"Rania!" Gumam ku begitu berbalik. Aku pikir tadi Stella yang menyentuh pundak ku, dan dia mendengar semua yang di katakan Radit, ternyata aku salah. Yang saat ini berdiri di belakang ku bukan lah Stella, melainkan Rania. Bukan tanpa alasan tadi nya aku merasa terkejut dan khawatir jika yang ada di belakang ku ini adalah Stella. Hanya saja, aku tidak ingin jika Stella mendengar apa yang di katakan Radit tadi. Aku tidak ingin dia kembali melakukan hal di luar batas padaku. Bukan karena aku takut, hanya saja aku tidak ingin tindakan bodoh nya itu akan merugikan dirinya sendiri. Dan pastinya, mas Arga tidak akan tinggal diam jika dia kembali mengusikku. "Ngapain di sini? Dari tadi aku nyariin kamu, loh," ucap Rania. "Lagi cari udara segar," jawab ku tersenyum. Aku tidak ingin memberitahu nya jika tadi Radit lah yang membawaku ke sini. Aku belum ingin bercerita pada Rania tentang apa yang di katakan Radit pada ku tadi. Lagipula aku pikir itu tidak lah penting. "Ke kantin, yuk! Aku
"Kapan kau melihat nya?" Tanya mas Arga menatap serius om Daniel yang duduk di depan nya. "Tadi siang. Saat aku menjemput adikku di bandara, dan aku tidak sengaja melihat wanita itu juga keluar dari bandara," balas om Daniel tak kalah serius. Wanita? Wanita siapa yang di maksud om Daniel? Aku yang awal nya ingin mengantarkan kopi Ke ruang kerja mas Arga, justru mengurungkan niat ku. Dan entah kenapa aku justru tertarik mendengarkan pembicaraan mereka. Bukan niat ku untuk menguping, hanya saja tiba-tiba kakiku enggan untuk melangkah. Aku justru memilih berdiri di depan ruang kerja mas Arga dan mendengar pembicaraan mereka melalui celah-celah pintu yang terbuka. "Kenapa dia kembali? Apa tujuan nya kembali?" Tanya om Arga lagi, wajah nya terlihat cemas. Entah apa yang sedang di pikirkan nya. "Aku juga tidak tau. Tapi aku harap tidak akan ada hal buruk yang terjadi kedepan nya," balas om Daniel. "Aku merasa bingung dan juga takut, Daniel. Ini adalah kali pertama aku mendenga
"Bi, Bella ikut bibi ke pasar, ya," ucap ku pada bi Inah yang sedang bersiap-siap untuk pergi berbelanja keperluan dapur. "Nggak usah non, nanti non Bella pasti capek. Di pasar itu banyak orang, berdesak-desakan lagi. Pokok nya non Bella pasti nggak akan nyaman nanti," balas bi Inah. "Nggak apa-apa, bi. Bella tetap pengen nemenin bibi Belanja," ucapku meyakin kan bi Inah. "Lagian Bella suntuk di rumah, mas Arga sibuk dengan laptop nya ngerjain tugas kantor. Sedangkan Rania sibuk dengan laptop nya nonton Drakor," keluh ku lagi, membuat bi Inah tertawa. "Ya udah. Tapi ijin dulu ke suami nya. Nanti tuan marah lagi kalau tiba-tiba istrinya nggak ada di rumah," ucap bi Inah setengah bercanda. Aku pun mengangguk kan kepala dan segera berlalu dari sana. Tiba di ruang tengah, aku melihat mas Arga yang terlihat sibuk dengan laptop di depan nya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran ku. Mas Arga baru lah menoleh saat aku duduk di samping nya dan bersandar di lengan nya. Aku berusaha
