Bab 4. MENYELAMATKAN INTAN
Jaka berteriak dengan lantang setelah menampar kelima pria yang akan memasukkan Intan kedalam mobil SUV.
Tubuh kelima pria itu langsung jatuh menghantam tanah dengan cepat, untungnya Jaka menampar tidak terlalu keras sehingga keempat pria ini tidak sampai mati. Meskipun tidak sampai mati, tapi dari keempat panca indera mereka berempat mengeluarkan darah yang membuat keempat pria ini langsung tak sadarkan diri tanpa tahu siapa orang yang memukul mereka.
“Kamu tidak apa-apa?”
Jaka segera menanyai Intan yang sedang shock melihat keempat pria yang akan menculiknya tiba-tiba jatuh terkapar begitu saja dan tiba-tiba juga di sampingnya sudah berdiri pria miskin yang dikenalnya.
“Jaka….”
Sepasang mata indah Intan tiba-tiba berkabut setelah mengamati dengan jelas sosok pria yang menolongnya.
Jaka hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya dengan pelan sebagai tanda mengiyakan pertanyaan Intan.
“Jaka…. saya benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi kalau kamu tidak datang… ihik ihik ihik…”
Tiba-tiba Intan menangis terharu sambil menatap Jaka sambil memegangi tangannya, di tatapan mata Intan dipenuhi dengan rasa terimakasih yang tiada terhingga atas pertolongannya.
Kemudian tanpa Jaka bersiap untuk menerima apa yang terjadi, Intan sudah memeluknya dengan erat sambil menangis di dadanya.
Tatapan Jaka langsung kosong memandang ke kejauhan setelah Intan memeluk tubuhnya.
Bau harum parfum mahal dan wangi rambut Intan menyeruak memasuki lobang hidungnya membuat otak Jaka langsung dipenuhi dengan fantasi yang membuatnya tiba-tiba mimisan dan dari lobang hidungnya keluar darah.
“Sudahlah, ayo saya antar kamu pulang. Jangan kelamaan di tempat ini nanti akan menimbulkan kehebohan yang tidak perlu.”
Jaka segera menarik tubuh Intan yang sedang memeluk tubuhnya dengan satu tangan memegangi lobang hidungnya yang mengeluarkan darah.
Hal ini sangatlah wajar, karena selama ini Jaka tidak terlalu dekat dengan wanita, sehingga ketika sekarang ada wanita cantik yang memeluknya tentu saja dia tidak bisa menahan fantasi aneh itu.
Setelah mendorong tubuh Intan agar melepas pelukannya, segera saja Jaka mendongak menatap langit agar darah yang keluar dari mulutnya tidak sampai jatuh.
Sementara itu Intan yang melihat apa yang dilakukan Jaka tampak tersenyum, karena dia juga bisa melihat kalau dari lobang hidung Jaka mengeluarkan darah.
“Tutup pakai ini darahmu.”
Intan segera menyerahkan tisu yang selalu di bawa di dalam tas kecilnya kepada Jaka untuk menghapus dan menghentikan aliran darah yang keluar dari hidungnya.
Jaka segera menerima tisu dari tangan Intan dan menggulung kecil, kemudian memasukkan ke lobang hidungnya untuk mencegah darah keluar.
Pemandangan aneh langsung terpampang di hadapan Intan yang membuatnya tertawa kecil sambil menatap wajah Jaka yang seperti badut.
“Hi hi hi hi… kamu lucu banget seperti badut hi hi hi hi….”
Jaka langsung tersenyum masam melihat tawa Intan yang sedang memandangi wajahnya yang terlihat aneh.
“Ayo kita pergi, jangan sampai ada orang yang melihat kita disini.”
Setelah menutup kedua lubang hidungnya dengan tisu, Jaka segera menarik tangan Intan dan membawanya keluar dari area tempat parkir klub malam.
Dengan tubuh sedikit sempoyongan Intan ikut berjalan dengan cepat di belakang Jaka yang menyeretnya seperti sedang menyeret kayu saja.
“Tunggu jangan cepat-cepat.”
Dengan terengah-engah Intan meminta Jaka untuk memelankan jalannya karena dia sudah tidak bisa berjalan lagi dengan cepat.
