Bab 5. DI USIR
“Non Intan anda sudah pulang?”
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara orang yang menyapa Intan dari balik jeruji pintu gerbang.
“Eh pak Danang, cepat buka pintu gerbangnya.”
Bukannya menjawab sapaan penjaga rumahnya, Intan malah menyuruh Danang untuk membuka pintu gerbangnya.
Segera saja pintu gerbang besi itu terbuka dari dalam, kemudian Intan masuk ke halaman Mansion keluarga Warsito sambil tangannya menggandeng tangan Jaka.
Pemandangan ini tentu saja membuat Danang penasaran dengan pria yang di bawa pulang nona mudanya.
“Siapa pemuda itu? Apakah dia pacar baru Non Intan?”
Danang hanya bisa membatin dalam hatinya, melihat pemandangan yang tidak biasa.
Setahu Danang, Intan sama sekali belum mempunyai pacar karena selama ini dia sama sekali tidak melihat ada teman pria yang datang mengunjungi Intan.
Dengan sangat ramah, Intan menarik tangan Jaka memasuki Mansion tiga lantai milik keluarganya.
Jaka yang terbiasa hidup di gubuk dengan pagar kayu dan berlantai semen tampak kagum melihat kemegahan serta keindahan interior serta eksterior rumah keluarga Intan.
Saat kakinya menginjak lantai rumah Intan yang terbuat dari marmer import, secara otomatis Jaka membuka sepatunya itu adalah sesuatu yang lumrah sebagai orang yang hidup di kampung saat memasuki rumah dengan lantai yang bersih dan mengkilat.
“Hei, kenapa kamu melepas sepatunya?”
Intan yang melihat apa yang sedang dilakukan Jaka langsung menegurnya.
“Sepatuku kotor, saya takut sepatuku mengotori lantai rumahmu.”
“Heisss… kenapa kamu bicara seperti itu? Cepat pakai lagi sepatumu, rumahku ini bukan masjid tempat ibadah yang harus di lepas sepatunya setiap kali masuk rumah.”
Intan langsung meminta Jaka memakai sepatunya kembali, dengan perlahan Jaka memakai sepatunya kemudian mengikuti Intan masuk kedalam Mansion, lebih tepatnya ke ruang tamu.
Saat ini waktu sudah tengan malam sehingga seluruh keluarga Warsito sudah tidur lelap, setelah meminta Jaka duduk di sofa, Intan segera pergi ke dapur untuk mengambil jus dingin di lemari es kemudian dibawa ke ruang tamu untuk disuguhkan kepada Jaka.
Jaka masih mengagumi keindahan Mansion mewah tempat tinggal Intan, ketika Intan datang sambil membawa satu gelas es jus lemon segar.
“Silahkan diminum, maaf hanya ada ini maklumlah sudah malam. Saya tidak tega membangunkan bibi pembantu untuk membuatkan makanan untuk kita.”
Intan meletakkan gelas yang berisi jus Lemon dingin di depan Jaka sambil tersenyum.
Jaka yang mendapatkan sambutan penuh dengan keramahan dari Intan tentu saja merasa malu, bagaimanapun juga dia anak dari kampung yang terbiasa dipandang rendah oleh semua orang.
Ketika kini dia mendapatkan sambutan yang sangat ramah dari Intan tentu saja Jaka merasa tidak nyaman dan tidak tahu harus bersikap seperti apa menghadapi keadaan yang belum pernah terjadi seumur hidupnya.
“Intan, kamu sudah pulang? Ini siapa yang bertamu malam-malam begini?”
Tiba-tiba terdengar suara orang yang menyapa Intan dari nada suaranya terlihat penasaran dengan apa yang dilihatnya.
“Ayah, kenalin ini Jaka teman kuliah Intan”
Intan segera menoleh ke arah sumber suara, ternyata yang membuat kaget Intan adalah ayahnya atau Rustam Warsito pengusaha sukses di ibukota Jakarta.
Rustam segera memandangi Jaka dengan penuh selidik, tiba-tiba keningnya berkerut ketika dia memandangi penampilan Jaka dengan seksama.
