Marc berdiri di depan sebuah pintu. Ia telah menekan bel, namun seseorang di dalam belum membukakan pintu.Dengan tak sabar, Marc kembali menekan bel berkali-kali. Hingga akhirnya, pinytu mengayun terbuka. Seorang wanita yang masih memakai piyama panjang tertegun.“Marc?”Tanpa dipersilahkan, Marc menerobos masuk. Lelaki itu kini terkaget melihat keadaan apartemen yang cukup berantakan.Baju-baju berantakan di sofa dan meja. Beberapa sepatu di lantai tak tertata. Belum lagi piring dan gelas kotor di ruang makan.Marc juga tampak tercengang melihat Marsha yang sedang berdiri di balkon sambil merokok. Segelas kopi tampak di meja balkon. Sementara Marsha sedang memunggunginya sambil bermain ponsel.“Marc! Maaf, Marsha masih kurang sehat!" Ibu Tinna berteriak kencang membuat Marsha tertegun sejenak.Dengan cepat, Marsha mematikan rokoknya. Memasang wajah lesu dan membalik tubuh.“Marc? Ka – Kamu kesini?” Marsha berucap dengan terbata.Lelaki itu mengacungkan secarik kertas ke atas. Ia men
“Kenapa kamu tidak menolaknya?” Sarah mengomel pada Marc dengan bibir mengerucut.Marc mengambil kesempatan untuk pulang berdua Sarah. Awalnya Sarah menolak dengan alasan ia juga membawa mobil. Namun, Frank mengusulkan mobil Sarah dibawa supir kantor dan diantarkan ke rumah.Hingga akhirnya mereka kini berdua di dalam mobil sport milik Marc. Sepanjang jalan, Sarah memprotes sikap Marc yang menurut saja saat Frank menyarankan mereka untuk segera bulan madu.“Papa akan curiga jika kita menolak, Sarah. Lagipula kamu dengar sendiri, Papa memang sudah mempersiapkan hadiah bulan madu untuk kita.” Marc memberikan alasan.Mulut Sarah mengerucut kembali. Bukan saja malas berduaan dengan Marc, ia juga masih bekerja dan baru memulai bisnis.“Pekerjaanmu kan bisa dilakukan di mana saja. Jadi, aku rasa tidak ada kendala.” Marc menambahkan.“Aku juga memikirkan bisnisku. Kasihan ‘kan temanku jika aku tinggal, padahal ia sedang sangat bersemangat.” Sarah menggeleng kesal.“Nanti aku bantu.”Akhirnya
Sarah menanggapi dengan tersenyum penuh arti. Ia tidak menjawab dan mengalihkan perhatian pada buku menu.Setelah memesan makanan, kecanggungan kembali terjadi. Hingga akhirnya, Irwan menjulurkan sebuah berkas.“Baca lah.” Irwan berucap singkat.Sarah mengangguk, lalu membuka map. Ternyata isinya adalah laporan tentang kinerjanya selama menjadi pegawai remote di perusahaan teknologi terkenal itu.“Review atas hasil pekerjaanmu sangat baik, Aku memutuskan mengangkatmu sebagai kepala proyek selanjutnya.” Irwan saling menautkan jari-jari tangan kiri dan kanannya di atas meja.Sungguh tawaran yang menarik. Jika saja ia masih single. Saat ini sepertinya ia tidak mungkin bekerja full time.“Artinya saya harus ke kantor?”Irwan mengangguk. “Kamu akan menjadi pegawai tetap dengan jabatan dan mendapat banyak fasilitas.”Dahi Sarah berkerut. Ia terpikir untuk menelepon Frank dan menanyakan pendapat Papa mertuanya tersebut.“Kapan aku bisa mulai?”“Minggu depan? Kami harus menyiapkan ruangan unt
“Mama tidak tau kalau mereka akan bulan madu, Marsha.” Lucy mengelus punggung Marsha yang sedang mengadu padanya.Wanita muda yang cantik karena operasi wajah itu terisak pelan. Marsha memang langsung shock mendengar pernyataan Marc di kantor. Seharian itu, mood-nya menjadi tidak baik.“Sarah bisa saja hamil saat kembali. Jika itu terjadi, mereka tidak akan bercerai, Lucy.” Tinna mendengus pelan.“Kalian tenang saja. Aku akan bicara pada Frank. Lagipula, aku sudah menitipkan pil kontrasepsi pada Marc untuk Sarah.” Lucy berkata dengan penuh yakin. “Marc juga tidak akan mau memiliki anak dari wanita pembawa sial itu.”Mendengar pernyataan Lucy, tidak serta merta membuat Marsha lebih tenang. Iri hatinya pada Sarah semakin berkembang lebih dalam.Bayangkan setelah laptop canggih, mobil mahal, kini Sarah akan mendapatkan liburan bulan madu bersama Marc. Sungguh, ia sangat tidak terima adik tirinya mendapatkan keberuntungan tersebut.“Apa kita perlu menyusun rencana agar Marc dan Sarah memb
