Beranda / Romansa / Pijatan Nikmat Sang CEO / Bab 59: Kejutan untuk Arissa

Share

Bab 59: Kejutan untuk Arissa

Penulis: perdy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-16 23:01:22

Nathaniel berdiri di balkon apartemennya, memandangi langit senja yang berwarna oranye keemasan. Di sekelilingnya, suasana kota yang sibuk tampak begitu jauh, seakan ia berada di dunia yang terpisah dari realitas. Semua yang ia lakukan, semua yang ia usahakan, hanya untuk satu tujuan: memperbaiki kesalahan besar yang telah ia buat. Ia tidak tahu apakah Arissa akan memberinya kesempatan kedua, tetapi ia yakin bahwa jika ada satu hal yang harus ia lakukan, itu adalah menunjukkan dengan sepenuh hati betapa menyesalnya ia atas tindakannya. Arissa layak mendapatkannya.

Semenjak ia meluncurkan program amal tentang kesehatan mental yang ia harapkan bisa menjadi simbol penyesalannya dan niat tulusnya untuk membantu dunia, Nathaniel merasa seakan ada sedikit harapan yang bersinar dalam dirinya. Namun, meski ia merasa bahwa ini adalah langkah yang benar, ia tahu bahwa tindakan tersebut bukanlah segalanya. Ia harus melakukan sesuatu yang lebih personal, sesuatu yang akan langsung menyen

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 60: Sebuah Awal Baru

    Suasana klinik Arissa tampak lebih tenang dari biasanya. Lampu-lampu lembut yang menggantung di langit-langit memancarkan cahaya hangat, menciptakan aura kedamaian yang menyelimuti setiap sudut ruangan. Di meja resepsionis, Lila duduk dengan senyum tipis di wajahnya, tampaknya menunggu sesuatu. Pada sudut ruangan lainnya, Arissa memandang beberapa catatan yang tersebar di atas meja kerjanya. Meskipun tampak fokus pada pekerjaannya, matanya sesekali melirik ke arah pintu masuk, tempat yang baru saja dilewati oleh Nathaniel beberapa menit lalu.Hari ini adalah hari yang penuh dengan ketegangan. Nathaniel telah meminta pertemuan ini, dengan niat untuk berbicara langsung kepada Arissa setelah berbulan-bulan penuh penyesalan dan keraguan. Dia tahu bahwa ini adalah satu-satunya kesempatan yang ia miliki untuk menunjukkan kepada Arissa betapa dalam penyesalannya dan seberapa besar perubahannya sejak kejadian yang merusak hubungan mereka.Arissa duduk diam di kursinya, menggig

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 61: Ancaman dalam Bayang-bayang

    Suasana kantor Nathaniel terasa tegang. Selama beberapa minggu terakhir, berbagai masalah mulai muncul secara tiba-tiba dan tanpa peringatan. Klien besar membatalkan kontrak, proyek penting mengalami penundaan, dan entah bagaimana, rahasia bisnis perusahaan bocor ke tangan pesaing. Nathaniel duduk di kursinya, kedua tangannya mengusap wajahnya dengan lelah. Matanya menatap tumpukan dokumen yang berantakan di mejanya, sementara pikirannya berusaha mencari tahu siapa yang bermain kotor di balik semua ini.Di sisi lain kota, di gedung pencakar langit yang mewah, Markus Reinhardt berdiri di depan jendela besar kantornya, tersenyum penuh kemenangan. Dia memegang sebuah tablet yang menampilkan laporan bisnis milik perusahaan Nathaniel, laporan yang seharusnya sangat rahasia. Di belakangnya, seorang pria berdiri dengan kepala tertunduk, wajahnya tidak terlihat jelas dalam bayang-bayang ruangan."Kamu sudah melakukan pekerjaanmu dengan baik," kata Markus dengan nada dingin, matanya masih terp

