Home / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / 102. Permintaan Rahasia Wina

Share

102. Permintaan Rahasia Wina

Author: Ndraa Archer
last update Last Updated: 2024-12-27 17:09:44

Malam itu, suasana desa terasa tenang, tetapi hati Arif tidak. Ia duduk di ruang tengah rumahnya, memandangi lampu minyak yang bergoyang lembut oleh angin malam.

‘Apa bernar yang di katakan mbah Mijan?’ Pikiran tentang kejadian di balai desa masih menghantui pikirannya, terutama tentang Wina yang tiba-tiba menjadi pusat perhatian.

“Tapi jika itu benar, apa yang nanti akan aku ketahui sendiri. Tentang Wina sudah terungkap di tempat ritual desa. Tapi yang akan aku ketahui, belum juga aku dapatkan,” gumamnya lirih. Arif menatap kosong ke depan, setidaknya dia kurang memikirkan pesugihan kandang bubrah , fokusnya tertuju pada masalah desa.

Namun, ketenangan itu segera terusik oleh suara ketukan pelan di pintu. Arif berdiri, sedikit waspada. Ketika dia membuka pintu, dia mendapati Wina berdiri di sana. Wajah gadis itu terlihat serius, dan matanya menyiratkan sesuatu yang sulit diartikan.

“Wina? A

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pesugihan Kandang Bubrah   103. Di Ambang Keputusan

    Arif duduk di beranda rumahnya, memandangi langit pagi yang mulai memudar menjadi abu-abu. Angin dingin menyapu wajahnya, tetapi tidak mampu menghilangkan rasa gelisah yang menguasai pikirannya. Ia terus memikirkan ancaman Wina dan konsekuensi dari keputusannya.“Mas Arif !” panggil Lila.“Hem, ya,” jawabnya singkat.Lila mengelengkan kepala, dia tidak habis pikir dengan suaminya . Lila meletakkan minuman di atas meja. “ Ini minumnya,” ujarnya lalu pergi.Arif hanya tersenyum dan mengangguk, dia kembali ke fokusnya sebelumnya. Tuntutan Wina terasa seperti jebakan yang memaksa Arif untuk semakin terikat pada misteri yang ia coba hindari. Namun, ancaman itu tidak memberinya pilihan.“Apa aku benar-benar harus melakukannya?” gumam Arif, menatap cangkir teh di tangannya. “Atau... apa aku harus melawan?”

    Last Updated : 2024-12-27
  • Pesugihan Kandang Bubrah   104. Rahasia yang Terungkap

    Ketika Arif kembali ke rumah, Lila menyambutnya dengan wajah penuh kekhawatiran. “Arif, kau ke mana tadi?” tanyanya. “Kau terlihat sangat gelisah belakangan ini.”“Aku hanya butuh waktu sendiri,” jawab Arif singkat, mencoba menghindari pertanyaan lebih lanjut.Namun, Lila tidak menyerah. “Arif, aku tahu ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku. Tolong, apa pun itu, katakan padaku. Aku ingin membantumu.”Arif menatap istrinya, merasa bersalah karena harus menyembunyikan kebenaran darinya. Namun, ia tahu bahwa mengungkapkan semuanya hanya akan membuat situasi semakin rumit.“Lila, semuanya akan baik-baik saja,” katanya akhirnya, mencoba menenangkan istrinya. “Aku hanya butuh waktu untuk menyelesaikan beberapa hal.”Lila terdiam, meskipun wajahnya masih menunjukkan kekhawatiran. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang tid

    Last Updated : 2024-12-27
  • Pesugihan Kandang Bubrah   105. Keyakinan yang Mulai Goyah

    Setelah pembicaraan itu, Lila pergi tidur, tetapi Arif tetap duduk di ruang tengah. Ia memikirkan kata-kata Wina tentang Gibran dan danyang desa.Semakin ia memikirkannya, semakin ia merasa bahwa Wina memiliki agenda tersembunyi. Namun, ia juga tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Gibran mungkin memang ditakdirkan untuk menikahi Wina dan melahirkan keturunan yang akan menjadi bagian dari tradisi danyang.“Kalau benar ini tentang keturunan...” gumam Arif, “apa artinya Gibran harus menyerahkan hidupnya?”Pikiran itu membuat dadanya terasa sesak. Ia merasa bersalah karena telah menyeret Gibran ke dalam kekacauan ini. Namun, di sisi lain, ia juga tahu bahwa ia tidak bisa mundur sekarang. Jika ia ingin melindungi dirinya dan keluarganya, ia harus menyelesaikan tugas ini.“Belum selesai masalah satu, datang masalah ini lagi. Aku pikir ritual pertama itu sudah selesai, ternyata m

