Home / Romansa / Pijatan Nikmat Sang CEO / Bab 53: Kehampaan yang Tak Terelakkan

Share

Bab 53: Kehampaan yang Tak Terelakkan

Author: perdy
last update Last Updated: 2025-02-14 23:05:00

Nathaniel duduk di kursi kantornya yang besar, tangan terlipat di atas meja, menatap layar komputer yang berisi laporan-laporan bisnis yang tak kunjung selesai. Meski fisiknya berada di sana, pikirannya jauh. Tidak ada yang bisa mengalihkan perhatian atau memberikan rasa kepuasan yang biasa ia rasakan ketika fokus pada pekerjaan. Segala sesuatu terasa kosong.

Selama bertahun-tahun, ia hidup dalam dunia yang dipenuhi kesuksesan dan kekuasaan, tempat di mana segalanya seharusnya bisa dibeli dengan uang dan pengaruh. Namun, sejak Arissa pergi, segala sesuatu tampak hampa. Kehidupannya yang dulunya padat dengan berbagai aktivitas, kini terasa seperti rutinitas yang tidak berarti. Meskipun ia mencoba untuk membenamkan dirinya dalam pekerjaan, hatinya terus tergerus oleh kekosongan yang semakin terasa setiap harinya.

Nathaniel meremas ujung jari-jarinya, berusaha menenangkan diri. Pekerjaan memang bisa mengalihkan sebagian besar pikirannya, tetapi tidak bisa mengusir perasaa

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 54: Percakapan yang Menyentuh Hati

    Suasana acara sosial itu penuh dengan kegembiraan dan canda tawa, tetapi bagi Nathaniel, semuanya terasa jauh. Ia berdiri di sudut ruang, memegang gelas anggur yang sudah hampir habis, sementara matanya berkeliling, menatap orang-orang yang tampak terlibat dalam percakapan yang riuh. Di tengah keramaian itu, hatinya tetap terperangkap dalam kehampaan yang sama, perasaan bersalah yang tak kunjung hilang setelah kepergian Arissa.Nathaniel tidak tahu bagaimana ia bisa terjebak dalam acara seperti ini. Biasanya, ia akan sangat menikmati kesempatan untuk bertemu dengan kolega dan orang-orang penting, tetapi kali ini, ia merasa asing di tengah kerumunan. Setiap percakapan yang terjadi di sekitarnya terdengar bising dan tak berarti. Pikirannya terus kembali pada Arissa, pada segala yang telah terjadi, dan pada rasa sakit yang ia rasakan setelah mengusir wanita yang sebenarnya begitu berarti baginya.Di tengah keramaian itu, matanya tertumbuk pada seseorang yang tidak ia duga

    Last Updated : 2025-02-14
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 55: Pesan yang Tidak Terjawab

    Pagi itu, Nathaniel berdiri di luar klinik Arissa, matanya menatap pintu kaca yang tertutup rapat. Udara pagi yang segar terasa tak berarti di sekitarnya, seolah segala sesuatu di dunia ini menjadi kabur. Dalam beberapa minggu terakhir, ia telah berusaha sekuat tenaga untuk menebus kesalahan yang ia perbuat terhadap Arissa, dan kini, untuk pertama kalinya, ia berdiri di depan pintu tempat wanita itu bekerja, berharap mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengannya.Namun, meskipun hatinya penuh dengan niat baik, Nathaniel merasa ada sesuatu yang menghalangi dirinya untuk masuk. Rasa bersalah yang mendalam masih membebani langkahnya, dan ketidakpastian akan bagaimana Arissa akan menerima kehadirannya semakin membuatnya ragu.Ia menarik napas dalam-dalam dan melangkah mendekat ke meja resepsionis di depan pintu klinik. Seorang resepsionis yang ramah menyapanya, tetapi ada keraguan dalam matanya ketika ia menyadari siapa yang berdiri di sana. "Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu, Tua

    Last Updated : 2025-02-15
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 56: Menggali Masa Lalu

