Share

BAB 3

Penulis: vee
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-06 02:41:40

Hari masih terlalu pagi untuk sebuah kabar berita yang tak terlalu penting mengganggu hari Jane. Wanita itu  menatap tak berminat pada barisan kata clickbait yang nampak panas dan menggoda untuk siapa saja yang haus akan gosip murahan. Disertai sebuah gambar blur wajah dua orang. Kabar itu berhembus hanya karena pakaian yang dikenakan mirip dengan miliknya yang bahkan dirinya sendiri tidak tahu di mana dan kapan memakai pakaian yang ditunjukkan ke dalam berita infotainment pagi. 

Ia dan pria yang digosipkan dengannya hari ini memang saling mengenal di masa lalu. Meskipun tidak sampai menjalin hubungan. Tapi Jane sendiri tak ingin banyak orang tahu jika mereka saling mengenal atau mengkonfirmasi pada media karena itu sama halnya dengan bunuh diri.

“Beberapa orang menelepon dan menanyakan tentang kebenaran berita,” ucap Lucas. 

Pemuda itu membawa dua buah gelas dengan aroma kopi yang pekat. Satu untuk Jane dan satu lagi untuknya. Sebuah rutinitas yang ia lakukan semenjak kerja dengan wanita yang lebih tua dengannya. 

Jane menyesap sedikit kopi buatan asistennya.

“Kenapa kau angkat, sudah ku katakan untuk beli dan ganti hp bar, perlu ku belikan?”

Lucas meringis ketika merasakan panas menyebar di ujung lidahnya. Ia menggeleng.

“Itu hasil kerjaku, uang pertamaku ya ponsel itu,” jawabnya. “Bukan soal harganya, tapi kenangan yang ada di ponsel itu, Kak.” 

Jane hanya berdecak mengatakan jika Lucas bisa tetap menyimpannya, namun pemuda itu memilih menolak, menurutnya memakai apapun yang didapat dari hasil keringatnya adalah sesuatu yang berharga ketimbang harga mahal namun pemberian orang lain. Jane mengatakan terserah dengan pandangannya yang menyebar ke ruang tamu rumahnya. Tak sengaja menatap sebuah foto dirinya di ujung ruangan. Foto pertama ketika ia mendapatkan pekerjaan yang bagus, sebuah kenang-kenangan lama yang membuatnya selalu sadar jika ia pernah merasakan kesulitan tak berkesudahan. Alih-alih berimbas baik, sebenarnya Jane sadar hal itu juga yang membuat ia kadang kala bersikap paling tahu dan sombong.

Sementara Lucas memilih sibuk dengan rentetan jadwal sang model, namun kemudian sebuah pesan masuk membuat ia terlonjak. Hampir saja menyemburkan kopi panas yang tersimpan di mulut.  Jane yang tengah mempelajari beberapa skrip acara tv yang akan ia hadiri memandang tak suka pada sang asisten.

“Seseorang mengirimiku pesan—”

Alis kanan Jane terangkat, menunggu kalimat apa yang akan diucapkan oleh Lucas.

“Dari Jake, kau tahu baru saja berita tentang kencanmu dan dia beredar dan asistennya langsung mengirimiku pesan.”

Lucas menunjukkan pesan tersebut pada Jane.

“Abaikan,” ucap Jane tak peduli.

Ia terlalu sering terseret ke perkara kencan dengan orang-orang berpengaruh dan paling parah adalah ketika ia dituduh menggoda Thomas yang tak lain adalah bosnya sendiri. Itu terjadi sekitar tiga tahun lalu, saat ia benar-benar dikenal publik. Untungnya saat itu kekasih Thomas, yang kini sudah menjadi mantan, tidak melabraknya padahal ia adalah artis yang cukup ternama. Sampai kini pun kabar tipis-tipis antara kedekatannya dengan si bos masih sering diperbincangkan. Namun ia sudah tak peduli. Oleh karena itu, ketika ia mendapatkan tuduhan yang sama sudah terlalu kebal dan malas menanggapi. 

