Beranda / Romansa / Pijatan Nikmat Sang CEO / Bab 47: Luka yang Tak Terucap

Share

Bab 47: Luka yang Tak Terucap

Penulis: perdy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-12 23:32:07

Suasana di ruangan kantor Nathaniel terasa begitu sunyi, nyaris membeku. Arissa berdiri di depan meja kerja besar itu dengan tangan gemetar, menggenggam amplop putih yang terasa berat seakan membawa seluruh bebannya selama ini.

Nathaniel menatap amplop itu dengan dahi berkerut. Ia tahu benar apa isinya bahkan sebelum Arissa mengucapkan sepatah kata pun. Tetapi, ia tidak pernah menyangka hal ini akan datang secepat ini.

“Apa ini?” Nathaniel berusaha menjaga nada suaranya tetap datar, namun getaran halus terdengar jelas.

“Surat pengunduran diri,” jawab Arissa singkat, suaranya terdengar parau, menahan emosi yang telah menggunung di dadanya. Ia meletakkan amplop itu di atas meja dengan pelan, namun terasa seperti meletakkan batu besar yang menghancurkan hatinya sendiri.

Nathaniel memandang amplop itu lama, seakan benda tersebut adalah musuh yang ingin ia musnahkan. Ia mengangkat pandangannya ke arah Arissa, menemukan sorot mata terluka yang dalam. “Kenapa?”

Arissa menatap balik, matanya
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 48: Kesepian yang Menyesakkan

    Ruangan kerja Nathaniel terasa begitu sunyi setelah kepergian Arissa. Aroma lembut parfumnya masih samar tercium, meninggalkan jejak yang menyakitkan di hati Nathaniel. Ia berdiri mematung di depan meja kerjanya, menatap amplop putih yang ditinggalkan Arissa. Amplop yang membawa keputusan yang paling tidak ingin ia terima: pengunduran diri Arissa.Tangannya terulur perlahan, menyentuh amplop itu dengan gemetar. Bagaimana bisa hanya selembar kertas mampu menghancurkan hatinya sekeras ini? Ia ingin merobeknya, ingin menganggap semua ini tidak pernah terjadi. Namun kenyataannya tetap ada di sana, begitu nyata dan menyakitkan.Nathaniel menjatuhkan dirinya di kursi, rasa lelah menyerangnya secara tiba-tiba. Pikirannya dipenuhi bayangan Arissa, tatapan terluka yang diberikan wanita itu saat mengucapkan selamat tinggal.“Aku mencintaimu... tapi aku tidak bisa berada di dekat seseorang yang meragukan ketulusanku.”Kata-kata itu menggema di kepalanya, memukul hatinya dengan keras. Arissa menc

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 49: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Angin sore yang sejuk bertiup pelan di halaman kecil klinik tempat Arissa bekerja. Daun-daun berguguran, menyebar di atas jalan setapak yang menuju pintu masuk. Arissa berdiri di depan jendela ruangannya, memandang kosong ke luar. Sekilas, ia tampak tenang dan damai, namun jauh di dalam hatinya, gelombang emosi terus berkecamuk tanpa henti.Sudah beberapa minggu berlalu sejak ia meninggalkan pekerjaan sebagai terapis pribadi Nathaniel. Ia kembali ke kehidupannya yang sederhana di klinik ini, tempat di mana ia merasa nyaman dan aman. Namun, meski ia berusaha keras melanjutkan hidup seperti biasa, bayang-bayang masa lalu terus membayanginya.Arissa menghela napas dalam, mencoba menenangkan hatinya yang terasa sesak. Ia mengalihkan pandangannya ke tumpukan berkas pasien yang menanti untuk diperiksa. Dengan berat hati, ia berusaha memfokuskan pikirannya pada pekerjaannya saat ini. Namun, setiap kali ia mencoba melarikan diri dari pikirannya sendiri, bayangan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 50: Penyesalan dan Pembalasan

