Sepulang dari Bali, kehidupan Keenan dan Khanza semakin bahagia. Keenan setiap hari saat di kantor merindukan Khanza dan ingin cepat bertemu. Khanza pun harus bersusah payah berkonsentrasi dengan pekerjaannya sambil mengingat Keenan.
Seorang pasien, ibu berusia enam puluh tahun, akan menjalani operasi pagi ini. Operasi besar. Bukan sekadar pemasangan klep jantung.
Khanza jadi teringat dengan Bu Ida, mertuanya. Awal mula ia mengenal Keenan adalah saat ia mengoperasi Bu Ida. Ia memang tidak tahu menahu rencana awal Keenan dan mantan suaminya, Roman. Walaupun begitu, tetap saja pada akhirnya Keenan adalah jodoh terbaik untuknya.
"Saya nggak mau dioperasi. Biarin saya mati aja," celetuk ibu itu terlihat lesu dan stress.
"Bu, jangan ngomong begitu. Dosa, Bu," ujar anak perempuannya kesal. Kelihatan sekali sudah lelah fisik maupun batin.
"Nggak mau. Buat apa hidup kalau abangmu nggak mau nurutin Ibu?" kata si ibu lagi.
Di ruangan KUA itu Vino menunggu dengan jantung berdebar. Mila belum hadir.Orang tua Vino dan saksi duduk ikut menunggu. Beberapa mulai menebak jangan-jangan calon mempelai wanita berubah pikiran.Vino mulai gugup dan memikirkan hal buruk. Bukan gengsi. Sudah lama ia tidak memikirkan itu untuk mendapatkan Mila. Ia hanya berharap bisa merasakan kebahagiaan. Bisa bersatu dengan Mila dan anaknya Endaru, meskipun mungkin Mila belum mencintainya."Assalamualaikum. Maaf, saya terlambat," ujar suara lembut yang langsung dikenali Vino.Terdengar suara orang-orang di ruangan menyahuti salam.Dengan sigap Vino bangkit berdiri menyambut Mila yang baru tiba memasuki ruangan tempat ijab qabul akan dilaksanakan. Seperti mimpi. Mila benar-benar ada di hadapan Vino terlihat sederhana, tapi sangat cantik. Ia mengenakan gaun putih panjangnya di bawah lutut dengan detail brokat pada bagian leher dan lengan. Sepatu balet putih melekat di kaki
PESONA SUAMI KEDUAOleh : Delly Rain FelloSuasana area persawahan di pagi. Matahari bersinar cerah. Di sebuah jalanan perkampungan, Khanza berjalan sambil melamun. Mukanya murung. Seorang ibu paruh baya, tetangga Khanza, lewat berpapasan.“Assalamualaikum Mbak Khanza, mau ke mana ini?”Tidak digubris. Ibu itu keheranan. Khanza lanjut jalan. Di tangan Khanza, ada cincin pernikahan dengan Roman, mantan suaminya, satu tahun lalu. Ia pandangi cincin itu. Ia teringat masa lalu.***Pagi hari di rumah Khanza buru-buru mau berangkat kuliah. Roman datang dengan muka gak senang menahannya.“Saya permisi berangkat kerja dulu, Mas.”“Udah berapa kali aku bilang kalau aku gak suka kamu kerja, Khanza. Aku mau kamu di rumah aja ....”“Kok Mas gitu? Jadi dokter Itu cita-cita Khanza dari kecil, Mas. Dokter juga profesi mulia kan, Mas?”“Jadi begitu? Sekarang yang sala
Hai teman-teman kasi vote ya jangan lupa buat yang suka cerita romantis. Pernikahan yang tak disangka. Pesona Suami KeduaOleh : Delly Rain FelloKeenan jalan melewati sebuah panti asuhan dan diam-diam mengamati mantan istri Roman yaitu, Khanza. Wanita itu menghadap belakang dan sedang bermain dengan anak-anak panti asuhan. Tawa riang anak-anak terdengar. Sesekali wanita itu menggendong anak-anak dan mengejar mereka bercanda ria.Keenan mengingat kembali kata-kata yang baru disampaikan Roman barusan di telepon kepadanya.“Kamu datang ke panti asuhan Sinar Mentari, di sana biasanya mantan istriku mengunjungi anak-anak panti. Kamu harus mengajak kenalan istriku dan mendekatinya terus.”Kata-kata Roman terus terngiang di telinga Keenan. Lalu dengan memberanikan diri ia mulai melangkah menuju halaman panti asuhan. Tubuhnya bergetar karena bingu
