Kedatangan aku dan Rania ke sekolah hari ini, menggemparkan seantero sekolah. Bagaimana tidak! Hari ini om Arga juga ikut bersama kami. Katanya ada hal penting yang harus dia selesai kan. Aku tidak mengerti apa maksud dari ucapan nya? Apakah hal penting yang ingin di selesaikan nya adalah tentang kejadian yang menimpa aku kemarin? Jika memang benar, aku tidak tau bagaimana nasib Stella dan kedua teman nya setelah ini. "Eh! Liat deh! Siapa itu? Ganteng banget," "Iya. Btw kenapa dia bareng sama Rania dan Bella," "Gue nggak tau! Mungkin aja itu kakak nya Rania," "Ya ampun! Gue nggak tau kalau Rania punya kakak seganteng itu. Kalau gitu, gue jadi pengen jadi kakak iparnya Rania," "Iya, gue juga mau, dong! Dia terlihat tampan dan gagah. Kayak nya cocok deh sama gue," Bisik-bisik sekelompok siswi itu terdengar sangat jelas di telingaku. Membuat dada ku seketika bergejolak, terbakar rasa cemburu. Aku tidak suka itu. Aku tidak suka ketika ada wanita lain yang mengagumi om Arga,
"Apa maksud kamu, mas? Kenapa memanggil pria ini dengan sebutan Presdir?" tanya nyonya Mahendra pada suaminya. Wanita itu pasti terkejut, terlihat sekali dari raut wajahnya. "Dia adalah bos di tempat aku bekerja. Dan apa yang kau lakukan tadi? Kenapa kau menghinanya?" tanya tuan Mahendra menekan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya, sambil menatap tajam sang istri. "Jika sampai aku kehilangan pekerjaan ku gara-gara kejadian ini, maka kau akan menerima akibat," tambah nya lagi. "Ma-maafkan aku, mas! Aku benar-benar tidak tau," balas nyonya Mahendra penuh penyesalan. "Bukan padaku, sekarang minta maaflah pada Presdir. Berani sekali kau menyinggung nya," Kemudian ketiga wanita yang tadinya mendongak angkuh itu, sekarang terlihat menundukkan kepalanya. Sebenarnya yang lebih besar di rasakan oleh ketiga wanita ini, bukan rasa bersalah dan penyesalan atas perbuatan mereka sebelum nya. Melainkan lebih ke rasa takut akan di pecat nya sang suami dari pekerjaan. "Tu-tuan maafkan
Semenjak hari itu, Stella tidak pernah lagi mengusikku. Dia bahkan selalu menghindar ketika tidak sengaja berpapasan dengan ku. Dan hari-hari yang aku lalui pun mulai terasa aman. Karena tidak ada yang berusaha mencari masalah denganku. Pun dengan om Arga yang semakin hari semakin terlihat perhatian padaku. Dia selalu menghubungi ku setiap saat, memastikan apakah aku baik-baik saja. Atau sekedar menanyakan apakah aku sudah pulang sekolah? Dia terkadang juga menyempatkan waktu di tengah kesibukan nya untuk menjemput ku. Membuat ku selalu di landa kebahagiaan setiap saat. Perhatian demi perhatian yang di berikan nya membuat cintaku tumbuh semakin besar untuknya setiap hari. Membuat aku rasanya benar-benar tidak sanggup jika sampai suatu saat takdir akan memisahkan kami. Om Arga benar-benar telah menempati ruang terdalam di hatiku. Ruang yang belum pernah ada satupun yang berhasil memasukinya. Ruang yang hanya tersimpan namanya saja di sana. Apalagi semenjak kami memutuskan untuk
