Brandi kembali melihat ke kiri dan kanan, hujan mulai reda, cuaca yang tadi gelap pun berangsur terang.Brandi pun sadar kini, mereka berada di tengah hutan tempat mendarat darurat yang awalnya dia dan Pelda Majid kira jalan, ternyata sebuah lapangan bola yang lama tak pernah di pakai!“Artinya di sekitaran sini pasti ada kampung,” batin Brandi, tak sadar merenung.“Izin komandan, apa langkah kita lagi, soalnya ini sudah hampir senja?” seorang prajurit yang pangkatnya paling tinggi di antara 150 an orang ini bertanya ke Brandi.“Kita terpaksa berkemah di hutan ini Serda Tosak, tapi jangan jauh-jauh dari pesawat. Kalau kita bertahan di sini, salah-salah kita bisa jadi sasaran empuk musuh yang bisa menyerbu tiba-tiba,” sahut Brandi.“Siap, laksanakan Ndan!”Kemudian atas perintah Brandi, kini semua prajurit meninggalkan pesawat dan akan bertenda di hutan.Namun mereka semua kaget, saat Brandi minta jangan bertenda satu kelompok, tapi di bagi 15 kelompok.Tapi setelahnya mereka memuji ta
40 menitan kemudian, Pelda Majid dan Serda Tosak dan ratusan prajurit lainnya lega bukan main, saat matahari makin terang bersinar, Brandi terlihat berjalan santai keluar dari hutan dan kembali ke tenda.Padahal mereka sangat was-was, kalau terjadi apa-apa dengan komandan dadakan yang nekat ini.“Komandan, bagaimana dengan para penyerbu itu?” Pelda Majid bertanya hati-hati sekaligus penasaran.“Aku sudah tewaskan 15 orang, ada beberapa orang lagi yang kabur, adakah korban dari pihak kita?” sahut Brandi kalem dan malah balik bertanya, sambil menerima kopi panas baru yang di buat salah satu prajurit.Tak sadar ucapannya tadi bikin Pelda Majid dan Serda Tosak melongo.“Izin ndan ada 25 prajurit terluka, tapi tak ada yang tewas, sedang di rawat. Lho Ndan, lengan komandan berdarah,” Serda Tosak langsung buru-buru panggil rekannya agar segera rawat luka Brandi.Pemuda ini malah santuy saja, tidak terlihat meringis, padahal darah yang keluar dari luka tembak itu rasanya nyiut-nyiut.Brandi m
Brandi melihat dua orang ini kemudian asyik minum minuman keras, hingga habis masing-masing satu botol dalam waktu singkat.Brandi tak sadar, dia ternyata berada di kampung terpencil, yang jadi markas komplotan bersenjata.Saat keduanya mulai kleyengan, Brandi masuk ke gubuk ini dan krakk…krak…dua kali memutar leher, kedua orang ini langsung pindah alam.Brandi lalu melihat-lihat situasi, setelah di rasa aman, dia kemudian beringsut mendekati sebuah bangunan lain, bangunan yang di tujunya paling besar di antara bangunan-bangunan lainnya .Brandi sengaja bersikap kejam, karena dua orang ini didengarnya tadi ikut dalam penyerbuan ke tenda pasukannya, yang sebabkan 25 orang prajurit terluka terkena tembakan komplotan bersenjata ini.Cuaca sudah berubah gelap, karena ini memasuki sore. Tempat ini berada di daerah pegunungan dan hutan lebat, sehingga malam lebih cepat.Tapi ini justru menolong Brandi bergerak, dia kini bisa leluasa mendekati sebuah bangunan, yang di lihatnya ada 5 orang ber
“Loha, aku tidak akan binasakan kamu, seperti rekan-rekanmu yang sudah aku dor, asalkan kamu mau kerjasama!” sahut Brandi dingin.“K-kerja sama apa tu-tuan Letnan Brandi?” kata Loha terperanjat bukan kepalang, baru sadar inilah prajurit yang tembaki mereka, saat nekat serbu pasukan yang tengah istirahat di tenda dekat pesawat yang mendarat darurat tersebut.Tapi Brandi pun juga kaget sendiri, baru nyadar seragamnya ada namanya, juga pangkatnya di krah baju.“Kamu tunjukan di mana harta rampokan yang disimpan itu berada, tapi bila kamu menolak, maka di sinilah kuburanmu!”dengus Brandi lagi.Loha yang sudah ciut nyali akhirnya mengangguk, setelah ikatan di lepas, Loha pun diminta Brandi berjalan di depan.“Kalau kamu kabur atau berteriak, aku tak segan dor kepalamu,” ancam Brandi, hingga Loha hanya bisa mengangguk ngeri. Apalagi saat moncong pistol Brandi todongkan ke belakang kepalanya.Kini secara beriringan mereka menuju ke sebuah tempat, Brandi lega, tempat yang di tuju Loha berlawan