    Nathaniel duduk di ruang kerjanya dengan wajah yang tertekan, berusaha memahami apa yang baru saja ia temukan. Ponselnya masih tergeletak di meja, menampilkan rincian dari penyelidikan yang ia lakukan selama beberapa hari terakhir. Ia tidak bisa lagi menutup mata dari kenyataan bahwa selama ini ia telah dibohongi. Selama ini, ia telah membuat kesalahan besar dengan meragukan orang yang paling tulus dalam hidupnya.Segalanya bermula ketika Nathaniel merasa ada yang aneh dengan laporan-laporan yang diterimanya tentang Arissa. Laporan-laporan itu menunjukkan bahwa Arissa tidak profesional, bahwa ia mungkin memiliki agenda tersembunyi dalam bekerja dengannya. Tapi sesuatu di dalam diri Nathaniel merasakan ketidakberesan dalam semua itu. Ketika ia memutuskan untuk menyelidiki lebih dalam, ia akhirnya menemukan apa yang selama ini tersembunyi.Dengan bantuan dari beberapa orang terpercaya, Nathaniel menggali lebih jauh. Ia memeriksa data internal, percakapan yang tersimpan d

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 51: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Arissa duduk di meja kerjanya di klinik, matanya fokus pada tumpukan berkas yang harus diselesaikan. Hari-hari berjalan dengan cepat, dan meskipun ia merasa lebih tenang dibandingkan beberapa waktu lalu, ada sesuatu dalam dirinya yang terus mengganjal. Pekerjaan menjadi pelarian terbaik baginya, tapi ia tidak bisa menepis perasaan hampa yang terkadang muncul di tengah kesibukannya.Setiap kali seseorang berbicara tentang hubungan atau perasaan, hatinya terasa berat. Seakan-akan, ada sesuatu yang menahannya untuk benar-benar membuka diri kepada orang lain. Tidak ada satu pun yang tahu betapa dalam luka yang masih ia simpan, betapa ketakutan akan pengkhianatan yang terus membayanginya.Namun, meskipun ia berusaha keras untuk menekan perasaan itu, teman-temannya mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda pada Arissa. Lila, sahabat baiknya, adalah salah satu yang pertama kali merasakannya. Lila sudah lama mengenal Arissa, dan ia tahu betul bahwa ada sesuatu yang tidak

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 52: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Arissa duduk di kamar tidurnya, menatap kosong ke luar jendela. Cahaya senja yang redup mengalir melalui tirai jendela, menerangi wajahnya dengan lembut. Tetapi meskipun pencahayaan itu menenangkan, bayang-bayang masa lalu terus menghantuinya, menyelimutinya dengan kenangan yang sulit dilupakan. Saat itu, ia tidak sedang berada di klinik atau bersama teman-temannya. Ia sedang merenung, memikirkan kehidupan yang pernah ia jalani, dan bagaimana semuanya berubah begitu drastis dalam sekejap.Flashback itu datang tanpa diundang, kembali menghidupkan kenangan pahit yang seharusnya telah lama terlupakan. Arissa masih ingat betul bagaimana kehidupannya yang sebelumnya damai dan penuh kemewahan, hancur dalam sekejap mata.Dulu, keluarganya adalah keluarga yang dihormati dan sangat dihargai di kota. Ayahnya, seorang pengusaha sukses, memiliki banyak perusahaan yang beroperasi di berbagai sektor. Ibunya adalah wanita yang sangat elegan, selalu tampil dengan sempurna, menjadi pus

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 53: Kehampaan yang Tak Terelakkan

    Nathaniel duduk di kursi kantornya yang besar, tangan terlipat di atas meja, menatap layar komputer yang berisi laporan-laporan bisnis yang tak kunjung selesai. Meski fisiknya berada di sana, pikirannya jauh. Tidak ada yang bisa mengalihkan perhatian atau memberikan rasa kepuasan yang biasa ia rasakan ketika fokus pada pekerjaan. Segala sesuatu terasa kosong.Selama bertahun-tahun, ia hidup dalam dunia yang dipenuhi kesuksesan dan kekuasaan, tempat di mana segalanya seharusnya bisa dibeli dengan uang dan pengaruh. Namun, sejak Arissa pergi, segala sesuatu tampak hampa. Kehidupannya yang dulunya padat dengan berbagai aktivitas, kini terasa seperti rutinitas yang tidak berarti. Meskipun ia mencoba untuk membenamkan dirinya dalam pekerjaan, hatinya terus tergerus oleh kekosongan yang semakin terasa setiap harinya.Nathaniel meremas ujung jari-jarinya, berusaha menenangkan diri. Pekerjaan memang bisa mengalihkan sebagian besar pikirannya, tetapi tidak bisa mengusir perasaa

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 54: Percakapan yang Menyentuh Hati

