Beranda / Fantasi / Pewaris Tahta Kerajaan / 5. Kemelut di Depan Rumah Tua

Share

5. Kemelut di Depan Rumah Tua

Penulis: CahyaGumilar79
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-17 13:21:08

Tidak lama setelah itu, terdengar suara yang sama seseorang menyahut dari dalam hutan, disusul oleh suara lainnya hingga terdengar gaduh saling bersahutan. Setelah itu, keluarlah beberapa orang pria dewasa. Mereka berloncatan dari persembunyian mereka di balik semak-semak yang ada di hutan itu. Orang-orang itu langsung menghampiri Soma dan Santika.

"Baguslah, kalian sudah kumpul semua," desis Soma tersenyum lebar menyambut kedatangan anak buahnya.

Salah seorang dari mereka bertanya kepada Soma, "Apa yang harus kami lakukan, Ki?"

"Jangan bertindak dulu sebelum aku memberikan perintah kepada kalian!" jawab Soma.

Orang-orang yang berpenampilan aneh itu menjura kepada Soma dan Santika lalu mereka mundur dua langkah.

Ki Ronggo dan Ki Wori tampak kaget dengan kedatangan orang-orang tersebut. Mereka sangat aneh, berpenampilan layaknya para prajurit kerajaan Kuta Tandingan di masa lalu.

"Kau perhatikan mereka! Mereka mirip dengan para prajurit kerajaan Kuta Tandingan di masa silam!" bisik Ki Ronggo mengarah kepada Ki Wori yang tengah mengamati puluhan orang yang baru tiba itu.

"Ya, mereka berpenampilan seperti para prajurit kerajaan Kuta Tandingan. Apakah mereka ini berasal dari kelompok orang-orang gila?" tanya Ki Ronggo seakan-akan mengejek penampilan kelompok pendekar Iblis Merah.

"Bisa jadi mereka adalah orang-orang yang hilang ingatan atau mungkin mereka ini adalah hantu prajurit kerajaan Kuta Tandingan," jawab Ki Wori tertawa lepas.

"Entahlah, mungkin mereka ini adalah para siluman anak buah pendekar Iblis Merah," jawab Ki Ronggo.

"Hey! Sikap kalian seperti anak kecil, mengejek dan menghina kami dengan seenaknya!" teriak Santika merasa kesal dengan lelucon dua orang pria berusia senja itu, karena mereka sudah mengejek penampilan kelompoknya.

Mendengar teriakan Santika, Ki Wori hanya tersenyum, lalu kembali meluruskan pandangannya ke arah orang-orang yang baru tiba itu. Kemudian, ia bertepuk tangan dua kali. Tiba-tiba dari arah belakang keluar sekitar puluhan orang dengan masing-masing menggenggam sebilah golok, orang-orang tersebut langsung berbaris rapi di belakang Ki Ronggo dan Ki Wori.

Dengan demikian, kedua kelompok itu pun sudah saling berhadap-hadapan, mereka sudah bersiap siaga tinggal menunggu perintah dari pemimpin mereka masing-masing. Situasi mulai menegangkan, kelompok pendekar rajawali mulai maju beberapa langkah dengan sikap waspada.

Melihat pemandangan seperti itu, Soma kemudian tertawa lepas, "Hahaha ...!" Lalu berkata, "Kalian tampak siap sekali dalam menghadapi kami, kalian tidak perlu khawatir! Kedatangan kami ke sini tidak akan membuat keributan dengan pihak mana pun, termasuk dengan kalian. Karena kedatangan kami hanya ingin mengambil pusaka di dalam rumah ini!"

"Tunggu sebentar, Ki Sanak!" seru Ki Wori. "Kami pun demikian, kami sudah menerima tugas dari pimpinan kami untuk melindungi pusaka di dalam rumah ini. Kelompok rajawali tidak ingin mencari musuh, apalagi dengan pihak paguron silat lain. Karena sudah menjadi keinginan kami untuk bersahabat dan menyatukan semua paguron persilatan yang ada di tanah Tandingan ini," tambah Ki Wori menegaskan.