    Last Updated : 2024-12-28
  • Pesugihan Kandang Bubrah   106. Pesan Penting

    Ketika mereka mulai mendekati batas desa menuju hutan Misahan, Arif menghentikan langkahnya. Ia menatap Rendi dengan serius, lalu mengeluarkan sebuah lilin dari tas kecilnya.“Rendi, dengarkan aku baik-baik,” kata Arif sambil menyerahkan lilin itu. “Ini bukan perjalanan biasa. Apa pun yang terjadi, kau harus menjaga lilin ini tetap menyala. Jangan sampai padam, apa pun yang kau lihat atau dengar.”Rendi mengerutkan kening, bingung dengan permintaan itu. “Kenapa, Pak? Apa yang sebenarnya kita cari di sini?”Arif menghela napas panjang. Ia tahu bahwa menjelaskan semuanya hanya akan menambah ketakutan Rendi, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan pria muda itu tidak tahu apa-apa. “Kita akan mencari barang-barang yang penting untuk desa ini, tetapi perjalanan ini tidak hanya tentang fisik. Kau mungkin akan melihat hal-hal yang tidak bisa dijelaskan. Jangan coba-coba untuk mengikutiku l

    Last Updated : 2024-12-28
  • Pesugihan Kandang Bubrah    107. Rintangan di Jalan Gelap

    Arif melangkah semakin jauh ke dalam hutan Misahan. Udara semakin berat, dan keheningan yang melingkupi seolah menelan setiap suara langkahnya.Pepohonan menjulang tinggi, dedaunannya menutupi langit, membuat siang hari tampak seperti senja. Setiap langkah membawa rasa dingin yang menusuk tulang, tetapi Arif tidak berhenti.“Semua ini hanya rintangan,” gumamnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.Namun, rintangan pertama segera muncul. Ketika ia melangkah lebih dalam, suara desisan pelan terdengar dari sekelilingnya. Arif berhenti, matanya berusaha menembus kegelapan.Tiba-tiba, seekor ular besar meluncur dari salah satu cabang pohon dan mendarat di depannya. Tubuhnya hitam berkilau dengan sisik yang memantulkan cahaya samar, dan matanya merah menyala, menatap Arif dengan penuh kebencian.“Manusia,” desis ular itu dengan suara yang tidak wajar. “Kau tidak seharus

    Last Updated : 2024-12-28
  • Pesugihan Kandang Bubrah   108. Jalan yang Menyesatkan

    Arif melangkah lebih jauh setelah melewati gerbang yang dijaga oleh Duras. Udara terasa semakin berat, dan aroma busuk menyengat menyeruak, membuatnya harus menutup hidung dengan kain. Jalan setapak yang ia lalui tampak seperti lingkaran tak berujung, dan pohon-pohon di sekelilingnya terlihat seperti sosok yang bergerak. Ia mulai merasa dirinya tidak benar-benar maju.“Aku sudah melewati pohon ini sebelumnya,” gumamnya, menatap sebuah pohon besar dengan cabang yang berbentuk aneh.Arif merobek sepotong kain dari bajunya dan mengikatnya di salah satu cabang pohon itu sebagai tanda. Lalu ia melanjutkan langkahnya dengan hati-hati, tetapi setelah berjalan beberapa menit, ia kembali melihat pohon yang sama dengan tanda kainnya.“Sialan!” teriak Arif frustrasi. Ia merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya meskipun udara di sekitarnya begitu dingin. “Kalian mencoba menyesatkanku, ya?”

    Last Updated : 2024-12-29
  • Pesugihan Kandang Bubrah   109. Dimensi yang Asing

    Setelah melewati cahaya samar di kejauhan, Arif merasa dirinya melangkah ke dunia yang sepenuhnya berbeda. Udara yang sebelumnya dingin dan berat kini berubah menjadi hangat, tetapi kehangatan itu tidak memberikan rasa nyaman, lebih mirip seperti panas yang mengendap, menekan, dan membuatnya sulit bernapas.Di hadapannya terbentang sebuah kota yang tampak seperti versi lain dari dunia nyata, tetapi aneh dan menyesatkan. Bangunan-bangunan tinggi menjulang, dipenuhi lampu neon yang berkedip-kedip dengan warna mencolok.Jalan-jalannya dipenuhi dengan papan reklame elektronik yang menampilkan gambar-gambar bergerak, tetapi tidak ada tulisan yang bisa dimengerti. Semua terlihat seperti kota besar modern, tetapi atmosfernya tidak benar.Tidak ada suara kendaraan atau keramaian. Tidak ada tawa atau obrolan orang-orang. Suasananya sunyi, begitu sunyi sehingga suara napasnya sendiri terdengar bergema.Arif berjalan perlaha

