Share

Percobaan bunuh diri

Karna sedari pagi sudah di sibukkan untuk keluar masuk kamar mandi, badanku menjadi lemas tak bertenaga. 

Aku sengaja tak bangun saat Alya bersiap untuk mandi, hari ini dia ada kelas pagi. Aku bermalas-malasan di atas ranjangku dengan menutup mataku, berusaha untuk menidurkan badanku yang tak bertenaga.

Di saat mataku mulai sedikit mengantuk, aku di kejutkan dengan sentuhan dingin tangan Alya.

"Kau masih sakit Rey" sambil merasai suhu tubuhku.

"Iya Al, badanku lemas dan masih pusing sekali rasanya. Entah berapa kali tadi aku keluar masuk kamar mandi" 

"Baiklah kalau begitu nanti tunghu aku pulang kuliah ya, aku akan mengantarmu ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaanmu" ujarnya sambil mengemas bukunya untuk di masukkan ke dalam tas.

"Tidak usah berlebihan Al, mungkin asam lambungku naik. Keadaanku akan segera membaik dengan sendirinya" elakku agar Alya tak membawaku ke rumah sakit.

"Freya, kita di kota ini hanya berdua. Kita tak mempunyai saudara di sini, hanya akulah yang kau kenal. Aku tak mau kau kenapa-napa dan tak mau kau mengalami hal yang membahayakan hidupmu" ujarnya lagi dengan memakai sepatunya dan bersiap akan segera pergi ke kampus.

Glek...

Kali ini aku tak dapat menolak apa yang sudah menjadi keputusannya, aku senang mempunyai sahabat seperti Alya. Bagiku dia adalah sahabat yang baik dan lebih dari segalanya bagiku. Aku hanya bisa mengangguk dengan sedikit senyuman saat ia melambaikan tangannya dan hilang di balik pintu.

Setelah kepergian Alya ku tatap sebuah pintu yang tertutup itu, aku beranjak untuk mengunci pintu itu rapat-rapat. Aku mengintip ke arah luar ruangan di balik tirai, tak ada aktifitas di depan pintu kamar kosku. Maka dengan cepat aku mengambil alat tes kehamilanku.

Aku membuka alat itu di dalam kamar mandi, lalu membaca petunjuk yang tertera di sana. Aku melakukan persis seperti apa yang telah tertera di kertas biru persegi panjang itu.

Segera ku masukkan alat itu ke dalam air seniku, lama aku menunggu alat itu untuk bekerja, dengan sedikit menutup mata aku berharap tidak terjadi apa yang ku takutkan beberapa hari ini.

Keringat dingin serta deguban jantung yang bergemuruh kencang mengiringiku, saat aku mengintip hasil dari alat tersebut.

Terdapat dua garis merah sejajar, itu artinya aku positif. Seketika mataku memerah, bahkan air mata yang ku simpan kini mengalir dengan derasnya bahkan semakin deras.

Dengan lemas aku menjatuhkan diriku di lantai kamar mandi, dan meremas rambutku dengan kasar. Aku berteriak, dadaku mendadak sesak. Aku mempunyai ide untuk menyalakan sebuah kran air di sebelahku lalu duduk di bawah guyuran air dingin itu untuk mengurangi rasa sakit yang ku rasakan.

Aku tidak bisa menerima keadaan ini, aku juga tidak bisa mengandung seorang bayi yang tak ku harapkan, aku tak mau bayi ini...

Tatapanku kosong saat melihat air yang berada dalam bak mandi begitu penuh, dengan cepat aku masuk ke dalamnya dan menenggelamkan tubuhku. Aku tak mau hidup, aku ingin bunuh diri. Bahkan akal sehatku tak mampu untuk ajak berfikir dengan baik.

Sekitar pukul dua siang, Alya terkejut saat pintu tak bisa ia buka, karena tak biasanya aku mengunci pintu saat berada di dalam kamar. Ia sempat menggedor bahkan berteriak memanggil namaku, namun sayang pintu belum bisa di bukanya. Dengan bantuan anak pemilik kos, Alya bisa membuka pintu kamar ini. Ia terkejut saat mendengar suara air begitu deras dari kamar mandi.