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 62: Jaring Pengkhianatan

    Markus Reinhardt duduk di kursi kulit hitamnya yang mewah, tersenyum puas sambil memandangi dokumen-dokumen rahasia yang berhasil dicurinya dari perusahaan Nathaniel. Kertas-kertas itu berisi detail proyek besar yang sedang dalam tahap pengembangan, rencana bisnis jangka panjang, hingga daftar mitra strategis yang sangat berpengaruh. Semua informasi ini adalah kunci kekuatan Nathaniel di pasar.Di hadapannya, berdiri seorang pria dengan jas rapi dan ekspresi wajah tegang. Dia adalah mata-mata yang selama ini bekerja di dalam perusahaan Nathaniel, menyusup dan mengumpulkan dokumen penting secara diam-diam."Kerja bagus," kata Markus sambil melemparkan pandangan penuh kepuasan ke arah pria itu. "Kau benar-benar tidak mengecewakan. Dengan ini, Nathaniel tidak akan tahu apa yang menimpanya."Pria itu mengangguk pelan. "Saya sudah melakukan seperti yang Anda perintahkan. Tidak ada yang curiga."Markus tersenyum sinis. "Bagus. Pastikan tetap seperti itu. Aku tidak ingin rencanaku hancur han

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 63: Jejak Pengkhianatan

    Hari itu, Arissa datang ke kantor Nathaniel dengan niat yang tulus. Setelah beberapa minggu penuh ketegangan dan jarak, ia merasa bahwa sudah saatnya untuk memberikan dukungan moral kepada Nathaniel. Meski perasaannya masih campur aduk, ia tahu bahwa Nathaniel sedang berjuang menghadapi serangan besar dalam perusahaannya. Keputusan untuk datang ke kantor Nathaniel bukanlah keputusan yang mudah, tetapi ia merasa bahwa ini adalah saat yang tepat untuk menunjukkan bahwa ia peduli.Arissa memasuki lobi yang megah dengan langkah mantap, meski jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Sekretaris Nathaniel, yang mengenal Arissa dengan baik, menyambutnya dengan senyum ramah dan langsung membimbingnya ke ruang kerja Nathaniel."Pak Nathaniel sedang tidak di ruangannya, Miss Arissa. Namun, beliau meminta saya untuk memberi tahu bahwa Anda bisa menunggu di ruang rapat sementara beliau sedang dalam pertemuan."Arissa mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Ia melangkah menuju ruang rapat ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 64: Keraguan yang Mendalam

    Setelah percakapan telepon dengan Nathaniel yang terasa begitu berat, Arissa merasa ada beban yang semakin menekan dirinya. Ia tahu bahwa ia telah mengambil langkah yang benar dengan memberi tahu Nathaniel tentang temuan besar yang bisa mengubah arah perusahaan dan hidup mereka. Namun, keraguan masih menggelayuti hatinya. Nathaniel sudah terlalu banyak terluka oleh pengkhianatan sebelumnya, dan Arissa merasa ragu apakah ia bisa sepenuhnya mempercayainya lagi.Hari-hari berlalu, dan meski Nathaniel sudah mendengar tentang keterlibatan Vanessa, Arissa merasakan jarak yang semakin lebar antara mereka. Ia berusaha mencari waktu yang tepat untuk berbicara lebih lanjut dengan Nathaniel, tetapi entah kenapa, setiap kali ia berusaha mendekat atau menyampaikan sesuatu yang penting, Nathaniel tampak lebih jauh darinya, seolah ada dinding tak kasat mata yang menghalangi mereka.Arissa merasa bingung, bahkan frustasi. Ia tahu bahwa ia harus berbicara lebih banyak dengan Nathaniel, terutama untuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 65: Ketidakpercayaan yang Menghancurkan

    Arissa duduk di kursi, tangan memeluk cangkir kopi yang sudah lama dingin, namun tak dirasakannya. Hatinya terasa berat, penuh dengan keraguan dan kekecewaan. Ia telah mencoba menjelaskan segalanya kepada Nathaniel, berusaha memperingatkan dirinya tentang keterlibatan Vanessa dalam konspirasi yang bisa merusak segalanya, namun apa yang diterimanya justru kekosongan. Ketika Nathaniel mendengarnya, ia hanya terlihat bingung dan terkejut, seperti tak percaya bahwa orang yang selama ini ia anggap sebagai sahabat dan mitra bisa melakukan hal seperti itu."Arissa, aku tahu kamu peduli, tapi ini... Ini tidak mudah untuk dipercaya," kata Nathaniel, suaranya berat dengan kebingungan yang mendalam. "Vanessa sudah lama bekerja dengan kami. Dia bagian dari tim yang sudah berpengalaman, dan aku sudah mengenalnya selama bertahun-tahun. Apa yang kamu katakan sangat sulit diterima begitu saja."Kalimat Nathaniel menggema di telinga Arissa, membuat hatinya terasa semakin sakit. Ia telah memperingatkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 66: Rencana yang Disembunyikan

