Pagi sekali Khanza terbangun karena suara lantunan ayat suci yang keluar dari mulut Keenan. Khanza terbangun dengan mata sembap. Tak didapatinya Keenan di kamar. Segera Khanza teringat kejadian tadi malam. Penolakan Keenan. Hati Khanza terasa disayat sembilu. Sejenak dia mematut bayangannya di cermin. Apakah aku tak pantas untuk Mas Keenan? Apakah aku gak cantik? Khanza terus membatin sedih.
Sementara lantunan ayat suci masih terus terdengar merdu. Arahnya dari ruang sholat. Khanza beristighfar dan mencoba sabar. Dia berpikir mungkin Keenan masih badmood karena memikirkan Roman, mantan suaminya.
Khanza segera bangkit dan bergegas mandi. Segera mengambil mukena untuk bersiap sholat Subuh.
Mereka bertemu pandang di ruang sholat. Ketika itu Keenan telah menyelesaikan tilawahnya. Keenan menunduk lagi dan itu membuat hati Khanza semakin sedih
"Mas, apa salah Khanza? Mas marah sama saya?" Akhirnya Khanza tidak tahan untuk tidak bertanya. Bagaimanapun mereka pengantin baru.
Keenan terhenyak. Ia segera memandang wajah cantik Khanza dan merasa bersalah. Ia sendiri telah melakukan dosa dengan menjadi muhalil dan sekarang terjebak dilema. Batinnya meronta antara meneruskan perbuatan dosa itu atau jujur pada Khanza. Rasanya tidak ada pilihan yang bagus saat ini. Hanya ucapan istighfar yang keluar dari mulutnya.
"Maaf, Khanza. Kamu gak salah apa-apa. Cuma aku yang lagi gelisah. Maafkan saya," Keenan menyentuh kepala Khanza dan tersenyum padanya. "Sholatlah dulu. Jangan pikirkan macam-macam, ya. Mas izin pergi ke pengajian dulu."
Khanza mengangguk. Ada rasa lega hinggap di hatinya begitu melihat senyuman Keenan walau sebenarnya perasaannya masih tidak enak. Ia merasa Keenan menyembunyikan sesuatu darinya.
Keenan sendiri bergegas pergi menemui Ustadz Rizal, sahabatnya di masjid.
***
Mila merasa dunia di sekitarnya berputar. Kerlap kerlip lampu diskotik tadi malam terasa seperti masih mengikutinya ke mana saja. Sekarang dia sudah berada dalam dekapan seorang pria.
Mila tak berdaya dan hanya bisa terbaring di ranjang. Sementara Vino sibuk menggerayangi tubuhnya. Mila merasa tubuhnya kaku tak bisa bergerak. Ia sadar, tapi tak bisa berbuat apa-apa.
Penyesalan adalah hal pertama yang dirasakan Mila. Batinnya menjerit. Semalam dia bertemu Vino, adik kelasnya saat SMA-nya dulu dan mau diajak pemuda itu hang out ke diskotik. Tak ada kecurigaan apa-apa. Tadinya Vino menyikapi sangat bijak saat dua jam Mila berkeluh kesah tentang putusnya dia dan Keenan. Vino bahkan sukarela meminjamkan bahunya jadi sandaran saat Mila menangis.
Mila tak menyangka Vino tega memasukkan obat aneh ke dalam birnya.
"Ja... ngan...." gumam Mila sambil menangis. Namun, percuma. Vino tampak begitu dikuasai nafsu. Tubuh Mila sudah setengah telanjang. Kaos yang dipakainya sudah ditanggalkan Vino dan pemuda itu sudah beberapa menit asyik mencumbu leher dan dadanya sampai meninggalkan banyak kissmark di sana.
"Aku sudah lama suka sama kamu Kak Mila. Primadona di sekolah SMA Matahari," ujar Vino disusul tawa senang.