“Dia ingin datang ke agensi langsung nanti sore, kau tahu jika Tuan ini memang tampak lebih muda ketimbang pangkat dan pekerjaan yang diemban. Aku yakin kau akan suka dengannya,” komentar Lucas dengan nada riang. 

Pemuda itu sebenarnya ingin sang model dekat dengan pria yang matang. Setiap hari, hanya dirinya  yang bisa berbicara dan dekat dengan Jane dan ia merasa jika sang model butuh seseorang sebagai sandaran. Sosok pria yang bisa menjaga dan membuat Jane merasa nyaman.  

“Sudahlah, Lu. Kau tak perlu mengikuti trend berita tak bermutu. Lagi pula aku tak ingin dekat dengan siapapun,” ucapnya. 

Jane beranjak dan meletakkan skrip. 

“Siapkan baju yang hari ini akan ku pakai, sebentar lagi pemotretannya dimulai aku harus segera sampai di agensi.”

Lucas hanya menghela nafas dan mengerjakan pekerjaan paginya. Ia juga tidak ingin diomeli staf di agensi jika sampai terlambat. Namun sepertinya pemuda itu lupa tak membalas pesan yang baru saja diterima.

*****

Jane ingin mengumpat, namun untuk mengatakan hal kotor dirasa kurang etis untuknya yang sudah memakai pakaian elegan dari brand ternama. Beberapa pose ia lakukan sesuatu perintah sang photographer dan bergonta-ganti pakaian yang  entah keberapa kali hari ini. Hal yang membuatnya kesal adalah ternyata pria yang menghubungi Lucas pagi tadi benar-benar datang ke agensi. Salah satu staf memberitahunya oleh karena itu pemotretan hari ini dipersingkat.

Orang-orang berdecak kagum tentang hasil yang memang tak pernah mengecewakan. Beberapa junior yang sebenarnya harus mengikuti latihan juga diberi kesempatan untuk melihat bagaimana seorang Jane berpose dalam bidikan kamera. 

“Dia memang secantik dewi, pantas saja agak sombong,” ujar seorang junior berbaju merah. 

“Husst, kau tidak boleh mengatakan hal seperti itu. Bisa-bisa kau dikick tanpa pikir panjang.”

“Jangan heran, bukankah ini juga yang membuat nona Jane di anak emaskan.”

Bukan cuma junior, bahkan staf pun menggunjing tentang Jane. Namun wanita itu benar-benar tak peduli. Ia hanya melakukan apa yang menjadi pekerjaannya secara profesional. 

Sampai kemudian di foto ke sembilan terdengar kericuhan dari luar studio sampai kemudian dua orang dengan beberapa orang yang mengikuti nampak memasuki ruangan. 

Jane yang tengah memeriksa hasil pemotretan mendongak dan mendapati Thomas dengan seorang pria yang sudah jelas ia tahu siapa. 

“Jane, ini Jake, jelas kau tahu orang hebat ini bukan?” 

Pria yang ada di sebelah Thomas mengulurkan tangannya disertai senyuman. Wajah tampan pria itu begitu terlihat membuat beberapa staf nampak terpesona. Mereka tak pernah mengira jika sosok pengusaha terkenal itu lebih muda  melebihi ekspektasi mereka. Sementara Jane, ia tak menunjukkan ekspresi tertarik meskipun pria di depannya tetap menunjukkan senyum menawan.

“Jake ingin berbicara empat mata denganmu,” ucap Thomas. 

Jane tak menjawab dan tidak juga mengalihkan pandangan dari pria di depannya.

***** 

“Ini sungguh tidak menyenangkan, bukan? pertemuan pertama kita sejak terakhir kali, diawali dengan skandal kencan buruk dari berita lokal murahan,” keluh pria itu ketika mereka berada di salah satu private room yang ada di gedung agensi.