    Vanessa duduk di ruang kerjanya, menghadap layar komputer dengan tatapan penuh perhitungan. Wajahnya yang cantik menyimpan ekspresi licik yang tak biasa terlihat oleh siapapun. Dalam pikirannya, rencana besar mulai terbentuk, dan langkah demi langkah, ia menyiapkan strategi untuk melindungi dirinya sekaligus menghancurkan siapa saja yang mencoba menghalangi tujuannya.Sejak Arissa menemukan bukti yang mengarah pada keterlibatan Vanessa dalam konspirasi dengan Markus, Vanessa tahu bahwa ancamannya semakin nyata. Namun, ia tidak akan membiarkan hal ini merusak rencananya. Sebaliknya, ia melihat ini sebagai peluang untuk menguatkan posisinya di perusahaan, bahkan jika itu berarti mengorbankan orang lain. Dan orang yang pertama kali harus ditundukkan adalah Arissa.“Dia terlalu banyak tahu,” gumam Vanessa pada dirinya sendiri, menyandarkan tubuh di kursi dengan wajah penuh kebencian. “Aku harus menyingkirkannya sebelum dia lebih jauh menggali.”Vanessa tahu bahwa Arissa adalah ancaman bes

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 67: Usaha yang Tak Terlihat

    Arissa duduk di meja kerjanya, matanya menatap layar komputer dengan penuh konsentrasi. Pikirannya berkecamuk, bertarung antara rasa kecewa dan tekad yang semakin kuat. Sejak percakapan terakhir dengan Nathaniel, di mana ia merasa tidak lagi dipahami dan dipercaya, hatinya terasa berat. Namun, meskipun rasa frustasi itu membebani dirinya, Arissa tidak bisa membiarkan semuanya begitu saja. Ia masih peduli, dan dalam cara yang lebih dalam, ia tahu bahwa Nathaniel membutuhkan bantuan—bahkan jika ia tidak mengakuinya.Arissa menatap gambar Nathaniel yang terpampang di layar komputer—foto pria itu yang ia ambil saat mereka berada di luar kantor. Gambar itu, yang dulunya ia pandang dengan kebahagiaan, sekarang terasa begitu jauh dan asing. Namun, perasaan itu tidak bisa menghapus keinginan Arissa untuk melakukan yang terbaik untuk Nathaniel, apapun yang terjadi.“Kenapa dia tidak mau mendengarkan?” gumam Arissa pelan, memegangi wajahnya dengan satu tangan. “Kenapa ia memilih untuk percaya p

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19

Bab terbaru

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 238: melakukan perubahan besar

    "Persis seperti yang kau ajarkan padaku," kata Nathaniel, mengecup lembut pipi istrinya.Saat mereka sedang mengobrol dengan kepala proyek konstruksi, ponsel Nathaniel berbunyi. Nomor tidak dikenal muncul di layar, tapi Nathaniel tetap mengangkatnya."Nathaniel Kingston," jawabnya formal.Suara di seberang terdengar familiar, namun Nathaniel tak bisa segera mengingatnya. "Mr. Kingston, ini Marcus Williams dari Global Humanitarian Award Foundation. Saya menelepon untuk memberitahu bahwa Anda dan istri Anda, Ny. Arissa Kingston, terpilih sebagai penerima Global Humanitarian Award tahun ini atas dedikasi luar biasa dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan masyarakat."Nathaniel terdiam sejenak, terkejut dengan kabar tersebut. "Saya... terima kasih, Mr. Williams. Ini kehormatan besar bagi kami."Setelah mendapat detail lebih lanjut dan menutup telepon, Nathaniel berbalik pada Arissa yang menatapnya penasaran."Siapa itu?" tanya Arissa."M

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 237: Kingston-Wijaya University

    Nathaniel tertawa kecil. "Hati yang sangat pandai bersembunyi, maksudmu. Butuh seorang Arissa Wijaya untuk menemukannya."Ponsel Nathaniel berbunyi, menampilkan nama Robert di layar. Dengan sedikit helaan napas, Nathaniel mengangkatnya."Robert, ada kabar?""Goldstein setuju dengan syarat kita, Nat," kata Robert dari seberang, suaranya terdengar tidak percaya. "Mereka akan mempertahankan 90% tenaga kerja lokal dan menjamin tidak ada PHK dalam dua tahun pertama."Nathaniel tersenyum lebar. "Bagus. Siapkan dokumen finalnya. Kita akan menandatanganinya minggu depan."Setelah menutup telepon, Nathaniel berbalik pada Arissa yang menatapnya dengan penasaran."Kabar baik?" tanya Arissa."Kabar terbaik," jawab Nathaniel. "Goldstein Corp setuju dengan semua syarat kita. Tidak ada karyawan yang akan kehilangan pekerjaan."Arissa menghampiri Nathaniel dan memeluknya erat. "Aku sangat bangga padamu.""Ini berkat kau, Arissa. Kau yan