Selanjutnya, Mila merasakan mahkotanya telah direnggut Vino. Adik kelas yang dulu dikenalnya baik, ramah, dan selalu aktif dalam acara sekolah. Tidak disangka Vino berniat jelek pada Mila. Sekarang Mila hanya bisa menangis sesegukan. Pengaruh obat telah membuatnya kehilangan sesuatu yang amat berharga dalam dirinya.
***
Ustadz Rizal menepuk pelan bahu Keenan. Sementara Keenan sedang terguncang dalam tangis penyesalannya. Sejenak tadi ia telah menceritakan segala keluh kesahnya pada Ustadz Rizal.
"Antum sebaiknya segera bertaubat, Keenan. Apa yang antum lakukan itu dosa besar. Pernikahan bukan sesuatu yang pantas dipermainkan," ujar Ustadz Rizal. "Ana tahu antum terpaksa melakukan itu karena ingin menolong ibu antum. Tapi antum lupa, ada Allah yang memberikan segalanya pada kita. Allah Maha Mendengar dan akan mengabulkan doa-doa hambanya."
"Saya menyesal, Ustadz. Sekarang saya selalu diikuti rasa bersalah setiap melihat wajah istri saya. Apa yang sebaiknya saya lakukan, Ustadz?" Keenan terlihat sangat bingung.
"Pertama-tama, antum harus memohon ampunan kepada Allah. Lalu antum perbaiki semuanya. Antum kan muslim yang taat, antum pasti tahu apa yang harus antum lakukan. Pulanglah dan tenangkan hati istri antum. Segala aib di masa lalu cukup antum dan Allah yang mengetahui. Biar Allah yang menyimpan segalanya," pesan Ustadz Rizal.
"Jadi saya harus menyembunyikan fakta ini pada istri saya, Ustadz? Saya sebaiknya tak usah beritahu kalau tujuan saya menikahinya karena menjadi muhalil?"
"Jika itu bisa mengancam pernikahanmu, sebaiknya jangan. Cukup perbaiki saja apa yang sedang antum jalani sekarang. Lagi pula, antum cinta kan sama istri antum? Antum menikahinya atas dasar rasa cinta juga di hati antum, bukan keterpaksaan. Hanya caranya saja kurang baik."
"Iya, Ustadz. Saya sangat mencintai Khanza, sampai saya tidak tega menyakiti hatinya. Saya juga takut kalau istri saya sampai marah dan pergi ninggalin saya kalau tahu masalah sebenarnya." Keenan tertunduk lesu.
Ustadz Rizal tersenyum. "Sudahlah. Antum kan laki-laki, kepala rumah tangga, antum itu imam. Antum harus tegas, kuat, tabah, dan selalu membahagiakan istri dan keluarga antum. Sekarang, pulanglah. Ingat selalu Allah mengawasi setiap tingkah perbuatan yang kita lakukan. Minta Allah membimbing antum mulai dari sekarang. InsyaAlllah, semua akan baik-baik saja." Ustadz Rizal menasihati.
Keenan mengangguk. Sekarang dia merasakan bebannya sedikit hilang. Ada pencerahan yang ia dapatkan dari Ustadz Rizal. Semua saran Ustadz Rizal akan ia lakukan.
Keenan sholat taubat dan hanyut dalam tangisan memohon ampunan kepada Allah. Lalu ia tetapkan hati untuk segera pulang ke rumah. Ia akan menemui Khanza, istrinya.