Aku memperhatikan wanita di depan ku ini dengan seksama. Dia terlihat sangat cantik, dengan rambut berwarna brown. Tubuh nya langsing, mirip seperti seorang model. Wanita ini benar-benar sangat sempurna dari segi fisik. Aku yakin, pasti banyak sekali pria yang tertarik padanya.Tapi bukan itu yang menjadi pusat perhatian ku. Aku justru melihat wanita ini terlihat mirip dengan seseorang yang aku kenal, tapi aku tidak ingat siapa. Padahal aku yakin ini kali pertama aku bertemu dengan Tante di depan ku ini. Tapi wajah nya itu terlihat sangat familiar di mataku."Mau tanggung jawab Bagaimana? Aku bahkan yakin jika kau tidak akan sanggup membayar harga bajuku ini," balas wanita ini sombong. Matanya menatap marah padaku. Antara marah dan menganggap remeh aku."Jadi Tante pengen aku beli baju lain buat gantiin baju Tante yang udah kotor gara-gara aku?" Tanya ku berusaha menunjukkan sikap tanggung jawab ku."Iya, jika memang kau ingin bertanggung jawab," balas nya masih menunjukkan sikap arog
Mendengar pembicaraan om Daniel dengan mas Arga tentang ibunya Rania yang sudah kembali. Lalu pertemuan ku dengan seorang wanita dewasa yang wajahnya sedikit mirip dengan Rania, membuat hatiku di Landa kegelisahan. Benarkah wanita itu ibunya Rania? Atau ini hanya imajinasi ku karena terlalu memikirkan hal itu? Malam ini aku bahkan tidak bisa tidur dengan tenang, karena memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi ke depannya. Aku menoleh ke samping, memperhatikan wajah mas Arga yang terlelap tenang di sampingku. Aku ulurkan tangan dan membelai wajah nya dengan lembut. Wajah pria yang berhasil mengobrak-abrik seluruh hatiku. Hingga tidak ada satu pun ruang yang tersisa untuk pria mana pun. Aku dekat kan wajah ku dan menciumi pipinya dengan lembut. Sambil membisikkan kalimat cinta di telingan nya. Meskipun mas Arga sedang tidur, tapi aku berharap alam bawah sadar nya bisa mendengar itu semua. Dan dia menyadari betapa aku sangat mencintai nya. "Aku sangat mencintaimu, suamiku,
"Itu mobil siapa, Rania?" Tanyaku pada Rania begitu kami tiba di rumah. Aku menatap bingung dua buah mobil yang terparkir di depan rumah kami. Salah satunya memang milik mas Arga, karena aku memang mengenalinya. Tapi yang satu nya lagi entah siapa pemilik mobil itu. "Nggak tau, Bun. Rania juga nggak pernah liat mobil itu sebelum nya," balas Rania yang tak kalah bingung. "Tapi tumben ya Ran, jam segini papa udah balik," ucap ku lagi dan melirik arloji di tanganku. Yang baru menunjukkan waktu pukul dua tiga puluh menit. "Mungkin papa pengen mengambil sesuatu yang penting," balas Rania tetap berjalan memasuki rumah, dengan aku yang berjalan di sisi nya. Deg! Deg! Deg! Entah kenapa sekarang perasaan ku merasa tidak enak. Jantung ku berdetak dua kali lebih cepat dari biasa nya. Aku merasakan kegelisahan seperti sebelum nya. Siapakah pemilik mobil di luar? "Ada apa, Bunda?" tanya Rania melihat aku tiba-tiba saja berhenti. "Tidak ada," balas ku menggelengkan kepala. Dan kemba
"A-apa wanita itu adalah mama?" tanya Rania lagi, menuntut penjelasan pada sang papa. Mas Arga balas menatap Rania, dan tersenyum tipis pada putri semata wayangnya itu. "Benar, sayang! Dia adalah ibumu. Ibu yang selalu kau tanyakan keberadaan nya saat kau masih kecil. Ibu yang dulu selalu kau rindukan setiap saat. Maafkan papa karena dulu tidak bisa mewujudkan keinginan mu! Maafkan papa Rania, karena dulu selalu menghindar setiap kali kau bertanya tentang wanita yang sudah melahirkan mu ke dunia ini," Balas mas Arga dengan kesedihan yang mendalam. Mas Arga pasti merasa menjadi ayah yang gagal saat itu. Karena merasa belum bisa membahagiakan Rania, saat sesuatu yang di inginkan Rania tidak bisa dia berikan. Ya, dia tidak bisa memberikan kasih sayang seorang ibu pada Rania kecil. Dan aku yakin, mas Arga pasti berusaha untuk kuat setiap hari nya. Membesarkan putrinya seorang diri pasti bukan lah hal yang mudah untuk mas Arga. Sama seperti yang dulu papa lakukan untukku. Dan dug
