“Wendi?” serempak keduanya menyerukan nama Wendi, baik si wanita maupun laki-laki tersebut langsung menyudadi adegan panas yang sedang mereka lakukan.Si wanita mengambil selimut untuk menutupi tubuh polosnya, sedangkan yang laki-laki dengan cepat memakai celana pendeknya.“Wendi..sayang… aku bisa jelaskan semua ini, tolong jangan salah paham dulu” si lelaki langsung mendekati Wendi dan berusaha untuk meraih tubuh Wendi yang berkelit dan mendorongnya untuk menjauh.“Apa katamu mas? Mengapa kau memanggilnya sayang? Jadi kau mengkhianati aku lagi hah?!” si wanita bangkit dari tempat tidur dengan memegang selimut yang menutupi tubuhnya.“Kenapa Yasmine? Kamu kaget ya? Selama kamu pergi ke luar negeri Mas Damar dan aku menjalin hubungan, dan kami sering sekali bercinta, iya kan mas?” suara Wendi dibuat setenang dan seanggun mungkin di hadapan pasangan yang tak lain adalam Damar dan Yasmine.“Apa itu benar mas?” Yasmine menatap nanar ke arah Damar.“Jawab aku mas!” Yasmine berteriak karen
“Iya Re, aku juga sempat berpikir seperti itu, namun aku tak menemukan bukti yang kuat untuk menuduh Yasmine”“Maaf Kak Wendi, aku ingin bertanya sesuatu, maaf kalau dianggap lancang..” Renata sedikit ragu untuk melanjutkan perkataanya.“Tanya saja Re, aku pasti akan menjawabnya dengan jujur”“Ehm.. aku ingin tau apa yang Kak Wendi maksud dengan mengorbankan tubuh Kak Wendi tadi? Apakah..?”“Iya Re, apa yang kau pikirkan itu memang benar, aku menjalin hubungan dengan Damar, dulu dia mendekatiku namun selalu kutolak, namun karena ingin mengetahui dan menyelidiki kasus Seno, akhirnya aku berusaha mendekati Damar, dan dia menyambutnya sesuai yang kuharapkan”“Namun pada suatu malam, dia berhasil menjebaku dengan memberiku minuman yang telah di bubuhi obat p*r*ngs*ng, dan disitu dia melancarkan aksinya untuk merenggut kesucianku, awalnya aku depresi, aku malu pada keluargaku karena tak bisa menjaga diriku dengan baik, aku berniat untuk mengakhiri hidupku, namun kupikir itu terlalu enak b
“Kamu kenapa dek? Ko mukamu tegang begitu?” Wendi ikut bertanya merasa khawatir akan kondisi adiknya.“Dylan berkelahi kak, makanya ayo kita kesana”“Apa? Berkelahi dengan siapa? Dimana?”Renata dan Wendi bertanya bersamaan.“Sudah, ayo cepat ikuta saja”“Kalian tunggu dulu, aku ambil kunci mobil, kita berangkat bareng aja” Renata berlari ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil dan juga tasnya.Tak berapa lama mereka berempat sudah berada dalam satu mobil.“Ini kita kemana Nad?” tanya Renata saat menyadari bahwa dia belum tau tujuanya.“Ikuti saja petunjukku, aku masih hafal jalanya saat para preman itu menghadang mobil Kak Dylan” Nadia yang duduk disamping Renata pun segera menyebutkan arah jalan yang tadi mereka lalui.“Kalian tadi bukanya pergi bersama Dylan?” Wendi tidak tahan lagi untuk bertanya lebih lanjut.Nadia pun menoleh ke belakang. “Iya kak, tadi kami semua ikut mobil Kak Dylan, tapi Renata turun di tengah jalan, lalu kita melanjutkan perjalanan ke kampus, tapi di tengah