“Intan, kenapa kamu pulang semalam ini?”
Tanpa menghiraukan Jaka yang sudah berdiri dari tempat duduknya dan siap menjabat tangan Rustam Warsito untuk memperkenalkan diri, ketika Rustam malah bertanya kepada Intan dan terlihat jijik setelah melihat penampilan Jaka yang terlihat dengan jelas berasal dari keluarga miskin.
Ekspresi wajah Jaka seketika menjadi jelek melihat sikap abai orang tua Intan kepada dirinya.
“Ayah, tadi Intan habis bertemu dengan teman di Cafe.”
“Kamu ini, kalau mau berteman itu harus lihat-lihat orangnya jangan asal berteman. Kamu jangan pernah malu-maluin keluarga kita, apa kata orang jika tahu kalau generasi muda keluarga Warsito bergaul dengan orang miskin?”
Perkataan Intan langsung diputus ditengah jalan sebelum dia menjelaskan alasan dia bisa bersama Jaka.
Hal seperti ini sangatlah wajar bagi keluarga konglomerat sekelas keluarga Warsito untuk menjaga pergaulan dan pertemanannya.
Meskipun mereka tidak pernah memandang rendah karyawan mereka saat di kantor maupun di rumah, akan tetapi mereka sangat melarang anak mereka bergaul dengan orang dari kalangan yang lebih rendah dari keluarga Warsito.
Pikiran ini sering di lakukan seluruh keluarga kaya dimanapun tempatnya, mereka hanya akan bersikap ramah saat sedang direkam oleh wartawan maupun saat berada di situasi membutuhkan sikap baik kepada kalangan bawah.
Seperti saat ini ketika Intan pulang bersama seorang teman pria yang terlihat dari keluarga miskin, sikap asli Rustam terlihat sangat jelas.
Jaka yang merasa diabaikan orang tua Intan ekspresi wajahnya langsung berubah menjadi jelek.
Sebelumnya dia sudah merasa dan tahu kalau setiap orang kaya tidak akan suka dengan dirinya yang berasal dari keluarga miskin.
Akan tetapi tadi dia dipaksa Intan untuk masuk kedalam rumahnya yang mewah, dengan tanpa daya dia akhirnya ikut masuk kedalam rumah Intan.
Tapi kini setelah melihat sikap orang tua Intan yang tidak suka dengan kehadirannya di rumah mereka, membuat perasaan Jaka menjadi buruk dan perasaan rendah dirinya semakin bertambah.
Perlahan Jaka mulai bangkit dari duduknya dan berdiri menghadap ke arah Rustam yang sedang menasehati Intan.
“Intan saya pamit mau pulang terlebih dahulu.”
Dengan perasaan segan Jaka berpamitan kepada Intan, dia tidak berpamitan dengan Rustam Warsito atau ayahnya Intan karena sedari awal sepertinya tidak menyukai kedatangannya bersama Intan.
Tentu saja Jaka tahu diri kalau dia yang berasal dari keluarga miskin memang sama sekali tidak pantas bergaul dengan Intan yang berasal dari keluarga kaya.
Tapi apa yang dilakukan Jaka semakin membuat Rustam atau ayahnya Intan semakin tidak suka dengan Jaka melihat ketidak sopanan nya yang tidak berpamitan kepada dirinya saat berpamitan mau pulang.
“Jaka kamu istirahat sebentar habisin jusnya terlebih dahulu.”
“Terimakasih, saya pulang saja dulu sudah malam.”
“Kalau mau pulang cepat pulang, jangan lama-lama disini mengganggu istirahat orang saja.”
Rustam yang mendengar Jaka berpamitan dengan Intan langsung menyahut dan memotong percakapan mereka.
Sebagai orang tua tentu saja Rustam sangat menjaga pergaulan Intan agar jangan sampai salah pergaulan, apalagi sampai berpacaran dengan teman pria yang berasal dari keluarga miskin.
“Om saya pamitan, maaf sudah mengganggu istirahat Om sekeluarga.”