Loha langsung membaca dokumen berikut peta-nya ini, Brandi memperhatikan bagaimana pemuda ini kadang melihat ke depan, lalu ke samping dan kadang bolak-balik sambil mengukur-ngukur.Brandi sengaja tak mau bertanya, dia membiarkan saja ulah Loha, karena dia pikir pemuda yang usianya baru 21 tahunan ini lebih tahu apa yang dilakukan.Brandi pun diam-diam memuji pemuda ini punya ke 'ahlian' langka dan jenius, yang hanya orang-orang tertentu bisa seperti Loha.“Tuan Letnan, kita harus jalan lagi sekitar 3 kilometer dari sini, ke arah Tenggara, kita harus agak cepat, agar tak kemalaman,” cetus Loha, Brandi pun mengangguk.Brandi bahkan tak segan berikan sangkurnya pada Loha, karena mereka harus melewati semak belukar yang lebat dan penuh akar, yang malah memperlambat jalan mereka.Otomatis kini langkah mereka lebih cepat, dengan sangkur ini Loha pun makin mudah menerabas semak lebat dan diikuti Brandi.Mereka pun sampai di tempat yang di tuju dan haripun sudah malam lagi, Brandi meminta Loh
Brandi dan Loha kini duduk bengong di depan gua, kedua orang ini benar-benar temukan harta rampokan yang jumlahnya sangat fantastis.Seumur-umur Brandi apalagi Loha belum pernah melihat harta seperti ini, yang kata Loha dulu hasil rampokan yang dilakukan satu komplotan bersenjata bertahun-tahun yang lalu, yang kini sudah habis terbantai oleh tentara Indonesia dan harta ini sempat dikatakan lenyap.Tapi bikin semua komplotan bersenjata lainnya sangat penasaran, termasuk kelompok Bagupai, yang entah bagaimana caranya bisa menemukan dokumen rahasia itu.Loha pun mengaku tak tahu, bagaimana seorang Bagupai, mampu temukan dokumen sekaligus peta itu. Tapi tak paham mengartikannya, padahal sudah hampir 2 bulan menemukan peta tersebut.Loha pun ngaku selama ini sengaja pura-pura sulit memahami peta ini, karena pikirannya saat itu bagaimana caranya kabur dari komlplotan kejam tersebut.“Loha…kita sudah temukan harta rampokan ini, ku rasa inilah saatnya kita ambil barang ini!” ceplos Brandi tiba
“Sudah beres pa Letnan, pesawat ini sudah siap terbang lagi,” seorang tekhnisi menghampiri Brandi.“Sayangnya tanah masih becek, mau tak mau kami harus menunggu 2 atau 3 harian lagi, baru bisa terbang, moga tak hujan!” sahut Brandi kalem, sambil menatap Pelda Majid dan Loha lalu kedipkan mata.Keduanya senyum di kulum dan diam-diam memuji betapa cerdiknya Brandi.“Waah, mau tak mau kami harus duluan berangkat, sebab tugas kami masih banyak di bandara. Kami izin dulu pa Letnan, untuk telpon pimpinan, agar di jemput ke sini,” sahut si tekhnisi tersebut.Tak sampai 2,5 jam, helikopter pun datang dan langsung jemput ke 3 tekhnisi ini. Karena tenaga mereka memang sangat di butuhkan di bandara tersebut, untuk perbaiki pesawat yang lain.Begitu helikopter ini terbang lagi dan hilang dari pandangan. Tanpa buang waktu, Brandi ajak Pelda Majid dan Loha untuk segera masukan peti-peti dan karung duit ke pesawat jenis hercules ini, yang sebelumnya sengaja mereka sembunyikan di sebuah tempat, setela
Alih-alih dendam dengan perlakuan Brandi. Loha bahkan dengan bercanda bilang, sangat bersyukur di ‘kemplang’ Brandi hingga pingsan.“Aku seolah mimpi saat Abang bikin pingsan, tahu-tahu pas bangun eh jadi miliuner dan bebas dari kelompok Bagupai!” kata Loha terbahak, saat mereka makan-makan di sebuah restoran mewah.Bahkan ketiganya sempat singgah di sebuah butik dan beli pakaian mahal, sehingga penampilan ketiganya mirip pengusaha saja.Loha dan Majid bahkan ke salon dan cukur kumis dan jenggotnya, hingga wajah keduanya terlihat lebih tampan.Brandi mau tak mau ikutan kedua sahabatnya ini, sehingga keduanya balik memuji betapa gagahnya sang perwira muda ini.Majid beda lagi, dengan apa adanya dia bilang saat ini aslinya memang butuh uang, kredit rumahnya yang ditinggali ibu dan dua adiknya terancam di sita bank.Lalu dua buah motor terancam di ambil debt collector, gara-gara macet berbulan-bulan. Termasuk dua adiknya yang terancam gagal lanjutkan pendidikan, karena menunggak uang SPP