Jaka segera menghentikan langkahnya setelah cukup jauh dari club malam yang sebelumnya di kunjungi Intan.
Jaka segera menatap wajah Intan yang ada di depannya yang terlihat memerah dengan keringat membasahi wajahnya.
“Sebaiknya kamu segera pulang, tak baik wanita secantik kamu di luar malam-malam begini.”
Intan tampak terkejut mendengar saran dari Jaka, dia sama sekali tidak menyangka kalau pria miskin yang selama ini selalu bersikap rendah diri bisa memujinya sebagai wanita cantik.
Intan langsung tersenyum dan menatap Jaka dengan tatapan menggoda dalam diam.
Jaka yang di tatap oleh Intan tampak mengernyitkan dahinya, dia tampak bingung melihat Intan menatapnya seperti tatapan seorang kekasih kepada dirinya.
Sementara itu di kejauhan lebih tepatnya di depan club malam sebelumnya terlihat lampu sirine polisi terlihat memasuki tempat parkir club malam itu di iringi sirine ambulans di belakangnya.
“Ada Polisi, Sepertinya ada yang melaporkan kejadian ini ke polisi. Ini sangat berbahaya kalau kita sampai ketahuan.” gumam Jaka dalam hatinya.
Kemudian tanpa berkata apa-apa lagi dia melambaikan tangan ke arah taksi yang sedang lewat.
Setelah taksi itu berhenti, Jaka segera menarik tangan Intan untuk masuk ke dalam taksi meninggalkan keterkejutan di hati Intan.
“Berangkat pak.”
Darko memerintahkan sopir taksi untuk menjalankan kendaraannya setelah Jaka dan Intan masuk ke kursi belakang.”
Tanpa banyak bicara sopir taksi menjalankan mobilnya meskipun dia belum menanyakan tujuan Jaka dan Intan.
Setelah berjalan cukup jauh barulah sopir taksi bertanya sambil menatap kearah Jaka melalui spion yang ada di atas kepalanya.
“Om, anda mau diantar kemana?”
Jaka tidak langsung menjawab pertanyaan sopir taksi, sebaliknya dia menoleh ke arah Intan yang duduk di sampingnya kemudian berkata, “Alamat rumahmu dimana?”
“Pergi ke Pondok Indah pak.”
Terdengar suara Intan menyebutkan alamat yang dituju sambil memandang ke arah sopir taksi.
“Baik Non.”
Setelah mendapat jawaban dari Intan, sopir taksi segera fokus mengemudi menatap kearah jalanan di depannya dan menghiraukan Jaka dan Intan yang sedang terdiam dengan pikirannya masing-masing.
Sementara itu Jaka tampak terkejut begitu tahu kalau alamat yang dituju taksi ini adalah Jakarta selatan selnih tepatnya di komplek perumahan mewah Pondok Indah.
Meskipun Jaka baru satu tahun tinggal di Jakarta dan belum terlalu banyak berkunjung ke sisi lain kota Jakarta, tapi Jaka sudah tahu dimana letaknya perumahan mewah Pondok Indah.
Jaka tampak tersenyum masam mengetahui kalau dia akan mengantar Jaka ke Jakarta Selatan, karena dia harus balik lagi ke tempat kostnya yang ada di Jakarta pusat lagi setelah mengantar Intan ke rumahnya.
Seharusnya dia pulang untuk beristirahat setelah musibah yang menimpanya di lokasi konstruksi, tapi kini dia tidak akan bisa beristirahat lebih awal demi teman kuliahnya ini.
Akhirnya taksi yang dinaiki mereka berhenti di depan sebuah rumah mewah tiga lantai yang sangat mewah, dari pintu gerbang terlihat deretan mobil mewah berbaris rapi di garasi rumah mewah ini.
“Ayo turun,” Intan segera mengajak Jaka untuk ikut turun dari taksi.
“Aku langsung pulang saja, yang penting kamu sudah sampai rumah dengan selamat.”
Jaka menolak ajakan Intan untuk mampir ke rumahnya yang terlihat mewah, tapi Intan tampaknya tidak mengijinkan Jaka untuk langsung pulang.
Tangan Jaka dipegang dan ditarik keluar dari dalam taksi setelah dia membayar ongkos taksinya.