Pesona Suami KeduaOleh : Delly Rain FelloKeenan berbaring di sofa dengan kondisi lesu serta tangan dan kepala diperban. Khanza duduk di dekat Keenan mengelap wajah Keenan cemas. Mereka saling bertatapan.Keenan kesakitan megangin wajahnya yang luka.“Aaaauuuw!”Khanza tampak cemas. “Eh, maaf. Sakit ya, Mas Keenan?”Keenan tersenyum sambil geleng-geleng kepala. “Enggak, kok.”Khanza lalu memberikan obat dan segelas minuman ke Keenan.“Minum dulu obatnya, Mas biar cepat sembuh. Mas sih naik motornya sambil melamun.”Keenan tersenyum. “Siap, Bu Dokter.”Diam-diam Ida memperhatikan Keenan dan Khanza terharu.Khanza mengupaskan apel kemudian menyulangi Keenan. Keenan jadi terharu dan memandang Khanza dengan rasa bersalah. Matanya berkaca-kaca.Apa yang sudah saya lakukan? Khanza wanita yang sangat baik. Saya tidak tega jika harus menyakitinya, batin Keenan.Khanza tersenyum sama Keenan. Keenan buru-b
Keenan dan Mila sedang bicara serius di sebuah taman. Keenan kelihatan gelisah dan tidak nyaman bahkan enggan menatap wajah Mila. Itu semua karena rasa bersalah yang berkecamuk dalam dadanya. Sementara mata Mila sudah memerah menahan air mata.“ Mas Keenan kita nggak bisa gini terus. Mas Keenan nggak bisa gantung hubungan kita seperti ini terus. Mas Keenan harus melamar Mila secepatnya sebelum Mila melakukan sesuatu yang bakal Mas Keenan sesali seumur hidup,” ujar Mila.Keenan tercekat.“Mila, kamu tahu sendiri saat ini saya masih dalam keadaan sulit. Saya bingung harus bagaimana.”“Baik. Kalau Mas Keenan nggak mau menikahi Mila, Mila janji akan bikin hidup Mas nggak tenang untuk selamanya.”“Apa maksud kamu, Mila?”Keenan tampak bingung dan menahan Mila yang hendak pergi meninggalkannya dengan penuh emosi. Dari arah lain Khanza datang dan terkejut lihat Keenan dan Mila. Khanza menatap curiga bercampur cemburu.“Mas Keenan bingung apa karena dia?” tu
Pagi sekali Khanza terbangun karena suara lantunan ayat suci yang keluar dari mulut Keenan. Khanza terbangun dengan mata sembap. Tak didapatinya Keenan di kamar. Segera Khanza teringat kejadian tadi malam. Penolakan Keenan. Hati Khanza terasa disayat sembilu. Sejenak dia mematut bayangannya di cermin. Apakah aku tak pantas untuk Mas Keenan? Apakah aku gak cantik? Khanza terus membatin sedih.Sementara lantunan ayat suci masih terus terdengar merdu. Arahnya dari ruang sholat. Khanza beristighfar dan mencoba sabar. Dia berpikir mungkin Keenan masih badmood karena memikirkan Roman, mantan suaminya.Khanza segera bangkit dan bergegas mandi. Segera mengambil mukena untuk bersiap sholat Subuh.Mereka bertemu pandang di ruang sholat. Ketika itu Keenan telah menyelesaikan tilawahnya. Keenan menunduk lagi dan itu membuat hati Khanza semakin sedih"Mas, apa salah Khanza? Mas marah sama saya?" Akhirnya Khanza tidak tahan