Ketika dua kelompok tersebut saling berdebat. Senapati Lintang pun mulai mengambil kesempatan.

"Kita harus segera masuk ke dalam rumah kosong itu, perintahkan kepada para prajurit agar tetap di tempat mereka masing-masing!" bisik Senapati Lintang kepada Saketi.

"Baik, Paman."

Saketi langsung memberikan isyarat kepada para prajurit untuk tetap diam dan tidak boleh bertindak sebelum ia perintah. Setelah itu, Saketi dan Senapati Lintang langsung bergerak. Mereka melangkah hendak memasuki rumah kosong itu, memanfaatkan situasi kelengahan dari dua orang pria senja itu.

Namun baru beberapa langkah saja, tiba-tiba salah seorang pendekar dari kedua kelompok tersebut membentak, "Hai! Kau hendak melakukan apa masuk ke dalam rumah ini?" tanya seorang pria dari pihak kelompok pendekar rajawali.

Dengan gagah berani, Senapati Lintang pun menjawab, "Aku tidak peduli dengan semua urusan kalian. Kami datang ke tempat ini hendak memeriksa rumah kosong ini, untuk memastikan apa yang sudah terjadi sehingga penghuni rumah ini sudah tidak ada lagi," tegas sang senapati membentak dengan suara tidak kalah kerasnya dengan bentakan orang tersebut.

Kemudian, Senapati Lintang langsung mengajak Saketi untuk melanjutkan langkah mereka memasuki rumah tak berpenghuni itu. "Ayo, Pangeran, kita harus segera melaksanakan tugas sang raja!" ajak Senapati Lintang mengarah kepada Saketi.

"Baik, Paman," sahut Saketi.

Senapati Lintang dan Saketi kemudian bergerak maju hendak memasuki rumah tersebut. Namun, Ki Ronggo segera mencegah langkah sang senapati dan juga Saketi.

"Tunggu dulu! Tidak semudah itu kalian bisa masuk ke dalam rumah ini!" cegah Ki Ronggo maju menghadang. Dua bola matanya menatap tajam wajah sang panglima dan sang pangeran.

"Apa yang kau inginkan dari kami?" tanya Senapati Lintang.

"Yang kami inginkan, kalian jangan memasuki rumah ini!" jawab Ki Ronggo tegas.

"Apa alasannya? Kami hanya ingin menyelidiki sebab kepergian para penghuni rumah ini." Senapati Lintang menjelaskan maksud dan tujuannya hendak memasuki rumah kosong itu.

"Atas dasar apa kalian mau menyelidiki rumah ini?"

"Berdasarkan perintah raja! Kami datang untuk menemui pemilik rumah ini, tapi mengapa rumah ini kosong? Tentu ini menjadi keharusan bagi kami untuk mengetahui ke mana perginya para penghuni rumah ini."

"Kami tidak percaya kalian ini urusan raja, mundur dan menjauh dari tempat ini!" bentak Ki Ronggo.

Senapati Lintang berusaha untuk tetap tenang dan tidak terpancing emosi, meskipun menghadapi sikap orang tua tersebut, yang berlaku sombong dan tidak mengenakan dalam berkata.

"Kami ditugaskan oleh sang raja untuk memeriksa keadaan rumah ini. Kami hanya penasaran dan ingin memastikan ke mana perginya mereka para penghuni rumah ini? Perlu kau ketahui, kami tidak ingin mencari musuh!" tegas sang senapati kembali mengulangi perkataannya.

Meskipun demikian, ia tetap berusaha tenang dan bersikap biasa-biasa saja. Meskipun tengah dihadapkan oleh sebuah persoalan yang sangat serius dengan para pendekar itu.