    Nathaniel tidak bisa lagi menahan rasa penyesalannya. Setiap hari yang berlalu tanpa adanya kesempatan untuk berbicara dengan Arissa membuatnya semakin tenggelam dalam rasa bersalah yang tak terkatakan. Meskipun ia sudah mengirimkan pesan, dan meskipun ia sudah mencoba memberikan ruang, hatinya tetap merasa kosong dan tak lengkap tanpa adanya penjelasan darinya. Tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain terus memikirkan segala yang telah terjadi.Satu hal yang terus mengganggu pikirannya adalah betapa sedikitnya ia tahu tentang masa lalu Arissa. Selama ini, ia hanya mengenalnya sebagai seorang wanita yang profesional dan sabar, seseorang yang selalu ada untuk membantu orang lain tanpa meminta balasan. Namun, ketika ia mulai merenung lebih dalam, Nathaniel sadar bahwa ia tahu hampir tidak ada tentang Arissa di luar pekerjaannya sebagai terapis.Dengan tekad yang bulat, Nathaniel memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang wanita yang telah begitu banyak memberinya bantuan—t

    Last Updated : 2025-02-15
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 57: Membuktikan Kesungguhan

    Nathaniel berdiri di balkon apartemennya, memandang keluar dengan tatapan kosong. Pikirannya masih dipenuhi dengan gambar-gambar Arissa—senyumnya yang lembut, cara dia mendengarkan setiap kata dengan penuh perhatian, dan bagaimana dia selalu tahu apa yang dibutuhkan orang lain. Namun, semakin ia memikirkannya, semakin ia merasa tidak cukup. Ia telah melakukan kesalahan besar, meragukan Arissa pada saat-saat yang paling sulit dalam hidupnya. Ia harus memperbaiki semuanya, tetapi bagaimana? Kata-kata saja tak cukup. Ia tahu itu.Nathaniel merasa bahwa jika ia ingin benar-benar menunjukkan kesungguhannya, ia harus melakukan lebih dari sekadar meminta maaf. Ia perlu berbuat sesuatu yang lebih dari sekadar kata-kata kosong, sesuatu yang akan membuktikan bahwa ia peduli dengan lebih dalam dari sekadar diri dan egonya sendiri.Setelah berpikir cukup lama, Nathaniel mengambil keputusan yang berani. Ia harus melibatkan orang-orang yang dekat dengan Arissa, yang mengenalnya lebih baik, dan yang

    Last Updated : 2025-02-15
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 58: Merenung di Antara Keraguan dan Harapan

    Arissa duduk di meja kerjanya di klinik, matanya fokus pada laporan yang ada di hadapannya, tetapi pikirannya tidak benar-benar berada di sana. Meski hari-harinya diisi dengan pertemuan pasien dan tugas-tugas yang membutuhkan perhatian penuh, pikirannya selalu kembali ke satu hal: Nathaniel.Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya dari rasa cemas yang mengganggu. Meski ia berusaha keras untuk melanjutkan hidup, untuk membiarkan semua yang terjadi antara dirinya dan Nathaniel menjadi bagian dari masa lalu, hatinya tidak pernah benar-benar bisa sepenuhnya melepaskan diri dari kenangan tentang pria itu.Nathaniel adalah pria yang sulit untuk dilupakan. Selama waktu mereka bekerja bersama, Arissa merasa seperti ia telah menemukan seseorang yang bisa benar-benar melihatnya—seluruhnya. Tidak hanya sebagai seorang terapis atau seorang wanita yang bekerja keras, tetapi sebagai seorang individu dengan semua kelemahan dan kekuatan yang ada

    Last Updated : 2025-02-16
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 59: Kejutan untuk Arissa

    Nathaniel berdiri di balkon apartemennya, memandangi langit senja yang berwarna oranye keemasan. Di sekelilingnya, suasana kota yang sibuk tampak begitu jauh, seakan ia berada di dunia yang terpisah dari realitas. Semua yang ia lakukan, semua yang ia usahakan, hanya untuk satu tujuan: memperbaiki kesalahan besar yang telah ia buat. Ia tidak tahu apakah Arissa akan memberinya kesempatan kedua, tetapi ia yakin bahwa jika ada satu hal yang harus ia lakukan, itu adalah menunjukkan dengan sepenuh hati betapa menyesalnya ia atas tindakannya. Arissa layak mendapatkannya.Semenjak ia meluncurkan program amal tentang kesehatan mental yang ia harapkan bisa menjadi simbol penyesalannya dan niat tulusnya untuk membantu dunia, Nathaniel merasa seakan ada sedikit harapan yang bersinar dalam dirinya. Namun, meski ia merasa bahwa ini adalah langkah yang benar, ia tahu bahwa tindakan tersebut bukanlah segalanya. Ia harus melakukan sesuatu yang lebih personal, sesuatu yang akan langsung menyen