Keenan baru sampai ke rumah dan mendapati Khanza sudah tidak ada di rumah. Ada note tertempel di kulkas. Dari Khanza. Dia ada panggilan operasi. Keenan jadi tersadar suatu hal. Khanza masih sibuk dengan karirnya sebagai dokter, sedangkan dia saat ini menganggur. Roman sudah memecat Keenan.Keenan duduk terhenyak di kursi. Mulai memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang. Tidak mungkin dia tidak bekerja dan hanya berdiam diri di rumah. Tidak. Keenan harus tetap menjaga marwah sebagai laki-laki, terlebih saat ini dia punya istri. Pun, ibu dan adik perempuan yang harus ia jaga dengan baik. Keenan akan segera mencari pekerjaan baru.Rasa kantuk menghinggapi Keenan. Tak sadar ia tertidur di sofa. Sekitar satu jam kemudian, Keenan terbangun mendengar suara dentingan sendok beradu dengan gelas dari arah dapur.Tak lama Khanza muncul dari dapur sambil membawa secangkir teh untuk Keenan. Khanza tersenyum dan memegang tangan Keenan. Hal itu malah membuat
Keenan menatap handphone-nya, berharap akan segera ada panggilan telepon dari suatu perusahaan untuk menerimanya bekerja. Namun, ini sudah sebulan berlalu. Tidak ada satu pun panggilan yang datang.Setiap malam Keenan mengerjakan sholat Tahajud berdoa agar ia segera diberi pekerjaan oleh Allah. Selama sebulan itu juga Khanza selalu menyemangatinya. Tak jarang Khanza menawari untuk meminta bantuan pada temannya, tapi Keenan merasa tidak enak pada Khanza. Takut nanti jadi omongan di antara teman-teman Khanza.Handphone Keenan siang itu berbunyi. Dengan penuh semangat, Keenan langsung angkat teleponnya. Nomor tidak dikenal."Halo," sapa Keenan tanpa bisa menyembunyikan nada penuh semangat."Halo, Bro. Ini gue Tedy," sahut suara dari ujung sana. Seketika Keenan merasa tubuhnya lemas. Hah! Baru saja ia mengira dapat panggilan kerja."Oh, lo, Ted," kata Keenan.Terdengar suara tawa Tedy dari ujung sana. "Napa lo, Bro? Kok gak sem
Di ruangan KUA itu Vino menunggu dengan jantung berdebar. Mila belum hadir.Orang tua Vino dan saksi duduk ikut menunggu. Beberapa mulai menebak jangan-jangan calon mempelai wanita berubah pikiran.Vino mulai gugup dan memikirkan hal buruk. Bukan gengsi. Sudah lama ia tidak memikirkan itu untuk mendapatkan Mila. Ia hanya berharap bisa merasakan kebahagiaan. Bisa bersatu dengan Mila dan anaknya Endaru, meskipun mungkin Mila belum mencintainya."Assalamualaikum. Maaf, saya terlambat," ujar suara lembut yang langsung dikenali Vino.Terdengar suara orang-orang di ruangan menyahuti salam.Dengan sigap Vino bangkit berdiri menyambut Mila yang baru tiba memasuki ruangan tempat ijab qabul akan dilaksanakan. Seperti mimpi. Mila benar-benar ada di hadapan Vino terlihat sederhana, tapi sangat cantik. Ia mengenakan gaun putih panjangnya di bawah lutut dengan detail brokat pada bagian leher dan lengan. Sepatu balet putih melekat di kaki
Sepulang dari Bali, kehidupan Keenan dan Khanza semakin bahagia. Keenan setiap hari saat di kantor merindukan Khanza dan ingin cepat bertemu. Khanza pun harus bersusah payah berkonsentrasi dengan pekerjaannya sambil mengingat Keenan.Seorang pasien, ibu berusia enam puluh tahun, akan menjalani operasi pagi ini. Operasi besar. Bukan sekadar pemasangan klep jantung.Khanza jadi teringat dengan Bu Ida, mertuanya. Awal mula ia mengenal Keenan adalah saat ia mengoperasi Bu Ida. Ia memang tidak tahu menahu rencana awal Keenan dan mantan suaminya, Roman. Walaupun begitu, tetap saja pada akhirnya Keenan adalah jodoh terbaik untuknya."Saya nggak mau dioperasi. Biarin saya mati aja," celetuk ibu itu terlihat lesu dan stress."Bu, jangan ngomong begitu. Dosa, Bu," ujar anak perempuannya kesal. Kelihatan sekali sudah lelah fisik maupun batin."Nggak mau. Buat apa hidup kalau abangmu nggak mau nurutin Ibu?" kata si ibu lagi.