Meskipun kesal dengan Rustam, Jaka akhirnya tetap berpamitan juga setelah diusir secara halus olehnya.
“Pergilah, lain kali jangan pernah datang ke tempat ini lagi.”
Rustam melambaikan tangannya untuk mengusir Jaka diikuti perkataannya yang cukup menyakitkan di telinga.
***
Bab 6. SALAH PAHAM “Intan saya pulang dulu.” “Jaka tunggu, jangan pergi biar pak sopir mengantarmu pulang.” “Tidak perlu, saya naik taksi saja,” sahut Jaka yang sudah mulai berjalan keluar dari ruang tamu Mansion keluarga Warsito. Intan yang melihat Jaka pergi begitu saja dari rumahnya merasa sangat bersalah dan akan menyusul keluar, tapi langkahnya terhenti karena tangannya di pegang dengan kuat oleh Rustam yang menatapnya dengan mata memerah karena marah. “Diamlah, biarkan orang miskin itu pergi. Apa kamu tahu siapa kamu dan siapa dia? Lihatlah keluarga kita, apa pantas putri keluarga Warsito bergaul dengan pria miskin seperti itu?” “Ayah, ayah tidak tahu siapa Jaka itu? Kenapa ayah begitu kasar kepadanya? Apa ayah tahu kalau tidak ada Jaka yang datang menolong Intan mungkin Intan malam ini tidak bisa pulang menemui ayah. Ayah sudah memalukan Intan… hiks hiks hiks…”Intan berteriak sambil berusaha melepaskan tangannya yang dicengkram dengan erat oleh Ru
Bab 7. PENGHINAAN DUA WANITA CANTIK Sementara itu Jaka yang ada di dalam taksi tampak tersenyum masam mengingat perlakuan orang tua Intan kepadanya. Sebelumnya dia memang sudah menolak untuk masuk kedalam Mansion keluarga Warsito yang terlihat begitu megah, karena dia yang sudah terbiasa akan hinaan dari orang-orang yang lebih kaya darinya sudah menyadari apa yang akan terjadi pada dirinya jika masuk kedalam rumah yang begitu mewah. Dan kenyataan ini benar-benar terjadi, membuat Jaka hanya bisa menghela nafas berat mengingat kejadian pahit di rumah Intan. Akhirnya taksi yang dinaiki Jaka sampai juga di gang yang menuju kontrakannya, setelah membayar ongkos taksi Jaka keluar dengan tak lupa mengucapkan terimakasih kepada sopir taksi. Kontrakan Jaka terletak dalam sebuah gang, maklumlah Jaka hanya mampu menyewa rumah di tempat ini yang harga sewanya cukup murah, yaitu satu juta rupiah satu bulannya dengan kamar mandi didalam dan listrik membayar sendiri.
Bab 8. PERMINTAAN MAAF Pedagang bubur ayam tampak tersenyum masam melihat tingkah laku kedua wanita cantik ini. “Ternyata kecantikan tidak bisa membuat kedua wanita ini bersikap baik kepada orang lain, tapi kecantikannya malah di gunakan untuk menghina orang lain. Sepertinya mereka belum mendapat karma dari apa yang mereka ucapkan,” gumam pedagang bubur ayam sambil mencuci mangkuk kotor di tangannya. Tentu saja pedagang bubur ayam tidak berani menghentikan perkataan kedua wanita cantik itu yang menghina Jaka, karena dia juga orang kecil dan sedang berdagang, jadi tidak elok jika membuat keributan di tempat kerjanya. Jaka yang pergi meninggalkan lapak bubur ayam, segera berjalan dengan cepat menuju rumah kontrakannya. Jaka sudah kebal dengan segala ejekan dari orang-orang disekitarnya sehingga dia sama sekali tidak marah, yang bisa dilakukannya hanyalah menahan semua emosinya dalam hati. Waktu berjalan dengan cepat, saat ini Jaka sudah berangkat kuliah sepe
