yang dilakukannya selama ini tak akan membuat gurunya kembali ke sisi nya.Ia pun menarik Rengganis ke dalam dekapannya, membuat wanita itu terlonjak kaget akan tindakan yang di lakukan oleh Juan." Maaf. " Kata itu terlontar begitu saja dari mulut Juan, tangannya semakin erat mendekap tubuh wanita itu.Tangan Rengganis yang berniat membalas pelukan itu tiba-tiba berhenti ketika ibu Juan, Dewi Ayu datang bersama Sekar." Ekhem! Maaf ibunda mengganggu kalian. "Rengganis yang terkejut pun langsung bangkit dari posisi ambigunya, ia berdiri seraya merapihkan diri. " Sama sekali tidak bibi. " ujarnya.Seketika suasana di dalam sana berubah menjadi canggung. Semua orang yang berada di dalam sana terdiam, menambah suasana semakin canggung." A-ah kebetulan, Ibunda baru saja memasak wajik kesukaan mu. Apa kamu ingin memakannya putraku? " kata Dewi Ayu memecah kecanggungan di antara mereka.
Beberapa bulan setelah peperangan itu, kerajaan Nemu pun mulai menemukan kembali cahayanya.Namun selama itu kursi tahta itu masih kosong, Sebab Juan menolak untuk mengisinya. Karena mereka tak mungkin memaksa Jaraka yang mentalnya masih hancur. Tapi hanya tinggal Juan saja yang memiliki darah dari Raden Brama Wijaya.Meski sudah di bujuk oleh teman-temannya. Bahkan oleh ibunya sendiri, Juan tetap berkata tidak.Hingga suatu ketika, Gentala memintanya sembari berkata bahwa dirinya ingin melihatnya menjadi seorang raja di sisa akhir hidupnya.Karena gurunya sudah berkata seperti itu, Juan pun mau tak mau harus mengisi kursi itu, dengan syarat bahwa gurunya tak boleh jauh dari dirinya.Gentala pun memutar bola matanya malas.Sungguh merepotkan!" Terserah pada mu saja. Sekalian saja kamu pasangkan tali kekang di leher ku, dan jadikan aku binatang piaraan mu! Kau pikir aku ini Widura! Yang selalu mengikuti mu kemana pun
Setelah berhasil memenangkan peperangan tersebut, Juan maupun Gentala dan Juga Nura sama sama kehabisan tenaga. Ketiganya langsung tak sadarkan diri. Beruntung posisi mereka tak jauh dari Rengganis dan lainnya.Mereka pun berbondong-bondong menghampiri ketiganya.Meski Rengganis dan Ling ling sempat berebut siapa yang akan membawa tubuh Juan? Tapi pada akhirnya Yodha Wisesa lah yang membawanya selaku kakeknya.Sesampainya di camp militer, Ayu Dewi pun langsung memburu tubuh putranya dan langsung memberinya pertolongan pertama.Walau terbilang sangat terlambat, namun ayah Rengganis sebisa mungkin membantu, karena sebelumnya ia terkurung di rumahnya sendiri dan tak bisa melepaskan diri.Alhasil, ia tak membantu sama sekali saat perang berlangsung. Demi menebus dosanya, ia bekerja dua kali lipat di banding yang lain, seperti menyediakan makanan, obat-obatan, dan perlengkapan lainnya.Saat tahu Ranu adalah Nura yang merupakan seorang
Setelah berkali-kali bertukar kekuatan dengan Agri Brata, lambat laun Juan pun mulai merasa bahwa seluruh tubuhnya sudah tak bisa menahan rasa sakit lagi. bahkan ia merasa bahwa seluruh tulang di badannya seperti sedang diremukkan secara perlahan, sehingga menimbulkan sensasi rasa sakit yang amat luar biasa.Akan tetapi, dia tak bisa menyerah begitu saja dan melewatkan kesempatan langka, sebab ia menyadari bahwa Agri Brata yang merupakan makhluk setengah abadi itu mulai kehilangan kekuatannya. Membuat Juan tak bisa mundur.Tapi sayangnya kedua kakinya sudah tak bisa di gerakkan lagi, bahkan untuk menopang tubuhnya saja sudah sangat sulit, apalagi mengeluarkan kekuatan untuk menyerang." Ayo gerakkan tubuhmu, hanya perlu satu serangan lagi untuk menunju kemenangan. " gumam Juan pada diri sendiri yang tengah berusaha bangkit seraya mengumpulkan tenga.Akan tetapi, seberapa keras ia memaksa tubuhnya untuk berge
Entah siapa yang harus ia salahkan? Apakah ramalan itu? Ataukah karena hasutan istrinya? Maheswara termangu. Hingga sebuah hantaman besar menyadarkannya dari lamunannya.Bledum!! Tubuhnya menghantam sebuah tembok hingga hancur menjadi kepingan yang kecil, dari mulutnya ia memuntahkan banyak kental.Ia terkekeh menerima hantaman tersebut, berkat hantaman itu ia pun menyadari bahwa semua itu karena ambisinya yang terlalu tinggi yang kemudian membutakannya, dirinya bahkan rela mengirimkan ke tujuh saudaranya ke nirwana.Bahkan, ibunya pun ikut menyusul, tak lama setelah ia mengatakan bahwa dia akan menjadi raja.Mungkin ibunya sengaja pergi, agar dirinya tak melihat kehancuran kerajaan di tangan putra sulungnya.Setelah berhasil menduduki tahta, ia mengusir semua selir ayahnya, mengembalikan mereka ke tempat asal mereka. Dan menyisakan mayat ibunya yang sengaja ia awetkan. Supaya dia bisa mendengar dan merasakan bagaimana ia memakmurkan ke
Sejak kepergian Wuyang dan juga Burdana, membuat suasana istana menjadi tak terkendali, banyak pertumpahan terjadi di mana-mana, di mana ketiga putra mendiang raja saling membunuh antar sama lain. Karena mereka percaya bahwa salah satu diantara mereka merupakan penyebab semua ini.Selang beberapa hari , kekuatan Jayara dan Mandana menghilang secara bersamaan. Kecuali Jaraka.Mengetahui hal tersebut, kedua saudara itu bekerja sama untuk membunuh Jaraka, sehingga melupakan bahwa diantara mereka masih ada Maheswara.Di sisi lain Maheswara terduduk manis di dalam kediamannya, menyesap teh panas yang telah di sajikan oleh sang istri seraya menatap permukaan danau yang begitu damai nan tenang.Sejak pembantaian keluarga Burdana yang ia lakukan secara diam-diam, serta mengusir keluarga Wuyang, yang kemudian ia bantai di tengah-tengah perjalanan, meski awalnya sulit.Namun karena ia menyuntikkan racun bunga hitam pada adiknya itu, membuat