Home / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / 94. Amukan Gibran

Share

94. Amukan Gibran

Author: Ndraa Archer
last update Last Updated: 2024-12-24 17:46:20

Arif menghela napas panjang, lalu mengajak Gibran duduk. “Dengarkan aku, Gibran. Ini bukan salahku. Wina adalah gadis milik Danyang desa Misahan.”

Gibran mengernyit, jelas tidak mengerti. “Apa maksudmu, Arif? Danyang? Apa hubungannya Wina dengan itu?”

Arif menatapnya dengan serius. “Wina bukan gadis biasa. Dia adalah milik Danyang yang menjaga desa Misahan. Jika kau terus memaksakan pernikahan dengan Wina, itu berarti kau menentang kehendak Danyang. Dan akibatnya, desa ini akan terus mengalami teror.”

Wajah Gibran memucat. “Kau bercanda, kan? Kau benar-benar percaya dengan hal-hal semacam itu?”

Tangan Gibran mengepal tidak terima, semua yang di katakan Arif tidak masuk di akal sama sekali. "Bagaimana bisa, dia manusia biasa. Wina menapak tanah, bahkan dia makan - makanan yang sama seperti kita. Dimana letak dia milik Danyang Arif? Kamu bercandanya kelewatan,"  p

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pesugihan Kandang Bubrah    95. Dilematis Antara Takdir dan Ketakutan

    Desas-desus yang semakin menyebar di desa membuat Gibran semakin gelisah. Nama Wina kini menjadi perbincangan di setiap sudut pasar, warung, bahkan balai desa. Di tengah aktivitas harian mereka, warga tidak bisa berhenti membicarakan tentang gadis itu, apalagi setelah serangkaian peristiwa aneh yang terjadi belakangan ini."Siapa sangka, Wina itu bisa jadi sumber semua kekacauan ini," kata Pak Joko, seorang pedagang tua yang sering duduk di warung kopi. "Aku dengar, malam-malam ada suara tawa yang aneh, datangnya dari arah rumahnya. Sudah banyak yang mendengar, tapi siapa yang berani bicara?""Iya, aku juga dengar! Suara tawa itu bahkan sampai bikin bulu kudukku berdiri," timpal Bu Sari, pemilik warung nasi. "Katanya, itu bukan suara manusia biasa, bisa jadi suara roh halus. Mereka bilang Wina dilindungi oleh danyang desa Misahan, jadi kita tidak bisa sembarangan."Di balik desas-desus itu, beberapa warga lainnya mulai m

    Last Updated : 2024-12-24
  • Pesugihan Kandang Bubrah   96. Meyakinkan Wina

    Sore itu, Gibran berdiri di depan pintu rumah Wina. Tangannya mengetuk dengan keras, membuat daun pintu bergetar. Tidak lama kemudian, Wina membuka pintu dengan wajah cemas. Matanya menunjukkan kelelahan, seolah-olah dia sudah terlalu sering mendengar gosip dan tuduhan dari warga desa.“Gibran? Kenapa kau di sini lagi?” tanyanya dengan suara pelan.Gibran melangkah masuk tanpa menunggu undangan. “Kita perlu bicara, Wina. Aku tidak peduli dengan apa yang orang lain katakan. Aku ingin tahu kenapa kau membatalkan rencana pernikahan kita.”Wina menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Aku sudah bilang, Gibran. Aku merasa ada yang salah. Aku tidak bisa menjelaskan, tapi ada sesuatu yang membuatku tidak nyaman.”“Apa ini tentang danyang desa?” potong Gibran, nadanya penuh frustrasi. “Kau percaya dengan semua omong kosong itu? Wina, ini h

    Last Updated : 2024-12-25
  • Pesugihan Kandang Bubrah   97. Pengungkapan Wina di Ritual Bersih Desa

    Hari itu, suasana di desa terasa berbeda. Ritual bersih desa, yang diadakan setiap tahun, selalu menjadi momen penting bagi warga. Balai desa yang biasanya sepi kini dipenuhi dengan penduduk yang datang membawa persembahan sederhana: nasi tumpeng, buah-buahan, bunga, dan kain putih.Asap dupa melayang di udara, menciptakan aroma khas yang bercampur dengan udara pagi. Suara doa-doa yang dipanjatkan oleh tokoh adat dan Bu Narti, dukun desa yang dihormati, memenuhi ruang dengan getaran spiritual yang mendalam.Ritual ini diyakini sebagai cara untuk menenangkan danyang desa, penjaga gaib yang dipercaya melindungi mereka. Namun, tahun ini, ritual tersebut terasa lebih mendesak, terutama setelah serangkaian kejadian aneh yang membuat semua orang gelisah.Di antara kerumunan, Wina hadir dengan sikap yang tak seperti biasanya. Wajahnya tampak tenang, tanpa ekspresi, seolah-olah perasaan khawatir yang biasanya menghantuinya telah

    Last Updated : 2024-12-25
  • Pesugihan Kandang Bubrah   98. Aku adalah Pelindung Desa ini.