Bab 9. ISABELLA “Apa? Kaos polos seperti ini saja harganya lima ratus ribu rupiah? Tulisannya juga cuma sebuah simbol kecil, benar-benar mahal pakaian di tempat ini.”Jaka menghela nafas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya setelah melihat harga yang tercantum pada setiap pakaian pria yang di pajang. Sebenarnya harga yang tercantum di setiap pakaian yang dipajang sangatlah wajar, karena pakaian yang di jual di Mall ini merupakan barang kelas menengah keatas. Berbeda dengan pakaian yang dikenakan Jaka yang dibeli dengan harga murah di pasar tradisional yang ada di desanya, yang dibuka dua kali dalam satu minggu. Jaka melihat kearah pakaian yang dikenakannya, senyumnya tampak masam setelah melihat pakaian yang dikenakannya. “Ternyata pakaianku sangatlah jelek dan sepertinya tidak pantas di pakai di tempat seperti ini,” gumam Jaka setelah melihat pakaian yang dikenakannya dari atas hingga bawah dan melihat sepatunya yang sudah butut. Rasa malu seketika
Bab 10. TAWARAN KERJA MENGGIURKAN Isabella kembali tersenyum mendengar pertanyaan Jaka, kemudian menatap Jaka dengan tatapan sendu dan matanya memerah menahan nafsunya yang mulai naik keubun-ubun setelah berdekatan dengan Jaka. Fantasi Isabella sudah mengembara kemana-mana membayangkan apa yang akan terjadi jika dia bisa menaklukkan Jaka dan bisa bermain di atas tempat tidur dengannya. “Pekerjaan yang tante tawarkan sangat mudah dan menyenangkan, jika kamu menerima tawaran ini tante bisa membelikan sepeda motor, baju bagus dan uang yang banyak.” Isabella berkata dengan senyuman penuh dengan kegembiraan menghiasi wajahnya. Jaka yang mendengar tawaran Isabella menatapnya dengan ekspresi bodoh, dalam hati dia tidak mengerti. Pekerjaan apa yang akan di berikan wanita di depannya, masa iya ada pekerjaan yang mudah dan menyenangkan dengan bayaran yang cukup menggiurkan bagi Jaka yang masih lugu ini. Otak Jaka terus bekerja memikirkan pekerjaan apa
Bab 11. TANTE GIRANG “Lihat tuh, ada tante Girang yang baru saja menemukan mangsanya.” “Iya, lihat juga tuh. Pria itu memang ganteng. Tapi lihat pakaian yang dikenakannya terlihat sangat jelek.” “Benar sekali, pantas saja pria itu mau dengan tante Girang itu setelah melihat pakaian yang dikenakannya.” “Maklumlah jaman sekarang sudah banyak yang meninggalkan norma-norma yang diajarkan agama.” “Memang benar, jaman ini memang jaman edan kalau tak edan tidak akan mendapatkan apa yang diinginkannya.” Darko yang sedang berjalan dengan Isabella, entah mengapa bisa mendengar bisikan pengunjung Mall yang sedang membicarakan dirinya. Awalnya Jaka tidak menyadari kalau yang sedang mereka bicarakan adalah dirinya, akan tetapi setelah mendengar tentang pria yang memakai pakaian jelek barulah dia tahu siapa yang sedang menjadi bahan pergunjingan. Saat itu juga Jaka tahu kalau yang sedang mereka bicarakan adalah dirinya, perlahan dia memandang ke sekeliling
Bab 12. LEGENDA TANAH JAWA Tak lama kemudian Jaka sudah dalam sikap duduk bersila sambil memejamkan matanya, pernafasannya terlihat sangat halus, matanya terpejam. Seakan tubuh Jaka bukan miliknya lagi, dia hanya boneka yang menuruti apa perintah pemiliknya tanpa mampu membantah sedikitpun. Setelah Jaka dalam kondisi fokus dalam semedinya, tiba-tiba sebuah cahaya keemasan memasuki tubuhnya melalui ubun-ubunnya. Cahaya keemasan ini sendiri berasal dari mulut Prabu Antaboga yang sedang membuka matanya dan memindahkan semua kemampuannya yang sangat hebat kedalam tubuh Jaka seperti air bah yang memasuki jurang tanpa dasar di tubuh Jaka. Jaka tidak tahu entah berapa lama dia dalam kondisi semedi, hingga akhirnya dia muncul kembali di hutan yang ada di gunung Kelud dalam keadaan tak sadarkan diri dengan tubuh bersih tanpa ada luka sedikitpun. Jaka tidak tahu kalau dia berada di dalam gua pertapaan Prabu Antaboga selama tujuh hari lamanya. Tim SAR ya