    Last Updated : 2025-02-16
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 60: Sebuah Awal Baru

    Suasana klinik Arissa tampak lebih tenang dari biasanya. Lampu-lampu lembut yang menggantung di langit-langit memancarkan cahaya hangat, menciptakan aura kedamaian yang menyelimuti setiap sudut ruangan. Di meja resepsionis, Lila duduk dengan senyum tipis di wajahnya, tampaknya menunggu sesuatu. Pada sudut ruangan lainnya, Arissa memandang beberapa catatan yang tersebar di atas meja kerjanya. Meskipun tampak fokus pada pekerjaannya, matanya sesekali melirik ke arah pintu masuk, tempat yang baru saja dilewati oleh Nathaniel beberapa menit lalu.Hari ini adalah hari yang penuh dengan ketegangan. Nathaniel telah meminta pertemuan ini, dengan niat untuk berbicara langsung kepada Arissa setelah berbulan-bulan penuh penyesalan dan keraguan. Dia tahu bahwa ini adalah satu-satunya kesempatan yang ia miliki untuk menunjukkan kepada Arissa betapa dalam penyesalannya dan seberapa besar perubahannya sejak kejadian yang merusak hubungan mereka.Arissa duduk diam di kursinya, menggig

    Last Updated : 2025-02-16
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 61: Ancaman dalam Bayang-bayang

    Suasana kantor Nathaniel terasa tegang. Selama beberapa minggu terakhir, berbagai masalah mulai muncul secara tiba-tiba dan tanpa peringatan. Klien besar membatalkan kontrak, proyek penting mengalami penundaan, dan entah bagaimana, rahasia bisnis perusahaan bocor ke tangan pesaing. Nathaniel duduk di kursinya, kedua tangannya mengusap wajahnya dengan lelah. Matanya menatap tumpukan dokumen yang berantakan di mejanya, sementara pikirannya berusaha mencari tahu siapa yang bermain kotor di balik semua ini.Di sisi lain kota, di gedung pencakar langit yang mewah, Markus Reinhardt berdiri di depan jendela besar kantornya, tersenyum penuh kemenangan. Dia memegang sebuah tablet yang menampilkan laporan bisnis milik perusahaan Nathaniel, laporan yang seharusnya sangat rahasia. Di belakangnya, seorang pria berdiri dengan kepala tertunduk, wajahnya tidak terlihat jelas dalam bayang-bayang ruangan."Kamu sudah melakukan pekerjaanmu dengan baik," kata Markus dengan nada dingin, matanya masih terp

    Last Updated : 2025-02-17

Latest chapter

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 238: melakukan perubahan besar

    "Persis seperti yang kau ajarkan padaku," kata Nathaniel, mengecup lembut pipi istrinya.Saat mereka sedang mengobrol dengan kepala proyek konstruksi, ponsel Nathaniel berbunyi. Nomor tidak dikenal muncul di layar, tapi Nathaniel tetap mengangkatnya."Nathaniel Kingston," jawabnya formal.Suara di seberang terdengar familiar, namun Nathaniel tak bisa segera mengingatnya. "Mr. Kingston, ini Marcus Williams dari Global Humanitarian Award Foundation. Saya menelepon untuk memberitahu bahwa Anda dan istri Anda, Ny. Arissa Kingston, terpilih sebagai penerima Global Humanitarian Award tahun ini atas dedikasi luar biasa dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan masyarakat."Nathaniel terdiam sejenak, terkejut dengan kabar tersebut. "Saya... terima kasih, Mr. Williams. Ini kehormatan besar bagi kami."Setelah mendapat detail lebih lanjut dan menutup telepon, Nathaniel berbalik pada Arissa yang menatapnya penasaran."Siapa itu?" tanya Arissa."M

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 237: Kingston-Wijaya University

    Nathaniel tertawa kecil. "Hati yang sangat pandai bersembunyi, maksudmu. Butuh seorang Arissa Wijaya untuk menemukannya."Ponsel Nathaniel berbunyi, menampilkan nama Robert di layar. Dengan sedikit helaan napas, Nathaniel mengangkatnya."Robert, ada kabar?""Goldstein setuju dengan syarat kita, Nat," kata Robert dari seberang, suaranya terdengar tidak percaya. "Mereka akan mempertahankan 90% tenaga kerja lokal dan menjamin tidak ada PHK dalam dua tahun pertama."Nathaniel tersenyum lebar. "Bagus. Siapkan dokumen finalnya. Kita akan menandatanganinya minggu depan."Setelah menutup telepon, Nathaniel berbalik pada Arissa yang menatapnya dengan penasaran."Kabar baik?" tanya Arissa."Kabar terbaik," jawab Nathaniel. "Goldstein Corp setuju dengan semua syarat kita. Tidak ada karyawan yang akan kehilangan pekerjaan."Arissa menghampiri Nathaniel dan memeluknya erat. "Aku sangat bangga padamu.""Ini berkat kau, Arissa. Kau yan