“Aku sudah terbiasa dengan hal semacam ini,” saut Jane cuek.

Dahinya mengernyit ketika ia baru menyadari gaun terakhir pemotretannya masih melekat di tubuh. Menggerutu kecil, kain gaun cukup membuat kulitnya merasa tak nyaman. 

Jake yang melihat itu terkekeh, ujung matanya menatap Jane dengan gaun pendek hitam, menampilkan setengah paha dan kaki cantik yang sering kali terpampang di majalah ternama. 

“Karena kau jelas belum terbiasa. Kau bisa membayar seseorang untuk menghalau berita sampah itu.”

Suara Jane membuat ia mengalihkan perhatian. Ketika mendongak yang ia dapati tatapan mata Jane yang tajam. Seakan menuduhnya tak sopan lantaran menatap kaki telanjangnya.

Jake berdehem, meraih gelas berkaki panjang yang berisi minuman dengan berwarna merah pekat. Menegak sedikit. 

“Aku tak keberatan dengan berita itu,” ucapnya. 

Alis kiri Jane terangkat, mencoba menggali alasan masuk akal yang membuat Jake tak ingin mengambil tindakan.

“Bukankah kau juga sudah memiliki calon istri?” 

 Jelaskan berita tentang rencana pernikahan Jake sudah berhembus sejak bulan lalu lantaran kekasihnya adalah salah satu artis muda, Jasmine suka sekali merecokinya dengan kabar kehidupan para artis . Hal itu pula yang membuat Jane semakin tersudut. Meskipun ia sendiri tak mau ambil pusing sebenarnya. 

“Ku kira kau adalah wanita yang cukup sibuk dengan segala pekerjaanmu. Ternyata juga tahu tentang apa yang terjadi di luar.”

Kekehan terdengar.

“Ada beberapa hal yang mungkin tak menarik namun perlu diperhatikan. Aku hanya tak ingin calon istrimu meminta pertanggung jawaban padaku.”

Tawa Jake tidak bisa dihindari. Namun tawa itu lenyap bersamaan dengan sebuah tatapan serius yang pria itu layangkan padanya.

“Jika kau bersedia menjadi kekasihku yang lain, aku bisa memberikan apapun yang kau mau,” ucap Jake tanpa pikir panjang.

Dahi Jane mengernyit. Tatapannya lebih sinis pada pria di depannya.

“Apa kau pikir aku wanita murahan? Menjadi kekasihmu yang lain?”

Jane beranjak dan tanpa pikir panjang, ia keluar dari ruangan tersebut. Harga dirinya benar-benar tergores mendengarkan tawaran tersebut. Sungguh, Jake tidak pernah berubah sejak dulu.     

Bab terkait

  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 4

    “Jadi kau menolaknya?” Tanya Jasmine. Jane tak perlu menjawab pertanyaan itu lantaran sudah terlalu jelas jawabannya. Pandangannya fokus pada pemandangan di luar kereta, suara gesekan mesin yang terdengar sangat nyaring namun tak membuat suasana kereta teredam. Ini adalah pengalaman kabur paling mengesankan yang mungkin akan menghancurkan karirnya. Namun siapa yang akan peduli, jika Jane dikeluarkan dari perusahaan hiburan tempat ia bernaung saat ini, maka ada kontrak lain yang tengah menunggunya untuk ditandatangani dan untuk Jasmine, wanita itu terlampau nekat dan bahkan ia memang berencana membangkang pada ibunya. “Lagi pula apa pria itu tidak tahu siapa dirimu, kenapa berani sekali menawarimu hal semacam itu,” gerutu Jasmine.“Yeah, semua laki-laki memang sama saja.”Kekehan Jasmine terdengar tapi masih kurang nyaring ketimbang pembicaraan segerombolan wanita-wanita tua yang duduk di kursi belakang mereka. Dua wanita yang memiliki pekerjaan sebagai seorang model itu tengah