Bersambung
Teman-teman maaf ya lama gak update lanjutannya karena beberapa hal. Terus support dengan membaca dan kasi vote ya. Ikuti terus kisah Keenan dan Khanza dalam Pesona Suami Kedua. Thank you 🙋
Keenan baru sampai ke rumah dan mendapati Khanza sudah tidak ada di rumah. Ada note tertempel di kulkas. Dari Khanza. Dia ada panggilan operasi. Keenan jadi tersadar suatu hal. Khanza masih sibuk dengan karirnya sebagai dokter, sedangkan dia saat ini menganggur. Roman sudah memecat Keenan.Keenan duduk terhenyak di kursi. Mulai memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang. Tidak mungkin dia tidak bekerja dan hanya berdiam diri di rumah. Tidak. Keenan harus tetap menjaga marwah sebagai laki-laki, terlebih saat ini dia punya istri. Pun, ibu dan adik perempuan yang harus ia jaga dengan baik. Keenan akan segera mencari pekerjaan baru.Rasa kantuk menghinggapi Keenan. Tak sadar ia tertidur di sofa. Sekitar satu jam kemudian, Keenan terbangun mendengar suara dentingan sendok beradu dengan gelas dari arah dapur.Tak lama Khanza muncul dari dapur sambil membawa secangkir teh untuk Keenan. Khanza tersenyum dan memegang tangan Keenan. Hal itu malah membuat
Keenan menatap handphone-nya, berharap akan segera ada panggilan telepon dari suatu perusahaan untuk menerimanya bekerja. Namun, ini sudah sebulan berlalu. Tidak ada satu pun panggilan yang datang.Setiap malam Keenan mengerjakan sholat Tahajud berdoa agar ia segera diberi pekerjaan oleh Allah. Selama sebulan itu juga Khanza selalu menyemangatinya. Tak jarang Khanza menawari untuk meminta bantuan pada temannya, tapi Keenan merasa tidak enak pada Khanza. Takut nanti jadi omongan di antara teman-teman Khanza.Handphone Keenan siang itu berbunyi. Dengan penuh semangat, Keenan langsung angkat teleponnya. Nomor tidak dikenal."Halo," sapa Keenan tanpa bisa menyembunyikan nada penuh semangat."Halo, Bro. Ini gue Tedy," sahut suara dari ujung sana. Seketika Keenan merasa tubuhnya lemas. Hah! Baru saja ia mengira dapat panggilan kerja."Oh, lo, Ted," kata Keenan.Terdengar suara tawa Tedy dari ujung sana. "Napa lo, Bro? Kok gak sem
Gaes, sebelum baca, follow dulu dong. Mohon support-nya biar makin semangat nulis. Vote ya temans. Keenan berlari cepat dan menyambar tubuh Mila tepat sebelum gadis itu melompat dari jembatan. Mila langsung memberontak dan ingin melepaskan diri, masih berkeinginan untuk melompat."Mila! Kamu kenapa, Mila? Jangan gila, Mila!" seru Keenan panik.Mila menangis dan menatap Keenan frustrasi. "Biarin aku mati, Keenan! Udah gak ada gunanya lagi aku hidup di dunia ini!" seru Mila.Keenan bingung, berusaha menenangkan Mila. "Istighfar, Mila. Sebenarnya kamu kenapa? Masalah seberat apa pun, kita bicarakan baik-baik, ya," bujuk Keenan.Mila menangis tersedu-sedu dalam pelukan Keenan. Seketika Keenan jadi enggan teringat Mila bukan mahramnya. Namun, seberapa kuat dia
Teman-teman mohon support follow dan vote, ya. Biar makin semangat nulisnya.Khanza baru selesai mengoperasi pasien. Baru saja keluar dari ruang operasi masih berpakaian operasi lengkap dengan penutup kepala. Wajah cantiknya terlihat lelah dengan peluh bertitik-titik di dahinya. Sudah tiga pasien dari pagi ke siang itu ia tangani. Yang terakhir adalah anak kecil berusia enam tahun yang sakit jantung dan menjalani operasi pemasangan ring.Masih terbayang di benak Khanza wajah anak kecil itu saat sudah dibius. Begitu kecil dan lemah. Sebenarnya tak sampai hati melihat malaikat kecil mengidap penyakit yang membuatnya tak berdaya.Khanza mendadak pusing dan limbung. Tubuhnya miring hampir terjatuh kalau saja rekan dokter dan perawat tidak menangkap tubuh Khanza."Lho? Dokter Khanza kenapa? Mukanya pucat banget," kata Suster Bunga khawatir."Iya, nih. Kamu dari kemarin kok lemes terus, Za?" tanya Dokter Anna, sahabat Khanza.