Ki Ronggo tertawa kecil, "Hahaha." Lalu berkata, "Kami pun demikian, tidak ingin menghendaki permusuhan ini terjadi. Akan tetapi, sepertinya dalam urusan ini di antara kita sudah ada pertentangan. Kami pun berhak melindungi rumah ini, karena di dalamnya terdapat benda pusaka yang tinggi nilainya yang harus kami jaga!" kata Ki Ronggo bersikeras menghalangi langkah sang senapati dan Saketi.

Saketi dengan dada yang semakin bergejolak, kemudian melangkah mendekati orang tua itu. "Bagus sekali! Kalau sekiranya hanya kekerasan yang akan dapat menyelesaikan pertentangan ini, maka kita adakan pertarungan!" ujarnya geram menantang kedua orang tua itu.

"Kau ini masih muda, bersikaplah sopan terhadapku yang jauh lebih tua darimu!" bentak Ki Ronggo geram dengan sikap Saketi yang dinilainya terlalu lancang.

"Tutup mulutmu! Aku tidak menghendaki ini terjadi, namun kalian sendiri yang sudah memancing amarahku," jawab Saketi tampak berapi-api.

"Berani sekali kau ini, bertarunglah! Siapa yang kuat dia adalah penguasa," tandas Ki Ronggo.

* * *

Bab terkait

  • Pewaris Tahta Kerajaan    6. Pendekar Rajawali dan Pendekar Iblis Merah

    Tanpa terduga anak buah Soma dan puluhan murid Ki Wori mulai maju sambil menghunus pedang mendesak ke arah sang pangeran. Melihat anak buahnya mulai bergerak, wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu membentak anak buahnya, "Mundur kalian! Dia adalah putra mahkota, kalian tetap di tempat. Jangan ikut campur!" Alis lentiknya tampak naik tinggi. "Baik, Nyai," jawab salah seorang dari mereka. Dengan segera, mereka langsung surut dan kembali ke tempat semula. Mereka sangat patuh dengan apa yang diperintahkan oleh Santika—pimpinan mereka. "Sratttt! Sing ... sing ... sing!" Para pendekar dari kelompok rajawali juga sudah menghunus pedang mereka masing-masing. Salah seorang murid Ki Ronggo kelihatan sangat bingung melihat pemandangan seperti itu, lalu mengangkat tangan memberi isyarat kepada kawan-kawannya untuk mundur. "Mundurlah! Belum ada perintah dari guru." Setelah murid-muridnya mundur, Ki Ronggo menjura dan berkata kepada Santika dan Soma, "Aku harap kita semua bisa men

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-19
  • Pewaris Tahta Kerajaan    7. Pendekar Iblis Merah Dikalahkan Oleh Pendekar Rajawali

    Tanpa terduga, Soma langsung melancarkan serangan terhadap Ki Ronggo. Demikian pula dengan Santika, ia langsung bergerak cepat dengan menyabetkan pedang ke arah Ki Wori, hingga pertarungan tersebut tidak dapat terelakkan lagi. Empat orang pendekar sakti saling menyerang dengan kekuatan penuh dan mengerahkan jurus-jurus andalan mereka. Pukulan dan tendangan kaki mereka jauh lebih berbahaya daripada sambaran pedang atau golok, angin pun menderu-deru ketika mereka saling melancarkan pukulan sehingga rumput dan daun-daun dari pepohonan yang ada di sekitaran tempat itu bergoyang seperti diamuk badai! "Luar biasa sekali kemampuan mereka," desis Saketi terus mengamati pertarungan itu. "Mereka adalah para pendekar sakti, jika mereka mau bergabung dengan pihak kerajaan tentu akan menambah kekuatan pasukan kita. Tapi sayang, mereka lebih memilih jalan sendiri," kata Senapati Lintang menanggapi perkataan dari sang pangeran. Dengan gagahnya Ki Wori dan Ki Ronggo bertarung melawan sepasang pend

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Pewaris Tahta Kerajaan    8. Kehadiran Jawirta

