Beranda / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / 88.Teror Malam yang Tak Terhentikan

Share

88.Teror Malam yang Tak Terhentikan

Penulis: Ndraa Archer
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-22 17:07:09

Malam pertama setelah ritual larung sesaji seharusnya membawa rasa lega bagi warga desa. Namun, kenyataan berkata lain. Ketenangan itu hanya ilusi singkat, sebuah jeda sebelum badai besar menghantam. Ketika senja tiba, dan matahari perlahan tenggelam di balik cakrawala, desa kembali diselimuti ketegangan yang tak terjelaskan. Seperti ada sesuatu yang bergerak di antara bayang-bayang malam, sesuatu yang tak terlihat namun keberadaannya terasa sangat nyata.

Warga mulai merasakan keanehan yang sulit dijelaskan. Suara tawa nyaring terdengar dari kejauhan, menggema di udara seperti permainan kejam yang tak seorang pun tahu asalnya. Kegelapan malam terasa lebih pekat dari biasanya, seolah-olah menyembunyikan rahasia mengerikan yang siap menerkam. Angin dingin berhembus, membawa aroma busuk yang menusuk hidung, memaksa semua orang berlindung di balik pintu-pintu yang terkunci rapat.

"Ini belum selesai," pikir seorang warga dalam ketakutan, sambil m

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Pesugihan Kandang Bubrah   89. Suara Tawa Kuntilanak

    Di pasar yang terletak tak jauh dari rumah Arif, beberapa orang berkumpul di warung kopi yang sederhana. Mereka berbicara pelan, saling bertukar cerita tentang kejadian-kejadian aneh yang terjadi setelah ritual di sungai. Salah satunya adalah Pak Darto, seorang pedagang yang sudah cukup lama tinggal di desa tersebut."Jadi, Arif," Pak Darto memulai percakapan, "Apakah kamu juga dengar suara tawa itu? Suara kuntilanak, kan?"Arif yang sedang sibuk melayani pembeli hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. "Ah, itu hanya bayangan kalian saja. Jangan terlalu percaya pada hal-hal seperti itu," jawabnya dengan suara tenang. "Malam memang terasa sedikit menakutkan, tapi kita harus tetap tenang. Percayalah, semuanya akan baik-baik saja."Namun, kata-kata Arif tak mampu meredakan rasa takut yang telah mencengkeram hati warga. Ketakutan itu semakin dalam, seperti racun yang merayap perlahan. Warga saling berbisik di sudut-sudut r

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Pesugihan Kandang Bubrah   90. Mencari Sebab Teror

    Bayang-Bayang di Balik Pernikahan.Arif terjaga malam itu, matanya terbuka lebar menatap langit-langit kamar yang gelap. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, menyatu dengan rasa cemas yang terus membebani pikirannya."Kenapa semua ini tidak berakhir?" gumamnya lirih, suara yang nyaris tak terdengar di tengah keheningan malam.Teror yang mendera desa semakin hari semakin parah, meski ritual larung sesaji telah dilakukan. Seharusnya, ritual itu membawa ketenangan, namun nyatanya hanya menyisakan kekosongan dan ketegangan yang lebih pekat.Arif mengusap wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menghapus lelah yang terasa tidak hanya di tubuh, tetapi juga di jiwa. Suasana desa yang dulunya damai kini berubah menjadi mencekam. Setiap langkah warga penuh dengan kehati-hatian, setiap bisikan malam membawa rasa takut yang tidak terjelaskan.A

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Pesugihan Kandang Bubrah   91. Gadis Danyang Desa

    Mbah Mijan mengernyitkan dahinya. "Aku baru sadar, Arif. Semua ini berkaitan dengan rencana pernikahan Gibran. Wanita yang akan dia nikahi, gadis itu… dia bukan sembarangan. Dia adalah gadis perawan yang tidak boleh dinikahi oleh sembarang orang. Dia adalah milik Danyang Desa. Mungkin kamu tidak tahu, tapi pernikahan itu tidak bisa terjadi begitu saja."Arif terdiam, mulutnya terasa kering. "Apa maksudnya, Mbah? Gibran… dia akan menikahi gadis itu, kan? Apa yang salah dengan itu?"Mbah Mijan mengangkat tangannya, memberikan tanda agar Arif diam. "Kamu harus mengerti, Arif. Danyang Desa tidak bisa begitu saja menyerahkan gadis itu untuk dinikahi. Gadis itu adalah titipan, bukan hanya dari keluarga, tetapi dari kekuatan yang lebih besar, kekuatan yang mengikat desa Misahan. Buakn untuk menikah, jika dia dinikahi oleh orang, terutama oleh Gibran, itu bisa memicu kemarahan yang tak terbayangkan dari Danyang Desa."