Dengan tanpa daya Jaka ikut keluar dari taksi dan berdiri dengan gugup di depan pintu gerbang setinggi tiga meter di depannya.
“Apa tidak sebaiknya saya langsung pulang saja? Yang penting kamu sudah sampai di rumah dengan selamat.”
Jaka berkata dengan wajah penuh dengan permohonan berusaha menghindari ajakan Intan untuk mampir ke rumahnya.
Bagi Jaka sangatlah tidak pantas bagi dia yang berasal dari keluarga miskin sampai memasuki rumah yang begitu mewah di depannya.
Apalagi sekarang hampir tengah malam, sehingga lebih tidak pantas lagi bagi Jaka untuk bertamu di rumah seorang wanita.
Intan hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, “Anu, Jaka... aku hanya ingin berterima kasih padamu... Jadi... mau kan mampir ke rumahku untuk...”
Mendengar itu, Jaka hanya bisa menelan ludah menatap rona merah di wajah Intan. Apalagi... menatap tubuh Intan yang begitu berisi dan montok itu...
***
Bab 5. DI USIR “Non Intan anda sudah pulang?”Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara orang yang menyapa Intan dari balik jeruji pintu gerbang. “Eh pak Danang, cepat buka pintu gerbangnya.”Bukannya menjawab sapaan penjaga rumahnya, Intan malah menyuruh Danang untuk membuka pintu gerbangnya. Segera saja pintu gerbang besi itu terbuka dari dalam, kemudian Intan masuk ke halaman Mansion keluarga Warsito sambil tangannya menggandeng tangan Jaka. Pemandangan ini tentu saja membuat Danang penasaran dengan pria yang di bawa pulang nona mudanya. “Siapa pemuda itu? Apakah dia pacar baru Non Intan?”Danang hanya bisa membatin dalam hatinya, melihat pemandangan yang tidak biasa. Setahu Danang, Intan sama sekali belum mempunyai pacar karena selama ini dia sama sekali tidak melihat ada teman pria yang datang mengunjungi Intan. Dengan sangat ramah, Intan menarik tangan Jaka memasuki Mansion tiga lantai milik keluarganya. Jaka yang terbiasa hidup di gubuk
Bab 6. SALAH PAHAM “Intan saya pulang dulu.” “Jaka tunggu, jangan pergi biar pak sopir mengantarmu pulang.” “Tidak perlu, saya naik taksi saja,” sahut Jaka yang sudah mulai berjalan keluar dari ruang tamu Mansion keluarga Warsito. Intan yang melihat Jaka pergi begitu saja dari rumahnya merasa sangat bersalah dan akan menyusul keluar, tapi langkahnya terhenti karena tangannya di pegang dengan kuat oleh Rustam yang menatapnya dengan mata memerah karena marah. “Diamlah, biarkan orang miskin itu pergi. Apa kamu tahu siapa kamu dan siapa dia? Lihatlah keluarga kita, apa pantas putri keluarga Warsito bergaul dengan pria miskin seperti itu?” “Ayah, ayah tidak tahu siapa Jaka itu? Kenapa ayah begitu kasar kepadanya? Apa ayah tahu kalau tidak ada Jaka yang datang menolong Intan mungkin Intan malam ini tidak bisa pulang menemui ayah. Ayah sudah memalukan Intan… hiks hiks hiks…”Intan berteriak sambil berusaha melepaskan tangannya yang dicengkram dengan erat oleh Ru
Bab 7. PENGHINAAN DUA WANITA CANTIK Sementara itu Jaka yang ada di dalam taksi tampak tersenyum masam mengingat perlakuan orang tua Intan kepadanya. Sebelumnya dia memang sudah menolak untuk masuk kedalam Mansion keluarga Warsito yang terlihat begitu megah, karena dia yang sudah terbiasa akan hinaan dari orang-orang yang lebih kaya darinya sudah menyadari apa yang akan terjadi pada dirinya jika masuk kedalam rumah yang begitu mewah. Dan kenyataan ini benar-benar terjadi, membuat Jaka hanya bisa menghela nafas berat mengingat kejadian pahit di rumah Intan. Akhirnya taksi yang dinaiki Jaka sampai juga di gang yang menuju kontrakannya, setelah membayar ongkos taksi Jaka keluar dengan tak lupa mengucapkan terimakasih kepada sopir taksi. Kontrakan Jaka terletak dalam sebuah gang, maklumlah Jaka hanya mampu menyewa rumah di tempat ini yang harga sewanya cukup murah, yaitu satu juta rupiah satu bulannya dengan kamar mandi didalam dan listrik membayar sendiri.