    Last Updated : 2024-12-29
  • Pesugihan Kandang Bubrah   110. Dihadapkan dengan Ketakutan

    Akhirnya, Arif melihat cahaya terang di ujung jalan, seperti pintu keluar dari dunia aneh ini. Dengan napas tersengal-sengal, ia melompat ke arah cahaya tersebut. Begitu ia melewati batasnya, semua suara hilang dan dunia di sekitarnya berubah menjadi gelap total. Ia jatuh tersungkur di tanah yang dingin, tubuhnya gemetar hebat.Ketika ia membuka matanya, Arif sudah kembali di tepi hutan desa. Udara malam terasa segar, tetapi ia tahu, pengalaman yang baru saja ia alami bukan sekadar mimpi. "Apa pun itu," pikirnya, "tempat itu bukan untuk manusia."Arif melangkah pelan, mencoba memahami apa yang ia lihat. Orang-orang berjalan dengan langkah teratur, tanpa suara, dan wajah mereka tidak menunjukkan emosi. Semuanya tampak seperti bayangan yang bergerak di bawah cahaya lampu neon yang terlalu terang. Namun, yang paling mengerikan adalah wajah mereka.Arif memperhatikan salah satu dari mereka dengan saksama dan nyaris tidak bis

    Last Updated : 2024-12-29

Latest chapter

  • Pesugihan Kandang Bubrah   250.Tanda-Tanda Baru

    Malam itu, setelah Jatinegara tertidur, Lila dan Dimas duduk di ruang tamu. Mereka membahas lubang di pohon tersebut."Aku merasa aneh, Dim. Setelah semua yang kita lalui... kenapa sekarang muncul lagi tanda-tanda?" tanya Lila lirih, matanya menatap kosong ke arah jendela.Dimas mengangguk, wajahnya tegang. "Aku juga merasakannya. Pohon itu... sepertinya bukan pohon biasa. Bukan sekadar pohon tua."Mereka sepakat untuk keesokan harinya mencari tahu lebih banyak tentang sejarah tanah di sekitar rumah mereka. Tapi sebelum mereka sempat tidur, sesuatu terjadi.Suara dentingan kecil terdengar dari arah dapur.Clink.Seperti koin jatuh.Lila dan Dimas saling pandang. Dimas berdiri pelan, mengambil senter, dan berjalan ke arah suara. Lila mengikutinya dengan jantung berdebar.Saat mereka sampai di dapur, lantainya kosong. Tidak ada koin. Tidak ada apa-apa. Hanya keheningan yang terasa menekan. Bahkan jam dinding seolah berhenti berdetak.Namun saat Dimas mengarahkan senter ke lantai, mereka

  • Pesugihan Kandang Bubrah    249. Bersama Cahaya

    Sore harinya, di ruang tamu, mereka menggelar tikar dan bermain permainan papan sederhana. Tawa mereka menggema memenuhi rumah. Dimas berpura-pura kalah dalam permainan, membuat Jatinegara tertawa terpingkal-pingkal. Lila merekam momen itu dengan kameranya, memastikan mereka bisa selalu mengingat bahwa kebahagiaan sederhana ini pernah ada.Saat malam tiba, Lila menghidangkan sup ayam hangat. Mereka makan bersama dengan penuh syukur."Kalau nanti kita liburan, mau ke mana?" tanya Dimas sambil menyuapkan sendok ke mulut."Ke pantai!" seru Jatinegara tanpa ragu. "Aku mau bikin istana pasir!"Lila tertawa. "Kalau begitu, kita nabung, ya. Biar bisa liburan bareng.""Janji, Bu? Janji, Yah?""Janji," jawab mereka bersamaan.Setelah makan malam, mereka duduk di teras, menikmati malam yang cerah. Bintang-bintang bertaburan di langit, dan angin membawa harum wangi bunga kamboja dari kebun belakang."Dulu, aku pikir kita nggak akan pernah