    Namun, sebelum ada yang bisa menghentikannya, Wina tiba-tiba berjalan menuju altar. Langkahnya perlahan tetapi pasti, seperti ada kekuatan yang membimbingnya. Bu Narti yang sedang memimpin doa berhenti sejenak, menatap Wina dengan ekspresi bingung.“Wina, apa yang kau lakukan?” tanya Bu Narti, suaranya tegas tetapi tidak marah.Wina tidak menjawab. Dia mengangkat tangannya ke arah dupa yang menyala dan tiba-tiba nyala api di altar, menjadi lebih besar. Semua warga terkejut, beberapa mundur dengan ketakutan. Asap tebal membentuk bayangan-bayangan yang bergerak di udara, menciptakan suasana mencekam.Kemudian, suara Wina terdengar. Namun, itu bukan suara lembutnya yang biasa. Suaranya terdengar lebih dalam, lebih berat, seperti suara yang datang dari entitas lain.“Aku adalah pelindung desa ini,” katanya, suaranya menggema di seluruh balai desa. “Aku telah lama berada di s

    Last Updated : 2024-12-25
  • Pesugihan Kandang Bubrah   99. Siapa yang Berbicara ?

    Kata-kata Bu Narti memang berhasil membuat Wina sedikit tenang. Namun, di dalam hati kecilnya, dia tahu bahwa ini baru permulaan. Perjalanan ke depan tidak akan mudah. Kini, dia harus menyeimbangkan dirinya antara menjalani kehidupan sebagai gadis desa biasa dengan beban ekspektasi yang semakin besar dari warga desa.Mereka kini melihatnya sebagai sosok pelindung, seseorang yang diberkahi kekuatan gaib untuk menjaga keseimbangan antara dunia nyata dan dunia yang tak kasat mata.Wina sering merasa canggung dengan perhatian yang tiba-tiba mengarah padanya. Setiap kali ia melangkah keluar rumah, ada saja warga yang menyapa dengan hormat, bahkan meminta berkat darinya. Ada yang datang dengan membawa bayi mereka, memintanya untuk mendoakan kesehatan si kecil.Ada juga yang membawa air dalam kendi, berharap Wina bersedia "memberkatinya" agar bisa digunakan sebagai obat. Meskipun Wina selalu mencoba menolak dengan halus, tatapa

    Last Updated : 2024-12-26
  • Pesugihan Kandang Bubrah   100. Malam yang Menjawab Pertanyaan

    Wina tidak bisa tidur malam itu. Mimpi tentang sosok di hutan yang misterius terus membayang di pikirannya, seolah-olah memanggilnya untuk mencari jawaban. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanya bunga tidur, namun hatinya berkata lain. Ada sesuatu yang nyata dalam mimpi itu, sesuatu yang terasa lebih dari sekadar khayalan.Wina duduk di beranda rumah, memeluk lutut sambil memandangi langit malam yang cerah. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah basah dari hujan sore tadi. Di kejauhan, suara jangkrik terdengar mengiringi pikirannya yang berkecamuk.“Kalau memang ini semua adalah tugas yang harus aku jalani, kenapa semuanya terasa seperti teka-teki?” Wina berbicara kepada dirinya sendiri, mencoba mencari keberanian di tengah kebingungannya.Suara langkah kaki lembut terdengar mendekat. Bu Narti muncul dari balik pintu dengan selendang melingkar di bahunya. Wajahnya tampak khawatir, namun ada ketenangan d

    Last Updated : 2024-12-26
  • Pesugihan Kandang Bubrah   101. Wina bertemu salah satu Danyang.