Bab 8. PERMINTAAN MAAF Pedagang bubur ayam tampak tersenyum masam melihat tingkah laku kedua wanita cantik ini. “Ternyata kecantikan tidak bisa membuat kedua wanita ini bersikap baik kepada orang lain, tapi kecantikannya malah di gunakan untuk menghina orang lain. Sepertinya mereka belum mendapat karma dari apa yang mereka ucapkan,” gumam pedagang bubur ayam sambil mencuci mangkuk kotor di tangannya. Tentu saja pedagang bubur ayam tidak berani menghentikan perkataan kedua wanita cantik itu yang menghina Jaka, karena dia juga orang kecil dan sedang berdagang, jadi tidak elok jika membuat keributan di tempat kerjanya. Jaka yang pergi meninggalkan lapak bubur ayam, segera berjalan dengan cepat menuju rumah kontrakannya. Jaka sudah kebal dengan segala ejekan dari orang-orang disekitarnya sehingga dia sama sekali tidak marah, yang bisa dilakukannya hanyalah menahan semua emosinya dalam hati. Waktu berjalan dengan cepat, saat ini Jaka sudah berangkat kuliah sepe
Bab 9. ISABELLA “Apa? Kaos polos seperti ini saja harganya lima ratus ribu rupiah? Tulisannya juga cuma sebuah simbol kecil, benar-benar mahal pakaian di tempat ini.”Jaka menghela nafas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya setelah melihat harga yang tercantum pada setiap pakaian pria yang di pajang. Sebenarnya harga yang tercantum di setiap pakaian yang dipajang sangatlah wajar, karena pakaian yang di jual di Mall ini merupakan barang kelas menengah keatas. Berbeda dengan pakaian yang dikenakan Jaka yang dibeli dengan harga murah di pasar tradisional yang ada di desanya, yang dibuka dua kali dalam satu minggu. Jaka melihat kearah pakaian yang dikenakannya, senyumnya tampak masam setelah melihat pakaian yang dikenakannya. “Ternyata pakaianku sangatlah jelek dan sepertinya tidak pantas di pakai di tempat seperti ini,” gumam Jaka setelah melihat pakaian yang dikenakannya dari atas hingga bawah dan melihat sepatunya yang sudah butut. Rasa malu seketika
Bab 10. TAWARAN KERJA MENGGIURKAN Isabella kembali tersenyum mendengar pertanyaan Jaka, kemudian menatap Jaka dengan tatapan sendu dan matanya memerah menahan nafsunya yang mulai naik keubun-ubun setelah berdekatan dengan Jaka. Fantasi Isabella sudah mengembara kemana-mana membayangkan apa yang akan terjadi jika dia bisa menaklukkan Jaka dan bisa bermain di atas tempat tidur dengannya. “Pekerjaan yang tante tawarkan sangat mudah dan menyenangkan, jika kamu menerima tawaran ini tante bisa membelikan sepeda motor, baju bagus dan uang yang banyak.” Isabella berkata dengan senyuman penuh dengan kegembiraan menghiasi wajahnya. Jaka yang mendengar tawaran Isabella menatapnya dengan ekspresi bodoh, dalam hati dia tidak mengerti. Pekerjaan apa yang akan di berikan wanita di depannya, masa iya ada pekerjaan yang mudah dan menyenangkan dengan bayaran yang cukup menggiurkan bagi Jaka yang masih lugu ini. Otak Jaka terus bekerja memikirkan pekerjaan apa