  • Pesugihan Kandang Bubrah   248. Tak Ada Suara Ketukan

    “Bagaimana Bapak tahu?”“Karena itu warisan keluarga Bagas. Dan karena aku yang menyuruh ibunya menyembunyikannya.”Pak Arwan berdiri. “Ada sesuatu yang harus kalian tahu. Pintu-pintu seperti yang kalian alami... tidak muncul sendiri. Ia tumbuh dari perjanjian. Perjanjian yang tidak pernah ditepati. Bagas pernah berjanji untuk menyerahkan sesuatu... demi anaknya bisa sembuh dari penyakit. Tapi ia menunda. Dan saat istrinya meninggal, ia kabur. Tapi makhluk itu tidak pernah lupa.”“Jadi semua ini... karena janji yang dilanggar?”“Dan karena tidak ada yang memperingatkan kalian. Kalian datang ke rumah yang menyimpan luka, lalu luka itu meresap ke dalam kalian.”Lila menatap Dimas. “Apa yang harus kita lakukan?”“Bakar surat dan foto itu. Tapi jangan di rumah. Lakukan di tanah tinggi. Bersihkan energi dari tempat kalian tinggal. Dan ajari anak kalian... untuk mengenali perbedaan antara teman dan penunggu.”Malam itu, mereka pergi ke bukit di ujung desa. Di sana, mereka menyalakan api ung

  • Pesugihan Kandang Bubrah   247. Rumah yang Masih Terbelah

    Lila menggenggam tangan anaknya. Ia masih bernapas. Tapi tubuhnya lemas.Dalam keheningan yang tersisa, hanya suara hujan yang terdengar. Tapi suasana rumah sudah berbeda. Tidak lagi terasa ditekan. Tidak lagi ada suara-suara bisik.Namun saat Dimas membantu Lila berdiri, mereka melihat satu hal terakhir.Di dinding tempat bayangan muncul, pasir hitam mengumpul membentuk pola baru.Pola itu menyerupai pintu. Dan di tengah-tengahnya, satu kalimat terukir:“Celah sudah ditutup. Tapi penjaga akan kembali.”Udara pagi di Desa Misahan terasa lebih lembut dari biasanya. Hujan semalam telah membersihkan debu-debu yang selama ini menggantung di antara daun-daun dan atap rumah. Tapi di rumah Lila, meski cahaya mentari menyusup lewat celah tirai dan suara burung bersahutan dari kejauhan, bayangan yang tertinggal belum benar-benar pergi.Jatinegara duduk di dekat jendela ruang tamu. Krayon berwarna hijau muda di tangannya menari pelan di atas kertas putih. Wajahnya tampak lebih segar, pipinya mu

  • Pesugihan Kandang Bubrah   246. Penjaga Celah

    Dalam perjalanan pulang, malam sudah mulai turun. Jalan desa yang gelap dilalui dengan perasaan campur aduk. Tapi mereka tahu, ini bukan hanya soal pengusiran. Ini soal menutup celah yang selama ini dibiarkan terbuka oleh luka-luka lama.Dan saat mereka sampai di rumah......pintu depan terbuka sedikit.Mereka saling tatap. Tidak ada yang merasa membukanya.Saat melangkah masuk, mereka langsung mencium aroma asing.Bunga melati.Dan di lantai ruang tamu, tersebar koin-koin logam. Bukan hanya satu. Tapi puluhan.Berderet. Mengarah ke kamar Jatinegara.Dan di dinding, tergambar satu kalimat:"Kami sudah menunggu."Dalam keheningan itu, sebuah suara kecil terdengar dari dalam kamar.Ketukan. Pelan.Satu...Dua...Tiga...Seolah memanggil mereka... untuk membuka pintu mimpi yang belum selesai.Hujan kembali turun malam itu. Lebih deras dari malam-malam sebelumnya, seolah langi

  • Pesugihan Kandang Bubrah   245. Pagar Tak Terlihat

    Pagi itu, suasana rumah dipenuhi keheningan yang bukan berasal dari ketenangan, tapi dari sesuatu yang menggantung, belum selesai, dan terus mengintai. Lila bangun lebih awal dari biasanya. Sinar matahari belum sepenuhnya menembus tirai, namun ia sudah duduk di tepi tempat tidur, matanya sembab, dan napasnya pendek-pendek. Ia tidak benar-benar tidur semalam.Dimas sudah di dapur, memanaskan air. Wajahnya sama letih. Ia belum bercerita bahwa malam sebelumnya, ia mendengar suara ketukan pelan dari balik dinding kamarnya sendiri. Ketukan yang berirama. Seolah seseorang mencoba mengetuk... dan mengetuk... meminta diizinkan masuk.“Pagi ini kita ke rumah Bu Retno. Habis itu, kita cari orang pintar yang bisa bantu,” ujar Dimas tanpa menoleh.Lila hanya mengangguk. Ia tak punya tenaga untuk membantah. Ia hanya tahu, apa pun yang mengikuti mereka, itu bukan hanya dari rumah Pak Bagas. Mungkin dari masa lalu mereka sendiri, dari tanah yang pernah terjamah keg