Khanza memindahkan pakaian dari koper ke lemari di kamar hotel. Senyumnya merekah saat memegang lingerie merah muda dan piyama tipis berwarna hijau soft. Ia sendiri yang menyiapkan busana seksi itu untuk menghabiskan malam-malam indah bersama Keenan di Bali.Mereka memutuskan pergi berbulan madu. Altan yang sudah berusia dua tahun dititipkan bersama nenek dan tantenya. Hanya tiga hari waktu yang akan mereka lewati di Bali karena Altan tidak mau ditinggal lama oleh mama dan papanya. Khanza juga tidak bisa cuti lama-lama. Banyak pasien membutuhkan pertolongannya.Napas lembut Keenan menderu di leher Khanza. Diam-diam Keenan mengendap ke kamar dan mendekati Khanza."Sayang," bisik Keenan di telinga Khanza. "Kenapa nggak dipakai ini?" Keenan meraih lingerie di tangan Khanza.Khanza terkikik geli dan menyembunyikan lingerie dari Keenan."Ini kan surprise buat malam. Kamu jangan lihat, Mas." Khanza dengan manja mendorong Keenan.
Beberapa waktu telah berlalu. Sejak menikah dengan Vino, Mila sudah pergi dari rumah Bu Ida membawa Endaru.Seperti janji Mila, ia tetap mengirimkan ASIP untuk Altan, karena kondisi Altan membaik. Sudah mau dibujuk minum dengan dot oleh Keenan.Terbukti kekhawatiran Khanza selama ini bisa diatasi. Harus sabar dan kuat. Memang sulit, tapi jika percaya dengan kekuatan doa, semua akan selesai dengan baik.Khanza mulai tenang dan semakin sabar. Walaupun belum sembuh, masih lumpuh, dan tidak bisa berbuat apa-apa, keluarga di sekeliling Khanza tidak pernah meninggalkannya. Terutama Keenan selalu men-support-nya.Seperti hari ini, Khanza sudah mulai bisa menggerakkan telapak kakinya. Keenan teramat senang. Berulangkali dia mencium Khanza atas kemajuan itu."Alhamdulillah. Yakin sebentar lagi bisa jalan. Bismillah, Sayang," ucap Keenan menyemangati Khanza.Khanza tersenyum. "Aamii
Khanza masuk ke kamar Mila. Mila inisiatif menutup pintu kamar, karena Khanza ingin bicara padanya dari hati ke hati.Tidak ada senyuman di wajah Khanza. Hanya kemuraman. Begitu Mbak ART meninggalkan Khanza dan Mila berdua saja, mereka lama terdiam. Khanza tampak sulit memilih kata-kata."Mbak, doain aja ya biar pernikahanku lancar," ujar Mila memulai pembicaraan.Khanza menatap Mila penuh arti. "Tapi kenapa, Mila?"Mila tersenyum. "Aku juga ingin Endaru bahagia, Mbak. Vino menyayangi Endaru.""Lalu bagaimana dengan kamu?" Khanza menatap Mila tajam.Mila membuang pandangan. Ada kegetiran tergambar di wajahnya. Dijelaskan juga mungkin tidak akan ada yang mengerti. Itu yang dipikirkan Mila.Berat bagi Mila untuk menerima Vino. Seorang korban perkosaaan jarang menerima pemerkosanya sebagai pasangan. Namun, Mila punya alasan lain. Vino memang sudah berbuat jah