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-06
  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 5

    Mereka sampai pukul lima sore dengan keadaan langit yang menguning. Beberapa anak berlarian di pinggir pantai yang tampak bersih dan indah. Jane menghela nafas setelah sampai di pekarangan penginapan yang kata si supir adalah tempat yang mereka tuju. Jasmine masih terlihat ngantuk, namun wanita itu tetap memutar lensanya ketika melihat bunga-bunga indah di pekarangan penginapan. “Orang-orang mengira kita adalah dua orang mahasiswi yang tengah melakukan study tour jika kau tetap seperti itu,” ucap Jane sembari meletakkan kopernya. Ia kemudian duduk di salah atau kursi yang ada di sana. Ketika ia mencoba membuka ponsel, ternyata tidak ada jaringan internet di tempat itu. Sesuatu yang kelewat bagus. Secara otomatis keberadaannya tidak akan terlacak.“Di sini tidak ada jaringan.”“Ah, benarkah.” Jasmine membuka ponselnya. “Kau benar.” Jane hampir saja menarik satu batang rokok di saku tasnya. Namun hal itu ia urungkan ketika mendengar suara berisik dari dalam rumah. Jasmine juga segera

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-06
  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 6

    Jane pikir pertemuan itu adalah pertemuan pertama dan terakhir, mungkin ia tak akan bertemu pria bermata coklat itu lagi ketika ia ak berkunjung ke kafe, tapi ternyata dugaan itu salah. Ia kembali bertemu dengan pria itu di pagi yang bahkan belum menunjukkan senyum cerahnya. Langi masihi gelap, suasana sekitar masih sunyi meskipun deburan ombak laut di ujung terdengar samar. Jane tidak bisa tidur memilih untuk keluar setelah menghabiskan puluhan lembar halaman novel yang direkomendasikan oleh Lilibet. Oleh karena itu, wanita tersebut kini berdiri tegak dengan jaket hangatnya ketika ia bertemu dengan pria bermata coklat yang kini tengah mengangkat beberapa kotak styrofoam yang sudah pasti isinya ikan atau hewan laut lainnya. Pria itu terlihat menarik dengan bisepnya yang kuat ketika mengangkat barang-barang. Rambut yang berwarna hitam nampak menari ketika terkena angin dan Jane yang sejak tadi hanya berdiri diam merasa bodoh sendiri lantaran memperhatikan pria itu. Dirinya adalah seo

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-07
  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 7

    “Aku tidak ingat kau kenal dekat dengan pemuda pemilik kafe. Like, what?!! Bagaimana bisa dengan percayanya kau pergi dengannya di pagi buta,” kata Jasmine seraya berkutat dengan kamera kesayangannya. Kaki gadis itu sesekali menendang pasir putih di bawahnya, sesekali juga menggerutu lantaran bidikannya tidak tepat. "Tak sengaja. Ia ingin mengajakku ke tempat yang tepat melihat matahari terbit," jelas Jane. Jasmine kembali menggerutu tentang seberapa bahaya jika mereka berkeliaran sendirian, terlebih tempat asing yang belum mereka kenal. Jane memilih untuk mengabaikan celoteh Jasmine, ia hanya ingin menikmati suasana pantai dengan damai. Di sekeliling mereka tidak banyak orang berlalu lalang, hanya beberapa wanita yang ang nampak berbincang dan berpisah dengan orang lain. Hanya orang-orang yang sama dengannya yang ada di pantai ini. Sudah tentu kebisingan tidak akan cocok untuknya. Pandangannya mengedar, melihat beberapa anak-anak yang ang nampak bermain pasir dan membentuknya m

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-08
  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 8