Bab 11. TANTE GIRANG “Lihat tuh, ada tante Girang yang baru saja menemukan mangsanya.” “Iya, lihat juga tuh. Pria itu memang ganteng. Tapi lihat pakaian yang dikenakannya terlihat sangat jelek.” “Benar sekali, pantas saja pria itu mau dengan tante Girang itu setelah melihat pakaian yang dikenakannya.” “Maklumlah jaman sekarang sudah banyak yang meninggalkan norma-norma yang diajarkan agama.” “Memang benar, jaman ini memang jaman edan kalau tak edan tidak akan mendapatkan apa yang diinginkannya.” Darko yang sedang berjalan dengan Isabella, entah mengapa bisa mendengar bisikan pengunjung Mall yang sedang membicarakan dirinya. Awalnya Jaka tidak menyadari kalau yang sedang mereka bicarakan adalah dirinya, akan tetapi setelah mendengar tentang pria yang memakai pakaian jelek barulah dia tahu siapa yang sedang menjadi bahan pergunjingan. Saat itu juga Jaka tahu kalau yang sedang mereka bicarakan adalah dirinya, perlahan dia memandang ke sekeliling
Bab 12. LEGENDA TANAH JAWA Tak lama kemudian Jaka sudah dalam sikap duduk bersila sambil memejamkan matanya, pernafasannya terlihat sangat halus, matanya terpejam. Seakan tubuh Jaka bukan miliknya lagi, dia hanya boneka yang menuruti apa perintah pemiliknya tanpa mampu membantah sedikitpun. Setelah Jaka dalam kondisi fokus dalam semedinya, tiba-tiba sebuah cahaya keemasan memasuki tubuhnya melalui ubun-ubunnya. Cahaya keemasan ini sendiri berasal dari mulut Prabu Antaboga yang sedang membuka matanya dan memindahkan semua kemampuannya yang sangat hebat kedalam tubuh Jaka seperti air bah yang memasuki jurang tanpa dasar di tubuh Jaka. Jaka tidak tahu entah berapa lama dia dalam kondisi semedi, hingga akhirnya dia muncul kembali di hutan yang ada di gunung Kelud dalam keadaan tak sadarkan diri dengan tubuh bersih tanpa ada luka sedikitpun. Jaka tidak tahu kalau dia berada di dalam gua pertapaan Prabu Antaboga selama tujuh hari lamanya. Tim SAR ya
Bab 115. MENGHADANG MOBIL PENCULIK “Tolong beri jalan,” ucap Jaka sambil menatap ketiga pemuda kampung di depannya. “Beri jalan? He he he he…. sepertinya kamu tidak tahu apa yang terjadi pada dirimu yang sudah berani memasuki kamar wanita yang bukan muhrim?” celetuk Anto sambil menatap sinis ke arah Jaka. Ketiga pemuda kampung ini berjejer rapi menghalangi jalan keluar Jaka dari kamar kontrakan Dian Utami. “Bang Anto, apa yang kamu lakukan? Beri jalan kepada temanku!” perintah Dian Utami sambil melotot ke arah Anto dan kedua temannya. Anto dan kedua temannya seakan tidak mendengar perkataan Dian Utami, mereka bertiga tetap menghalangi jalan keluar Jaka dengan senyum penuh ejekan membayang di wajah mereka. Jaka menatap pemuda kampung di depannya dengan perasaan tidak suka, melihat ketiganya bersikeras untuk menghalangi jalannya, Jaka tetap melangkah untuk menabrak mereka bertiga. Telapak tangan Jaka mengibas seperti mengusir lalat yang mengerubuti
Bab 114. DISANGKA KUMPUL KEBO Tiga wanita yang ada di rumah kontrakan Dian Utami memandangi sosok Jaka dan Dian Utami silih berganti, dengan hati penuh dengan seribu pertanyaan. “Teman-teman, kenalkan ini Jaka,” kata Dian Utami begitu memasuki rumah kontrakannya. “Hai,” sapa Jaka kepada ketiga gadis yang ada di rumah kontrakan. “Ehem… ehem… Dian, ngomong-ngomong sejak kapan kamu kenal dengan Om ganteng ini?” tanya salah satu teman Dian sambil melirik ke arah Jaka dengan ekspresi penasaran. Bagaimanapun juga mereka berempat adalah sahabat baik, sehingga apa yang terjadi pada setiap orang, yang lainnya pasti tahu. Tapi sekarang ketika Dian Utami pulang sambil membawa Jaka, tentu saja mereka bertiga sangat terkejut dan penasaran. “Perlu diceritakan apa tidak ya?” canda Dian dengan ekspresi lucu dan memainkan matanya ke arah mereka. Pada saat ini, Dian Utami sangat senang, karena dia bisa bertemu dengan pemuda pujaannya yang semalam dikenali.