"Hufft! Sangat melelahkan," ucap Rania begitu menjatuhkan dirinya di atas sofa. Setelah menempuh perjalanan yang lumayan lama, akhirnya kami tiba di rumah. Memang terasa melelahkan tapi, kebahagian terasa sangat nyata bagiku. Dimana kami menghabiskan waktu bersama, dan hubungan aku dan om Arga juga menjadi begitu dekat. Aku merasa, hubungan kami sudah terlihat seperti suami istri pada umumnya. Perhatian dan perubahan sikap nya yang sangat nyata, adalah hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelum nya. Dan om Arga mengatakan akan mempublikasikan pernikahan kami setelah aku lulus nanti. Eh! Maksudku mas Arga, hehehe. Jangan sampai setelah ini aku salah menyebut namanya, atau... "Satu kali kamu memanggil saya dengan sebutan 'om'. Maka satu kali hukuman," kalimat yang di ucapkan om Arga semalam masih terngiang dalam ingatanku. "Oh ya. Memang hukuman nya apa?" balas ku ikut menantang. Cup! "Hukuman nya seperti itu! Atau mungkin lebih dari itu," balas om Arga tenang. Lebih d
"Kesalahan terbesar apa yang pernah kau lakukan?" tanya mas Arga. "Mungkin kesalahan terbesar yang pernah Bella lakukan adalan belum bisa membahagiakan papa. Bella sering membantah dengan apa yang papa suruh. Dulu papa selalu mewanti-wanti Bella untuk mengenakan hijab, tapi Bella selalu mengabaikan semua nasehat dan petuahnya," kenang ku dengan apa yang pernah papa ucapkan sebelumnya. "Bella menyesal karena tidak pernah menjadi anak yang baik untuk papa. Bella selalu menjadi beban untuk papa. Itulah sebabnya sekarang Bella berusaha untuk menjadi lebih baik. Bella ingin papa senang melihat perubahan Bella dari atas sana," tambah ku lagi menahan sesak di dada. Apalagi saat aku merasakan kerinduan yang mendalam padanya. Ternyata benar! Rindu yang paling menyakitkan adalah merindukan seseorang yang telah berbeda alam dengan kita. Rindu yang paling menyesakkan adalah saat kau tidak bisa lagi menatap wajahnya untuk melampiaskan rasa rindumu. Jangan kan melihat wajahnya secara nyata, m
Begitu membuka mataku di pagi hari, aku merasakan seluruh badan ku terasa remuk. Kegiatan semalam benar-benar menguras tenagaku.Pipiku seketika memerah saat mengingat apa yang terjadi antara aku dan mas Arga semalam.Setelah beberapa bulan membangun biduk rumah tangga bersamanya, akhirnya semalam aku benar-benar telah menjadi seorang istri seutuhnya. Aku telah memberikan hak mas Arga yang seharus nya dia dapatkan dari awal pernikahan kami.Meskipun tanpa ada nya ucapan cinta yang keluar dari mulut mas Arga. Tapi aku yakin, lambat laun kalimat itu pasti akan keluar dengan sendirinya. Seiring berjalan nya waktu, cinta akan tumbuh dengan sendirinya.Yang pasti satu hal, untuk saat ini aku benar-benar sangat mencintai nya. Apalagi setelah apa yang kami lakukan semalam, cintaku semakin besar untuk nya.Jangankan meninggalkan nya, jauh dari nya saja rasanya aku tidak sanggup. Itulah yang saat ini hati ku rasakan.Tapi aku juga tidak boleh lupa, bahwa itu semua hanyalah sekedar harapan ku. H
"Ada apa, Dit?" tanya ku terkejut, saat tiba-tiba saja Radit menarik tangan ku menjauh dari kelas. Kemudian dia membawaku ke taman yang terlihat sepi saat ini. Taman yang memang jarang di lewati siswa. Karena letaknya yang berada di halaman belakang sekolah. Pria itu baru melepaskan tangan ku saat kami tiba di sana. "Ngapain kita di sini?" tanya ku pada nya yang hanya diam. "Apa kamu sudah punya seseorang yang penting dalam hidup mu?" tanya nya menatap intens padaku. "Maksud nya?" tanya ku yang tidak mengerti maksud ucapan pria di depan ku ini. "Apa kamu sudah mempunyai kekasih?" tanya nya lagi memperjelas. "Ke-kekasih?" beo ku. "Iya. Apa foto tangan yang kau posting saat itu adalah milik kekasihmu?" Ya, aku baru mengerti! Ternyata Radit masih penasaran tentang foto yang aku posting saat itu. Karena aku belum memberikan jawaban dari pertanyaan yang dia tanyakan saat itu. Itulah sebab nya dia menarik ku ke sini. "Jawab, Bella! Jangan membuat aku kembali bertanya pert
