Home / Romansa / Pijatan Nikmat Sang CEO / Bab 40: Pertempuran Terbuka

Share

Bab 40: Pertempuran Terbuka

Author: perdy
last update Last Updated: 2025-02-10 23:40:10

Hari itu, sebuah pertemuan bisnis besar diadakan di salah satu hotel mewah di pusat kota. Para klien dan mitra bisnis terbaik Nathaniel berkumpul untuk membahas beberapa proyek besar yang akan datang. Ini adalah kesempatan penting untuk menunjukkan kekuatan dan kredibilitas perusahaan, serta kemampuan Nathaniel untuk mengendalikan segala situasi yang datang.

Namun, ketegangan sudah memuncak sejak pagi. Nathaniel merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Rasa cemas menggerogoti hatinya, dan ia tahu bahwa Markus Reinhardt tidak akan membiarkannya begitu saja. Hari itu adalah hari yang menantang, dan Nathaniel bisa merasakannya di setiap langkahnya.

Pertemuan itu dimulai dengan lancar. Nathaniel memperkenalkan proyek-proyek baru yang akan membawa perusahaan ke level yang lebih tinggi. Para peserta terlihat antusias, banyak yang memberikan apresiasi terhadap ide-ide baru yang disampaikan Nathaniel. Namun, ketika suasana mulai mereda, Markus yang sudah lama menunggu momen yang tepat, berdiri
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 41: Jebakan yang Terencana

    Vanessa tidak lagi sekadar bermain dalam bayangan. Setelah gagal mendapatkan hati Nathaniel, ia kini bertekad untuk memastikan bahwa Arissa hancur, tidak hanya dalam kariernya tetapi juga dalam hubungan pribadinya dengan Nathaniel.Dengan cermat, ia telah mengumpulkan berbagai informasi mengenai Arissa, dari latar belakang keluarga hingga kebiasaan kecilnya. Ia tahu bahwa untuk benar-benar menjatuhkan Arissa, ia tidak bisa hanya mengandalkan gosip atau fitnah biasa. Ia butuh sesuatu yang lebih kuat—sesuatu yang bisa mengguncang kepercayaan Nathaniel dan dewan direksi terhadap Arissa.Malam itu, di dalam apartemennya yang mewah, Vanessa duduk dengan segelas anggur merah di tangannya, menelusuri layar laptopnya. Di hadapannya, seorang pria bertubuh tegap dengan ekspresi licik menunggu instruksi lebih lanjut."Kau sudah mendapatkan semua yang kuminta?" Vanessa bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.Pria itu, seorang penyelidik bayaran yang sudah sering menangani pekerjaan ko

    Last Updated : 2025-02-10
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 42: Benih Keraguan

    Nathaniel duduk di balik mejanya, menatap amplop yang sama yang diberikan Vanessa sehari sebelumnya. Sejak menerima laporan itu, pikirannya terus dihantui oleh informasi yang terkandung di dalamnya. Ia ingin mengabaikannya, ingin percaya bahwa Arissa tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Namun, semakin banyak laporan serupa berdatangan, semakin sulit baginya untuk menepis keraguan yang mulai tumbuh di benaknya.Di meja, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari salah satu eksekutif senior berbunyi:"Nathaniel, kita perlu membicarakan ini. Beberapa klien mulai mempertanyakan keamanan informasi perusahaan setelah rumor soal kebocoran data yang melibatkan seseorang dari staf pribadimu. Aku harap kau bisa memberikan klarifikasi segera."Nathaniel menghela napas panjang. Ia sudah terbiasa menghadapi serangan bisnis, tetapi kali ini berbeda. Serangan itu tidak hanya menargetkan dirinya, tetapi juga Arissa—seseorang yang, meskipun ia enggan mengakuinya, telah menjadi bagian penting dalam hidu

    Last Updated : 2025-02-10
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 43 Konfrontasi yang Tak Terhindarkan