Bab 113. PERTEMUAN YANG TIDAK DISANGKA Dian Utami yang melihat Jaka tampak bingung, hanya bisa tersipu malu. Memang pergaulan di kota besar, membuat setiap Individu di dalamnya menjadi seseorang yang pemberani dan menghilangkan rasa malu untuk sebagian individu. Seperti halnya Dian Utami yang mempunyai impian untuk mempunyai kekasih dari golongan kaya. Kini ketika dia bertemu seorang pemuda yang mengemudikan mobil mewah, tentu saja dia berusaha keras untuk mendapatkannya. Meskipun dia berusaha menyembunyikan rasa malunya. “Iya, kalau boleh,” sahut Dian Utami sambil menundukkan wajahnya menahan malu. “Sepertinya tidak perlu, mungkin lain kali kalau kita bertemu lagi akan saya pikirkan,” kata Jaka pada akhirnya. Tentu saja Jaka tidak ingin banyak orang mengetahui nomor ponselnya yang akan membuatnya merasa tidak nyaman. Setelah itu Jaka masuk kedalam mobilnya dan membuka kaca jendelanya dan berkata, “Terimakasih sudah membantu membawakan baran
Bab 112. DIAN UTAMI Ekspresi Jaka tetap datar, namun dari sinar matanya bang Jago bisa melihat, kalau di tatapan pemuda di depannya ini ada cahaya kematian yang terpancar. Akhirnya sampai juga Jaka di depan bang Jago dan jarak mereka hanya sisa dua meter lagi. “Sepertinya kalian sudah sering membuat masalah dan mengganggu masyarakat kecil. Hmmm… sebaiknya kamu sebagai pemimpin mereka diapakan ya?” gumam Jaka sambil mengusap dagunya yang mulus, sambil tersenyum sinis ke arah bang Jago. “Ampun, tolong ampuni saya. Kami tidak akan berbuat onar lagi,” pinta bang Jago sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Dakh… “Argh….” Tiba-tiba sebuah tendangan kilat mengenai perut bang Jago yang mau berlutut kepadanya sebagai bentuk permintaan maaf. Jaka yang tidak menyukai ada orang yang berlutut kepada sesama manusia. Apalagi kepada dirinya, segera saja dia mengayunkan kakinya yang tepat mengenai perut bang Jago. Tendangan kilat itu
Bab 111. SERANGAN MAUT MENYELESAIKAN MASALAH Orang yang merupakan pemimpin para preman ini segera turun dari motornya dan berjalan ke arah Jaka dengan langkah tegap dan tatapan penuh dengan penghinaan memandang kearah Jaka. “Hei keparat, apakah kamu yang sudah berani melukai anak buahku?” gertak bang Jago begitu turun dari motornya. Jaka tidak menjawab pertanyaan bang Jago, dia tetap duduk dengan santai, tapi bola matanya berputar dan ekspresi wajahnya penuh dengan ejekan. “Kurang ajar, apa kamu tidak tahu sekarang sedang berada dimana? Cepat kamu berikan uang pengobatan untuk anak buahku, kalau tidak kamu akan saya hajar lebih parah dari anak buahku!” Jaka tetap diam, dia sangat malas beradu argumen dengan para preman yang sukanya membuat onar terhadap masyarakat. “Kurang ajar, sepertinya kamu orang bisu yang perlu diberi pelajaran, agar tahu kamu sedang berhadapan dengan siapa. Kamu, kamu, dan kamu hajar keparat ini dan suruh dia berlutut di hadapa
Bab 110. GENG BANG JAGO Kening Jaka berkerut ketika mendengar perkataan kedua preman di depannya, dalam hati dia berkata, “Sepertinya ada orang yang ingin mati, berani membuat masalah denganku.” Semangat Jaka kini sudah berubah setelah tahu, kalau dia memiliki kekuatan yang sangat hebat warisan dari Naga Majapahit yang sedang bertapa. “Terus apa mau kalian? Kalau kalian tidak menerima uang sepuluh ribu ini, maka uang ini akan saya masukkan ke dalam kantong lagi,” kata Jaka sambil mengambil uang yang tergeletak di atas meja. Brakk…. Melihat keberanian Jaka, seketika kedua preman ini langsung menggebrak meja dengan keras, membuat pemilik warung nasi goreng ketakutan. Jaka tampak tidak peduli dengan kemarahan kedua preman di depannya, dia menatap kedua preman itu dengan tatapan sinis. “Kamu melawan perintah kami? Apa kamu mau mati?” bentak salah satu preman yang berdiri di belakang temannya sambil menyodorkan tinjunya kearah Jaka. “Pergilah,