"Rania!" Gumam ku begitu berbalik. Aku pikir tadi Stella yang menyentuh pundak ku, dan dia mendengar semua yang di katakan Radit, ternyata aku salah. Yang saat ini berdiri di belakang ku bukan lah Stella, melainkan Rania. Bukan tanpa alasan tadi nya aku merasa terkejut dan khawatir jika yang ada di belakang ku ini adalah Stella. Hanya saja, aku tidak ingin jika Stella mendengar apa yang di katakan Radit tadi. Aku tidak ingin dia kembali melakukan hal di luar batas padaku. Bukan karena aku takut, hanya saja aku tidak ingin tindakan bodoh nya itu akan merugikan dirinya sendiri. Dan pastinya, mas Arga tidak akan tinggal diam jika dia kembali mengusikku. "Ngapain di sini? Dari tadi aku nyariin kamu, loh," ucap Rania. "Lagi cari udara segar," jawab ku tersenyum. Aku tidak ingin memberitahu nya jika tadi Radit lah yang membawaku ke sini. Aku belum ingin bercerita pada Rania tentang apa yang di katakan Radit pada ku tadi. Lagipula aku pikir itu tidak lah penting. "Ke kantin, yuk! Aku
POV Arabella"Mas, ini benar rumah nya?" Tanya ku pada mas Arga begitu dia menghentikan mobil nya. Yang di balas anggukan kepala oleh nya.Aku menatap iri pada rumah bercat putih yang ada di depan ku. Bukan karena rumah nya yang begitu besar. Tapi pada sebuah keluarga yang hidup bahagia di dalam sana.Keluarga yang aku rindukan. Tapi tidak pernah terwujud, karena salah satu tiang dari bahagia itu telah pergi. Dan dia memilih tempat lain untuk dia jadikan rumah yang kokoh."Ayo kita turun," ucapan mas Arga menyadarkan aku dari lamunan yang hanya ada di mimpi ku.Aku segera turun dengan mas Arga yang berjalan di sisiku. Begitu tiba di depan pintu, terlihat mama yang menyambut kedatangan kami dengan senyum bahagia."Akhirnya kalian tiba juga, mama pikir kalian tidak jadi datang," ucap mama merangkul ku ke dalam. Aku hanya diam tanpa menolak rangkuman nya.Aku ingin berdamai dengan masa lalu yang terasa menyakitkan itu. Setelah banyak nya nasehat yang mas Arga berikan padaku.Mencoba mem
"Gimana penampilan aku, mas,"Tanya Bella begitu aku keluar dari ruang ganti. Untuk sesaat, aku terpaku melihat penampilan Bella yang terlihat saat manis dan anggun di balik gaun berwarna crem yang dia kenakan, juga pasmina nya yang berwarna senada. "Kok bengong sih, mas! Gaun ini terlihat tidak cocok, ya? Padahal ini pilihan kamu sendiri," Ucapan Bella yang bernada sedih, menyadarkan aku dari kekaguman ku. "Cantik!' balas ku singkat. "Bella apa gaun nya ini yang cantik?" Tanya wanita itu lagi. "Gaun nya memang terlihat cantik, tapi akan terlihat lebih cantik ketika kau yang mengenakan nya. Kau terlihat sangat cantik dengan gaun yang kau kenakan ini. Terlihat manis dan anggun," "Udah?" Tanya Bella membuat aku mengernyit bingung. "Apa nya yang sudah?" Balas ku balik bertanya. "Gombalan nya," ucap Bella membuat aku tersenyum. "Sebenarnya Belum. Masih banyak stok yang tersimpan di otak ku," balas ku membuat Bella tercengang. "Ada-ada saja kamu, mas! Aneh tau, nggak? D