    Setelah pria itu pergi, Nathaniel menyandarkan tubuhnya di kursi, pikirannya bekerja lebih cepat dari sebelumnya. Sekarang semuanya mulai masuk akal. Serangan ini terlalu terkoordinasi untuk sekadar kebetulan.Ia tahu bahwa ada dua hal yang harus ia lakukan. Pertama, ia harus memastikan bahwa Arissa tidak sampai terluka karena permainan licik ini. Kedua, ia harus menghadapi Vanessa secara langsung.Tanpa membuang waktu, ia mengambil ponselnya dan menghubungi Vanessa."Aku ingin bicara denganmu. Sekarang," katanya dengan suara penuh tekanan.Ada jeda di ujung telepon sebelum Vanessa menjawab dengan nada manis yang dibuat-buat. "Nathaniel, ada apa? Kau terdengar serius.""Kantorku. Lima belas menit."Nathaniel tidak memberi kesempatan Vanessa untuk menolak sebelum menutup teleponnya. Ia menatap keluar jendela, rahangnya mengeras.Jika Vanessa berpikir bahwa ia bisa bermain-main dengannya, maka ia akan segera menyadari betapa salahnya an

    Last Updated : 2025-02-12
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 44 Pengaruh dalam Lingkungan Kerja

    Tak butuh waktu lama sebelum perubahan ini mulai berdampak pada pekerjaan mereka. Karyawan lain mulai memperhatikan bagaimana interaksi mereka yang dulunya tampak lebih cair kini menjadi kaku dan formal. Ada bisikan di antara rekan-rekan mereka, spekulasi tentang apakah sesuatu telah terjadi antara bos mereka dan Arissa.Vanessa, yang selalu memperhatikan dengan penuh minat, tentu saja tidak melewatkan hal ini. Ia menyeringai puas saat melihat bagaimana Nathaniel tampaknya mulai menjauh dari Arissa. Baginya, ini adalah tanda bahwa rencananya mulai membuahkan hasil.Suatu hari, saat Arissa berada di pantry kantor, Vanessa mendekatinya dengan ekspresi yang tampak simpatik tetapi sarat kepalsuan. "Kau terlihat lelah akhir-akhir ini, Arissa. Sesuatu terjadi?"Arissa menoleh dan memberikan senyum tipis. "Aku baik-baik saja, Vanessa. Hanya sibuk dengan pekerjaan."Vanessa tertawa kecil. "Oh, aku mengerti. Pekerjaan memang bisa membuat seseorang stres, terutama

    Last Updated : 2025-02-12
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 45: Bayangan Keraguan

    Di satu sisi, ia ingin mengabaikan semuanya dan tetap fokus pada pekerjaannya. Tetapi semakin hari, semakin sulit baginya untuk tidak merasa tertekan. Ruang kerja yang dulunya terasa nyaman kini berubah menjadi tempat yang menyesakkan. Bahkan, interaksinya dengan Nathaniel pun semakin berjarak, seolah mempertegas bahwa ia memang tidak lagi diterima di lingkungan ini.Puncaknya terjadi saat makan siang di kantin perusahaan. Saat Arissa masuk dan membawa nampannya ke meja biasa, beberapa karyawan yang sebelumnya sering makan bersamanya tiba-tiba terdiam dan saling bertukar pandang. Salah satu dari mereka, seorang wanita bernama Clara, berdehem pelan dan berkata, "Maaf, Arissa. Kursi ini sudah ditempati."Arissa menatap mereka dengan bingung. "Oh... aku bisa duduk di tempat lain.""Mungkin memang lebih baik begitu," sahut yang lain dengan nada tak bersahabat.Arissa merasakan hatinya mencelos, tetapi ia menelan perasaannya dan berjalan menuju sudut ruangan y

    Last Updated : 2025-02-12
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 46: Konfrontasi yang Menyayat Hati

    Ruangan kantor Nathaniel terasa begitu dingin dan sunyi saat Arissa memasuki ruangannya. Ia bisa merasakan tatapan tajam Nathaniel yang berdiri di dekat jendela besar, punggungnya tegap menghadap pemandangan kota yang gemerlap di malam hari. Namun, sinar lampu-lampu kota tidak mampu menghangatkan suasana di antara mereka.Nathaniel berbalik perlahan, menatap Arissa dengan ekspresi datar yang sulit ditebak. Di tangannya tergenggam beberapa lembar kertas yang diremas kuat, menandakan emosi yang ditahannya sejak lama.“Arissa,” suaranya terdengar rendah namun tegas, penuh ketegangan yang bisa meledak kapan saja. “Apa ini semua benar?” Ia mengangkat kertas-kertas itu, memperlihatkan bukti laporan yang diterimanya.Arissa terdiam, seketika darahnya berdesir melihat dokumen-dokumen itu. Ia mengenali laporan-laporan keuangan yang telah diubah dan dicurigai sebagai manipulasi anggaran. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan, namun kini justru menyeret namanya dalam masalah besar.“Kau benar-ben