    Sejatinya, Soma dan Santika merupakan sepasang pendekar hebat yang dijuluki pendekar iblis merah. Namun, mereka tidak dapat melanjutkan pertarungan tersebut. Karena mereka kalah segalanya dari kedua orang tua itu. Tingkatan ilmu mereka masih amat rendah dibandingkan dengan ilmu yang dimiliki oleh Ki Wori dan Ki Ronggo yang berasal dari keluarga besar pendekar sakti turun temurun. Setelah itu, Saketi langsung bangkit, kemudian meloncat tinggi, dan mendarat sempurna di hadapan kedua pria renta itu. "Sekarang giliran aku yang akan menghadapi kalian," ujar Saketi menghunus pedangnya dan bersiap untuk melakukan serangan terhadap kedua orang tua tersebut. Pertarungan kembali berlangsung dengan sengit, dan tak ada seorang pun di antara mereka yang ingat akan keris pusaka yang sedang mereka perdebatkan itu. Keris pusaka tersebut, merupakan benda bersejarah peninggalan dari mendiang Prabu Sanjaya—ayahanda Prabu Erlangga yang tiada lain merupakan kakek sang pangeran. Awal kedatangan Saketi d

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Pewaris Tahta Kerajaan    9. Jawirta Pendekar Tapak Dewa

    Saketi dan Ki Ronggo bangkit setelah terdorong oleh kekuatan tenaga dalam yang mengalir dari kedua tangan Jawirta yang tidak bisa ditahan oleh mereka, karena memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Dengan demikian, pertarungan itu pun terhenti. Ki Ronggo dan Saketi langsung meluruskan pandangan mereka ke arah Jawirta. "Kenapa kau melerai pertarungan ini?" tanya Ki Ronggo di antara deru napasnya. Jiwa dan pikirannya diselimuti kabut amarah yang begitu tebal. "Tenang dulu, Ki!" jawab Jawirta tersenyum dan bersikap ramah terhadap pria senja itu. Begitu juga dengan Saketi, ia sangat marah terhadap Jawirta yang sudah menghentikan pertarungannya dengan Ki Rangga. "Ada urusan apa Ki Sanak menghentikan kami yang sedang bertarung?" tanya Saketi raut wajahnya tampak memerah. "Mohon maaf sebelumnya. Aku terpaksa melerai pertarungan kalian, karena masih ada jalan lain untuk berdamai. Lantas, kenapa harus menempuh cara seperti ini?" jawab Jawirta balas bertanya, pandangannya tajam mengarah kepa

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-21
  • Pewaris Tahta Kerajaan    10. Perjalanan Senapati Lintang dan Saketi

    "Aku baru pertama mendapatkan tugas dari ayahanda. Akan tetapi, sudah bertemu dengan para pendekar hebat," jawab Saketi. "Bahkan berkesempatan menjajal ilmu kanuragan dengan para pendekar tersebut. Tentu ini sangat berkesan bagi perjalanan hidupku, Paman," sambungnya. "Ya, mereka tadi memang para pendekar hebat. Tapi ini belum seberapa, kelak kau akan dipertemukan lagi dengan para pendekar yang lebih hebat lagi. Bahkan melebihi kehebatan mereka, jika kau sudah mengarungi dunia persilatan," kata Senapati Lintang. "Akan tetapi, menurutku Ki Ronggo adalah orang tua yang sangat sakti, karena selama puluhan tahun dia menjadi pelayan kakekmu. Teruji kesetiaannya yang begitu tinggi, bahkan setelah sekian lamanya kakekmu meninggal, dia tetap setia dalam menjaga keris pusaka peninggalan kerajaan," sambung Senapati Lintang. "Apakah seperti Ki Jasukarna yang memiliki ilmu seperti Dewa?" tanya Saketi sedikit berpaling ke arah Senapati Lintang sambil mengerutkan keningnya. Kemudian, pandangannya

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-23
  • Pewaris Tahta Kerajaan    11. Saketi dan Senapati Lintang Tiba di Istana