    Menjadi model atau apapun yang berkaitan dengan bidikan kamera, tidak semenyenangkan yang orang lain bayangkan. Bahkan untuk mereka yang setiap hari hilir mudik di layar televisi, pekerjaan ini tidak seindah apa yang terpampang di depan kamera. Banyak orang bicara dalam sebuah siaran televisi atau podcast, tentang bagaimana rasanya menjadi seorang yang menjadi pusat perhatian. Jane kira, orang-orang yang bicara tentang rumitnya hidup di tengah dunia hiburan adalah orang yang terlampau berani, Jane masih sering kali ketakutan untuk berbicara pada dunia jika dirinya tidak sesempurna yang mereka pikirkan di depan kamera. Apa yang ada di depan kamera, tidak selalu sama dengan apa yang ada di belakang kamera. Banyak rules yang sebenarnya harus dipelajari terlebih dahulu. Meskipun begitu, masih banyak orang berlomba-lomba melakukan segala hal untuk bisa masuk industri hiburan, bukan masalah, mereka akan tahu bagaimana industri itu berjalan ketika sudah masuk dan menjalani. Seberapa gelap

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-11
  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 9

    Sore hari tidak terlalu bagus seperti biasanya. Jane dan Jasmine berjalan di area sekitar penginapan. Sebenarnya kegiatan yang mereka lalui di tempat itu memang hanya dua hal, menikmati suasana pantai dan berbelanja. Namun kali ini dan dari kemarin, mereka tidak pergi ke pasar atau tempat aksesoris sama sekali. Selain karena bahan makanan yang masih melimpah, dua wanita itu ingin menghabiskan waktunya untuk bersantai benar-benar menikmati suasana sekitar yang masih segar, jauh berbeda dengan tempat tinggal mereka di kota. Suara tali tambang yang sengaja nelayan pasang untuk menangkap ikan membuat Jane mengalihkan perhatian. Sekumpulan laki-laki dewasa dengan topi bundar menarik tambang bersama-sama, sebelum disauti dengan suara gemuruh kegembiraan lantaran jaring mereka memberikan hasil yang lumayan. Jane ikut tersenyum tanpa sadar ketika melihat salah satu diantara mereka nampak melompat-lompat kecil dengan ucapan syukur yang tak terputus. Jasmine melihat kawannya dengan heran.

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 10

    Ketika masih di usia sekolah dulu, Jane sering melihat ayah dan ibunya bertengkar. Sebagai anak kecil, tentu hal semacam itu terdengar menyeramkan. Terlebih ketika ayahnya sudah mulai melempar barang-barang rumah ke ibunya. Beberapa kali, ia melihat ibunya terlihat memar di bagian wajah dan juga tubuh lainnya. Ibunya sering menangis ketika malam hari tanpa sepengetahuan ayahnya dan saat itu Jane masih belum tahu sebenarnya apa yang terjadi terhadap keluarganya sampai kemudian ia masuk usia remaja. Tidak bisa dikatakan remaja sebenarnya, karena masa ia baru saja keluar dari sekolah dasar gratis yang ada di kawasan kumuh. Jane yang bahkan belum memahami apa yang terjadi di lingkungan dengan baik, secara mengejutkan menjadi pelampiasan kemarahan ibunya. Mungkin terdengar aneh ketika Jane menjadi pelampiasan ibunya yang telah memendam amarah itu sejak lama. Jane tidak habis pikir bagaimana sang ibu memukulnya sama seperti ayahnya memukul ibunya.“Kau anak pembawa sial! seharusnya kau t

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-14
  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 11