    Last Updated : 2025-02-12
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 47: Luka yang Tak Terucap

    Suasana di ruangan kantor Nathaniel terasa begitu sunyi, nyaris membeku. Arissa berdiri di depan meja kerja besar itu dengan tangan gemetar, menggenggam amplop putih yang terasa berat seakan membawa seluruh bebannya selama ini.Nathaniel menatap amplop itu dengan dahi berkerut. Ia tahu benar apa isinya bahkan sebelum Arissa mengucapkan sepatah kata pun. Tetapi, ia tidak pernah menyangka hal ini akan datang secepat ini.“Apa ini?” Nathaniel berusaha menjaga nada suaranya tetap datar, namun getaran halus terdengar jelas.“Surat pengunduran diri,” jawab Arissa singkat, suaranya terdengar parau, menahan emosi yang telah menggunung di dadanya. Ia meletakkan amplop itu di atas meja dengan pelan, namun terasa seperti meletakkan batu besar yang menghancurkan hatinya sendiri.Nathaniel memandang amplop itu lama, seakan benda tersebut adalah musuh yang ingin ia musnahkan. Ia mengangkat pandangannya ke arah Arissa, menemukan sorot mata terluka yang dalam. “Kenapa?”Arissa menatap balik, matanya

    Last Updated : 2025-02-12
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 48: Kesepian yang Menyesakkan

    Ruangan kerja Nathaniel terasa begitu sunyi setelah kepergian Arissa. Aroma lembut parfumnya masih samar tercium, meninggalkan jejak yang menyakitkan di hati Nathaniel. Ia berdiri mematung di depan meja kerjanya, menatap amplop putih yang ditinggalkan Arissa. Amplop yang membawa keputusan yang paling tidak ingin ia terima: pengunduran diri Arissa.Tangannya terulur perlahan, menyentuh amplop itu dengan gemetar. Bagaimana bisa hanya selembar kertas mampu menghancurkan hatinya sekeras ini? Ia ingin merobeknya, ingin menganggap semua ini tidak pernah terjadi. Namun kenyataannya tetap ada di sana, begitu nyata dan menyakitkan.Nathaniel menjatuhkan dirinya di kursi, rasa lelah menyerangnya secara tiba-tiba. Pikirannya dipenuhi bayangan Arissa, tatapan terluka yang diberikan wanita itu saat mengucapkan selamat tinggal.“Aku mencintaimu... tapi aku tidak bisa berada di dekat seseorang yang meragukan ketulusanku.”Kata-kata itu menggema di kepalanya, memukul hatinya dengan keras. Arissa menc

    Last Updated : 2025-02-12

Latest chapter

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 238: melakukan perubahan besar

    "Persis seperti yang kau ajarkan padaku," kata Nathaniel, mengecup lembut pipi istrinya.Saat mereka sedang mengobrol dengan kepala proyek konstruksi, ponsel Nathaniel berbunyi. Nomor tidak dikenal muncul di layar, tapi Nathaniel tetap mengangkatnya."Nathaniel Kingston," jawabnya formal.Suara di seberang terdengar familiar, namun Nathaniel tak bisa segera mengingatnya. "Mr. Kingston, ini Marcus Williams dari Global Humanitarian Award Foundation. Saya menelepon untuk memberitahu bahwa Anda dan istri Anda, Ny. Arissa Kingston, terpilih sebagai penerima Global Humanitarian Award tahun ini atas dedikasi luar biasa dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan masyarakat."Nathaniel terdiam sejenak, terkejut dengan kabar tersebut. "Saya... terima kasih, Mr. Williams. Ini kehormatan besar bagi kami."Setelah mendapat detail lebih lanjut dan menutup telepon, Nathaniel berbalik pada Arissa yang menatapnya penasaran."Siapa itu?" tanya Arissa."M

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 237: Kingston-Wijaya University

    Nathaniel tertawa kecil. "Hati yang sangat pandai bersembunyi, maksudmu. Butuh seorang Arissa Wijaya untuk menemukannya."Ponsel Nathaniel berbunyi, menampilkan nama Robert di layar. Dengan sedikit helaan napas, Nathaniel mengangkatnya."Robert, ada kabar?""Goldstein setuju dengan syarat kita, Nat," kata Robert dari seberang, suaranya terdengar tidak percaya. "Mereka akan mempertahankan 90% tenaga kerja lokal dan menjamin tidak ada PHK dalam dua tahun pertama."Nathaniel tersenyum lebar. "Bagus. Siapkan dokumen finalnya. Kita akan menandatanganinya minggu depan."Setelah menutup telepon, Nathaniel berbalik pada Arissa yang menatapnya dengan penasaran."Kabar baik?" tanya Arissa."Kabar terbaik," jawab Nathaniel. "Goldstein Corp setuju dengan semua syarat kita. Tidak ada karyawan yang akan kehilangan pekerjaan."Arissa menghampiri Nathaniel dan memeluknya erat. "Aku sangat bangga padamu.""Ini berkat kau, Arissa. Kau yan