Air itu meluber kemana-mana, bahkan sampai ke area depan tempat mereka biasa beristirahat. Dengan perasaan cemas Alya masuk ke dalam kamar mandi dan mendapatiku berada di dalamnya, seketika ia berteriak histeris dan meminta pertolongan.

Ia membawaku ke rumah sakit terdekat, ia tak mau aku mengalami hal buruk yang bisa membahayakan nyawaku.

Dokter segera memeriksa keadaanku setelah aku sampai di rumah sakit, sedangkan Alya tak henti-hentinya untuk menangis. Ia menyesal kenapa aku harus melakukan hal sebodoh ini, padahal kalau aku mau, aku bisa bercerita banyak hal kepadanya tapi aku terlalu takut mengungkapkan semuanya.

Hampir dua jam lamanya Alya menunggu kabar tentangku dari dokter yang sedang memeriksaku. Ia begitu cemas sampai tak bisa berfikir apapun, yang ada di fikirannya hanya aku dan aku.

Semenit kemudian dokter keluar dari ruangan UGD dan di susul oleh suster dari belakang. Alya berlari ke dokter tersebut dan menanyakan perihal kesehatanku.

Dokter mengatakan bahwa aku sedang kritis karena banyak air yang tertelan olehku, pernafasanku terganggu sehingga dokter memakaikanku sebuah ventilator agar pernafasanku kembali lancar.

Yang bikin Alya semakin terkejut saat dokter mengatakan satu hal, "Beruntung janinnya masih bisa ia selamatkan!"

'Janin? Janin siapa?!' gumamku.

"Jadi Freya hamil dokter?" tanyaku sambil membulatkan mataku.

"Iya nona, Freya sedang hamil. Dan setelah melakukan visum terdapat kekerasan organ vitalnya, apakah Freya telah mengalami pemerkosaan atau...?" dokter tak melanjutkan ucapannya.

Mendengar hal itu darah Alya mendidih, ia mengeratkan rahangnya hingga keras. Ia tak tau harus berbuat apa, yang ia tau aku adalah gadis baik-baik. Sehari-hari kami selalu berdua, dan tak pernah berbuat buruk selama ini. Lalu kenapa ia tiba-tiba hamil seperti ini, apa yang telah terjadi olehnya?

Berbagai fikiran negatif menghampiri seluruh otakku, Alya akan segera menanyakan tentang hal ini apabila aku sudah siuman nanti. Sekarang yang terpenting adalah, Alya harus mengurusku sampai sembuh. Alya tak mau aku menjadi trauma atau apapun itu yang dapat menngganggu kesehatan serta sikiesnya.

Tanpa terasa sudah hampir seminggu Alya menungguiku di rumah sakit, selama itu pula ia minta ijin untuk tidak datang ke kampus. Terkadang ia pulang sebentar untuk mengganti bajunya dan kembali menemaniku di sini.

Dokter juga mengatakan kalau aku harus bersabar untuk kesembuhanku, Alya tau ini adalah hal tersulit dalam hidupku. Aku harus berjuang untuk hidup lebih baik baik lagi.

Selang beberapa jam kemudian setelah dokter memeriksa keadaanku, Alya melihat mata dan tanganku bergerak. Dengan cepat ia menekan tombol untuk memanggil dokter jaga, tak lama dokterpun datang dan segera memeriksa keadaanku kembali.

Alya bisa mengucap sukur sekarang, karna aku sudah melewati masa kritisku. Alya memelukku dengan erat saat aku baru saja siuman, bahkan bukan hanya memeluk ia juga menciumiku bertubi-tubi.

"Freya, akhirnya kau bangun sayang. Aku begitu menghawatirkanmu?!" sambil mengelap air matanya yang tak sengaja jatuh.

Aku hanya bisa mengangguk pelan, aku belum bisa berkata apapun untuk saat ini. Aku terlalu shock untuk menghadapi masalah besar ini, Alya tau kalau saat ini diriku sedang terguncang. Ia tak mau membuatku kembali berfikir, maka hal itu akan semakin memperburuk kesehatanku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status