Bab 109. AJIAN LAMPAH LANGIT Saking senangnya Jaka melompat begitu saja keatas, dan tanpa sadar lompatannya sangatlah tinggi hingga melewati genteng rumahnya yang berlantai tiga. Wuss… Tentu saja Jaka sangat panik ketika tubuhnya tiba-tiba saja melesat ke atas dengan sangat cepat melewati atap rumahnya dan terus naik hingga ketinggian seratus meter. Jaka segera mengatur nafas dan emosinya untuk mengontrol gerakan tubuhnya yang melayang di udara. Setelah nafasnya kembali normal dan menghilang rasa kagetnya, dengan perlahan Jaka berusaha mempraktekkan ilmu Ajian Lampah Langit yang membuatnya bisa melayang di udara hampa. Setelah menghentikan daya lontar tubuhnya, Jaka berusaha menapakkan kakinya di atas udara dan ajaibnya, seketika itu juga udara yang di injak kakinya langsung memadat. “Wah hebat, ternyata ilmu yang diberikan guru Naga sangat hebat,” ucap Jaka sambil berjalan-jalan di atas udara kosong sambil menari. Saking senangnya bisa berjal
Bab 108. MENGELUARKAN KEMAMPUAN TERSEMBUNYI Sebenarnya Jaka bisa langsung memerintahkan Rektor Agus untuk langsung menerimanya masuk kelas bersama teman-temannya. Akan tetapi Jaka tidak melakukan itu, karena dia ingin saat dia diterima masuk kelas, tidak ada pelanggaran hukum dan kedisiplinan. Karena itulah Jaka berusaha menaklukan jiwa dan pikiran Rektor Agus dengan lembut, sehingga dia bisa berpikir secara logis dan tidak langsung menerima begitu saja bisikan yang masuk ke otaknya. “Begini saja, terima Jaka masuk ke kelas yang sama dengan temannya, tapi beri dia ujian susulan kenaikan semester tiga. Dan satu lagi, cabut beasiswanya sebagai hukuman atas ketidak disiplinannya selama ini.” Bisikan itu kembali masuk ke otaknya bersamaan dengan rasa sakit yang menyerang kepalanya. “Siapa kamu? Kenapa kamu bisa masuk ke pikiranku,” kata Rektor Agus dalam benaknya. “Aku? Aku adalah jiwa bersih dan jiwa baik yang ada di dalam tubuhmu, atau yang lebih dikenal
BAB 107. AJIAN PENAKLUK JIWA Mahasiswa itu terus memperhatikan Jaka dan Intan yang menghiraukan mereka dan terus berjalan menuju kantor dosen. Tak lama kemudian Jaka dan Intan sampai juga di kantor dosen Saras. Begitu sampai di kantor dosen, orang yang mereka cari sepertinya belum berangkat, sehingga Intan mengajak Jaka menunggunya. “Jaka, sebaiknya kita menunggu bu Saras terlebih dahulu. Bagaimanapun juga kamu juga tidak tahu akan masuk kelas ke semester tiga atau mengikuti mata kuliah semester satu bersama mahasiswa baru,” ucap Intan yang mencari kursi untuk duduk menunggu kedatangan dosen Saras yang ada di luar kantor. Sambil menunggu kedatangan dosen Saras, Intan menanyakan apa sebenarnya yang terjadi dengan Jaka, hingga tiba-tiba saja menghilang tidak ada kabar berita selama tujuh bulan lamanya. Dengan terus terang, Jaka menceritakan apa yang terjadi. Meskipun berterus terang, Jaka tidak menceritakan pertemuannya dengan mbah Marijan di dimensi Le