"Apa maksud kamu, mas? Kenapa memanggil pria ini dengan sebutan Presdir?" tanya nyonya Mahendra pada suaminya. Wanita itu pasti terkejut, terlihat sekali dari raut wajahnya. "Dia adalah bos di tempat aku bekerja. Dan apa yang kau lakukan tadi? Kenapa kau menghinanya?" tanya tuan Mahendra menekan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya, sambil menatap tajam sang istri. "Jika sampai aku kehilangan pekerjaan ku gara-gara kejadian ini, maka kau akan menerima akibat," tambah nya lagi. "Ma-maafkan aku, mas! Aku benar-benar tidak tau," balas nyonya Mahendra penuh penyesalan. "Bukan padaku, sekarang minta maaflah pada Presdir. Berani sekali kau menyinggung nya," Kemudian ketiga wanita yang tadinya mendongak angkuh itu, sekarang terlihat menundukkan kepalanya. Sebenarnya yang lebih besar di rasakan oleh ketiga wanita ini, bukan rasa bersalah dan penyesalan atas perbuatan mereka sebelum nya. Melainkan lebih ke rasa takut akan di pecat nya sang suami dari pekerjaan. "Tu-tuan maafkan
Semenjak hari itu, Stella tidak pernah lagi mengusikku. Dia bahkan selalu menghindar ketika tidak sengaja berpapasan dengan ku. Dan hari-hari yang aku lalui pun mulai terasa aman. Karena tidak ada yang berusaha mencari masalah denganku. Pun dengan om Arga yang semakin hari semakin terlihat perhatian padaku. Dia selalu menghubungi ku setiap saat, memastikan apakah aku baik-baik saja. Atau sekedar menanyakan apakah aku sudah pulang sekolah? Dia terkadang juga menyempatkan waktu di tengah kesibukan nya untuk menjemput ku. Membuat ku selalu di landa kebahagiaan setiap saat. Perhatian demi perhatian yang di berikan nya membuat cintaku tumbuh semakin besar untuknya setiap hari. Membuat aku rasanya benar-benar tidak sanggup jika sampai suatu saat takdir akan memisahkan kami. Om Arga benar-benar telah menempati ruang terdalam di hatiku. Ruang yang belum pernah ada satupun yang berhasil memasukinya. Ruang yang hanya tersimpan namanya saja di sana. Apalagi semenjak kami memutuskan untuk
"Hufft! Sangat melelahkan," ucap Rania begitu menjatuhkan dirinya di atas sofa. Setelah menempuh perjalanan yang lumayan lama, akhirnya kami tiba di rumah. Memang terasa melelahkan tapi, kebahagian terasa sangat nyata bagiku. Dimana kami menghabiskan waktu bersama, dan hubungan aku dan om Arga juga menjadi begitu dekat. Aku merasa, hubungan kami sudah terlihat seperti suami istri pada umumnya. Perhatian dan perubahan sikap nya yang sangat nyata, adalah hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelum nya. Dan om Arga mengatakan akan mempublikasikan pernikahan kami setelah aku lulus nanti. Eh! Maksudku mas Arga, hehehe. Jangan sampai setelah ini aku salah menyebut namanya, atau... "Satu kali kamu memanggil saya dengan sebutan 'om'. Maka satu kali hukuman," kalimat yang di ucapkan om Arga semalam masih terngiang dalam ingatanku. "Oh ya. Memang hukuman nya apa?" balas ku ikut menantang. Cup! "Hukuman nya seperti itu! Atau mungkin lebih dari itu," balas om Arga tenang. Lebih d
"Kesalahan terbesar apa yang pernah kau lakukan?" tanya mas Arga. "Mungkin kesalahan terbesar yang pernah Bella lakukan adalan belum bisa membahagiakan papa. Bella sering membantah dengan apa yang papa suruh. Dulu papa selalu mewanti-wanti Bella untuk mengenakan hijab, tapi Bella selalu mengabaikan semua nasehat dan petuahnya," kenang ku dengan apa yang pernah papa ucapkan sebelumnya. "Bella menyesal karena tidak pernah menjadi anak yang baik untuk papa. Bella selalu menjadi beban untuk papa. Itulah sebabnya sekarang Bella berusaha untuk menjadi lebih baik. Bella ingin papa senang melihat perubahan Bella dari atas sana," tambah ku lagi menahan sesak di dada. Apalagi saat aku merasakan kerinduan yang mendalam padanya. Ternyata benar! Rindu yang paling menyakitkan adalah merindukan seseorang yang telah berbeda alam dengan kita. Rindu yang paling menyesakkan adalah saat kau tidak bisa lagi menatap wajahnya untuk melampiaskan rasa rindumu. Jangan kan melihat wajahnya secara nyata, m