"Tuan, ini berkas nya," ucap sekretaris ku menyerah kan berkas yang sebelum nya aku minta."Terimakasih. Kau bisa keluar sekarang," balas ku setelah mengambil berkas yang di berikan sekretaris ku."Baik, tuan. Saya permisi," balas nya lagi segera berlalu dari sana.Aku mulai membuka berkas itu dan membaca nya dengan seksama. Sebelum aku menandatangani nya.Dret... Dret... DretFokus ku tiba-tiba teralihkan saat terdengar nada dering dari ponsel milikku. Aku segera meraih ponselku yang tergeletak di atas meja, dan membaca nama penelpon. Aku tersenyum saat tebakan ku ternyata benar."My little wife," gumam ku membaca nama kontak Bella yang aku simpan di ponselku."Assalamualaikum, mas," ucap salam suara lembut dari seberang sana."Waalaikum salam,""Mas Arga masih di kantor, ya?" "Iya, mungkin sebentar lagi aku pulang. Ada apa, Bella?""Ini, Bella mau nanya, mas. Tadi ada kiriman paket buat Bella, katanya dari mas Arga. Emang nya benar ya, mas?" Tanya Bella dari seberang sana.Karena s
"Itu sepertinya Rania. Ada perlu apa dia memanggil," ucap Bella. Aku hanya menggeleng, karena memang tidak bisa menebak apa tujuan Rania mengetuk pintu kamar kami. "Ada apa Rania?" Tanya Bella begitu membuka pintu. "Ada seorang wanita paruh paya di bawah. Dia datang ingin bertemu dengan bunda," balas Rania. "Siapa?" Tanya ku yang menyusul dari belakang Bella. "Rania juga nggak tau, pa! Tapi katanya, dia ibu nya bunda," jawab Rania. "Emang nya benar, Bun?" Tambahnya lagi menatap ke arah Bella. Membuat yang di tatap mendadak diam. "Mungkin itu memang ibu kamu, Bella. Ayo kita temui dia," ajak ku padanya. "Tapi aku tidak mau bertemu dengan nya, mas!" Tolak Bella menatap sendu padaku. Membuat Rania juga menatap bingung ke arahku. Seolah dia menuntut jawaban 'Ada apa dengan Bunda?' Karena perjalan hidup kedua gadisku ini hampir sama. Mereka sama-sama di tinggalkan oleh wanita yang seharus nya memberikan kasih sayang pada mereka. Tapi aku yakin, di balik kepergian ibunya Bel
Dua hari sudah berlalu sejak kedatangan Dania. Sejak saat itu pula aku melihat wajah Bella sudah tidak seceria biasa nya. Dia lebih banyak murung bahkan jarang bicara padaku, kecuali yang di perlukan saja. "Ada apa denganmu?" Tanya ku menatap intens ke arah Bella. "Aku tidak apa-apa, mas. Memang nya ada yang salah dengan ku," tanya nya balik. "Ada," "Perasaan kamu aja mungkin," balas Bella mengalihkan pandangan nya ke arah lain. "Hadap sini, Bella! Jangan menatap ke arah lain," perintahkan ingin menatap kedua matanya. Ingin tau apa yang saat ini di rasakan nya. Bukankah mata tidak bisa berbohong? Apa yang di sembunyikan oleh hati biasanya akan nampak di matanya. Aku menyentuh kedua pipi Bella dengan tanganku, hingga wajah gadis itu menghadap ke arahku. Aku tatap mata nya dengan lembut, mata yang selalu menatap ku penuh cinta selama ini. "Apa yang saat ini kau rasakan?" "Aku merasa deg-degan, mas! Jangan menatap ku seperti itu!" Balas nya polos, membuat aku terkekeh pe
POV Argantara Sudah satu jam lebih aku berusaha memejamkan mataku, berharap rasa kantuk itu segera menyerang ku. Tapi aku tidak kunjung tertidur. Pikiranku masih berkelana kemana-mana. Percakapan ku dengan mantan istriku sebelumnya, Dania. Masih terus tergiang dalam ingatanku. Rasanya aku tidak percaya jika ibuku sanggup melakukan itu. Memang awalnya ibuku kurang setuju saat aku mengutarakan keinginan ku untuk menikah dengan Dania. Dia sempat menentang hubungan kami, apalagi saat itu aku masih sangat muda. Tapi, karena kesalahan fatal yang terjadi antara aku dan Dania, maka ibu tidak ada pilihan lain selain merestui hubungan kami. Setelah kami menikah, aku melihat sikap ibu sangat baik pada Dania. Dia menyayangi dan juga terlihat sangat perhatian pada Dania. Apalagi saat itu Dania sedang mengandung. Ibu bahkan tidak membiarkan Dania melakukan apapun sendiri. Dia benar-benar menyayangi Dania layaknya anak sendiri. Itulah yang aku lihat saat kami masih hidup bersama dulu. Membuat