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 236: Yang penting kita di sini

    "Tapi itu... itu proyek besar, Nathaniel. Butuh investasi sangat besar.""Aku tahu," Nathaniel mengangguk. "Aku sudah bicara dengan tim keuangan. Kita bisa mengalokasikan 35% keuntungan tahunan perusahaan untuk ini, plus sumbangan dari jaringan pengusaha yang kukenal. Dalam lima tahun, universitas ini bisa beroperasi penuh."Arissa menatap suaminya dengan kagum. Dulu, Nathaniel selalu berbicara tentang merger, akuisisi, dan pertumbuhan profit. Sekarang, pria yang sama berbicara dengan semangat yang sama besarnya tentang memberikan pendidikan bagi mereka yang kurang beruntung."Kau benar-benar telah berubah," kata Arissa lembut, tangannya meraih tangan Nathaniel di atas meja."Bukan berubah, sayang. Hanya kembali pada diriku yang sesungguhnya," jawab Nathaniel. "Kau tahu, ayahku membesarkanku dengan keyakinan bahwa nilai seorang pria diukur dari kesuksesannya dalam bisnis. Saat dia meninggal dan aku mewarisi perusahaan di usia muda, aku merasa harus membuk

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 235: senyumnya mengembang

    "Tapi itu berarti kita harus melakukan restrukturisasi besar-besaran, termasuk PHK terhadap ratusan karyawan lokal," lanjut Nathaniel, menunjukkan pemahaman mendalam terhadap situasi tersebut.Robert mengangguk. "Dahulu, kau mungkin akan langsung menerima tawaran ini tanpa ragu. Keuntungan besar, ekspansi pasar, nilai saham yang melonjak."Nathaniel tersenyum tipis. "Dan sekarang kau tidak yakin dengan keputusan apa yang akan kuambil?""Terus terang, ya. Kau... berbeda sejak menikah dengan Arissa."Nathaniel bersandar di kursinya, tatapannya menerawang ke luar jendela besar yang menampilkan pemandangan kota dari ketinggian."Kau tahu, Robert, dulu aku berpikir menjadi pemimpin berarti mengambil keputusan sulit yang tidak semua orang bisa terima. Mengutamakan profit dan pertumbuhan di atas segalanya." Nathaniel berhenti sejenak. "Tapi sekarang aku mengerti bahwa kepemimpinan sejati bukan hanya tentang angka, tapi juga tentang dampak keputusan kita terhadap kehidupan orang lain.""Jadi

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 234: KEBAHAGIAAN YANG SEJATI

    Pagi itu, Nathaniel terbangun dengan perasaan yang berbeda. Sudut-sudut kamar yang besar itu diterangi oleh cahaya matahari yang lembut menembus tirai jendela. Di sampingnya, Arissa masih tertidur pulas, rambut hitamnya menyebar di atas bantal putih, wajahnya damai seperti lukisan sempurna.Ini sudah dua bulan sejak mereka mengucapkan janji pernikahan di hadapan keluarga dan teman-teman. Dua bulan yang terasa seperti mimpi indah yang tak pernah ingin ia bangunkan. Nathaniel tersenyum, mengamati istrinya dengan penuh kasih. Dahulu, saat-saat seperti ini—bangun pagi tanpa terburu-buru memeriksa email atau menghadiri rapat—terasa seperti pemborosan waktu baginya. Kini, momen-momen hening inilah yang paling ia hargai."Apa yang kau lihat?" tanya Arissa lembut, matanya perlahan terbuka."Keajaiban," jawab Nathaniel singkat, tangannya membelai pipi Arissa dengan lembut.Arissa tersenyum, lalu menggeser tubuhnya lebih dekat pada suaminya. "Kau tahu, dulu aku tidak pernah berpikir seorang Nat

