“Arrggghhhh!”“Praanggg!”“Marsha! Apa-apaan kamu ini!”Tinna melotot pada putrinya yang sedang mengamuk. Isi apartemen mereka berantakan.Sambil menjatuhkan bokongnya di sofa, Marsha memberengut. Ia mengamati Ibunya yang membereskan benda-benda di lantai.“Setelah laptop mahal, sekarang Marc membelikan wanita pembawa sial itu mobil mewah. Bagaimana aku tidak kesal?!”Memdengar pernyataan putrinya, Tinna menghentikan aktifitasnya beres-beres. Ia menoleh dan menatap Marsha.“Sarah dibelikan mobil mewah oleh Marc?” ulangnya dengan nada tak percaya.Marsha tidak menjawab. Ia kembali melempar benda-benda yang berada di dekatnya.“Sudah! Hentikan!” Kemarahanmu tidak akan menyelesaikan masalah.” Tinna berucap nada tinggi.“Huhuhu.” Marsha menangis kesal. “Percuma rasanya pengorbananku.”“Tidak. Semua tidak sia-sia. Kita sekarang lebih dekat dengan keluarga kaya raya itu. Bahkan Lucy sangat mempercayai kita.” Tinna menyangkal pernyataan Marsha.“Tapi, tidak dengan Marc. Ia tetap datar padaku
Demi nama baik keluarga. Kalimat itu terus terngiang di telinga Sarah. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk aktif sebagai istri seorang pebisnis yang terkenal.Dengan bantuan Adrian, Sarah tau kapan Marc mendapat undangan untuk hadir pada pesta-pesta ataupun pertemuan formal. Tidak mau kesempatan itu digunakan Marsha, Sarah mencatat tanggal di mana ia bisa menemani Marc pergi ke berbagai pertemuan dengan para pebisnis.“Minggu depan, Bosku akan datang. Kami ada rapat bersama mengenai sistem informasi yang baru di perusahaan.” Sarah membuka pembicaraan dengan Marc saat mereka makan malam.“Ok.” Marc menjawab singkat.“Bagaimana keadaan Papa hari ini?”“Papa sudah bisa bekerja.”“Syukurlah.”Sarah menghela napas. Sulit sekali bicara dengan manusia kutub yang sialnya adalah suaminya sendiri.Malas berbasa-basi lagi, Sarah hanya menikmati makan malamnya tanpa membuka perbincangan lain.Tak lama mereka selesai makan, telepon Marc berdering. Lelaki itu mengangkat teleponnya dan bicara irit s
Terhuyung Marc berhasil kembali ke rumah. Saat melihat Marsha tanpa busana, gairahnya memang bangkit. Namun entah kenapa ia sadar, Marsha sedang sakit dan memilih berlari keluar.Sampai di kamar, Marc segera melepas pakaian dan masuk ke kamar mandi. Lelaki itu berdiri sambil mendesah di bawah pancuran air dingin.Tak berhasil, Marc mengisi bathtub. Ia merendam dirinya dengan napas memburu cepat. Saat sedang berusaha mengendalikan diri, tiba-tiba pintu kamar mandi diketuk.“Marc? Kamu di dalam? Ada apa? Kamu sakit?”Marc memejamkan mata. Itu suara Sarah. Seketika tubuhnya menegang kembali.“Sial!” Marc mengumpat lalu bangkit dari bathtub.Sarah menoleh saat Marc keluar. Lelaki itu menghampirinya dan tanpa aba-aba menariknya ke ranjang serta mengukungnya.“Marc!” Sarah memberontak.Tentu saja tenaga Marc lebih besar. Tangan Sarah dicekal ke atas dengan satu tangan sementara tangan lainnya membuka pakaian Sarah.Yang Marc dengar saat itu bukanlah rintihan melainkan desahan yang membuatny
Marc tersentak mendengar ucapan ketus Sarah. Biasanya istrinya selalu berkata lembut dan pasrah pada setiap keputusannya. Namun kali ini, Sarah menunjukkan sikap yang bertolak belakang.“Aku juga sedang malas melihatmu.” Setelah berkata demikian, Sarah pergi meninggalkan Marc sendiri di ruang makan.Dengan hati masih membara, Sarah pergi ke ruang kerja. Ia mengambil laptopnya dan mencari tempat agar ia bisa bekerja dengan tenang.Ruang perpustakaan akhirnya menjadi pilihan Sarah. Ia belum pernah masuk ke ruangan ini sebelumnya. Netranya mengamati sekeliling.Salah satu dinding terpajang berbagai pigura penghargaan milik Marc. Sarah mendengus saat membaca semua keterangan di pigura.“Tidak ada penghargaan budi pekerti. Pantas saja prilakunya minus!” desis Sarah dengan mulut mengerucut.Setelah berkelililng sejenak melihat-lihat koleksi buku Marc, Sarah duduk dan mulai membuka laptopnya. Ia membuka aplikasi pesan setelah melihat ada notifikasi.Pesan dari Marc yang mengatakan ia akan be