    “Dia hanya kelelahan." “Apa? Jane bahkan hanya berkeliling dan tidak melakukan kegiatan apapun. Bagaimana bisa kau bilang jika dia hanya kelelahan?” “Jika kau tak percaya padaku, kau bisa membawanya ke kota untuk dirujuk.” Percakapan itu terdengar di telinga Jane. Dengan pelan, Jane mengerjakan matanya. Buram, putih dan abu-abu sebelum kemudian sedikit demi sedikit semua menjadi terlihat lebih jelas. Lampu kamar? Kamarnya di penginapan. Lalu pandangannya beralih pada lampu tidur kecil yang memang selalu ada di dekat kasurnya. Ia menoleh ketika merasakan elusan pelan ia terima di punggung tangan. “Kau sudah sadar?” Kenapa—pertanyaan sederhana itu terdengar menenangkan. Bagaimana bisa pertanyaan sederhana seperti itu terasa hangat seperti duduk di dekat tungku api di musim dingin. Vincent, pemuda itu menggenggam tangannya erat, namun hal itu membuat Jane segera menarik tangannya hingga terlepas. Bersentuhan intens dengan orang lain cukup menakutkan untuknya. Selama ini ia

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-16

Bab terbaru

  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 89

    ‘Halo?’ Sebuah suara berat terdengar di seberang sana. Jane memperbaiki posisi duduknya. Ia tengah berada di halaman belakang kafe saat ini. Tempat itu adalah tempat yang penuh kenangan untuknya, lantaran disana ia pernah menanam bunga bersama Maya, ibu Vincent. ‘Halo? Tolong katakan sesuatu jika memang ada sesuatu yang penting.’ “Apakah Anda suami wanita yang bernama Luis?” Suara benda bergeser di seberang yang terdengar nyaring membuat Jane sejenak menjauhkan ponselnya. ‘Ya, ini siapa? Apakah Anda tengah bersama wanita gila itu?’ saut di sebarang, suara pria itu terdengar keras dan tak bersahabat. “Saya tahu keberadaannya. Bisa Anda sedikit ceritakan apa yang terjadi tentang Anda dan Lusi?” tanya Jane dengan tenang. Terdengar helaian nafas di seberang sana. ‘Siapa Anda? Aku tdiak mungkin menceritakan perkara rumah tangga ku pada orang asing,’ saut laki-laki itu. Jane kembali melihat sekitar, kafe nampak sibuk dan ia tak menemukan akan adanya gangguan untuk hal ini. “Na

  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 89

    ‘Halo?’ Sebuah suara berat terdengar di seberang sana.Jane memperbaiki posisi duduknya. Ia tengah berada di halaman belakang kafe saat ini. Tempat itu adalah tempat yang penuh kenangan untuknya, lantaran disana ia pernah menanam bunga bersama Maya, ibu Vincent.‘Halo? Tolong katakan sesuatu jika memang ada sesuatu yang penting.’“Apakah Anda suami wanita yang bernama Luis?”Suara benda bergeser di seberang yang terdengar nyaring membuat Jane sejenak menjauhkan ponselnya.‘Ya, ini siapa? Apakah Anda tengah bersama wanita gila itu?’ saut di sebarang, suara pria itu terdengar keras dan tak bersahabat.“Saya tahu keberadaannya. Bisa Anda sedikit ceritakan apa yang terjadi tentang Anda dan Lusi?” tanya Jane dengan tenang.Terdengar helaian nafas di seberang sana.‘Siapa Anda? Aku tdiak mungkin menceritakan perkara ru

  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 90

    Sore hari yang terik, tidak diduga pria yang baru diketahui Jane bernama Kevin itu benar-benar datang ke pesisir. Pakaiannya nampak rapi, Jane bisa melihat aura karismatik menguar dari pria itu. Namun, yang membedakan adalah struktur wajahnya yang memang lebih ke barat-baratan.Pria itu nampak kalem, bahkan lebih kalem dari pada apa yang Jane duga sebelumnya. Tak ada raut marah, yang ditemukan Jane adalah kerinduan pada sang putra yang barang kali telah lama tidak bertemu.Leo, anak kecil itu terlihat nyaman dipelukan ayahnya yang belum mengeluarkan suara apapun ketika datang. Anak kecil itu sepertinya juga tahu betul siapa orang tau aslinya. Sementara itu, Lusi nampak membuang muka, duduk di single sofa yang berada dekat dengannya.“Jadi—apakah kau akan tetap disini? Jika iya, aku akan membawa Leo bersamaku,” ucap pria matang itu dengan mantap.Pandangan mata Lusi nampak memicing, namun bibirnya tidak mengatakan apapun.“Kau tak keberatan jika anakmu dibawa ayahnya?” tanya Jane, men