    Pria tua itu tersenyum tipis. “Aku adalah bagian dari keseimbangan yang harus kau jaga, Wina. Apa yang terjadi padamu bukan kebetulan. Kau dipilih karena kekuatan yang ada dalam dirimu.”“Kekuatan?” Wina mengulang, merasa bingung.“Ya,” jawabnya. “Kau adalah penjaga baru desa ini, seperti yang lain sebelum dirimu. Namun, kau memiliki sesuatu yang istimewa, kemampuan untuk menghubungkan dunia ini dengan dunia kami.”Wina terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu. “Tapi aku tidak mengerti. Kenapa aku? Aku hanya seorang gadis biasa.”“Tidak ada yang biasa tentang dirimu, Wina,” katanya dengan tegas. “Kau memiliki keberanian dan hati yang tulus, sesuatu yang tidak dimiliki oleh banyak orang. Itu sebabnya kau dipilih.”Wina menelan ludah, perasaan takut dan bingung bercampur jadi satu. “Lalu apa yang harus aku lakukan?”“Kau akan tahu pada waktunya,” kata sosok itu.

    Last Updated : 2024-12-26
  • Pesugihan Kandang Bubrah   102. Permintaan Rahasia Wina

    Malam itu, suasana desa terasa tenang, tetapi hati Arif tidak. Ia duduk di ruang tengah rumahnya, memandangi lampu minyak yang bergoyang lembut oleh angin malam.‘Apa bernar yang di katakan mbah Mijan?’ Pikiran tentang kejadian di balai desa masih menghantui pikirannya, terutama tentang Wina yang tiba-tiba menjadi pusat perhatian.“Tapi jika itu benar, apa yang nanti akan aku ketahui sendiri. Tentang Wina sudah terungkap di tempat ritual desa. Tapi yang akan aku ketahui, belum juga aku dapatkan,” gumamnya lirih. Arif menatap kosong ke depan, setidaknya dia kurang memikirkan pesugihan kandang bubrah , fokusnya tertuju pada masalah desa.Namun, ketenangan itu segera terusik oleh suara ketukan pelan di pintu. Arif berdiri, sedikit waspada. Ketika dia membuka pintu, dia mendapati Wina berdiri di sana. Wajah gadis itu terlihat serius, dan matanya menyiratkan sesuatu yang sulit diartikan.“Wina? A

    Last Updated : 2024-12-27

Latest chapter

  • Pesugihan Kandang Bubrah   250.Tanda-Tanda Baru

    Malam itu, setelah Jatinegara tertidur, Lila dan Dimas duduk di ruang tamu. Mereka membahas lubang di pohon tersebut."Aku merasa aneh, Dim. Setelah semua yang kita lalui... kenapa sekarang muncul lagi tanda-tanda?" tanya Lila lirih, matanya menatap kosong ke arah jendela.Dimas mengangguk, wajahnya tegang. "Aku juga merasakannya. Pohon itu... sepertinya bukan pohon biasa. Bukan sekadar pohon tua."Mereka sepakat untuk keesokan harinya mencari tahu lebih banyak tentang sejarah tanah di sekitar rumah mereka. Tapi sebelum mereka sempat tidur, sesuatu terjadi.Suara dentingan kecil terdengar dari arah dapur.Clink.Seperti koin jatuh.Lila dan Dimas saling pandang. Dimas berdiri pelan, mengambil senter, dan berjalan ke arah suara. Lila mengikutinya dengan jantung berdebar.Saat mereka sampai di dapur, lantainya kosong. Tidak ada koin. Tidak ada apa-apa. Hanya keheningan yang terasa menekan. Bahkan jam dinding seolah berhenti berdetak.Namun saat Dimas mengarahkan senter ke lantai, mereka

  • Pesugihan Kandang Bubrah    249. Bersama Cahaya

    Sore harinya, di ruang tamu, mereka menggelar tikar dan bermain permainan papan sederhana. Tawa mereka menggema memenuhi rumah. Dimas berpura-pura kalah dalam permainan, membuat Jatinegara tertawa terpingkal-pingkal. Lila merekam momen itu dengan kameranya, memastikan mereka bisa selalu mengingat bahwa kebahagiaan sederhana ini pernah ada.Saat malam tiba, Lila menghidangkan sup ayam hangat. Mereka makan bersama dengan penuh syukur."Kalau nanti kita liburan, mau ke mana?" tanya Dimas sambil menyuapkan sendok ke mulut."Ke pantai!" seru Jatinegara tanpa ragu. "Aku mau bikin istana pasir!"Lila tertawa. "Kalau begitu, kita nabung, ya. Biar bisa liburan bareng.""Janji, Bu? Janji, Yah?""Janji," jawab mereka bersamaan.Setelah makan malam, mereka duduk di teras, menikmati malam yang cerah. Bintang-bintang bertaburan di langit, dan angin membawa harum wangi bunga kamboja dari kebun belakang."Dulu, aku pikir kita nggak akan pernah