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Pesugihan Kandang Bubrah   92. Tanah larangan

    Pagi-pagi sekali, Arif menuju lokasi pembangunan gudang yang terletak di tepi hutan. Suasana di sekitar tempat itu terasa aneh. Udara di sana lebih dingin daripada biasanya dan meski matahari sudah mulai meninggi, bayangan-bayangan pepohonan di sekitar hutan tampak lebih gelap, seperti enggan untuk diterangi.“Pak Arif?” suara seseorang memanggilnya dari belakang. Arif berbalik dan melihat Pak Karsa, mandor proyek pembangunan gudang itu.“Pak Karya, apa yang sebenarnya terjadi di sini?” tanya Arif tanpa basa-basi.Pak Karya menggaruk-garuk kepala, raut wajahnya tampak gugup. "Jujur saja, Pak Arif, sejak proyek ini dimulai, kami sudah merasa ada yang tidak beres. Beberapa pekerja mengaku melihat bayangan besar di malam hari. Ada juga yang mendengar suara aneh dari arah hutan. Tapi kami pikir itu hanya cerita untuk menakut-nakuti saja.""Kenapa kalian tetap melanjutkan proyek in

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Pesugihan Kandang Bubrah   93. Pernikahan yang Gagal, Teror yang Datang.  

    Namun, di tengah ritual yang khusyuk itu, pikiran Arif tiba-tiba terganggu oleh ingatan tentang Gibran dan Wina. Rencana yang telah dia susun untuk menjebak Gibran dengan Wina ternyata gagal total.’Kalau aku melanjutkan ini, semua akan berantakan ? Tapi kalau aku berhenti sekarang , Aku yang akan mati,’ batinnya panik. Tapi Arif meneruskan ritual itu, dia tidak akan tahu apa yang akan terjadi sebelum menyelesaikannya.Pada awalnya, segala sesuatunya berjalan dengan mulus. Gibran benar-benar tergila-gila pada Wina, bahkan sudah mulai berbicara tentang rencana pernikahan mereka. Arif merasa yakin bahwa jika Gibran menikahi Wina, dia akan mendapatkan kekuatan dan pengaruh yang lebih besar dalam desa.Dengan begitu, Arif bisa mengendalikan situasi dan memastikan Wina menjadi bagian dari rencananya. Namun, seperti sebuah sandiwara yang mendekati klimaksnya, semuanya mulai berantakan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Pesugihan Kandang Bubrah   94. Amukan Gibran

    Arif menghela napas panjang, lalu mengajak Gibran duduk. “Dengarkan aku, Gibran. Ini bukan salahku. Wina adalah gadis milik Danyang desa Misahan.”Gibran mengernyit, jelas tidak mengerti. “Apa maksudmu, Arif? Danyang? Apa hubungannya Wina dengan itu?”Arif menatapnya dengan serius. “Wina bukan gadis biasa. Dia adalah milik Danyang yang menjaga desa Misahan. Jika kau terus memaksakan pernikahan dengan Wina, itu berarti kau menentang kehendak Danyang. Dan akibatnya, desa ini akan terus mengalami teror.”Wajah Gibran memucat. “Kau bercanda, kan? Kau benar-benar percaya dengan hal-hal semacam itu?”Tangan Gibran mengepal tidak terima, semua yang di katakan Arif tidak masuk di akal sama sekali. "Bagaimana bisa, dia manusia biasa. Wina menapak tanah, bahkan dia makan - makanan yang sama seperti kita. Dimana letak dia milik Danyang Arif? Kamu bercandanya kelewatan," p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Pesugihan Kandang Bubrah    95. Dilematis Antara Takdir dan Ketakutan

    Desas-desus yang semakin menyebar di desa membuat Gibran semakin gelisah. Nama Wina kini menjadi perbincangan di setiap sudut pasar, warung, bahkan balai desa. Di tengah aktivitas harian mereka, warga tidak bisa berhenti membicarakan tentang gadis itu, apalagi setelah serangkaian peristiwa aneh yang terjadi belakangan ini."Siapa sangka, Wina itu bisa jadi sumber semua kekacauan ini," kata Pak Joko, seorang pedagang tua yang sering duduk di warung kopi. "Aku dengar, malam-malam ada suara tawa yang aneh, datangnya dari arah rumahnya. Sudah banyak yang mendengar, tapi siapa yang berani bicara?""Iya, aku juga dengar! Suara tawa itu bahkan sampai bikin bulu kudukku berdiri," timpal Bu Sari, pemilik warung nasi. "Katanya, itu bukan suara manusia biasa, bisa jadi suara roh halus. Mereka bilang Wina dilindungi oleh danyang desa Misahan, jadi kita tidak bisa sembarangan."Di balik desas-desus itu, beberapa warga lainnya mulai m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Pesugihan Kandang Bubrah   96. Meyakinkan Wina