"Ibuku? Apa maksudmu menuduh ibuku?" Tanya mas Arga dengan raut wajah terkejut sekaligus marah.Dia pasti marah mendengar tuduhan yang di lontarkan Tante Rania. Ya, tuduhan! Mas Arga tidak akan mungkin percaya begitu saja kalimat yang keluar dari mulut Tante Dania."Aku tidak menuduh, tapi aku mengatakan fakta yang sebenarnya. Bukan kah itu yang dari tadi ingin kau dengar jawaban nya? Kau ingin tau alasan apa yang membuat ku pergi meninggalkan kalian kan? Dan itulah alasannya! Alasan nya karena ibumu, Arga!" Ucap Tante Dania bangkit dan menyentuh tangan mas Arga. Seraya menunjukkan tatapan sendunya.Deg! Dada ku rasanya bergumuruh hebat melihat Tante Dania dengan lancangnya menyentuh tangan mas Arga. Ingin rasanya aku berlari dan menarik tangan nya agar menjauh dari suamiku.Tapi aku harus menahan diri. Ingin tau apa yang akan mas Arga lakukan. Apakah dia akan merasa marah dengan tindakan Tante Dania? Atau kah dia akan terlihat biasa saja?"Jangan menyentuhku!" Sentak mas Arga menari
"Sebaiknya kau pulang dulu, Dania! Kau bisa datang lain waktu untuk bertemu Rania. Saat ini dia pasti syok dengan kedatanganmu yang tiba-tiba. Karena saat ini Rania merasa hidup nya sudah sempurna tanpa kehadiran ibu kandungnya. Apalagi sudah ada Bella yang hadir di tengah-tengah kami," ucap mas Arga. "Kau datang menemui nya setelah sekian lama. Dan ini adalah kali pertama Rania melihat wajahmu, dia pasti tidak menyangka jika ibu yang telah meninggalkan nya dulu datang karena merindukan nya. Dia masih labil, jadi biarkan dia merasa tenang dulu," tambah mas Arga lagi sedikit menyindir lawan bicaranya "A-apa katamu? Pertama kali? Jadi kamu tidak pernah memperkenalkan aku pada Rania?" Tanya Tante Dania terkejut. "Jangankan memperkenal, aku bahkan sudah membakar habis semua fotomu. Lagi pula untuk apa Rania mengenal ibunya? Jika ibunya sendiri tidak menginginkan nya?" Balas mas Arga tajam. Membuat mata Tante Dania berkaca-kaca. Dan tanpa aba-aba, air mata itu mengalir dengan begitu
"Kau pasti berbohong!" Tuding Tante Dania terkejut. "Aku tidak berbohong, Dania! Aku mengatakan yang sebenarnya. Aku memang sudah menikah! jelas mas Arga. "Tapi aku tidak percaya! Kau pasti bercanda kan, Ar? Kau tidak mungkin sudah menikah," balas Tante Dania lagi yang menolak percaya penjelasan mas Arga. "Aku pria normal, Dania! Aku butuh seorang istri! Aku menginginkan keluarga yang utuh! Begitu pun Rania yang juga membutuhkan seorang ibu," "Kau tidak normal Arga! Kau gila! Bagaimana bisa kau menikahi seorang gadis yang seusia putrinya! Kau menikah dengan seorang gadis yang masih SMA," hardik Tante Dania menggelengkan kepala nya. "Lalu dimana salahnya, Tante? Apa pernikahan kami di larang secara hukum dan agama? Tidak bukan? Bahkan pernikahan kami sah di mata hukum dan di hadapan Allah! Apa saya harus memperlihatkan buku nikah kami sekarang? Barulah Tante akan percaya!" Tegasku dengan berani. "Kau masih sangat muda! Masih kecil! Harusnya kau sekolah yang benar, bukan nya suda