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 236: Yang penting kita di sini

    "Tapi itu... itu proyek besar, Nathaniel. Butuh investasi sangat besar.""Aku tahu," Nathaniel mengangguk. "Aku sudah bicara dengan tim keuangan. Kita bisa mengalokasikan 35% keuntungan tahunan perusahaan untuk ini, plus sumbangan dari jaringan pengusaha yang kukenal. Dalam lima tahun, universitas ini bisa beroperasi penuh."Arissa menatap suaminya dengan kagum. Dulu, Nathaniel selalu berbicara tentang merger, akuisisi, dan pertumbuhan profit. Sekarang, pria yang sama berbicara dengan semangat yang sama besarnya tentang memberikan pendidikan bagi mereka yang kurang beruntung."Kau benar-benar telah berubah," kata Arissa lembut, tangannya meraih tangan Nathaniel di atas meja."Bukan berubah, sayang. Hanya kembali pada diriku yang sesungguhnya," jawab Nathaniel. "Kau tahu, ayahku membesarkanku dengan keyakinan bahwa nilai seorang pria diukur dari kesuksesannya dalam bisnis. Saat dia meninggal dan aku mewarisi perusahaan di usia muda, aku merasa harus membuk

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 235: senyumnya mengembang

    "Tapi itu berarti kita harus melakukan restrukturisasi besar-besaran, termasuk PHK terhadap ratusan karyawan lokal," lanjut Nathaniel, menunjukkan pemahaman mendalam terhadap situasi tersebut.Robert mengangguk. "Dahulu, kau mungkin akan langsung menerima tawaran ini tanpa ragu. Keuntungan besar, ekspansi pasar, nilai saham yang melonjak."Nathaniel tersenyum tipis. "Dan sekarang kau tidak yakin dengan keputusan apa yang akan kuambil?""Terus terang, ya. Kau... berbeda sejak menikah dengan Arissa."Nathaniel bersandar di kursinya, tatapannya menerawang ke luar jendela besar yang menampilkan pemandangan kota dari ketinggian."Kau tahu, Robert, dulu aku berpikir menjadi pemimpin berarti mengambil keputusan sulit yang tidak semua orang bisa terima. Mengutamakan profit dan pertumbuhan di atas segalanya." Nathaniel berhenti sejenak. "Tapi sekarang aku mengerti bahwa kepemimpinan sejati bukan hanya tentang angka, tapi juga tentang dampak keputusan kita terhadap kehidupan orang lain.""Jadi

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 234: KEBAHAGIAAN YANG SEJATI

    Pagi itu, Nathaniel terbangun dengan perasaan yang berbeda. Sudut-sudut kamar yang besar itu diterangi oleh cahaya matahari yang lembut menembus tirai jendela. Di sampingnya, Arissa masih tertidur pulas, rambut hitamnya menyebar di atas bantal putih, wajahnya damai seperti lukisan sempurna.Ini sudah dua bulan sejak mereka mengucapkan janji pernikahan di hadapan keluarga dan teman-teman. Dua bulan yang terasa seperti mimpi indah yang tak pernah ingin ia bangunkan. Nathaniel tersenyum, mengamati istrinya dengan penuh kasih. Dahulu, saat-saat seperti ini—bangun pagi tanpa terburu-buru memeriksa email atau menghadiri rapat—terasa seperti pemborosan waktu baginya. Kini, momen-momen hening inilah yang paling ia hargai."Apa yang kau lihat?" tanya Arissa lembut, matanya perlahan terbuka."Keajaiban," jawab Nathaniel singkat, tangannya membelai pipi Arissa dengan lembut.Arissa tersenyum, lalu menggeser tubuhnya lebih dekat pada suaminya. "Kau tahu, dulu aku tidak pernah berpikir seorang Nat