  • Pesugihan Kandang Bubrah   244. Malam Kedua

    "Jati, ayo minum susunya dulu," panggilnya sambil meletakkan gelas di meja kecil.Anaknya menoleh, lalu berdiri pelan dan menghampiri. “Bu... aku tadi nggak sendirian.”Lila menelan ludah. “Di mana?”“Di kamar. Waktu aku ambil kertas. Ada suara bilang, ‘Ayo gambar aku lagi.’ Terus... aku dengar suara gesek-gesek dari dalam lemari.”Lila segera memeluk anaknya. Wajah Jatinegara dingin dan tubuhnya sedikit menggigil meski cuaca tidak terlalu dingin. Ia tahu tak bisa lagi menganggap semua ini sebagai halusinasi anak-anak.“Suara itu kayak... pelan banget, Bu. Tapi aku tahu dia ada di sana. Suaranya kayak bisikan yang nyangkut di kepala.”Setelah Jatinegara tertidur di kamarnya—dipenuhi oleh lampu tidur, kantong pelindung dari Bu Ngatmi, dan doa-doa yang ia baca dengan suara bergetar—Lila duduk di ruang tamu bersama Dimas. Mereka berdua tak bicara lama. Hanya diam dan saling bertukar pandang. Saling tahu bahwa sesuatu sedang berjalan di luar batas pemahaman mereka.“Besok kita ke rumah Bu

  • Pesugihan Kandang Bubrah   243. Jejak di Dinding

    Tiba-tiba, suara dari kamar Jatinegara memecah keheningan.“BUUUU!!”Lila berlari masuk, diikuti Dimas. Jatinegara duduk di atas ranjang, tubuhnya gemetar hebat.“Dia di dalam dinding! Dia ngomong sama aku!” teriaknya.Lila memeluk anaknya erat. “Tenang... tenang sayang, Ibu di sini.”Dimas menyalakan senter dari ponselnya dan menyorot ke arah dinding yang ditunjuk. Tidak ada apa-apa. Hanya cat putih polos.Tapi ketika mereka mendekat, terlihat sesuatu yang membuat napas mereka tercekat.Jejak tangan. Kecil. Seperti tangan anak-anak. Tertempel samar di permukaan dinding, tepat di atas sandaran ranjang Jatinegara. Jejak itu tidak seperti bekas tangan biasa. Bentuknya aneh. Jari-jarinya lebih panjang, dan susunannya tidak sempurna.“Jangan-jangan... ini bukan Aldi,” bisik Lila.Dimas mengusap wajahnya. “Besok kita bersihkan temboknya. Malam ini, Jati tidur sama kita.”Dan malam itu, mereka bertiga tidur di ruang tengah. Semua lampu dibiarkan menyala. Tapi tetap saja, di antara sela-sela

  • Pesugihan Kandang Bubrah   242. Bayangan dari Aldi

    Dimas membaca situasi dalam sekejap. Ia duduk di lantai di samping anaknya. “Jati, kamu tahu nggak kalau gambar bisa menyimpan energi?”Jatinegara mengangguk pelan. “Kayak buku cerita yang hidup, kan?”“Iya. Makanya, nanti gambar ini kita simpan dulu, ya. Jangan tempel di dinding kamar.”Jatinegara menurut, meski tampak sedikit enggan.Hari itu berjalan tenang, tapi tidak sepenuhnya lepas dari rasa waspada. Saat sore menjelang, Lila memberanikan diri untuk berjalan ke rumah seberang. Ia mengetuk pintu rumah Pak Bagas. Tidak ada sahutan. Ia mengetuk sekali lagi, lebih keras. Masih tak ada jawaban. Tapi jendela di lantai atas terlihat sedikit terbuka, tirainya bergerak perlahan meski angin nyaris tidak terasa.Saat ia hendak berbalik, pintu terbuka setengah.Seorang pria dengan wajah lelah dan kantong mata dalam menatap dari balik celah. “Ada perlu, Bu?”Lila tersenyum sopan. “Maaf, Pak. Saya Lila, dari seberang. Anak saya bilang semalam bertemu dengan Aldi. Saya cuma ingin memastikan..

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status