  • Pesugihan Kandang Bubrah   248. Tak Ada Suara Ketukan

    “Bagaimana Bapak tahu?”“Karena itu warisan keluarga Bagas. Dan karena aku yang menyuruh ibunya menyembunyikannya.”Pak Arwan berdiri. “Ada sesuatu yang harus kalian tahu. Pintu-pintu seperti yang kalian alami... tidak muncul sendiri. Ia tumbuh dari perjanjian. Perjanjian yang tidak pernah ditepati. Bagas pernah berjanji untuk menyerahkan sesuatu... demi anaknya bisa sembuh dari penyakit. Tapi ia menunda. Dan saat istrinya meninggal, ia kabur. Tapi makhluk itu tidak pernah lupa.”“Jadi semua ini... karena janji yang dilanggar?”“Dan karena tidak ada yang memperingatkan kalian. Kalian datang ke rumah yang menyimpan luka, lalu luka itu meresap ke dalam kalian.”Lila menatap Dimas. “Apa yang harus kita lakukan?”“Bakar surat dan foto itu. Tapi jangan di rumah. Lakukan di tanah tinggi. Bersihkan energi dari tempat kalian tinggal. Dan ajari anak kalian... untuk mengenali perbedaan antara teman dan penunggu.”Malam itu, mereka pergi ke bukit di ujung desa. Di sana, mereka menyalakan api ung

  • Pesugihan Kandang Bubrah   247. Rumah yang Masih Terbelah

    Lila menggenggam tangan anaknya. Ia masih bernapas. Tapi tubuhnya lemas.Dalam keheningan yang tersisa, hanya suara hujan yang terdengar. Tapi suasana rumah sudah berbeda. Tidak lagi terasa ditekan. Tidak lagi ada suara-suara bisik.Namun saat Dimas membantu Lila berdiri, mereka melihat satu hal terakhir.Di dinding tempat bayangan muncul, pasir hitam mengumpul membentuk pola baru.Pola itu menyerupai pintu. Dan di tengah-tengahnya, satu kalimat terukir:“Celah sudah ditutup. Tapi penjaga akan kembali.”Udara pagi di Desa Misahan terasa lebih lembut dari biasanya. Hujan semalam telah membersihkan debu-debu yang selama ini menggantung di antara daun-daun dan atap rumah. Tapi di rumah Lila, meski cahaya mentari menyusup lewat celah tirai dan suara burung bersahutan dari kejauhan, bayangan yang tertinggal belum benar-benar pergi.Jatinegara duduk di dekat jendela ruang tamu. Krayon berwarna hijau muda di tangannya menari pelan di atas kertas putih. Wajahnya tampak lebih segar, pipinya mu

  • Pesugihan Kandang Bubrah   246. Penjaga Celah

    Dalam perjalanan pulang, malam sudah mulai turun. Jalan desa yang gelap dilalui dengan perasaan campur aduk. Tapi mereka tahu, ini bukan hanya soal pengusiran. Ini soal menutup celah yang selama ini dibiarkan terbuka oleh luka-luka lama.Dan saat mereka sampai di rumah......pintu depan terbuka sedikit.Mereka saling tatap. Tidak ada yang merasa membukanya.Saat melangkah masuk, mereka langsung mencium aroma asing.Bunga melati.Dan di lantai ruang tamu, tersebar koin-koin logam. Bukan hanya satu. Tapi puluhan.Berderet. Mengarah ke kamar Jatinegara.Dan di dinding, tergambar satu kalimat:"Kami sudah menunggu."Dalam keheningan itu, sebuah suara kecil terdengar dari dalam kamar.Ketukan. Pelan.Satu...Dua...Tiga...Seolah memanggil mereka... untuk membuka pintu mimpi yang belum selesai.Hujan kembali turun malam itu. Lebih deras dari malam-malam sebelumnya, seolah langi

  • Pesugihan Kandang Bubrah   245. Pagar Tak Terlihat

    Pagi itu, suasana rumah dipenuhi keheningan yang bukan berasal dari ketenangan, tapi dari sesuatu yang menggantung, belum selesai, dan terus mengintai. Lila bangun lebih awal dari biasanya. Sinar matahari belum sepenuhnya menembus tirai, namun ia sudah duduk di tepi tempat tidur, matanya sembab, dan napasnya pendek-pendek. Ia tidak benar-benar tidur semalam.Dimas sudah di dapur, memanaskan air. Wajahnya sama letih. Ia belum bercerita bahwa malam sebelumnya, ia mendengar suara ketukan pelan dari balik dinding kamarnya sendiri. Ketukan yang berirama. Seolah seseorang mencoba mengetuk... dan mengetuk... meminta diizinkan masuk.“Pagi ini kita ke rumah Bu Retno. Habis itu, kita cari orang pintar yang bisa bantu,” ujar Dimas tanpa menoleh.Lila hanya mengangguk. Ia tak punya tenaga untuk membantah. Ia hanya tahu, apa pun yang mengikuti mereka, itu bukan hanya dari rumah Pak Bagas. Mungkin dari masa lalu mereka sendiri, dari tanah yang pernah terjamah keg