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 236: Yang penting kita di sini

    "Tapi itu... itu proyek besar, Nathaniel. Butuh investasi sangat besar.""Aku tahu," Nathaniel mengangguk. "Aku sudah bicara dengan tim keuangan. Kita bisa mengalokasikan 35% keuntungan tahunan perusahaan untuk ini, plus sumbangan dari jaringan pengusaha yang kukenal. Dalam lima tahun, universitas ini bisa beroperasi penuh."Arissa menatap suaminya dengan kagum. Dulu, Nathaniel selalu berbicara tentang merger, akuisisi, dan pertumbuhan profit. Sekarang, pria yang sama berbicara dengan semangat yang sama besarnya tentang memberikan pendidikan bagi mereka yang kurang beruntung."Kau benar-benar telah berubah," kata Arissa lembut, tangannya meraih tangan Nathaniel di atas meja."Bukan berubah, sayang. Hanya kembali pada diriku yang sesungguhnya," jawab Nathaniel. "Kau tahu, ayahku membesarkanku dengan keyakinan bahwa nilai seorang pria diukur dari kesuksesannya dalam bisnis. Saat dia meninggal dan aku mewarisi perusahaan di usia muda, aku merasa harus membuk

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 235: senyumnya mengembang

    "Tapi itu berarti kita harus melakukan restrukturisasi besar-besaran, termasuk PHK terhadap ratusan karyawan lokal," lanjut Nathaniel, menunjukkan pemahaman mendalam terhadap situasi tersebut.Robert mengangguk. "Dahulu, kau mungkin akan langsung menerima tawaran ini tanpa ragu. Keuntungan besar, ekspansi pasar, nilai saham yang melonjak."Nathaniel tersenyum tipis. "Dan sekarang kau tidak yakin dengan keputusan apa yang akan kuambil?""Terus terang, ya. Kau... berbeda sejak menikah dengan Arissa."Nathaniel bersandar di kursinya, tatapannya menerawang ke luar jendela besar yang menampilkan pemandangan kota dari ketinggian."Kau tahu, Robert, dulu aku berpikir menjadi pemimpin berarti mengambil keputusan sulit yang tidak semua orang bisa terima. Mengutamakan profit dan pertumbuhan di atas segalanya." Nathaniel berhenti sejenak. "Tapi sekarang aku mengerti bahwa kepemimpinan sejati bukan hanya tentang angka, tapi juga tentang dampak keputusan kita terhadap kehidupan orang lain.""Jadi

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 234: KEBAHAGIAAN YANG SEJATI

    Pagi itu, Nathaniel terbangun dengan perasaan yang berbeda. Sudut-sudut kamar yang besar itu diterangi oleh cahaya matahari yang lembut menembus tirai jendela. Di sampingnya, Arissa masih tertidur pulas, rambut hitamnya menyebar di atas bantal putih, wajahnya damai seperti lukisan sempurna.Ini sudah dua bulan sejak mereka mengucapkan janji pernikahan di hadapan keluarga dan teman-teman. Dua bulan yang terasa seperti mimpi indah yang tak pernah ingin ia bangunkan. Nathaniel tersenyum, mengamati istrinya dengan penuh kasih. Dahulu, saat-saat seperti ini—bangun pagi tanpa terburu-buru memeriksa email atau menghadiri rapat—terasa seperti pemborosan waktu baginya. Kini, momen-momen hening inilah yang paling ia hargai."Apa yang kau lihat?" tanya Arissa lembut, matanya perlahan terbuka."Keajaiban," jawab Nathaniel singkat, tangannya membelai pipi Arissa dengan lembut.Arissa tersenyum, lalu menggeser tubuhnya lebih dekat pada suaminya. "Kau tahu, dulu aku tidak pernah berpikir seorang Nat