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 233

    "Cheers," kata Nathaniel, mengangkat botol birnya. "Untuk rumah baru dan awal baru.""Untuk rumah baru dan awal baru," ulang Arissa, menyentuhkan botolnya ke botol Nathaniel.Mereka minum dalam diam, menikmati ketenangan setelah hari yang sibuk. Dari jendela besar di ruang tamu, mereka bisa melihat langit malam yang dipenuhi bintang-bintang, jauh lebih jelas dari yang bisa mereka lihat dari apartemen lama mereka di pusat kota."Indah, bukan?" bisik Nathaniel, mengikuti arah pandang Arissa."Sangat indah," jawab Arissa, tersenyum kecil. "Aku senang kita memutuskan untuk pindah ke sini.""Aku juga." Nathaniel meletakkan botol birnya, lalu meraih tangan Arissa. "Arissa, ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu.""Oh?" Arissa menoleh, penasaran.Nathaniel merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru tua. "Aku tahu ini mungkin sedikit klise, memberikan hadiah di rumah baru... tapi aku ingin memberikan ini sebagai si

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 232

    "Itu berita luar biasa," Robert menepuk-nepuk bahu Nathaniel dengan bangga. "Kalian akan menjadi orang tua yang hebat, aku yakin itu.""Kalian yakin ini saat yang tepat?" tanya Elizabeth, masih dengan air mata haru di wajahnya. "Dengan karir kalian yang sedang berkembang?""Tidak ada waktu yang sempurna untuk memiliki anak, Bu," jawab Arissa bijak. "Tapi kami merasa siap. Kami sudah membicarakan ini dengan matang.""Dan kami akan saling mendukung, seperti yang selalu kami lakukan," tambah Nathaniel, menatap istrinya dengan penuh cinta.Elizabeth dan Robert saling berpandangan, keduanya terlihat sangat bahagia dengan berita ini. "Kalian tahu," kata Elizabeth setelah beberapa saat, "ayah kalian dan aku sangat menantikan saat menjadi kakek dan nenek. Dan sekarang, meskipun kami akan pindah ke Florida, kami berjanji akan hadir dalam setiap momen penting pertumbuhan cucu kami.""Kami akan sering berkunjung," Robert meyakinkan. "Atau kalian bisa membawa

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 231

    Hari-hari berikutnya diisi dengan diskusi-diskusi tentang rencana mereka. Mereka membicarakan tentang kemungkinan pindah ke rumah yang lebih besar, tentang persiapan finansial, dan tentang bagaimana mereka akan menyeimbangkan karir dengan tanggung jawab sebagai orang tua.Pada Sabtu sore, mereka mengunjungi sebuah kompleks perumahan yang tidak terlalu jauh dari pusat kota. Dengan bantuan seorang agen real estate, mereka melihat-lihat beberapa rumah yang masih dalam tahap pembangunan."Yang ini memiliki tiga kamar tidur," jelas sang agen, menunjukkan denah rumah yang cukup luas. "Halaman belakangnya juga cukup besar, sempurna untuk anak-anak bermain."Arissa dan Nathaniel saling berpandangan, keduanya membayangkan bagaimana kehidupan mereka akan terlihat di rumah itu. Membayangkan suara tawa anak-anak memenuhi setiap sudut rumah, membayangkan pagi-pagi yang sibuk dengan persiapan sekolah, dan malam-malam yang tenang saat mereka berkumpul bersama di ruang keluarga

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 230

    "Selamat malam, Nate."Ketika Nathaniel sudah tertidur lelap, Arissa masih terjaga, menatap langit-langit kamar mereka. Hatinya dipenuhi dengan berbagai emosi—kegembiraan, antisipasi, dan sedikit kecemasan. Tapi di atas semua itu, ada perasaan damai yang mendalam, sebuah keyakinan bahwa apa pun yang terjadi di masa depan, mereka akan menghadapinya bersama.Ia melirik ke samping, mengamati wajah suaminya yang terlelap. Dalam cahaya samar-samar yang masuk melalui jendela, Nathaniel terlihat damai dan tampan, seperti hari pertama mereka bertemu. Arissa tersenyum, merasa sangat bersyukur atas kehadiran pria ini dalam hidupnya.Dengan pikiran penuh harapan untuk masa depan, Arissa pun akhirnya terlelap, bermimpi tentang tawa anak-anak dan tahun-tahun bahagia yang menanti mereka di depan.Pagi datang dengan cahaya matahari yang menembus tirai kamar mereka. Arissa terbangun lebih dulu, seperti biasa. Ia menghabiskan beberapa menit hanya untuk mengamati Nat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status