Renata mengusap matanya yang berair, dia benci berada dalam situasi tak berdaya dalam ketidakadilan seperti itu. Bahkan dalang dibalik pembunuhan Seno pun tidak di ketahui.“Re, apa belum ada kabar juga dari Seno?” Wendi menyentuh lengan Renata.Renata hanya menggelengkan kepala lemah.“Re, aku mau minta maaf kalau selama ini sikapku terkadang ketus padamu, itu semua karena aku merasa iri padamu, setelah mendengar bahwa Seno menampakan dirinya di hadapanmu”“Santai aja kak, aku ngerti kok, Kak Wendi udah berbuat banyak untuk Seno, tapi..maaf.. bukan salah Seno juga jika dia tidak bisa menampakan dirinya di hadapan Kak Wendi, bukan salahnya juga jika dia tak bisa mengatur hatinya untuk bisa membalas perasaan Kak Wendi”“Iya Re, aku tau itu”“Seno itu beruntung punya Kak Wendi yang masih tetap mencintainya walaupun dia mencintai perempuan lain” Yoke membuka suaranya setelah sekian lama hanya diam menyimak obrolan antara Wendi dan Renata.“Iya, tidak seperti kamu yang selalu diputusin pa
Suara jeritan itu begitu menyayat hati, namun juga sekaligus menakutkan. Suaranya menggema di seluruh lorong tersebut. Yoke yang memang dasarnya penakut langsung memeluk Nadia.“Itu suara Seno” seru Renata dan Wendi bersamaan.Mendengar itu Dylan langsung melirik ke arah Renata, terlihat tidak suka.“Sepertinya kau lebih mengkhawatirkan ornag yang sudah meninggal daripada orang yang masih hidup”“Apa maksud Kak Dylan? Bukankah kita kesini juga dengan tujuan untuk mencari keberadaan Seno?”“Tapi kau tidak lihat kedua temanmu itu sedang berdiri ketakutan? Mengapa kau tidak mencemaskan mereka?”Yoke yang merasa tersindir langsung melepaskan pelukanya pada Nadia. “Tidak Kak Dylan. Aku tidak apa-apa kok, nih lihat... aku baik-baik aja kan?”Renata mendengkus kesal, dan menatap Dylan seolah berkata.. “tuh, orangnya aja bilang dia baik-baik aja kok”Dylan memalingkan wajahnya, dia tidak mengerti mengapa merasa kesal saat mengetahui Renata mengkhawatirkan Seno.“Sudahlah. Kalian jangan berten
“Siapa kalian?!” Dylan berdiri dan waspada dengan kehadiran orang-orang tersebut.“Siapa kami?” kelima orang itu bukanya menjawab malah mereka menertawakan Dylan.Renata cs ikutan berdiri dan juga bersikap waspada, sudah dapat dipastikan kelima orang itu datang bukan membawa maksud baik. Entah bagaimana mereka bisa masuk ke dalam area kampus, sedangkan Mbok Ratih saja di diperkenankan masuk karena mereka bukan mahasiswa kampus ini.Yoke berdiri di belakang Nadia. Sedangkan Renata mengawasi sekitar mencari benda yang bisa dijadikan untuk melindungi diri.“Siapa yang menyuruh kalian?!” Wendi bertanya dengan suara membentak.Kelima orang itu menghentikan tawa mereka. “Kau tak perlu tau siapa bos kami, lebih baik sekarang kalian mulai berdoa saja supaya arwah kalian di terima oleh Tuhan” ucap salah seorang dari mereka yang berbadan paling tinggi.“Sudahlah Peng, langsung habisi saja biar kita bisa cepet pulang” kali ini pria sangar yang berdiri paling pinggir memanasi rekannya untuk sege
Namun Renata tak memiliki waktu banyak untuk berpikir, karena preman yang tadi dia pukul menggunakan batu itu sudah bisa kembali fokus untuk berkelahi, namun Renata tak akan membiarkan Dylan dikeroyok oleh dua orang preman itu, dia lansgung mengambil balok kayu milik sang preman yang tadi dia gunakan untuk memukul kepala Dylan.Perkelahian satu lawan satu yang tidak seimbang itu pun berlangsung. Dylan melawan ketua para preman dengan menahan nyeri akibat luka di kepalanya, sedangkan Renata seorang perempuan melawan preman yang tadi berkelahi dengan Dylan.Walaupun Renata menggunakan senjata balok kayu, namun tetap saja tenaganya kalah dengan tenaga pria, terlebih pria itu adalah seorang preman yang pastinya sudah banyak memiliki pengalaman berkelahi.Disaat yang sama dua orang preman yang tadi mengejar Wendi dan yang lainya telah kembali, dan melihat ketua mereka sedang berkelahi, mereka pun akhirnya ikut mengeroyok Dylan.“Mengapa kalian kembali heh? Dimana para mahasiswi itu?”“Kami