    Sore itu, Gibran berdiri di depan pintu rumah Wina. Tangannya mengetuk dengan keras, membuat daun pintu bergetar. Tidak lama kemudian, Wina membuka pintu dengan wajah cemas. Matanya menunjukkan kelelahan, seolah-olah dia sudah terlalu sering mendengar gosip dan tuduhan dari warga desa.“Gibran? Kenapa kau di sini lagi?” tanyanya dengan suara pelan.Gibran melangkah masuk tanpa menunggu undangan. “Kita perlu bicara, Wina. Aku tidak peduli dengan apa yang orang lain katakan. Aku ingin tahu kenapa kau membatalkan rencana pernikahan kita.”Wina menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Aku sudah bilang, Gibran. Aku merasa ada yang salah. Aku tidak bisa menjelaskan, tapi ada sesuatu yang membuatku tidak nyaman.”“Apa ini tentang danyang desa?” potong Gibran, nadanya penuh frustrasi. “Kau percaya dengan semua omong kosong itu? Wina, ini h

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25

Bab terbaru

  • Pesugihan Kandang Bubrah    249. Bersama Cahaya

    Sore harinya, di ruang tamu, mereka menggelar tikar dan bermain permainan papan sederhana. Tawa mereka menggema memenuhi rumah. Dimas berpura-pura kalah dalam permainan, membuat Jatinegara tertawa terpingkal-pingkal. Lila merekam momen itu dengan kameranya, memastikan mereka bisa selalu mengingat bahwa kebahagiaan sederhana ini pernah ada.Saat malam tiba, Lila menghidangkan sup ayam hangat. Mereka makan bersama dengan penuh syukur."Kalau nanti kita liburan, mau ke mana?" tanya Dimas sambil menyuapkan sendok ke mulut."Ke pantai!" seru Jatinegara tanpa ragu. "Aku mau bikin istana pasir!"Lila tertawa. "Kalau begitu, kita nabung, ya. Biar bisa liburan bareng.""Janji, Bu? Janji, Yah?""Janji," jawab mereka bersamaan.Setelah makan malam, mereka duduk di teras, menikmati malam yang cerah. Bintang-bintang bertaburan di langit, dan angin membawa harum wangi bunga kamboja dari kebun belakang."Dulu, aku pikir kita nggak akan pernah

  • Pesugihan Kandang Bubrah   248. Tak Ada Suara Ketukan

    “Bagaimana Bapak tahu?”“Karena itu warisan keluarga Bagas. Dan karena aku yang menyuruh ibunya menyembunyikannya.”Pak Arwan berdiri. “Ada sesuatu yang harus kalian tahu. Pintu-pintu seperti yang kalian alami... tidak muncul sendiri. Ia tumbuh dari perjanjian. Perjanjian yang tidak pernah ditepati. Bagas pernah berjanji untuk menyerahkan sesuatu... demi anaknya bisa sembuh dari penyakit. Tapi ia menunda. Dan saat istrinya meninggal, ia kabur. Tapi makhluk itu tidak pernah lupa.”“Jadi semua ini... karena janji yang dilanggar?”“Dan karena tidak ada yang memperingatkan kalian. Kalian datang ke rumah yang menyimpan luka, lalu luka itu meresap ke dalam kalian.”Lila menatap Dimas. “Apa yang harus kita lakukan?”“Bakar surat dan foto itu. Tapi jangan di rumah. Lakukan di tanah tinggi. Bersihkan energi dari tempat kalian tinggal. Dan ajari anak kalian... untuk mengenali perbedaan antara teman dan penunggu.”Malam itu, mereka pergi ke bukit di ujung desa. Di sana, mereka menyalakan api ung