    Di lain tempat, tepatnya di perbatasan wilayah kerajaan Sanggabuana dengan wilayah kerajaan Sirnabaya, rupanya sedang terjadi pertempuran yang cukup sengit. Mereka yang terlibat dalam pertempuran tersebut adalah kelompok pemberontak dari hutan yang berada di wilayah kerajaan Sirnabaya. Para pemberontak itu adalah anak buah Daryana yang sudah berkhianat kepada pihak kerajaan Sirnabaya yang menetap di hutan tersebut. Tentu saja, para petinggi istana kerajaan Sirnabaya merasa kecewa terhadap Daryana yang merupakan punggawa andalan di kerajaan tersebut. Mereka berharap Daryana mau menghentikan aksinya, dan membiarkan rakyat yang hidup di perbatasan wilayah dua kerajaan tersebut damai dan tentram tanpa gangguan para pemberontak itu. Hal tersebut sudah ia sampaikan kepada Daryana dan ratusan anak buahnya. Namun, Daryana tidak mau patuh dan terus melanjutkan aksinya dalam meneror para prajurit kerajaan yang bertugas di perbatasan, dan juga tidak segan-segan melakukan perampokan terhadap pa

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Pewaris Tahta Kerajaan    12. Yunada dan Saketi

    Raut wajahnya tampak semringah, seakan-akan merasa senang karena tugas yang ia berikan sudah dilaksanakan dengan baik hanya dalam waktu singkat saja, oleh Senapati Lintang dan juga putranya. Dengan demikian, Senapati Lintang pun langsung menuturkan semua peristiwa yang dialaminya ketika menjalankan tugas tersebut. Setelah itu, Saketi langsung menunjukkan keris pusaka yang ia dapatkan dari Ki Ronggo. "Apakah Ayahanda kenal dengan keris pusaka ini?" Saketi menyerahkan keris tersebut kepada sang raja. Sang raja hanya tersenyum sambil mengamati keris pusaka itu, kemudian meraihnya dari tangan Saketi. Prabu Erlangga berkata lirih, "Ini adalah keris pusaka Naga Geni milik mendiang kakekmu," terang sang raja lirih. "Ki Ronggo adalah orang kepercayaan mendiang kakekmu. Lantas, kenapa kalian tidak mengajaknya untuk tinggal di istana?" tanya sang raja menyambung perkataannya. "Hamba sudah mengajaknya. Akan tetapi Ki Ronggo dan Ki Wori menolak dan langsung pamit," terang Senapati Lintang menj

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Pewaris Tahta Kerajaan    13. Pertarungan Patih Aryadana

    Tujuh hari kemudian, di depan istana kepatihan Kuta Tandingan barat, ada seorang anak muda berperilaku aneh dan tidak sopan. Secara tiba-tiba, ia melakukan tindakan tidak terpuji, berteriak-teriak memanggil nama Patih Aryadana. "Gusti Patih Aryadana! Keluarlah!" teriak anak muda itu, tampak penuh amarah. Berdiri angkuh di depan pintu gerbang istana kepatihan. Sehingga memicu kemarahan dari para prajurit penjaga istana kepatihan. "Siapa dia?" tanya seorang prajurit penjaga istana kepatihan mengarah kepada kawannya. "Entahlah, sebaiknya kita keluar dan usir pemuda itu!" jawab kawannya langsung melangkah keluar dari saung keamanan yang berada di dalam area istana tidak jauh dari pintu gerbang istana tersebut. Dengan demikian, para prajurit penjaga istana kepatihan itu langsung menghampiri pemuda tersebut yang merupakan tamu tidak diundang yang sudah datang dengan sikap tidak sopan dan berperilaku sombong. "Lancang sekali kau ini!" bentak salah seorang prajurit. "Apakah kau tidak memp

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-15

Bab terbaru

  • Pewaris Tahta Kerajaan    133 Jula Karna Menjalin Persahabatan dengan Saketi dan Sami Aji