  • Pesugihan Kandang Bubrah   244. Malam Kedua

    "Jati, ayo minum susunya dulu," panggilnya sambil meletakkan gelas di meja kecil.Anaknya menoleh, lalu berdiri pelan dan menghampiri. “Bu... aku tadi nggak sendirian.”Lila menelan ludah. “Di mana?”“Di kamar. Waktu aku ambil kertas. Ada suara bilang, ‘Ayo gambar aku lagi.’ Terus... aku dengar suara gesek-gesek dari dalam lemari.”Lila segera memeluk anaknya. Wajah Jatinegara dingin dan tubuhnya sedikit menggigil meski cuaca tidak terlalu dingin. Ia tahu tak bisa lagi menganggap semua ini sebagai halusinasi anak-anak.“Suara itu kayak... pelan banget, Bu. Tapi aku tahu dia ada di sana. Suaranya kayak bisikan yang nyangkut di kepala.”Setelah Jatinegara tertidur di kamarnya—dipenuhi oleh lampu tidur, kantong pelindung dari Bu Ngatmi, dan doa-doa yang ia baca dengan suara bergetar—Lila duduk di ruang tamu bersama Dimas. Mereka berdua tak bicara lama. Hanya diam dan saling bertukar pandang. Saling tahu bahwa sesuatu sedang berjalan di luar batas pemahaman mereka.“Besok kita ke rumah Bu

  • Pesugihan Kandang Bubrah   243. Jejak di Dinding

    Tiba-tiba, suara dari kamar Jatinegara memecah keheningan.“BUUUU!!”Lila berlari masuk, diikuti Dimas. Jatinegara duduk di atas ranjang, tubuhnya gemetar hebat.“Dia di dalam dinding! Dia ngomong sama aku!” teriaknya.Lila memeluk anaknya erat. “Tenang... tenang sayang, Ibu di sini.”Dimas menyalakan senter dari ponselnya dan menyorot ke arah dinding yang ditunjuk. Tidak ada apa-apa. Hanya cat putih polos.Tapi ketika mereka mendekat, terlihat sesuatu yang membuat napas mereka tercekat.Jejak tangan. Kecil. Seperti tangan anak-anak. Tertempel samar di permukaan dinding, tepat di atas sandaran ranjang Jatinegara. Jejak itu tidak seperti bekas tangan biasa. Bentuknya aneh. Jari-jarinya lebih panjang, dan susunannya tidak sempurna.“Jangan-jangan... ini bukan Aldi,” bisik Lila.Dimas mengusap wajahnya. “Besok kita bersihkan temboknya. Malam ini, Jati tidur sama kita.”Dan malam itu, mereka bertiga tidur di ruang tengah. Semua lampu dibiarkan menyala. Tapi tetap saja, di antara sela-sela

  • Pesugihan Kandang Bubrah   242. Bayangan dari Aldi

    Dimas membaca situasi dalam sekejap. Ia duduk di lantai di samping anaknya. “Jati, kamu tahu nggak kalau gambar bisa menyimpan energi?”Jatinegara mengangguk pelan. “Kayak buku cerita yang hidup, kan?”“Iya. Makanya, nanti gambar ini kita simpan dulu, ya. Jangan tempel di dinding kamar.”Jatinegara menurut, meski tampak sedikit enggan.Hari itu berjalan tenang, tapi tidak sepenuhnya lepas dari rasa waspada. Saat sore menjelang, Lila memberanikan diri untuk berjalan ke rumah seberang. Ia mengetuk pintu rumah Pak Bagas. Tidak ada sahutan. Ia mengetuk sekali lagi, lebih keras. Masih tak ada jawaban. Tapi jendela di lantai atas terlihat sedikit terbuka, tirainya bergerak perlahan meski angin nyaris tidak terasa.Saat ia hendak berbalik, pintu terbuka setengah.Seorang pria dengan wajah lelah dan kantong mata dalam menatap dari balik celah. “Ada perlu, Bu?”Lila tersenyum sopan. “Maaf, Pak. Saya Lila, dari seberang. Anak saya bilang semalam bertemu dengan Aldi. Saya cuma ingin memastikan..

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status