Yoke ketakutan melihat kebelakangnya, preman itu sedang berlari ke arahnya.“Tenang Non Yoke, kita akan hajar orang itu” Yanto yang sudah merasa ada yang tidak beres sejak mendengar Yoke berteriak memanggil Mbok Ratih dengan nada panik itu pun berusaha untuk membuka gerbang, naun karena di gembok dia tidak bisa masuk.“Sudah To, loncat saja”Yanto menoleh ke arah Anwar. Ternyata Anwar saat ini sedang memanjat pagar untuk bisa masuk ke dalam. Tepat saat Anwar melompat turun, preman itu pun tiba di dekat Yoke, dan langsung menjambak rambut Yoke untuk ditarik mengikutinya.Melihat perlakuan pria itu terhadap Yoke Anwar dan Yanto menjadi naik pitam, Anwar pun langsung menghajar sang preman, sedangkan Yanto buru-buru mengikuti jejak Anwar melompati pagar.Mbok Ratih yang melihat perkelahian tersebut hanya bisa menjerit ketakutan.“Mbok, jangan takut, mending tolongin saya” Yoke berteriak menyadarkan Mbok Ratih dari rasa terkejut dan paniknya.Mbok Ratih pun berhenti menjerit dan mencari-ca
Renata terbengong sendiri mendengar perkataan Sena, sedangkan Sena tersenyum-senyum menatap wajah Renata dan membayangkan mereka tinggal bersama.“Sebentar deh Sena, kamu kan baru aja kuliah disini, kenapa mau pindah?”“Ya ga papa sih, abis ternyata disini membosankan suasananya, apalagi kalau nanti ga ada kamu, bisa kebayang kan sekeriting apa otakku nanti?”Renata tertawa renyah mendengar kelakar Sena, “Ada-ada aja kamu Sena”“Kalian berdua lagi ngomongin apaan sih?” Yoke tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Renata dan ikut duduk disisinya.“Hei Yoke, kamu tambah manis aja hari ini”“Aduh Sena, ga usah ngegombalin gue deh, kaga mempan tau ga?! Kemaren gue abis mutusin cowo gue, gara-gara gombalan dia udah basi, udah expired”“Ya ampun Ke, lo sadis banget sih”“Iihh abisnya dia ga kreatif ngerayu cewe Re, bikin bosen”“Ke, lo dalam sebulan ini udah berapa kali ganti pacar?”“Ehm... lupa gue, abis rata-rata mereka pada jahat, cuma pe ha pe doang”Renata hanya geleng-geleng kepala
“Jadi... maksud saya datang kesini adalah untuk melamar Dek Camelia, untuk menjadi istri saya dan juga mamanya Dylan, dan saya juga bersedia menjadi ayah bagi Rama dan Leon,” ucap Bramantyo sambil menyodorkan kotak beludru warna biru yang di dalamnya berisi cincin berlian.Camelia terkesiap mendengar lamaran yang diucapkan oleh Bramantyo. Dia memang sudah bisa menebak rasa yang belum diungkapkan oleh laki-laki yang usianya hampir kepala lima itu. Bahkan hari kemarin saat mereka pulang setelah main seharian di mall, Camelia sebenarnya terus menghindari percakapan dengan Bramantyo, karena dia sudah bisa membaca dan menebak arah dari kalimat laki-laki yang pernah menjadi atasan mendiang suaminya itu.Dylan yang mengantar ayahnya untuk melamar Camelia hanya menganggukan kepala dan tersenyum saat Bramantyo melanjutkan kalimatnay yang mengatakan bahwa anaknya pun sudah memberikan restu dan menerima jika Camelia mau menjadi istrinya.Camelia menjadi serba salah, disatu sisi dia tak ingin ke