"Kau pasti berbohong!" Tuding Tante Dania terkejut. "Aku tidak berbohong, Dania! Aku mengatakan yang sebenarnya. Aku memang sudah menikah! jelas mas Arga. "Tapi aku tidak percaya! Kau pasti bercanda kan, Ar? Kau tidak mungkin sudah menikah," balas Tante Dania lagi yang menolak percaya penjelasan mas Arga. "Aku pria normal, Dania! Aku butuh seorang istri! Aku menginginkan keluarga yang utuh! Begitu pun Rania yang juga membutuhkan seorang ibu," "Kau tidak normal Arga! Kau gila! Bagaimana bisa kau menikahi seorang gadis yang seusia putrinya! Kau menikah dengan seorang gadis yang masih SMA," hardik Tante Dania menggelengkan kepala nya. "Lalu dimana salahnya, Tante? Apa pernikahan kami di larang secara hukum dan agama? Tidak bukan? Bahkan pernikahan kami sah di mata hukum dan di hadapan Allah! Apa saya harus memperlihatkan buku nikah kami sekarang? Barulah Tante akan percaya!" Tegasku dengan berani. "Kau masih sangat muda! Masih kecil! Harusnya kau sekolah yang benar, bukan nya suda
POV Arabella"Mas, ini benar rumah nya?" Tanya ku pada mas Arga begitu dia menghentikan mobil nya. Yang di balas anggukan kepala oleh nya.Aku menatap iri pada rumah bercat putih yang ada di depan ku. Bukan karena rumah nya yang begitu besar. Tapi pada sebuah keluarga yang hidup bahagia di dalam sana.Keluarga yang aku rindukan. Tapi tidak pernah terwujud, karena salah satu tiang dari bahagia itu telah pergi. Dan dia memilih tempat lain untuk dia jadikan rumah yang kokoh."Ayo kita turun," ucapan mas Arga menyadarkan aku dari lamunan yang hanya ada di mimpi ku.Aku segera turun dengan mas Arga yang berjalan di sisiku. Begitu tiba di depan pintu, terlihat mama yang menyambut kedatangan kami dengan senyum bahagia."Akhirnya kalian tiba juga, mama pikir kalian tidak jadi datang," ucap mama merangkul ku ke dalam. Aku hanya diam tanpa menolak rangkuman nya.Aku ingin berdamai dengan masa lalu yang terasa menyakitkan itu. Setelah banyak nya nasehat yang mas Arga berikan padaku.Mencoba mem
"Gimana penampilan aku, mas,"Tanya Bella begitu aku keluar dari ruang ganti. Untuk sesaat, aku terpaku melihat penampilan Bella yang terlihat saat manis dan anggun di balik gaun berwarna crem yang dia kenakan, juga pasmina nya yang berwarna senada. "Kok bengong sih, mas! Gaun ini terlihat tidak cocok, ya? Padahal ini pilihan kamu sendiri," Ucapan Bella yang bernada sedih, menyadarkan aku dari kekaguman ku. "Cantik!' balas ku singkat. "Bella apa gaun nya ini yang cantik?" Tanya wanita itu lagi. "Gaun nya memang terlihat cantik, tapi akan terlihat lebih cantik ketika kau yang mengenakan nya. Kau terlihat sangat cantik dengan gaun yang kau kenakan ini. Terlihat manis dan anggun," "Udah?" Tanya Bella membuat aku mengernyit bingung. "Apa nya yang sudah?" Balas ku balik bertanya. "Gombalan nya," ucap Bella membuat aku tersenyum. "Sebenarnya Belum. Masih banyak stok yang tersimpan di otak ku," balas ku membuat Bella tercengang. "Ada-ada saja kamu, mas! Aneh tau, nggak? D