Bab 13. BRONDONG GANTENG Kembali ke Jaka pada saat ini yang tidak menyadari kemampuan dirinya dan berasal darimana kemampuan ini. Saat ini pendengaran Jaka sangatlah kuat, saat ini dia bisa mendengar dengan jelas setiap bisikan pengunjung Mall dalam jarak seratus meter dengan begitu mudahnya. Jaka sebenarnya merasa risih digandeng tangannya oleh tante Isabella, tapi meskipun merasa risih dia masih diam saja karena menganggap Isabella sebagai ibunya. Maklumlah usia Isabella memang lebih tua dua puluh lima tahun daripada Jaka, sehingga Jaka menganggapnya sebagai tantenya saja. Mungkin saking lugu dan kurang berpengalamannya Jaka sehingga dia merasa biasa saja berjalan berdampingan dengan Isabella. “Jaka, coba kamu pakai baju ini.”Isabella berkata sambil menyerahkan kemeja lengan pendek dan celana panjang kain kepada kepada Jaka sambil tersenyum. Jaka merasa bingung disuruh mencoba pakaian baru oleh Isabella, dia tidak langsung pergi ke ruang ganti mes
Bab 117. AKSI JAKA KELUD Tangan yang memegang pistol langsung diarahkan ke tubuh Jaka Kelud, meskipun dengan tangan gemetar. Dor! Dor! Dor! Dor! Suara tembakan mengagetkan warga yang sedang menonton keributan ini, wajah semua orang memucat karenanya. Sementara itu empat peluru mengenai tubuh Jaka dengan telak di bagian dadanya, pakaian yang dikenakannya langsung berlubang. Kedua penculik itu tersenyum gembira, ketika melihat tembakan mereka dengan tepat mengenai tubuh bagian depan Jaka yang berdiri di depan pintu belakang. “Ha ha ha ha…. rasain tuh makan pelor panas, makanya jadi orang jangan suka mencampuri urusan orang,” ejek salah satu penculik sambil memandang ke tubuh Jaka yang berdiri di depan pintu. Rasa takut mereka berdua langsung menghilang, setelah tembakan mereka mengenai tubuh Jaka Kelud. Akan tetapi kegembiraan mereka segera menghilang ketika sebuah senyuman muncul dari wajah pemuda yang memasukkan kepalanya kedalam mobil.
Bab 116. MENGHANCURKAN MOBIL PENCULIK “Ada apa ini? Kalian menabrak kakak ini ya?” Tiba-tiba terdengar suara orang menegur pria yang sedang memarahi Jaka, seketika pria yang sedang dirundung emosi segera tersadar dan menoleh ke arah sumber suara. Seketika itu juga ekspresi wajah pria gerombolan penculik langsung berubah, di sekelilingnya ternyata sudah ada puluhan warga yang penasaran dengan apa yang terjadi. “Eh… tidak apa-apa, hanya saja pria ini ingin bunuh diri dengan cara menabrakkan tubuhnya ke mobil kami,” dengan gagap pria kelompok penculik memberi alasan atas apa yang sedang terjadi. Puluhan warga yang sudah mendekat ke keramaian ini, langsung saling pandang. Antara percaya dan tidak percaya, mereka segera mendekat kearah Jaka. “Bang ada apa ini? Apa benar kamu ingin bunuh diri?” “Siapa yang ingin bunuh diri? Mulut pria itu saja yang asal ngomong, bapak-bapak, kebetulan anda ada disini. Saya berusaha menghentikan mobil ini karena mereka ada