  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 89

    ‘Halo?’ Sebuah suara berat terdengar di seberang sana. Jane memperbaiki posisi duduknya. Ia tengah berada di halaman belakang kafe saat ini. Tempat itu adalah tempat yang penuh kenangan untuknya, lantaran disana ia pernah menanam bunga bersama Maya, ibu Vincent. ‘Halo? Tolong katakan sesuatu jika memang ada sesuatu yang penting.’ “Apakah Anda suami wanita yang bernama Luis?” Suara benda bergeser di seberang yang terdengar nyaring membuat Jane sejenak menjauhkan ponselnya. ‘Ya, ini siapa? Apakah Anda tengah bersama wanita gila itu?’ saut di sebarang, suara pria itu terdengar keras dan tak bersahabat. “Saya tahu keberadaannya. Bisa Anda sedikit ceritakan apa yang terjadi tentang Anda dan Lusi?” tanya Jane dengan tenang. Terdengar helaian nafas di seberang sana. ‘Siapa Anda? Aku tdiak mungkin menceritakan perkara rumah tangga ku pada orang asing,’ saut laki-laki itu. Jane kembali melihat sekitar, kafe nampak sibuk dan ia tak menemukan akan adanya gangguan untuk hal ini. “Nam

  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 88

    ‘Lusi? Aku seperti tidak asing dengan nama itu,’ ucap Lilibet di seberang. Jane kini tengah berada di halaman belakang penginapan. Ia sudah cukup muak dengan apa yang dilakukan Lusi dengan anaknya. Yeah, Jane cukup paham memang jika ia tak seharunya cemburu dan jengkel dengan bayi kecil yang belum tahu apa-apa itu. Namun, wanita itu juga tak bisa membendung kekesalannya lantaran sang ibu dari bayi itu sangat mengganggu waktu liburannya dengan Vincent. “Bisakah kau tanya pada teman-temanmu di Inggris?” ‘Ya, tunggu sebentar. Memangnnya apa yang terjadi?’ Terdengar suara ketikan di seberang, sepertinya Lilibet benar-benar tengah menanyakan tentang siapa wanita asing itu. “Dia dan anaknya benar-benar mengganggu waktuku dan Vincent. Sejak kedatangannya kemari, wanita itu selalu membawa anaknya kemari dengan alasan jika anaknya tengah mencari Vincent,” keluh Jene. ‘Ah, sepertinya kau memang selalu memiliki banyak rintangan ketika ingin menjalani hubungan dengan Vincent secara biasa,’

  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 87

    “Aku sering melihat foto kakak,” ucap seorang anak yang Jane temui di dekat pantai hari ini. Sekitar satu jam semenjak Jane memilih untuk berdiam diri di gazebo yang ada di pinggir pantai. Suasana yang masih cukup suram untuk dirinya dan sekitar, membuatnya memilih untuk pergi lebih jauh. Ujung kakinya menyentuh pasir yang lembut, pasir yang terasa nyaman untuk kaki telanjangnya. Beberapa hewan kecil nampak berlarian dengan bebar, tanpa memikirkan tentang apa yang akan terjadi jika mereka keluar dari sarang. Suasan yang tadinya tenang bagi Jane yang masih dilanda kemarahan, harus dirusak dengan kedatangan seorang gadis kecil yang asing baginya. Bajunya kumal dengan beberapa jahitan tak rapi di sekitar lengan. Kancing bajunya juga taksama antara satu dengan lainnya. Jane masih terdiam, memperhatikan si bocah cilik yang kini tengah bercoleteh tentang dirinya yang masih duduk di bangku sekolah dasar dan juga teman-temannya yang sering menjahili dirinya. “Apakah—kau takut ketika teman-t