"Tuan, ini berkas nya," ucap sekretaris ku menyerah kan berkas yang sebelum nya aku minta."Terimakasih. Kau bisa keluar sekarang," balas ku setelah mengambil berkas yang di berikan sekretaris ku."Baik, tuan. Saya permisi," balas nya lagi segera berlalu dari sana.Aku mulai membuka berkas itu dan membaca nya dengan seksama. Sebelum aku menandatangani nya.Dret... Dret... DretFokus ku tiba-tiba teralihkan saat terdengar nada dering dari ponsel milikku. Aku segera meraih ponselku yang tergeletak di atas meja, dan membaca nama penelpon. Aku tersenyum saat tebakan ku ternyata benar."My little wife," gumam ku membaca nama kontak Bella yang aku simpan di ponselku."Assalamualaikum, mas," ucap salam suara lembut dari seberang sana."Waalaikum salam,""Mas Arga masih di kantor, ya?" "Iya, mungkin sebentar lagi aku pulang. Ada apa, Bella?""Ini, Bella mau nanya, mas. Tadi ada kiriman paket buat Bella, katanya dari mas Arga. Emang nya benar ya, mas?" Tanya Bella dari seberang sana.Karena s
"Itu sepertinya Rania. Ada perlu apa dia memanggil," ucap Bella. Aku hanya menggeleng, karena memang tidak bisa menebak apa tujuan Rania mengetuk pintu kamar kami. "Ada apa Rania?" Tanya Bella begitu membuka pintu. "Ada seorang wanita paruh paya di bawah. Dia datang ingin bertemu dengan bunda," balas Rania. "Siapa?" Tanya ku yang menyusul dari belakang Bella. "Rania juga nggak tau, pa! Tapi katanya, dia ibu nya bunda," jawab Rania. "Emang nya benar, Bun?" Tambahnya lagi menatap ke arah Bella. Membuat yang di tatap mendadak diam. "Mungkin itu memang ibu kamu, Bella. Ayo kita temui dia," ajak ku padanya. "Tapi aku tidak mau bertemu dengan nya, mas!" Tolak Bella menatap sendu padaku. Membuat Rania juga menatap bingung ke arahku. Seolah dia menuntut jawaban 'Ada apa dengan Bunda?' Karena perjalan hidup kedua gadisku ini hampir sama. Mereka sama-sama di tinggalkan oleh wanita yang seharus nya memberikan kasih sayang pada mereka. Tapi aku yakin, di balik kepergian ibunya Bel
Dua hari sudah berlalu sejak kedatangan Dania. Sejak saat itu pula aku melihat wajah Bella sudah tidak seceria biasa nya. Dia lebih banyak murung bahkan jarang bicara padaku, kecuali yang di perlukan saja. "Ada apa denganmu?" Tanya ku menatap intens ke arah Bella. "Aku tidak apa-apa, mas. Memang nya ada yang salah dengan ku," tanya nya balik. "Ada," "Perasaan kamu aja mungkin," balas Bella mengalihkan pandangan nya ke arah lain. "Hadap sini, Bella! Jangan menatap ke arah lain," perintahkan ingin menatap kedua matanya. Ingin tau apa yang saat ini di rasakan nya. Bukankah mata tidak bisa berbohong? Apa yang di sembunyikan oleh hati biasanya akan nampak di matanya. Aku menyentuh kedua pipi Bella dengan tanganku, hingga wajah gadis itu menghadap ke arahku. Aku tatap mata nya dengan lembut, mata yang selalu menatap ku penuh cinta selama ini. "Apa yang saat ini kau rasakan?" "Aku merasa deg-degan, mas! Jangan menatap ku seperti itu!" Balas nya polos, membuat aku terkekeh pe
POV Argantara Sudah satu jam lebih aku berusaha memejamkan mataku, berharap rasa kantuk itu segera menyerang ku. Tapi aku tidak kunjung tertidur. Pikiranku masih berkelana kemana-mana. Percakapan ku dengan mantan istriku sebelumnya, Dania. Masih terus tergiang dalam ingatanku. Rasanya aku tidak percaya jika ibuku sanggup melakukan itu. Memang awalnya ibuku kurang setuju saat aku mengutarakan keinginan ku untuk menikah dengan Dania. Dia sempat menentang hubungan kami, apalagi saat itu aku masih sangat muda. Tapi, karena kesalahan fatal yang terjadi antara aku dan Dania, maka ibu tidak ada pilihan lain selain merestui hubungan kami. Setelah kami menikah, aku melihat sikap ibu sangat baik pada Dania. Dia menyayangi dan juga terlihat sangat perhatian pada Dania. Apalagi saat itu Dania sedang mengandung. Ibu bahkan tidak membiarkan Dania melakukan apapun sendiri. Dia benar-benar menyayangi Dania layaknya anak sendiri. Itulah yang aku lihat saat kami masih hidup bersama dulu. Membuat