    Prabu Erlangga menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab lirih pertanyaan putra mahkota dari kerajaan musuh itu."Kembalilah ke istanamu! Berbuatlah kebaikan, tunjukkan kepada ayahandamu bahwa apa yang kau lakukan sangat disukai rakyat kerajaanmu! Niscaya, ayahandamu akan menilai sendiri kebaikan yang ada padamu.""Mohon maaf, Gusti Prabu. Apakah hal seperti ini mampu merubah sikap dan pemikiran ayahanadaku?" tanya Jula Karna lirih."Bisa, tapi secara perlahan," jawab sang raja. "Karena semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, kau harus sabar! Niscaya, lambat-laun ayahandamu akan mengikuti jejakmu jika dia tidak ingin kehilangan kedudukannya," sambung sang raja penuh nasihat."Terima kasih, Gusti Prabu. Aku sangat berharap ayahandaku bisa berubah," ucap Jula Karna.Prabu Erlangga dan Mahapatih Randu Aji tersenyum lebar melihat sikap Jula Karna, mereka merasa kagum karena sikapnya sungguh berbeda dengan sikap ayahandanya.Demikianlah, maka Jula Karna pun paham dan sangat meng

  • Pewaris Tahta Kerajaan    132. Jula Karna Berkunjung ke Istana Sanggabuana

    "Dia adalah Prabu Serta Madya yang semasa menjadi prajurit kerajaan Sirnabaya lebih dikenal dengan nama Rintang Lingga Husaini," jawab Uluma.Pemuda itu menjelaskan sebagaimana yang ia ketahui dari berbagai sumber, karena semua rakyat di kerajaan tersebut sudah mengetahui bahwa pemimpin kerajaan Hoda Buana adalah seorang prajurit biasa yang menjelma menjadi seorang pahlawan kuat hingga berhasil membebaskan rakyat Hoda Buana dari jerat pemerintahan zalim kerajaan Sirnabaya."Sungguh aku sangat tertarik dengan cerita ini. Jika berkenan, apakah kau sudi menceritakan semua kepada kami?!" kata Jula Karna penuh harap.Dengan senang hati, Uluma pun langsung menceritakan tentang kisah perjalanan hidup Prabu Serta Madya atau Rintang Lingga Husaini. Semua berdasarkan pengetahuan dari ayahnya yang mengetahui keseluruhan perjalanan hidup Rintang Lingga Husaini sebelum menjadi seorang raja di kerajaan Hoda Buana."Terima kasih, Uluma. Kau sudah banyak memberikan keterangan untuk kami, dan kami san

  • Pewaris Tahta Kerajaan    131. Jula Karna yang Rendah Hati

    Setelah selesai makan siang dan beristirahat sebentar, sang raja dan para punggawanya kembali melanjutkan perjalanan menuju sebuah desa yang berada di pinggiran kadipaten Kunadapa. Selanjutnya mereka akan meneruskan perjalanan tersebut kembali memasuki hutan agar segera sampai di kuta utama Randakala.Senapati Lintang merasa senang, bahwa dirinya sudah bisa menjadi bagian dari pasukan kerajaan Sanggabuana meskipun bukan tumpah darah nenek moyangnya, karena Randakala adalah tumpah darah dirinya yang sebenarnya."Terima kasih banyak Gusti Prabu, karena hamba sudah diajak dalam misi ini. Hari ini hamba bisa kembali melihat pemandangan indah di tanah kelahiran hamba," ucap Senapati Lintang tampak semringah."Apakah Senapati masih memiliki sanak saudara di kerajaan ini? Jika masih, alangkah baiknya nanti kita mampir saja terlebih dahulu.""Sudah tidak ada, Gusti Prabu. Keluarga hamba sudah tewas semua semenjak peristiwa agresi yang dilakukan oleh pihak kerajaan Tonggon," jawab Senapati Lin

  • Pewaris Tahta Kerajaan    130. Prabu Erlangga dan Rombongannya Tiba di Sebuah Desa