    Suasana acara sosial itu penuh dengan kegembiraan dan canda tawa, tetapi bagi Nathaniel, semuanya terasa jauh. Ia berdiri di sudut ruang, memegang gelas anggur yang sudah hampir habis, sementara matanya berkeliling, menatap orang-orang yang tampak terlibat dalam percakapan yang riuh. Di tengah keramaian itu, hatinya tetap terperangkap dalam kehampaan yang sama, perasaan bersalah yang tak kunjung hilang setelah kepergian Arissa.Nathaniel tidak tahu bagaimana ia bisa terjebak dalam acara seperti ini. Biasanya, ia akan sangat menikmati kesempatan untuk bertemu dengan kolega dan orang-orang penting, tetapi kali ini, ia merasa asing di tengah kerumunan. Setiap percakapan yang terjadi di sekitarnya terdengar bising dan tak berarti. Pikirannya terus kembali pada Arissa, pada segala yang telah terjadi, dan pada rasa sakit yang ia rasakan setelah mengusir wanita yang sebenarnya begitu berarti baginya.Di tengah keramaian itu, matanya tertumbuk pada seseorang yang tidak ia duga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 55: Pesan yang Tidak Terjawab

    Pagi itu, Nathaniel berdiri di luar klinik Arissa, matanya menatap pintu kaca yang tertutup rapat. Udara pagi yang segar terasa tak berarti di sekitarnya, seolah segala sesuatu di dunia ini menjadi kabur. Dalam beberapa minggu terakhir, ia telah berusaha sekuat tenaga untuk menebus kesalahan yang ia perbuat terhadap Arissa, dan kini, untuk pertama kalinya, ia berdiri di depan pintu tempat wanita itu bekerja, berharap mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengannya.Namun, meskipun hatinya penuh dengan niat baik, Nathaniel merasa ada sesuatu yang menghalangi dirinya untuk masuk. Rasa bersalah yang mendalam masih membebani langkahnya, dan ketidakpastian akan bagaimana Arissa akan menerima kehadirannya semakin membuatnya ragu.Ia menarik napas dalam-dalam dan melangkah mendekat ke meja resepsionis di depan pintu klinik. Seorang resepsionis yang ramah menyapanya, tetapi ada keraguan dalam matanya ketika ia menyadari siapa yang berdiri di sana. "Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu, Tua

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15

Bab terbaru

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 238: melakukan perubahan besar

    "Persis seperti yang kau ajarkan padaku," kata Nathaniel, mengecup lembut pipi istrinya.Saat mereka sedang mengobrol dengan kepala proyek konstruksi, ponsel Nathaniel berbunyi. Nomor tidak dikenal muncul di layar, tapi Nathaniel tetap mengangkatnya."Nathaniel Kingston," jawabnya formal.Suara di seberang terdengar familiar, namun Nathaniel tak bisa segera mengingatnya. "Mr. Kingston, ini Marcus Williams dari Global Humanitarian Award Foundation. Saya menelepon untuk memberitahu bahwa Anda dan istri Anda, Ny. Arissa Kingston, terpilih sebagai penerima Global Humanitarian Award tahun ini atas dedikasi luar biasa dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan masyarakat."Nathaniel terdiam sejenak, terkejut dengan kabar tersebut. "Saya... terima kasih, Mr. Williams. Ini kehormatan besar bagi kami."Setelah mendapat detail lebih lanjut dan menutup telepon, Nathaniel berbalik pada Arissa yang menatapnya penasaran."Siapa itu?" tanya Arissa."M

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 237: Kingston-Wijaya University

    Nathaniel tertawa kecil. "Hati yang sangat pandai bersembunyi, maksudmu. Butuh seorang Arissa Wijaya untuk menemukannya."Ponsel Nathaniel berbunyi, menampilkan nama Robert di layar. Dengan sedikit helaan napas, Nathaniel mengangkatnya."Robert, ada kabar?""Goldstein setuju dengan syarat kita, Nat," kata Robert dari seberang, suaranya terdengar tidak percaya. "Mereka akan mempertahankan 90% tenaga kerja lokal dan menjamin tidak ada PHK dalam dua tahun pertama."Nathaniel tersenyum lebar. "Bagus. Siapkan dokumen finalnya. Kita akan menandatanganinya minggu depan."Setelah menutup telepon, Nathaniel berbalik pada Arissa yang menatapnya dengan penasaran."Kabar baik?" tanya Arissa."Kabar terbaik," jawab Nathaniel. "Goldstein Corp setuju dengan semua syarat kita. Tidak ada karyawan yang akan kehilangan pekerjaan."Arissa menghampiri Nathaniel dan memeluknya erat. "Aku sangat bangga padamu.""Ini berkat kau, Arissa. Kau yan