"Ibuku? Apa maksudmu menuduh ibuku?" Tanya mas Arga dengan raut wajah terkejut sekaligus marah.Dia pasti marah mendengar tuduhan yang di lontarkan Tante Rania. Ya, tuduhan! Mas Arga tidak akan mungkin percaya begitu saja kalimat yang keluar dari mulut Tante Dania."Aku tidak menuduh, tapi aku mengatakan fakta yang sebenarnya. Bukan kah itu yang dari tadi ingin kau dengar jawaban nya? Kau ingin tau alasan apa yang membuat ku pergi meninggalkan kalian kan? Dan itulah alasannya! Alasan nya karena ibumu, Arga!" Ucap Tante Dania bangkit dan menyentuh tangan mas Arga. Seraya menunjukkan tatapan sendunya.Deg! Dada ku rasanya bergumuruh hebat melihat Tante Dania dengan lancangnya menyentuh tangan mas Arga. Ingin rasanya aku berlari dan menarik tangan nya agar menjauh dari suamiku.Tapi aku harus menahan diri. Ingin tau apa yang akan mas Arga lakukan. Apakah dia akan merasa marah dengan tindakan Tante Dania? Atau kah dia akan terlihat biasa saja?"Jangan menyentuhku!" Sentak mas Arga menari
"Sebaiknya kau pulang dulu, Dania! Kau bisa datang lain waktu untuk bertemu Rania. Saat ini dia pasti syok dengan kedatanganmu yang tiba-tiba. Karena saat ini Rania merasa hidup nya sudah sempurna tanpa kehadiran ibu kandungnya. Apalagi sudah ada Bella yang hadir di tengah-tengah kami," ucap mas Arga. "Kau datang menemui nya setelah sekian lama. Dan ini adalah kali pertama Rania melihat wajahmu, dia pasti tidak menyangka jika ibu yang telah meninggalkan nya dulu datang karena merindukan nya. Dia masih labil, jadi biarkan dia merasa tenang dulu," tambah mas Arga lagi sedikit menyindir lawan bicaranya "A-apa katamu? Pertama kali? Jadi kamu tidak pernah memperkenalkan aku pada Rania?" Tanya Tante Dania terkejut. "Jangankan memperkenal, aku bahkan sudah membakar habis semua fotomu. Lagi pula untuk apa Rania mengenal ibunya? Jika ibunya sendiri tidak menginginkan nya?" Balas mas Arga tajam. Membuat mata Tante Dania berkaca-kaca. Dan tanpa aba-aba, air mata itu mengalir dengan begitu
"Kau pasti berbohong!" Tuding Tante Dania terkejut. "Aku tidak berbohong, Dania! Aku mengatakan yang sebenarnya. Aku memang sudah menikah! jelas mas Arga. "Tapi aku tidak percaya! Kau pasti bercanda kan, Ar? Kau tidak mungkin sudah menikah," balas Tante Dania lagi yang menolak percaya penjelasan mas Arga. "Aku pria normal, Dania! Aku butuh seorang istri! Aku menginginkan keluarga yang utuh! Begitu pun Rania yang juga membutuhkan seorang ibu," "Kau tidak normal Arga! Kau gila! Bagaimana bisa kau menikahi seorang gadis yang seusia putrinya! Kau menikah dengan seorang gadis yang masih SMA," hardik Tante Dania menggelengkan kepala nya. "Lalu dimana salahnya, Tante? Apa pernikahan kami di larang secara hukum dan agama? Tidak bukan? Bahkan pernikahan kami sah di mata hukum dan di hadapan Allah! Apa saya harus memperlihatkan buku nikah kami sekarang? Barulah Tante akan percaya!" Tegasku dengan berani. "Kau masih sangat muda! Masih kecil! Harusnya kau sekolah yang benar, bukan nya suda