Bramantyo mengajak Camelia dan kedua anak balita itu untuk keluar dan jalan-jalan ke mall, meskipun awalnya Camelia menolak, namun karena melihat wajah Rama dan Leon yang melompat senang dengan tawaran dari Bramantyo, akhirnya dia pun mengalah dan menuruti keinginan ketiga pria berbeda usia tersebut.Mereka juga mengajak kedua pengasuh Rama dan Leon untuk ikut serta. Jadilah mereka bertujuh dengan supir pribadi Bramantyo, berangkat menuju mall di pusat kota Jakarta.“Papa Bram, nanti di mall kita boleh jajan es krim ga?” Leon bertanya dengan menatap wajah Bramantyo penuh harap, dan langsung tersenyum serta melompat bahagia karena mendapat persetujuan dari Bramantyo dan juga Camelia.“Aku juga mau”“Iya Rama, nanti kita beli es krim yang banyak dan kita bisa makan bersama-sama”“Yeeyyy, terimakasih Papa Bram”“Sama-sama sayang”Camelia yang melihat interaksi kedua bocah itu dnegan Bramantyo hanya bisa tersenyum haru, dia berpikir andaikan saja dulu Damar bisa sehangat itu sikapnya pada
Renata akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju kantin demi menemui Yoke dan Nadia. Keduanya memang masih berada di kantin karena menunggu Renata sambil juga menunggu kelas mereka selanjutnya.“Disebelah sini Re” Yoke dengan suara cemprengnya yang khas memanggil Renata yang baru saja tiba di kantin.Renata mengambil tempat duduk dan bergabung dengan Nadia dan Yoke.“Ternyata Kak Dylan kenal dengan Sena, tadi aku lihat mereka ngobrol seolah sudah saling mengenal lama”“Iya Re, kami sudah tau itu, tadi sewaktu kamu di kelas, kami sudah bertemu dengan Kak Dylan, dan menceritakan tentang sosok mahasiswa yang wajahnya mirip dengan Seno”Renata menoleh dan menatap Nadia. “Jadi kalian menceritakan perihal Sena ke Kak Dylan?”“Iya Re, terus Kak Dylan bilang Sena itu adik sepupu jauh Seno, papanya Sena itu sepupuan sama papanya Seno” Yoke menjelaskan apa yang di dengarnya dari Dylan dengan antusias.Renata mengangguk-anggukan kepalanya, kini dia baru mengerti. “Oh.. Jadi Sena itu masih ada ik
Flashback onPagi ini Renata mengantarkan kedua orangtuanya sampai ke bandara, hari ini mereka harus kembali karena cuti yang diambil ayahnya sudah habis.“Re, kalau ada apa-apa cepat kabari mommy, terus kamu jangan telat makan ya”“Iya mom, Re akan selalu ingat nasehat mommy”“Re, jangan terima tamu lagi kalau malam-malam, batas akhir bertamu itu jam sepuluh, ingat itu!”“Iya papi, Re akan terapkan aturan itu ke semua temen-temen Re”Setelah memberikan wejangan panjang lebar pada anak semata wayang mereka, tibalah kini waktunya mereka untuk berpisah, karena nomor penerbangan pesawat ayah dan ibu Renata sudah dipanggil.Renata pun sekali lagi berpelukan dengan kedua orangtuanya, dan melepaskan mereka untuk kembali ke Kalimantan.Setelah dari bandara, Renata langsung pergi ke kampusnya karena dia ada jadwal kuliah siang ini.“Re, di sebelah sini” Teriakan Yoke langsung menyambutnya kala Renata baru saja turun dari mobil yang baru saja diparkirkanya. Dilihatnya Yoke dan Nadia melambaik
Dylan menatap ayahnya dengan pandangan horor. Namun Bramantyo mengangguk dengan mantap. Kali ini giliran Dylan yang menarik napas dalam serta menggelengkan kepalanya.“Untung aku tidak jadi menikah dengan Yasmine, apa jadinya nanti jika papa menikah dengan Kak Lia, berarti papa jadi kakak iparku dong”“Eh, enak aja kamu nikah sama Yasmine. Papa tidak setuju, asal kamu tau ya Lan, sebenarnya Yasmine itu selalu mengancam papa bahwa dia akan menyebarkan informasi pada media jika anak yang di kandungnya itu adalah anakmu, dan kamu tidak mau bertanggung jawab, itulah sebabnya papa setuju dengan usulan Damar untuk mengirim Yasmine ke luar negeri, agar dia tutup mulut, tetapi setelah tinggal disana, Yasmine selalu meminta uang ke papa dalam jumlah besar”“Oh.. itu.. ehm, jadi itu sebenarnya... Yasmine pun sedang diancam pah, dan dia harus mengirimkan uang dalam jumlah besar, tapi papa tidak usah khawatir, uang papa masih ada kok, utuh”“Maksud kamu apa Lan?”Dylan pun kemudian menceritakan p