Begitu membuka mataku di pagi hari, aku merasakan seluruh badan ku terasa remuk. Kegiatan semalam benar-benar menguras tenagaku.Pipiku seketika memerah saat mengingat apa yang terjadi antara aku dan mas Arga semalam.Setelah beberapa bulan membangun biduk rumah tangga bersamanya, akhirnya semalam aku benar-benar telah menjadi seorang istri seutuhnya. Aku telah memberikan hak mas Arga yang seharus nya dia dapatkan dari awal pernikahan kami.Meskipun tanpa ada nya ucapan cinta yang keluar dari mulut mas Arga. Tapi aku yakin, lambat laun kalimat itu pasti akan keluar dengan sendirinya. Seiring berjalan nya waktu, cinta akan tumbuh dengan sendirinya.Yang pasti satu hal, untuk saat ini aku benar-benar sangat mencintai nya. Apalagi setelah apa yang kami lakukan semalam, cintaku semakin besar untuk nya.Jangankan meninggalkan nya, jauh dari nya saja rasanya aku tidak sanggup. Itulah yang saat ini hati ku rasakan.Tapi aku juga tidak boleh lupa, bahwa itu semua hanyalah sekedar harapan ku. H
"Ada apa, Dit?" tanya ku terkejut, saat tiba-tiba saja Radit menarik tangan ku menjauh dari kelas. Kemudian dia membawaku ke taman yang terlihat sepi saat ini. Taman yang memang jarang di lewati siswa. Karena letaknya yang berada di halaman belakang sekolah. Pria itu baru melepaskan tangan ku saat kami tiba di sana. "Ngapain kita di sini?" tanya ku pada nya yang hanya diam. "Apa kamu sudah punya seseorang yang penting dalam hidup mu?" tanya nya menatap intens padaku. "Maksud nya?" tanya ku yang tidak mengerti maksud ucapan pria di depan ku ini. "Apa kamu sudah mempunyai kekasih?" tanya nya lagi memperjelas. "Ke-kekasih?" beo ku. "Iya. Apa foto tangan yang kau posting saat itu adalah milik kekasihmu?" Ya, aku baru mengerti! Ternyata Radit masih penasaran tentang foto yang aku posting saat itu. Karena aku belum memberikan jawaban dari pertanyaan yang dia tanyakan saat itu. Itulah sebab nya dia menarik ku ke sini. "Jawab, Bella! Jangan membuat aku kembali bertanya pert
"Rania!" Gumam ku begitu berbalik. Aku pikir tadi Stella yang menyentuh pundak ku, dan dia mendengar semua yang di katakan Radit, ternyata aku salah. Yang saat ini berdiri di belakang ku bukan lah Stella, melainkan Rania. Bukan tanpa alasan tadi nya aku merasa terkejut dan khawatir jika yang ada di belakang ku ini adalah Stella. Hanya saja, aku tidak ingin jika Stella mendengar apa yang di katakan Radit tadi. Aku tidak ingin dia kembali melakukan hal di luar batas padaku. Bukan karena aku takut, hanya saja aku tidak ingin tindakan bodoh nya itu akan merugikan dirinya sendiri. Dan pastinya, mas Arga tidak akan tinggal diam jika dia kembali mengusikku. "Ngapain di sini? Dari tadi aku nyariin kamu, loh," ucap Rania. "Lagi cari udara segar," jawab ku tersenyum. Aku tidak ingin memberitahu nya jika tadi Radit lah yang membawaku ke sini. Aku belum ingin bercerita pada Rania tentang apa yang di katakan Radit pada ku tadi. Lagipula aku pikir itu tidak lah penting. "Ke kantin, yuk! Aku
"Kapan kau melihat nya?" Tanya mas Arga menatap serius om Daniel yang duduk di depan nya. "Tadi siang. Saat aku menjemput adikku di bandara, dan aku tidak sengaja melihat wanita itu juga keluar dari bandara," balas om Daniel tak kalah serius. Wanita? Wanita siapa yang di maksud om Daniel? Aku yang awal nya ingin mengantarkan kopi Ke ruang kerja mas Arga, justru mengurungkan niat ku. Dan entah kenapa aku justru tertarik mendengarkan pembicaraan mereka. Bukan niat ku untuk menguping, hanya saja tiba-tiba kakiku enggan untuk melangkah. Aku justru memilih berdiri di depan ruang kerja mas Arga dan mendengar pembicaraan mereka melalui celah-celah pintu yang terbuka. "Kenapa dia kembali? Apa tujuan nya kembali?" Tanya om Arga lagi, wajah nya terlihat cemas. Entah apa yang sedang di pikirkan nya. "Aku juga tidak tau. Tapi aku harap tidak akan ada hal buruk yang terjadi kedepan nya," balas om Daniel. "Aku merasa bingung dan juga takut, Daniel. Ini adalah kali pertama aku mendenga