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 233

    "Cheers," kata Nathaniel, mengangkat botol birnya. "Untuk rumah baru dan awal baru.""Untuk rumah baru dan awal baru," ulang Arissa, menyentuhkan botolnya ke botol Nathaniel.Mereka minum dalam diam, menikmati ketenangan setelah hari yang sibuk. Dari jendela besar di ruang tamu, mereka bisa melihat langit malam yang dipenuhi bintang-bintang, jauh lebih jelas dari yang bisa mereka lihat dari apartemen lama mereka di pusat kota."Indah, bukan?" bisik Nathaniel, mengikuti arah pandang Arissa."Sangat indah," jawab Arissa, tersenyum kecil. "Aku senang kita memutuskan untuk pindah ke sini.""Aku juga." Nathaniel meletakkan botol birnya, lalu meraih tangan Arissa. "Arissa, ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu.""Oh?" Arissa menoleh, penasaran.Nathaniel merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru tua. "Aku tahu ini mungkin sedikit klise, memberikan hadiah di rumah baru... tapi aku ingin memberikan ini sebagai si

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 232

    "Itu berita luar biasa," Robert menepuk-nepuk bahu Nathaniel dengan bangga. "Kalian akan menjadi orang tua yang hebat, aku yakin itu.""Kalian yakin ini saat yang tepat?" tanya Elizabeth, masih dengan air mata haru di wajahnya. "Dengan karir kalian yang sedang berkembang?""Tidak ada waktu yang sempurna untuk memiliki anak, Bu," jawab Arissa bijak. "Tapi kami merasa siap. Kami sudah membicarakan ini dengan matang.""Dan kami akan saling mendukung, seperti yang selalu kami lakukan," tambah Nathaniel, menatap istrinya dengan penuh cinta.Elizabeth dan Robert saling berpandangan, keduanya terlihat sangat bahagia dengan berita ini. "Kalian tahu," kata Elizabeth setelah beberapa saat, "ayah kalian dan aku sangat menantikan saat menjadi kakek dan nenek. Dan sekarang, meskipun kami akan pindah ke Florida, kami berjanji akan hadir dalam setiap momen penting pertumbuhan cucu kami.""Kami akan sering berkunjung," Robert meyakinkan. "Atau kalian bisa membawa

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 231

    Hari-hari berikutnya diisi dengan diskusi-diskusi tentang rencana mereka. Mereka membicarakan tentang kemungkinan pindah ke rumah yang lebih besar, tentang persiapan finansial, dan tentang bagaimana mereka akan menyeimbangkan karir dengan tanggung jawab sebagai orang tua.Pada Sabtu sore, mereka mengunjungi sebuah kompleks perumahan yang tidak terlalu jauh dari pusat kota. Dengan bantuan seorang agen real estate, mereka melihat-lihat beberapa rumah yang masih dalam tahap pembangunan."Yang ini memiliki tiga kamar tidur," jelas sang agen, menunjukkan denah rumah yang cukup luas. "Halaman belakangnya juga cukup besar, sempurna untuk anak-anak bermain."Arissa dan Nathaniel saling berpandangan, keduanya membayangkan bagaimana kehidupan mereka akan terlihat di rumah itu. Membayangkan suara tawa anak-anak memenuhi setiap sudut rumah, membayangkan pagi-pagi yang sibuk dengan persiapan sekolah, dan malam-malam yang tenang saat mereka berkumpul bersama di ruang keluarga

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 230

    "Selamat malam, Nate."Ketika Nathaniel sudah tertidur lelap, Arissa masih terjaga, menatap langit-langit kamar mereka. Hatinya dipenuhi dengan berbagai emosi—kegembiraan, antisipasi, dan sedikit kecemasan. Tapi di atas semua itu, ada perasaan damai yang mendalam, sebuah keyakinan bahwa apa pun yang terjadi di masa depan, mereka akan menghadapinya bersama.Ia melirik ke samping, mengamati wajah suaminya yang terlelap. Dalam cahaya samar-samar yang masuk melalui jendela, Nathaniel terlihat damai dan tampan, seperti hari pertama mereka bertemu. Arissa tersenyum, merasa sangat bersyukur atas kehadiran pria ini dalam hidupnya.Dengan pikiran penuh harapan untuk masa depan, Arissa pun akhirnya terlelap, bermimpi tentang tawa anak-anak dan tahun-tahun bahagia yang menanti mereka di depan.Pagi datang dengan cahaya matahari yang menembus tirai kamar mereka. Arissa terbangun lebih dulu, seperti biasa. Ia menghabiskan beberapa menit hanya untuk mengamati Nat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status