Marc menerima saran Adrian. Ia memutuskan tetap melakukan perjalanan dengan Sarah. Selain memang ingin menyenangkan hati orang tua, entah kenapa ia juga ada keinginan untuk mendekati Sarah.Mungkin ada rasa bersalah karena pernah memaksa Sarah melayani nafsunya saat terkontaminasi obat perangsang.Adrian berjanji akan menjaga Frank. Pernyataan itu membuat Marc tenang. Ia memutuskan sambungan telepon dan kembali ke kamar.“Selamat pagi, Marc, Sarah.” Frank menyapa putranya. “Papa memutuskan ke sini sebelum ke kantor.”Frank kemudian memeluk putra dan menantunya. Lelaki setengah baya itu mengamati pasangan suami-istri yang telah rapi untuk pergi.“Nikmati perjalanan pertama kalian berdua. Tolong, Papa. Jangan saling membunuh.” Frank terkekeh sendiri saat selesai mengucapkan kalimatnya.Marc dan Sarah spontan saling melirik. Selanjutnya Frank meminta maaf atas pernyataannya tersebut dan mengatakan bahwa ia hanya bercanda.“Papa akan baik-baik saja, ‘kan?” Marc menatap Frank dari kepala h
Perjalanan di pesawat cukup menyenangkan bagi Sarah. Mereka menggunakan pesawat komersil dan duduk di kursi bisnis. Sofa pesawat dengan pembatas sangat membantu Sarah duduk berjarak dengan Marc.“Kenapa masih bekerja?” Marc yang duduk di sebelahnya menegur Sarah.“Karena ada pekerjaan.” Sarah menjawab singkat, lalu menaikkan pembatas sofa di antara mereka.Marc menyandarkan kepala di punggung sofa pesawat. Bagaimana caranya ia bisa dekat dengan Sarah jika perjalanan mereka seperti ini?Berbagai ide berputar di kepala Marc. Lalu, ia menemukan salah satu cara. Lelaki itu berdiri dan berjalan ke meja bar pesawat.Sambil menikmati minuman, Marc melirik Sarah. Wanita itu terlihat menutup laptopnya dan mulai berbaring dan menutupi tubuhnya dengan selimut.Beberapa saat kemudian, perlahan Marc menghampiri kursi Sarah. Ia mengambil laptop dan mengotak-atik sebentar sebelum mengembalikan ke tempat semula.“Ketika membuka laptop ini, Sarah pasti meminta bantuanku.” Marc terkekeh sebelum kembali
Sarah mengangguk. Ia lalu membereskan pakaian-pakaian yang dibelinya dan menatanya di dalam lemari di dekat kamar mandi. Ia sama sekali tak sadar, Marc masih termangu heran.“Vitamin-vitamin ini sama dengan yang diminum Papa.” Marc bergumam sambil mengerutkan kening.“Apa? Kamu bicara padaku, Marc?” Sarah melongok dari pintu kamar mandi.“Tidak.” Marc balas berteriak. Ia memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut dan langsung memberikan catatan tersebut pada petugas villa.Sarah berdecak kesal. Setelah membilas tubuh, ia mengenakan pakaian yang baru ia beli. Dress pantai panjang itu terbuka di bagian atas. Terdapat tali di leher untuk menahan bagian dada agar tidak melorot.Berputar di depan cermin, Sarah juga melihat belahan di samping gaun memperlihatkan setengah pahanya.‘Sial. Semoga dengan gaun ini, Marc tidak mengira aku menggodanya.’ Sarah berucap dalam hati.Wanita itu keluar dan mendapati Marc yang sedang menelepon menghadap jendela. Sarah mengambil botol air mineral dan me
Selesai pertunjukan lumba-lumba, Sarah dan Marc mengikuti rombongan berjalan-jalan di sekitar villa. Petugas sedang menjelaskan berbagai macam fasilitas.“Kami juga akan membuka restoran outdoor di depan pantai dengan live music.”“Pagi hari di lapangan ini akan ada yoga bersama.”“Sarapan bisa diantar ke kamar bagi yang malas keluar dan masih ingin berenang di kamar masing-masing yang memiliki kolam private.”Petugas memberikan banyak keterangan. Sungguh ini adalah tempat yang indah. Sayangnya, Sarah harus menikmatinya dengan lelaki yang salah.Setelah makan malam, Sarah mendapat email dari perusahaannya. Hingga ketika tiba di kamar, ia langsung membuka laptop.Dahinya berkerut dalam saat laptop itu hanya menampilkan layar putih. Ia mencoba mereset ulang namun tidak ada perbaikan.Marc yang sedang bermain ponsel melirik Sarah dan menunggu wanita itu meminta bantuan. Persis seperti rencana agar Sarah menjalin komunikasi dengannya.Lelaki itu berpura-pura tidak memperhatikan saat Sarah