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 236: Yang penting kita di sini

    "Tapi itu... itu proyek besar, Nathaniel. Butuh investasi sangat besar.""Aku tahu," Nathaniel mengangguk. "Aku sudah bicara dengan tim keuangan. Kita bisa mengalokasikan 35% keuntungan tahunan perusahaan untuk ini, plus sumbangan dari jaringan pengusaha yang kukenal. Dalam lima tahun, universitas ini bisa beroperasi penuh."Arissa menatap suaminya dengan kagum. Dulu, Nathaniel selalu berbicara tentang merger, akuisisi, dan pertumbuhan profit. Sekarang, pria yang sama berbicara dengan semangat yang sama besarnya tentang memberikan pendidikan bagi mereka yang kurang beruntung."Kau benar-benar telah berubah," kata Arissa lembut, tangannya meraih tangan Nathaniel di atas meja."Bukan berubah, sayang. Hanya kembali pada diriku yang sesungguhnya," jawab Nathaniel. "Kau tahu, ayahku membesarkanku dengan keyakinan bahwa nilai seorang pria diukur dari kesuksesannya dalam bisnis. Saat dia meninggal dan aku mewarisi perusahaan di usia muda, aku merasa harus membuk

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 235: senyumnya mengembang

    "Tapi itu berarti kita harus melakukan restrukturisasi besar-besaran, termasuk PHK terhadap ratusan karyawan lokal," lanjut Nathaniel, menunjukkan pemahaman mendalam terhadap situasi tersebut.Robert mengangguk. "Dahulu, kau mungkin akan langsung menerima tawaran ini tanpa ragu. Keuntungan besar, ekspansi pasar, nilai saham yang melonjak."Nathaniel tersenyum tipis. "Dan sekarang kau tidak yakin dengan keputusan apa yang akan kuambil?""Terus terang, ya. Kau... berbeda sejak menikah dengan Arissa."Nathaniel bersandar di kursinya, tatapannya menerawang ke luar jendela besar yang menampilkan pemandangan kota dari ketinggian."Kau tahu, Robert, dulu aku berpikir menjadi pemimpin berarti mengambil keputusan sulit yang tidak semua orang bisa terima. Mengutamakan profit dan pertumbuhan di atas segalanya." Nathaniel berhenti sejenak. "Tapi sekarang aku mengerti bahwa kepemimpinan sejati bukan hanya tentang angka, tapi juga tentang dampak keputusan kita terhadap kehidupan orang lain.""Jadi

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 234: KEBAHAGIAAN YANG SEJATI

    Pagi itu, Nathaniel terbangun dengan perasaan yang berbeda. Sudut-sudut kamar yang besar itu diterangi oleh cahaya matahari yang lembut menembus tirai jendela. Di sampingnya, Arissa masih tertidur pulas, rambut hitamnya menyebar di atas bantal putih, wajahnya damai seperti lukisan sempurna.Ini sudah dua bulan sejak mereka mengucapkan janji pernikahan di hadapan keluarga dan teman-teman. Dua bulan yang terasa seperti mimpi indah yang tak pernah ingin ia bangunkan. Nathaniel tersenyum, mengamati istrinya dengan penuh kasih. Dahulu, saat-saat seperti ini—bangun pagi tanpa terburu-buru memeriksa email atau menghadiri rapat—terasa seperti pemborosan waktu baginya. Kini, momen-momen hening inilah yang paling ia hargai."Apa yang kau lihat?" tanya Arissa lembut, matanya perlahan terbuka."Keajaiban," jawab Nathaniel singkat, tangannya membelai pipi Arissa dengan lembut.Arissa tersenyum, lalu menggeser tubuhnya lebih dekat pada suaminya. "Kau tahu, dulu aku tidak pernah berpikir seorang Nat