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 233

    "Cheers," kata Nathaniel, mengangkat botol birnya. "Untuk rumah baru dan awal baru.""Untuk rumah baru dan awal baru," ulang Arissa, menyentuhkan botolnya ke botol Nathaniel.Mereka minum dalam diam, menikmati ketenangan setelah hari yang sibuk. Dari jendela besar di ruang tamu, mereka bisa melihat langit malam yang dipenuhi bintang-bintang, jauh lebih jelas dari yang bisa mereka lihat dari apartemen lama mereka di pusat kota."Indah, bukan?" bisik Nathaniel, mengikuti arah pandang Arissa."Sangat indah," jawab Arissa, tersenyum kecil. "Aku senang kita memutuskan untuk pindah ke sini.""Aku juga." Nathaniel meletakkan botol birnya, lalu meraih tangan Arissa. "Arissa, ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu.""Oh?" Arissa menoleh, penasaran.Nathaniel merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru tua. "Aku tahu ini mungkin sedikit klise, memberikan hadiah di rumah baru... tapi aku ingin memberikan ini sebagai si

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 232

    "Itu berita luar biasa," Robert menepuk-nepuk bahu Nathaniel dengan bangga. "Kalian akan menjadi orang tua yang hebat, aku yakin itu.""Kalian yakin ini saat yang tepat?" tanya Elizabeth, masih dengan air mata haru di wajahnya. "Dengan karir kalian yang sedang berkembang?""Tidak ada waktu yang sempurna untuk memiliki anak, Bu," jawab Arissa bijak. "Tapi kami merasa siap. Kami sudah membicarakan ini dengan matang.""Dan kami akan saling mendukung, seperti yang selalu kami lakukan," tambah Nathaniel, menatap istrinya dengan penuh cinta.Elizabeth dan Robert saling berpandangan, keduanya terlihat sangat bahagia dengan berita ini. "Kalian tahu," kata Elizabeth setelah beberapa saat, "ayah kalian dan aku sangat menantikan saat menjadi kakek dan nenek. Dan sekarang, meskipun kami akan pindah ke Florida, kami berjanji akan hadir dalam setiap momen penting pertumbuhan cucu kami.""Kami akan sering berkunjung," Robert meyakinkan. "Atau kalian bisa membawa

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 231

    Hari-hari berikutnya diisi dengan diskusi-diskusi tentang rencana mereka. Mereka membicarakan tentang kemungkinan pindah ke rumah yang lebih besar, tentang persiapan finansial, dan tentang bagaimana mereka akan menyeimbangkan karir dengan tanggung jawab sebagai orang tua.Pada Sabtu sore, mereka mengunjungi sebuah kompleks perumahan yang tidak terlalu jauh dari pusat kota. Dengan bantuan seorang agen real estate, mereka melihat-lihat beberapa rumah yang masih dalam tahap pembangunan."Yang ini memiliki tiga kamar tidur," jelas sang agen, menunjukkan denah rumah yang cukup luas. "Halaman belakangnya juga cukup besar, sempurna untuk anak-anak bermain."Arissa dan Nathaniel saling berpandangan, keduanya membayangkan bagaimana kehidupan mereka akan terlihat di rumah itu. Membayangkan suara tawa anak-anak memenuhi setiap sudut rumah, membayangkan pagi-pagi yang sibuk dengan persiapan sekolah, dan malam-malam yang tenang saat mereka berkumpul bersama di ruang keluarga

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 230

    "Selamat malam, Nate."Ketika Nathaniel sudah tertidur lelap, Arissa masih terjaga, menatap langit-langit kamar mereka. Hatinya dipenuhi dengan berbagai emosi—kegembiraan, antisipasi, dan sedikit kecemasan. Tapi di atas semua itu, ada perasaan damai yang mendalam, sebuah keyakinan bahwa apa pun yang terjadi di masa depan, mereka akan menghadapinya bersama.Ia melirik ke samping, mengamati wajah suaminya yang terlelap. Dalam cahaya samar-samar yang masuk melalui jendela, Nathaniel terlihat damai dan tampan, seperti hari pertama mereka bertemu. Arissa tersenyum, merasa sangat bersyukur atas kehadiran pria ini dalam hidupnya.Dengan pikiran penuh harapan untuk masa depan, Arissa pun akhirnya terlelap, bermimpi tentang tawa anak-anak dan tahun-tahun bahagia yang menanti mereka di depan.Pagi datang dengan cahaya matahari yang menembus tirai kamar mereka. Arissa terbangun lebih dulu, seperti biasa. Ia menghabiskan beberapa menit hanya untuk mengamati Nat

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status