    Prabu Erlangga hanya diam menyimak perbincangan para pengawalnya dengan pemuda tersebut. Ia khawatir jika terlalu banyak bicara, Burama tentu akan mengetahui tentang penyamarannya itu, sehingga Prabu Erlangga lebih memilih diam dan menyimak dengan santai penuturan dari pemuda desa tersebut."Apakah raja tidak bertindak tegas terhadap pihak yang bersekutu dengan pemerintah kerajaan Kuta Waluya?" tanya Senapati Lintang."Sang raja hanya diam saja, entah kenapa? Aku pun tidak mengerti apa yang ada dalam pikirkan sang raja. Seakan-akan, dirinya seperti bersembunyi di dalam terang," jawab Burama lirih."Kau jangan berprasangka buruk terhadap pemimpin kerajaan ini. Bisa jadi, itu semua dikarenakan adanya kesimpangsiuran, karena aku yakin bahwa pemimpin kerajaan ini sungguh menyayangi rakyatnya," timpal Senapati Lintang.Burama hanya tersenyum menanggapi perkataan Senapati Lintang. Lalu berkata lagi, "Ketika terjadi pertentangan yang menabur benih perpecahan, aku sebagai rakyat kecil lebih m

  • Pewaris Tahta Kerajaan    129. Bertemu dengan Burama

    Sembilan hari berikutnya ....Prabu Erlangga bersama ratusan prajurit pengawal, sudah berada di wilayah kerajaan Randakala. Hampir satu pekan lamanya, mereka melakukan perjalanan dari kerajaan Sanggabuana menuju wilayah kerajaan tersebut.Perjalanan itu dimulai dari istana menuju kepatihan Kuta Gandok, kepatihan Waluya Jaya, dan terakhir masuk ke wilayah kerajaan Randakala melalui jalur timur kepatihan Waluya Jaya."Kita ini sudah masuk ke wilayah kadipaten Kunadapa," kata sang raja sedikit memperlambat laju kudanya. "Di masa lalu aku pernah berkelana di tempat ini, dan itu berlangsung hampir dua tahun lamanya bersama Paman Landuka," lanjut sang raja berkata kepada Senapati Lintang dan para prajurit lainnya.Tempat yang indah dengan panorama alam yang sungguh menakjubkan, memukau pandangan. Tampak bukit-bukit menjulang tinggi dengan pepohonan lebat menghijau menambah warna bagi keindahan alam di kerajaan tersebut, yang sebagian besar dihuni oleh suku yang sama dengan yang ada di keraj

  • Pewaris Tahta Kerajaan    128. Jundaka dan Salima Resmi Menjadi Prajurit Sanggabuana

    Di ruang utama istana, Prabu Erlangga sedang berbincang dengan Mahapatih Randu Aji dan juga para penasihat istana. Mereka sedang membahas tentang keamanan batas wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah kerajaan Kuta Waluya.Di wilayah tersebut setiap harinya sering terjadi penyelundupan barang-barang ilegal dari para penduduk kerajaan Kuta Waluya. Mereka masuk tanpa izin melewati jalur-jalur tikus yang ada di dalam hutan di sepanjang perbatasan.Mereka sangat cerdik dan pintar ketika melancarkan aksi mereka, sehingga pihak prajurit keamanan tidak dapat mendeteksi pergerakan mereka."Seharusnya, kita ini sudah membangun tembok raksasa sebagai pembatas wilayah kerajaan, agar para penyusup dari Kuta Waluya tidak mudah memasuki wilayah kerajaan ini!" ujar Prabu Erlangga di sela perbincangannya dengan para petinggi istana."Benar, Gusti Prabu. Saat ini memang sudah waktunya kita untuk membangun tembok raksasa di sepanjang perbatasan wilayah kerajaan Kuta Waluya," sahut Anggadita men

  • Pewaris Tahta Kerajaan    127. Senapati Lintang dan Rombongannya Kembali ke Istana