Bab 115. MENGHADANG MOBIL PENCULIK “Tolong beri jalan,” ucap Jaka sambil menatap ketiga pemuda kampung di depannya. “Beri jalan? He he he he…. sepertinya kamu tidak tahu apa yang terjadi pada dirimu yang sudah berani memasuki kamar wanita yang bukan muhrim?” celetuk Anto sambil menatap sinis ke arah Jaka. Ketiga pemuda kampung ini berjejer rapi menghalangi jalan keluar Jaka dari kamar kontrakan Dian Utami. “Bang Anto, apa yang kamu lakukan? Beri jalan kepada temanku!” perintah Dian Utami sambil melotot ke arah Anto dan kedua temannya. Anto dan kedua temannya seakan tidak mendengar perkataan Dian Utami, mereka bertiga tetap menghalangi jalan keluar Jaka dengan senyum penuh ejekan membayang di wajah mereka. Jaka menatap pemuda kampung di depannya dengan perasaan tidak suka, melihat ketiganya bersikeras untuk menghalangi jalannya, Jaka tetap melangkah untuk menabrak mereka bertiga. Telapak tangan Jaka mengibas seperti mengusir lalat yang mengerubuti
Bab 114. DISANGKA KUMPUL KEBO Tiga wanita yang ada di rumah kontrakan Dian Utami memandangi sosok Jaka dan Dian Utami silih berganti, dengan hati penuh dengan seribu pertanyaan. “Teman-teman, kenalkan ini Jaka,” kata Dian Utami begitu memasuki rumah kontrakannya. “Hai,” sapa Jaka kepada ketiga gadis yang ada di rumah kontrakan. “Ehem… ehem… Dian, ngomong-ngomong sejak kapan kamu kenal dengan Om ganteng ini?” tanya salah satu teman Dian sambil melirik ke arah Jaka dengan ekspresi penasaran. Bagaimanapun juga mereka berempat adalah sahabat baik, sehingga apa yang terjadi pada setiap orang, yang lainnya pasti tahu. Tapi sekarang ketika Dian Utami pulang sambil membawa Jaka, tentu saja mereka bertiga sangat terkejut dan penasaran. “Perlu diceritakan apa tidak ya?” canda Dian dengan ekspresi lucu dan memainkan matanya ke arah mereka. Pada saat ini, Dian Utami sangat senang, karena dia bisa bertemu dengan pemuda pujaannya yang semalam dikenali.
Bab 113. PERTEMUAN YANG TIDAK DISANGKA Dian Utami yang melihat Jaka tampak bingung, hanya bisa tersipu malu. Memang pergaulan di kota besar, membuat setiap Individu di dalamnya menjadi seseorang yang pemberani dan menghilangkan rasa malu untuk sebagian individu. Seperti halnya Dian Utami yang mempunyai impian untuk mempunyai kekasih dari golongan kaya. Kini ketika dia bertemu seorang pemuda yang mengemudikan mobil mewah, tentu saja dia berusaha keras untuk mendapatkannya. Meskipun dia berusaha menyembunyikan rasa malunya. “Iya, kalau boleh,” sahut Dian Utami sambil menundukkan wajahnya menahan malu. “Sepertinya tidak perlu, mungkin lain kali kalau kita bertemu lagi akan saya pikirkan,” kata Jaka pada akhirnya. Tentu saja Jaka tidak ingin banyak orang mengetahui nomor ponselnya yang akan membuatnya merasa tidak nyaman. Setelah itu Jaka masuk kedalam mobilnya dan membuka kaca jendelanya dan berkata, “Terimakasih sudah membantu membawakan baran
Bab 112. DIAN UTAMI Ekspresi Jaka tetap datar, namun dari sinar matanya bang Jago bisa melihat, kalau di tatapan pemuda di depannya ini ada cahaya kematian yang terpancar. Akhirnya sampai juga Jaka di depan bang Jago dan jarak mereka hanya sisa dua meter lagi. “Sepertinya kalian sudah sering membuat masalah dan mengganggu masyarakat kecil. Hmmm… sebaiknya kamu sebagai pemimpin mereka diapakan ya?” gumam Jaka sambil mengusap dagunya yang mulus, sambil tersenyum sinis ke arah bang Jago. “Ampun, tolong ampuni saya. Kami tidak akan berbuat onar lagi,” pinta bang Jago sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Dakh… “Argh….” Tiba-tiba sebuah tendangan kilat mengenai perut bang Jago yang mau berlutut kepadanya sebagai bentuk permintaan maaf. Jaka yang tidak menyukai ada orang yang berlutut kepada sesama manusia. Apalagi kepada dirinya, segera saja dia mengayunkan kakinya yang tepat mengenai perut bang Jago. Tendangan kilat itu