Marc berdiri di depan sebuah pintu. Ia telah menekan bel, namun seseorang di dalam belum membukakan pintu.Dengan tak sabar, Marc kembali menekan bel berkali-kali. Hingga akhirnya, pinytu mengayun terbuka. Seorang wanita yang masih memakai piyama panjang tertegun.“Marc?”Tanpa dipersilahkan, Marc menerobos masuk. Lelaki itu kini terkaget melihat keadaan apartemen yang cukup berantakan.Baju-baju berantakan di sofa dan meja. Beberapa sepatu di lantai tak tertata. Belum lagi piring dan gelas kotor di ruang makan.Marc juga tampak tercengang melihat Marsha yang sedang berdiri di balkon sambil merokok. Segelas kopi tampak di meja balkon. Sementara Marsha sedang memunggunginya sambil bermain ponsel.“Marc! Maaf, Marsha masih kurang sehat!" Ibu Tinna berteriak kencang membuat Marsha tertegun sejenak.Dengan cepat, Marsha mematikan rokoknya. Memasang wajah lesu dan membalik tubuh.“Marc? Ka – Kamu kesini?” Marsha berucap dengan terbata.Lelaki itu mengacungkan secarik kertas ke atas. Ia men
“Kenapa kamu tidak menolaknya?” Sarah mengomel pada Marc dengan bibir mengerucut.Marc mengambil kesempatan untuk pulang berdua Sarah. Awalnya Sarah menolak dengan alasan ia juga membawa mobil. Namun, Frank mengusulkan mobil Sarah dibawa supir kantor dan diantarkan ke rumah.Hingga akhirnya mereka kini berdua di dalam mobil sport milik Marc. Sepanjang jalan, Sarah memprotes sikap Marc yang menurut saja saat Frank menyarankan mereka untuk segera bulan madu.“Papa akan curiga jika kita menolak, Sarah. Lagipula kamu dengar sendiri, Papa memang sudah mempersiapkan hadiah bulan madu untuk kita.” Marc memberikan alasan.Mulut Sarah mengerucut kembali. Bukan saja malas berduaan dengan Marc, ia juga masih bekerja dan baru memulai bisnis.“Pekerjaanmu kan bisa dilakukan di mana saja. Jadi, aku rasa tidak ada kendala.” Marc menambahkan.“Aku juga memikirkan bisnisku. Kasihan ‘kan temanku jika aku tinggal, padahal ia sedang sangat bersemangat.” Sarah menggeleng kesal.“Nanti aku bantu.”Akhirnya
Sarah menanggapi dengan tersenyum penuh arti. Ia tidak menjawab dan mengalihkan perhatian pada buku menu.Setelah memesan makanan, kecanggungan kembali terjadi. Hingga akhirnya, Irwan menjulurkan sebuah berkas.“Baca lah.” Irwan berucap singkat.Sarah mengangguk, lalu membuka map. Ternyata isinya adalah laporan tentang kinerjanya selama menjadi pegawai remote di perusahaan teknologi terkenal itu.“Review atas hasil pekerjaanmu sangat baik, Aku memutuskan mengangkatmu sebagai kepala proyek selanjutnya.” Irwan saling menautkan jari-jari tangan kiri dan kanannya di atas meja.Sungguh tawaran yang menarik. Jika saja ia masih single. Saat ini sepertinya ia tidak mungkin bekerja full time.“Artinya saya harus ke kantor?”Irwan mengangguk. “Kamu akan menjadi pegawai tetap dengan jabatan dan mendapat banyak fasilitas.”Dahi Sarah berkerut. Ia terpikir untuk menelepon Frank dan menanyakan pendapat Papa mertuanya tersebut.“Kapan aku bisa mulai?”“Minggu depan? Kami harus menyiapkan ruangan unt
“Mama tidak tau kalau mereka akan bulan madu, Marsha.” Lucy mengelus punggung Marsha yang sedang mengadu padanya.Wanita muda yang cantik karena operasi wajah itu terisak pelan. Marsha memang langsung shock mendengar pernyataan Marc di kantor. Seharian itu, mood-nya menjadi tidak baik.“Sarah bisa saja hamil saat kembali. Jika itu terjadi, mereka tidak akan bercerai, Lucy.” Tinna mendengus pelan.“Kalian tenang saja. Aku akan bicara pada Frank. Lagipula, aku sudah menitipkan pil kontrasepsi pada Marc untuk Sarah.” Lucy berkata dengan penuh yakin. “Marc juga tidak akan mau memiliki anak dari wanita pembawa sial itu.”Mendengar pernyataan Lucy, tidak serta merta membuat Marsha lebih tenang. Iri hatinya pada Sarah semakin berkembang lebih dalam.Bayangkan setelah laptop canggih, mobil mahal, kini Sarah akan mendapatkan liburan bulan madu bersama Marc. Sungguh, ia sangat tidak terima adik tirinya mendapatkan keberuntungan tersebut.“Apa kita perlu menyusun rencana agar Marc dan Sarah memb