Mila duduk melamun di kamar tamu, tempat di mana ia menetap selama tinggal di rumah Khanza dan Keenan. Endaru dan Altan keduanya sedang bermain dengan anggota keluarga yang lain.Pikiran Mila sendiri jadi tidak menentu. Makan pun jadi tidak enak. Suasana saat ini benar-benar tidak nyaman bagi Mila. Setiap kali Mila berpapasan dengan Khanza, wanita itu pasti bertanya apa keputusannya.Masalahnya, menikah dengan lelaki beristri bukan perkara mudah. Meskipun Keenan adalah laki-laki yang dicintai Mila, bahkan hingga saat ini, tapi Mila bukan tipe wanita yang sanggup menjadi madu."Pikirkan Endaru, Mila. Kami berjanji, kalau kamu mau menikah sama Mas Keenan, Endaru akan mendapatkan kasih sayang yang sama dengan Altan. Endaru juga akan diberikan pendidikan agama dan sekolah yang terbaik."Kata-kata Khanza itu terus terngiang-ngiang dalam pikiran Mila. Memang benar Keenan menyayangi anaknya. Namun ... setuju dipoligami?Keenan lewa
Khanza dan Keenan harus menahan getir kesedihan luar biasa. Cobaan datang lagi. Altan harus dirawat di rumah sakit karena kondisi kesehatannya menurun. Dokter mendiagnosis bayi malang mereka kekurangan asupan makanan akibat tidak mau minum susu."Altan ...." Tangis Khanza pecah menyaksikan bayi mungilnya harus ditusuk jarum infus. Memilukan, tapi langkah tersebut mesti dilakukan."Sabar, Khanza," ucap Bu Ida menguatkan Khanza.Entah berapa kali sudah mendengar kata itu. Mungkin sudah menjadi sarapan setiap hari baginya.Menahan derita pada dirinya Khanza masih tahan. Namun, begitu mendengar jeritan tangis kesakitan bayi yang telah ia lahirkan, rasanya tak sanggup."Kita doakan anak kita cepat pulih, Sayang. Dengan diberikan cairan infus, otomatis asupan gizi Altan bisa membaik." Keenan menyemangati Khanza meski dia sendiri ragu.Khanza melamun memandangi Altan yang kini telah tertidur setelah lelah menangi
Keenan menatap Khanza yang masih terisak di kamar. Rasa sakit hati Khanza tidak dimengerti oleh Keenan. Namun, Bu Ida paham dan sudah menasihati Keenan."Za, maafin aku ya, Sayang," ucap Keenan lembut.Khanza masih larut dalam tangisan. Enggan menyahuti Keenan.Keenan membungkuk dekat kursi roda lalu memeluk Khanza. "Maafin aku, Za. Aku salah. Aku udah ambil keputusan tentang anak kita tanpa persetujuan kamu. Maaf ya," ucap Keenan terus menerus.Khanza perlahan mengangkat pandangannya. Ia menatap Keenan sedih. Sudah berkali-kali ia bertengkar dengan Keenan, tapi selalu berakhir baikan. Kali ini, Khanza tidak tahu apa bisa memaafkan Keenan atau tidak. Keenan pasti tidak mengerti perasaannya.Tidak lebih Khanza takut kehilangan Keenan, suaminya, juga takut kehilangan Altan."Za, maafin aku. Aku lakuin itu bukan karena maksud buruk atau seperti yang kamu pikirkan. Aku hanya ingin Altan, anak kita, sembuh. Tapi kala
Hai, teman-temanku yang baik. Mohon dukungannya ya vote dan follow agar aku semakin semangat menulis dan melanjutkan cerita ini. Boleh juga baca cerita-ceritaku yang lain klik bioku biar kita semakin kenal. Aku berniat menulis banyak cerita roman. Mohon support-nya ya, Teman-Teman semoga dilancarkan cita-citanya bagi yang membaca ceritaku. Hani diam-diam mendekati Keenan saat Khanza selesai dipijat dan dilatih berjalan oleh Keenan. "Mas Keenan, ada masalah," bisik Hani. Keenan mengerutkan kening. "Apa?" "Altan nggak mau minum ASIP yang didapat dari pendonor." Hani kelihatan letih dan bingung. Keenan mengembuskan napas. Lelah dan emosi menyatu. "Ya ampun. Apa lagi ini?" gumam Keenan. Khanza menoleh heran melihat Keenan. "Kenapa, Mas? Ada masalah apa?" Kenan cepat menggeleng. "Nggak