  • Pesugihan Kandang Bubrah   247. Rumah yang Masih Terbelah

    Lila menggenggam tangan anaknya. Ia masih bernapas. Tapi tubuhnya lemas.Dalam keheningan yang tersisa, hanya suara hujan yang terdengar. Tapi suasana rumah sudah berbeda. Tidak lagi terasa ditekan. Tidak lagi ada suara-suara bisik.Namun saat Dimas membantu Lila berdiri, mereka melihat satu hal terakhir.Di dinding tempat bayangan muncul, pasir hitam mengumpul membentuk pola baru.Pola itu menyerupai pintu. Dan di tengah-tengahnya, satu kalimat terukir:“Celah sudah ditutup. Tapi penjaga akan kembali.”Udara pagi di Desa Misahan terasa lebih lembut dari biasanya. Hujan semalam telah membersihkan debu-debu yang selama ini menggantung di antara daun-daun dan atap rumah. Tapi di rumah Lila, meski cahaya mentari menyusup lewat celah tirai dan suara burung bersahutan dari kejauhan, bayangan yang tertinggal belum benar-benar pergi.Jatinegara duduk di dekat jendela ruang tamu. Krayon berwarna hijau muda di tangannya menari pelan di atas kertas putih. Wajahnya tampak lebih segar, pipinya mu

  • Pesugihan Kandang Bubrah   246. Penjaga Celah

    Dalam perjalanan pulang, malam sudah mulai turun. Jalan desa yang gelap dilalui dengan perasaan campur aduk. Tapi mereka tahu, ini bukan hanya soal pengusiran. Ini soal menutup celah yang selama ini dibiarkan terbuka oleh luka-luka lama.Dan saat mereka sampai di rumah......pintu depan terbuka sedikit.Mereka saling tatap. Tidak ada yang merasa membukanya.Saat melangkah masuk, mereka langsung mencium aroma asing.Bunga melati.Dan di lantai ruang tamu, tersebar koin-koin logam. Bukan hanya satu. Tapi puluhan.Berderet. Mengarah ke kamar Jatinegara.Dan di dinding, tergambar satu kalimat:"Kami sudah menunggu."Dalam keheningan itu, sebuah suara kecil terdengar dari dalam kamar.Ketukan. Pelan.Satu...Dua...Tiga...Seolah memanggil mereka... untuk membuka pintu mimpi yang belum selesai.Hujan kembali turun malam itu. Lebih deras dari malam-malam sebelumnya, seolah langi

  • Pesugihan Kandang Bubrah   245. Pagar Tak Terlihat

    Pagi itu, suasana rumah dipenuhi keheningan yang bukan berasal dari ketenangan, tapi dari sesuatu yang menggantung, belum selesai, dan terus mengintai. Lila bangun lebih awal dari biasanya. Sinar matahari belum sepenuhnya menembus tirai, namun ia sudah duduk di tepi tempat tidur, matanya sembab, dan napasnya pendek-pendek. Ia tidak benar-benar tidur semalam.Dimas sudah di dapur, memanaskan air. Wajahnya sama letih. Ia belum bercerita bahwa malam sebelumnya, ia mendengar suara ketukan pelan dari balik dinding kamarnya sendiri. Ketukan yang berirama. Seolah seseorang mencoba mengetuk... dan mengetuk... meminta diizinkan masuk.“Pagi ini kita ke rumah Bu Retno. Habis itu, kita cari orang pintar yang bisa bantu,” ujar Dimas tanpa menoleh.Lila hanya mengangguk. Ia tak punya tenaga untuk membantah. Ia hanya tahu, apa pun yang mengikuti mereka, itu bukan hanya dari rumah Pak Bagas. Mungkin dari masa lalu mereka sendiri, dari tanah yang pernah terjamah keg

  • Pesugihan Kandang Bubrah   244. Malam Kedua

    "Jati, ayo minum susunya dulu," panggilnya sambil meletakkan gelas di meja kecil.Anaknya menoleh, lalu berdiri pelan dan menghampiri. “Bu... aku tadi nggak sendirian.”Lila menelan ludah. “Di mana?”“Di kamar. Waktu aku ambil kertas. Ada suara bilang, ‘Ayo gambar aku lagi.’ Terus... aku dengar suara gesek-gesek dari dalam lemari.”Lila segera memeluk anaknya. Wajah Jatinegara dingin dan tubuhnya sedikit menggigil meski cuaca tidak terlalu dingin. Ia tahu tak bisa lagi menganggap semua ini sebagai halusinasi anak-anak.“Suara itu kayak... pelan banget, Bu. Tapi aku tahu dia ada di sana. Suaranya kayak bisikan yang nyangkut di kepala.”Setelah Jatinegara tertidur di kamarnya—dipenuhi oleh lampu tidur, kantong pelindung dari Bu Ngatmi, dan doa-doa yang ia baca dengan suara bergetar—Lila duduk di ruang tamu bersama Dimas. Mereka berdua tak bicara lama. Hanya diam dan saling bertukar pandang. Saling tahu bahwa sesuatu sedang berjalan di luar batas pemahaman mereka.“Besok kita ke rumah Bu