Bab 111. SERANGAN MAUT MENYELESAIKAN MASALAH Orang yang merupakan pemimpin para preman ini segera turun dari motornya dan berjalan ke arah Jaka dengan langkah tegap dan tatapan penuh dengan penghinaan memandang kearah Jaka. “Hei keparat, apakah kamu yang sudah berani melukai anak buahku?” gertak bang Jago begitu turun dari motornya. Jaka tidak menjawab pertanyaan bang Jago, dia tetap duduk dengan santai, tapi bola matanya berputar dan ekspresi wajahnya penuh dengan ejekan. “Kurang ajar, apa kamu tidak tahu sekarang sedang berada dimana? Cepat kamu berikan uang pengobatan untuk anak buahku, kalau tidak kamu akan saya hajar lebih parah dari anak buahku!” Jaka tetap diam, dia sangat malas beradu argumen dengan para preman yang sukanya membuat onar terhadap masyarakat. “Kurang ajar, sepertinya kamu orang bisu yang perlu diberi pelajaran, agar tahu kamu sedang berhadapan dengan siapa. Kamu, kamu, dan kamu hajar keparat ini dan suruh dia berlutut di hadapa
Bab 110. GENG BANG JAGO Kening Jaka berkerut ketika mendengar perkataan kedua preman di depannya, dalam hati dia berkata, “Sepertinya ada orang yang ingin mati, berani membuat masalah denganku.” Semangat Jaka kini sudah berubah setelah tahu, kalau dia memiliki kekuatan yang sangat hebat warisan dari Naga Majapahit yang sedang bertapa. “Terus apa mau kalian? Kalau kalian tidak menerima uang sepuluh ribu ini, maka uang ini akan saya masukkan ke dalam kantong lagi,” kata Jaka sambil mengambil uang yang tergeletak di atas meja. Brakk…. Melihat keberanian Jaka, seketika kedua preman ini langsung menggebrak meja dengan keras, membuat pemilik warung nasi goreng ketakutan. Jaka tampak tidak peduli dengan kemarahan kedua preman di depannya, dia menatap kedua preman itu dengan tatapan sinis. “Kamu melawan perintah kami? Apa kamu mau mati?” bentak salah satu preman yang berdiri di belakang temannya sambil menyodorkan tinjunya kearah Jaka. “Pergilah,
Bab 109. AJIAN LAMPAH LANGIT Saking senangnya Jaka melompat begitu saja keatas, dan tanpa sadar lompatannya sangatlah tinggi hingga melewati genteng rumahnya yang berlantai tiga. Wuss… Tentu saja Jaka sangat panik ketika tubuhnya tiba-tiba saja melesat ke atas dengan sangat cepat melewati atap rumahnya dan terus naik hingga ketinggian seratus meter. Jaka segera mengatur nafas dan emosinya untuk mengontrol gerakan tubuhnya yang melayang di udara. Setelah nafasnya kembali normal dan menghilang rasa kagetnya, dengan perlahan Jaka berusaha mempraktekkan ilmu Ajian Lampah Langit yang membuatnya bisa melayang di udara hampa. Setelah menghentikan daya lontar tubuhnya, Jaka berusaha menapakkan kakinya di atas udara dan ajaibnya, seketika itu juga udara yang di injak kakinya langsung memadat. “Wah hebat, ternyata ilmu yang diberikan guru Naga sangat hebat,” ucap Jaka sambil berjalan-jalan di atas udara kosong sambil menari. Saking senangnya bisa berjal