Camelia mendengar seluruh pertengkaran Yasmine dan kedua orangtua Damar, dia juga mendengar semua yang diucapkan Damar saat Yasmine pergi dengan membawa amarahnya atas penolakan kedua orangtua Damar tersebut, juga tentang ancaman Ayah Damar yang tidak akan memberikan warisanya jika terbukti bahwa anak yang dikandung Yasmine itu adalah anaknya.Setelah Damar pun kemudian pergi karena di suruh Sri untuk menemui Camelia di rumah sakit, Camelia pun keluar dari persembunyianya dan langsung menemui Sri dan Abdulah yang terkejut melihat kemunculan Camelia yang tiba-tiba di rumah mereka.“Lia? Sejak kapan kamu datang nak?” tanya Sri dengan wajah cemas dan was-was kalau Camelia mendengar semua pertengkaran yang baruan terjadi.“Lia sudah mendengar dan mengetahui semuanya bu, jadi bapak dan ibu tak perlu menutupi hal ini lagi dari Lia”Sri langsung menangis dan memeluk Camelia. “Maafkan anak ibu nak, damar itu memang laki-laki bodoh yang menyia-nyiakan wanita baik sepertimu, tapi ibu mohon jang
Mulut Renata terbuka lebar heran sekaligus merasa geli sendiri dengan apa yang Dylan ucapkan. “Kak Dylan kaya anak kecil aja sih, lagian aku kan bukan barang, aku juga bisa jaga diri aku sendiri”Renata menyembunyikan tawanya dengan berdehem beberapa kali. “Jadi Kak Dylan malam-malam datang kesini cuma buat ngomongin ini?”“Yy… ya ga gitu juga Re, aku kesini karena khawatir sama kamu” Dylan nampak tergagap menjawab pertanyaan Renata.“Khawatir? Aku kan ada di rumah, lagipula ada mommy dan papiku disini”Dylan langsung terlihat salang tingkah dan menundukan kepalanya, bukan karena kalimat yang diucapkan Renata, tetapi karena papinya Renata yang terlihat sedang menuruni tangga dan melihat ke arah mereka berdua.“Malam om” Dylan berdiri dan menganggukan kepalanya.“Malam, ada hal penting apa sampai kamu bertamu malam-malam begini ke rumah seorang gadis?”Renata ikut berdiri dan menolah ke belakang saat mendengar suara bariton milik sang ayah.“Eh papi, kenalin pih, ini temen Re... namany
“Kenapa kamu ga pernah keliatan setelah kejadian di kampus itu? Kamu juga ga datang sewaktu aku di rawat di rumah sakit”Renata menatap Seno yang tengah menatapnya dengan senyuman tersungging di bibir tipisnya.“Kata siapa aku tidak datang? Aku selalu ada di sisimu, hanya saja kamu sudah tidak bisa lagi melihat atau mendengarku”“Memangnya kenapa?”“Karena… waktuku sudah hampir habis Rena, aku datang kesini hendak berpamitan denganmu, dan terimakasih banyak karena kamu sudah mau membantuku, kini aku tak lagi merasakan kemarahan dalam hatiku, juga kegelisahan itu tak pernah lagi ada di hatiku”“Sekarang aku sudah bisa menerima semuanya, dan sebentar lagi aku akan dijemput, jika kamu merindukan aku, kamu bisa menatap langit, disana aku melihatmu dan juga mendoakan dirimu”Mata Renata berkaca mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Seno, ada rasa sesak dalam dadanya. Seno mengangkat satu tanganya untuk mengusap airmata yang bergulir di pipi Renata.“Jangan menangis, kau tau? Aku p