  • Pesugihan Kandang Bubrah   243. Jejak di Dinding

    Tiba-tiba, suara dari kamar Jatinegara memecah keheningan.“BUUUU!!”Lila berlari masuk, diikuti Dimas. Jatinegara duduk di atas ranjang, tubuhnya gemetar hebat.“Dia di dalam dinding! Dia ngomong sama aku!” teriaknya.Lila memeluk anaknya erat. “Tenang... tenang sayang, Ibu di sini.”Dimas menyalakan senter dari ponselnya dan menyorot ke arah dinding yang ditunjuk. Tidak ada apa-apa. Hanya cat putih polos.Tapi ketika mereka mendekat, terlihat sesuatu yang membuat napas mereka tercekat.Jejak tangan. Kecil. Seperti tangan anak-anak. Tertempel samar di permukaan dinding, tepat di atas sandaran ranjang Jatinegara. Jejak itu tidak seperti bekas tangan biasa. Bentuknya aneh. Jari-jarinya lebih panjang, dan susunannya tidak sempurna.“Jangan-jangan... ini bukan Aldi,” bisik Lila.Dimas mengusap wajahnya. “Besok kita bersihkan temboknya. Malam ini, Jati tidur sama kita.”Dan malam itu, mereka bertiga tidur di ruang tengah. Semua lampu dibiarkan menyala. Tapi tetap saja, di antara sela-sela

  • Pesugihan Kandang Bubrah   242. Bayangan dari Aldi

    Dimas membaca situasi dalam sekejap. Ia duduk di lantai di samping anaknya. “Jati, kamu tahu nggak kalau gambar bisa menyimpan energi?”Jatinegara mengangguk pelan. “Kayak buku cerita yang hidup, kan?”“Iya. Makanya, nanti gambar ini kita simpan dulu, ya. Jangan tempel di dinding kamar.”Jatinegara menurut, meski tampak sedikit enggan.Hari itu berjalan tenang, tapi tidak sepenuhnya lepas dari rasa waspada. Saat sore menjelang, Lila memberanikan diri untuk berjalan ke rumah seberang. Ia mengetuk pintu rumah Pak Bagas. Tidak ada sahutan. Ia mengetuk sekali lagi, lebih keras. Masih tak ada jawaban. Tapi jendela di lantai atas terlihat sedikit terbuka, tirainya bergerak perlahan meski angin nyaris tidak terasa.Saat ia hendak berbalik, pintu terbuka setengah.Seorang pria dengan wajah lelah dan kantong mata dalam menatap dari balik celah. “Ada perlu, Bu?”Lila tersenyum sopan. “Maaf, Pak. Saya Lila, dari seberang. Anak saya bilang semalam bertemu dengan Aldi. Saya cuma ingin memastikan..

  • Pesugihan Kandang Bubrah   241. Tetangga Baru

    Pagi pertama di rumah baru dimulai dengan aroma roti bakar dan suara sepeda motor yang melintas di depan gang. Lila membuka jendela dapur dan menyambut sinar matahari dengan napas panjang. Udara di lingkungan itu berbeda. Ramai, tapi tidak berisik. Hiruk-pikuknya justru terasa hidup, bukan membebani.Jatinegara duduk di ruang tamu, mengenakan seragam sekolah barunya. Kemeja putih, celana abu-abu, dan sepatu hitam yang masih mengilap. Di tangannya ada bekal berisi roti keju dan selembar surat kecil dari ibunya yang ditulis malam sebelumnya.“Kamu gugup?” tanya Lila sambil memeriksa kerah seragam anaknya.“Sedikit,” jawab Jatinegara jujur. “Tapi aku juga penasaran. Mungkin di sekolah ini nggak ada yang bisa lihat... bayangan-bayangan kayak dulu.”Lila menunduk dan mengecup kening anaknya. “Kalau pun ada, kamu tahu caranya tetap kuat.”Dimas yang berdiri di dekat pintu memberi kode. “Ayo, kita antar Jati dulu. Nanti aku lanjut ke bengkel motor.”Setelah mengantar Jatinegara ke sekolah da

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status