  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 86

    “Kami mengenalnya dan kebetulan kafe ini miliknya,” ucap seorang wnaita berseragam yang nampak memandang secarik kertas di tangan. Suasa kafe tak terlalu ramai hari ini lantaran gerimis di pagi buta. Suasana masih cukup dingin untuk berkatifitas di luar. Meskipun demikian kafe wajib buka sesuai dengan jamnya, tak ada alasan untuk menunda meskipun sang bos tidak ada di tempat. Pandangan wanita yang tadi datang merambah sekitar. Beberapa orang nampak berlalu lalang di dalam kafe yang terlihat sangat menarik di mata. Di antara bangunan yang berjejer di tepian pantai yang tenang itu, bangunan kafe yang menurutnya memang sangat menarik. Ia tersenyum kecil ketika menyadari siapa yang mungkin mendekorasinya. Sementara itu, si pegawai kafe nampak melirik kecil pada wanita yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri, ia kemudian kembali memandang pada sebuah foto yang tentu saja baginya sangat tidak asing. Itu foto Vincent, pria yang tak lain adalah bosnya dan juga pemilik salah stau pengin

  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 85

    Pukul dua siang, mereka sampai di penginapan. Jane melihat sekitar, menghela nafas ketika suasana di ruangan itu tidak banyak berubah. Meskipun di beberapa bagian terdapat debu yang menempel. Lampu gantung di ruang makan, salah satu hal yang menarik perhatiannya lantaran benda itu pernah ia beli untuk hadiah ibu Vincent. Jane juga tidak melewatkan sebuah bunga hidup yang terlihat nampak terawatdi tralis jendela. Bunga-bunga yang kini sayangnya belum berbunga itu adalah tumbuhan kesayangan Maya. Jane masih ingat betul bagaimana perempuan baya itu sangat semangat menjelaskan jenis bunga dan cara menanamnya dengan media air. Pandangan Jane kini tertuju ke luar jendela dapur, di tangan kanannya segelas air putih yang telah berhasil menghalau dahaga sudah di tegak setengah. Grep Jane tersentak namun tak memberikan respon yang berarti. Hanya menyentuh kulit sang pria yang terasa kasar. “Kenapa diam saja, hmm? Ada masalah?” Jane memalingkan wajahnya, menadapati tatapan penasaran dari Vi

  • Pria Menyebalkan Itu Penawarku   BAB 84

    Tumpukan barang-barang sudah memenuhi ruang tamu apartemen Jane. Beberapa barang lain yang kemungkinan tidak akan dibawa juga sudah terbungkus lapisan plastik. Tak ada yang tersisa, dipastikan semuanya tetap rapi dan tidak berdebu karena Jane membencinya. Sejujurnya ia tengah memikirkan rencana apa yang akan ia lakukan setelah liburan panjang, kembali bekerja di perusahaan agensi Thomas atau memilih untuk mencari pekerjaan lain yang mungkin sesuai dengan passionnya. Sebagai seseorang yang telah memiliki nama, wanita itu tak terlalu ambil pusing tentang pekerjaan. Menghela nafas pelan setelah selesai dengan acara berkemas, Jane merebahkan tubuhnya di pinggir karpet. Memiringkan tubuh dan menatap dua koper besar yang akan ia bawa yang kini teronggok di ujung ruangan. Tak Pandangan yang tadinya hanya tertuju pada benda mati kini teralihkan pada sosok pria yang selalu menemaninya. Selalu ada untuknya dan kini bahkan rela meminta izin untuk menyelesaikan tugas akhir dari jarak jauh. Se

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status