    Singkat cerita ....Senapati Lintang dan rombongannya sudah berhasil menangkap Sukara yang selama ini menjadi buruan pihak kerajaan Sanggabuana. Namun, ketika dalam perjalanan menuju pulang ke Sanggabuana. Sukara nekat melarikan diri, pada akhirnya dua prajurit pengawal dengan terpaksa melemparkan tombak ke tubuh Sukara, hingga penjahat itu pun tewas dan tubuhnya jatuh ke jurang."Tidak apa-apa dia tewas juga, yang terpenting keris ini sudah berhasil kita ambil," kata Saketi lirih sambil menggenggam sebilah keris pusaka milik Kyai Bagaswara.Keris tersebut akan dibawa ke istana, dan akan disimpan di museum kerajaan. Semua berdasarkan restu Kyai Bagaswara yang sudah menghibahkan keris pusaka miliknya kepada pihak kerajaan Sanggabuana."Dia nekat melarikan diri, karena takut jika tiba di istana akan dijatuhi hukuman mati oleh sang raja," kata Senapati Lintang."Benar, Paman. Sehingga Sukara nekat mengambil keputusan seperti itu," sahut Saketi.Beberapa hari kemudian ....Abdullah dan be

  • Pewaris Tahta Kerajaan    126. Ketangguhan Jundaka

    Senapati Lintang dan semua yang ada di tempat tersebut, mengerutkan kening. Mereka merasa heran dengan sikap pemerintah kerajaan tersebut. Mengapa tidak menghukum Sukara yang sudah jelas telah melakukan tindakan melawan hukum."Ada apa dengan Sukara? Kenapa pihak pemerintah kerajaan tidak menjatuhi hukuman untuknya, Ki?" tanya Saketi mengerutkan keningnya menatap wajah pria senja itu."Entahlah, kami pun tidak mengetahui alasan tersebut. Namun, yang paling membuat kami kecewa adalah, Raja justru menjadikan Sukara sebagai seorang punggawa. Meski pada akhirnya, di dipecat karena sudah melakukan kesalahan besar."Apa yang dikatakan oleh Ki Rustapa tentang Sukara memang senada dengan apa yang pernah dikatakan oleh Jundaka beberapa hari lalu kepada Saketi dan yang lainnya.Tidak terasa, perbincangan mereka tiba di waktu tengah malam. Dengan demikian, Ki Rustapa langsung mempersilakan para tamunya itu untuk segera beristirahat.***Di tempat terpisah tepatnya di sebelah timur dari kediaman

  • Pewaris Tahta Kerajaan    125. Ki Rustapa dan Salima Akhirnya Mengetahui Identitas Para Tamunya

    Apa yang ada dalam benak sang senapati, ternyata senada dengan apa yang dipikirkan oleh Saketi dan Sami Aji. Mereka khawatir jika Salima dan Ki Rustapa tahu tentang jati diri mereka yang sesungguhnya. Sudah barang tentu, keduanya akan kecewa dan bahkan akan melaporkan semuanya kepada pihak prajurit kerajaan Kuta Waluya.Meskipun seperti itu, Senapati Lintang pun akhirnya tetap mengizinkan Salima untuk ikut bersama rombongannya. Senapati Lintang sudah memiliki rencana, dirinya akan mengatakan hal yang sebenarnya kepada pemuda itu ketika mereka sudah tiba di kademangan Duri Jaya.Dengan raut wajah berbinar-binar, Salima kemudian berkata kepada Senapati Lintang sembari merangkapkan kedua telapak tangannya."Bagaimana, Paman. Apakah Paman mengizinkan aku untuk ikut bersama rombongan ini?" tanya Salima penuh hormat.Dari raut wajahnya terpancar asa yang begitu besarnya. Dia sangat berharap agar Senapati Lintang menyetujui keinginannya itu.Setelah mempertimbangkan semuanya, maka Senapati L

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status