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 233

    "Cheers," kata Nathaniel, mengangkat botol birnya. "Untuk rumah baru dan awal baru.""Untuk rumah baru dan awal baru," ulang Arissa, menyentuhkan botolnya ke botol Nathaniel.Mereka minum dalam diam, menikmati ketenangan setelah hari yang sibuk. Dari jendela besar di ruang tamu, mereka bisa melihat langit malam yang dipenuhi bintang-bintang, jauh lebih jelas dari yang bisa mereka lihat dari apartemen lama mereka di pusat kota."Indah, bukan?" bisik Nathaniel, mengikuti arah pandang Arissa."Sangat indah," jawab Arissa, tersenyum kecil. "Aku senang kita memutuskan untuk pindah ke sini.""Aku juga." Nathaniel meletakkan botol birnya, lalu meraih tangan Arissa. "Arissa, ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu.""Oh?" Arissa menoleh, penasaran.Nathaniel merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru tua. "Aku tahu ini mungkin sedikit klise, memberikan hadiah di rumah baru... tapi aku ingin memberikan ini sebagai si

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 232

    "Itu berita luar biasa," Robert menepuk-nepuk bahu Nathaniel dengan bangga. "Kalian akan menjadi orang tua yang hebat, aku yakin itu.""Kalian yakin ini saat yang tepat?" tanya Elizabeth, masih dengan air mata haru di wajahnya. "Dengan karir kalian yang sedang berkembang?""Tidak ada waktu yang sempurna untuk memiliki anak, Bu," jawab Arissa bijak. "Tapi kami merasa siap. Kami sudah membicarakan ini dengan matang.""Dan kami akan saling mendukung, seperti yang selalu kami lakukan," tambah Nathaniel, menatap istrinya dengan penuh cinta.Elizabeth dan Robert saling berpandangan, keduanya terlihat sangat bahagia dengan berita ini. "Kalian tahu," kata Elizabeth setelah beberapa saat, "ayah kalian dan aku sangat menantikan saat menjadi kakek dan nenek. Dan sekarang, meskipun kami akan pindah ke Florida, kami berjanji akan hadir dalam setiap momen penting pertumbuhan cucu kami.""Kami akan sering berkunjung," Robert meyakinkan. "Atau kalian bisa membawa

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 231

    Hari-hari berikutnya diisi dengan diskusi-diskusi tentang rencana mereka. Mereka membicarakan tentang kemungkinan pindah ke rumah yang lebih besar, tentang persiapan finansial, dan tentang bagaimana mereka akan menyeimbangkan karir dengan tanggung jawab sebagai orang tua.Pada Sabtu sore, mereka mengunjungi sebuah kompleks perumahan yang tidak terlalu jauh dari pusat kota. Dengan bantuan seorang agen real estate, mereka melihat-lihat beberapa rumah yang masih dalam tahap pembangunan."Yang ini memiliki tiga kamar tidur," jelas sang agen, menunjukkan denah rumah yang cukup luas. "Halaman belakangnya juga cukup besar, sempurna untuk anak-anak bermain."Arissa dan Nathaniel saling berpandangan, keduanya membayangkan bagaimana kehidupan mereka akan terlihat di rumah itu. Membayangkan suara tawa anak-anak memenuhi setiap sudut rumah, membayangkan pagi-pagi yang sibuk dengan persiapan sekolah, dan malam-malam yang tenang saat mereka berkumpul bersama di ruang keluarga

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 230

    "Selamat malam, Nate."Ketika Nathaniel sudah tertidur lelap, Arissa masih terjaga, menatap langit-langit kamar mereka. Hatinya dipenuhi dengan berbagai emosi—kegembiraan, antisipasi, dan sedikit kecemasan. Tapi di atas semua itu, ada perasaan damai yang mendalam, sebuah keyakinan bahwa apa pun yang terjadi di masa depan, mereka akan menghadapinya bersama.Ia melirik ke samping, mengamati wajah suaminya yang terlelap. Dalam cahaya samar-samar yang masuk melalui jendela, Nathaniel terlihat damai dan tampan, seperti hari pertama mereka bertemu. Arissa tersenyum, merasa sangat bersyukur atas kehadiran pria ini dalam hidupnya.Dengan pikiran penuh harapan untuk masa depan, Arissa pun akhirnya terlelap, bermimpi tentang tawa anak-anak dan tahun-tahun bahagia yang menanti mereka di depan.Pagi datang dengan cahaya matahari yang menembus tirai kamar mereka. Arissa terbangun lebih dulu, seperti biasa. Ia menghabiskan beberapa menit hanya untuk mengamati Nat

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status