Teman-teman, sebelum baca, jangan lupa vote. Yang ikutin cerita ini, follow ya sebagai bentuk support. Makasih. Keenan bingung bukan main bagaimana lagi caranya membujuk Khanza. Sudah dua hari Khanza menolak bertemu dengannya. Jangankan membiarkan Keenan masuk ke rumah, menatap wajah Keenan saja sang istri tak sudi.Sore itu sepulang kerja Keenan, hujan turun lebat. Apes. Keenan lupa bawa jas hujan. Jadilah ia basah kuyub dari kantor."Assalamualaikum, Za. Aku pulang," kata Keenan dengan suara bergetar kedinginan di teras rumah.Tidak ada sahutan. Keenan menarik napas berat dan memilih menunggu di bangku teras ditemani rintikan hujan yang semakin deras.-oOo-Khanza mual-mual dan berlari cepat ke toilet sebelum muntah di sembarang tempat. Perasaannya campur aduk. Jadi begini rasanya jadi wanita hamil? Baru saja ia tersenyum, tapi senyum itu langsung memudar ter
Hai! Keenan dan Khanza balik lagi. Sebelum baca, jangan lupa vote dan follow, ya. Makasih. Keenan duduk merenung di sudut ruangan masjid. Rambutnya masih basah bekas air wudhu. Ia baru saja selesai melaksanakan sholat Magrib dan berencana malam itu sebaiknya tidur di masjid saja. Sudah tiga hari dia meriang tidur di luar rumah. Gemuruh badai masih menguasai hati Khanza, sang istri.Duh, pingin banget makan rujak. Udah dicari ke sana kemari gak nemu 😢 mau keluar lagi, udah kecapekanItu WhatsApp story Khanza yang baru dibaca Keenan dari nomor lain yang tidak diketahui Khanza bahwa sebenarnya itu milik Keenan juga, karena nomor Keenan sudah diblokir. Segera saja Keenan mengirim pesan SMS pada Khanza menawarkan untuk membelikan rujak, tapi tidak ada jawaban. Dugaan Keenan, mungkin nomor ponselnya juga sudah diblok."Keras kepala," gumam Keenan lalu memakai jaketnya dan melangkah meninggalka
Kafe tempat Keenan membuat janji temu dengan Roman tidak begitu ramai. Mayoritas pengunjungnya adalah pekerja sibuk yang punya waktu sesaat sebelum kembali bekerja. Keenan sudah menunggu Roman di salah satu meja di bagian pojok selama sepuluh menit. Tak lama Roman muncul dari pintu kafe. Segera Keenan membetulkan posisi duduknya dan tampak tegang. Roman menyeringai begitu melihat Keenan lalu akhirnya duduk di hadapan laki-laki yang ingin sekali ia hajar. "Ngapain lu ajak gua ketemuan di sini? Mau berubah pikiran dan nyerahin Khanza sama gua?" ujar Roman. Keenan mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya terlihat menonjol. "Sama sekali bukan. Tapi gua memang mau akhiri urusan sama lu," sahut Keenan yang kemudian meletakkan koper di atas meja dan membukanya. Tampak lembaran-lembaran uang tersusun di dalamnya. Roman terperanjat dan memandang Keenan dan uang bergantian kelihatan heran dan tak menyangka. "Apa ini?"
Kehamilan Khanza sudah memasuki usia tiga bulan. Selama itu pula kebahagiaan meliputi kehidupan Khanza dan Keenan. Tidak sedetik pun Keenan luput memperhatikan kebutuhan Khanza. Berbagai kebutuhan wanita hamil seperti makanan bergizi, vitamin, dan juga kegiatan yang menyenangkan untuk wanita hamil.Siang itu Keenan sengaja mengajak Khanza jalan-jalan ke mall untuk memilih beberapa keperluan bayi."Ini bagus, Sayang. Cocok buat anak kita," ujar Keenan seraya menunjukkan box bayi berwarna biru kepada Khanza saat mereka ada di toko perlengkapan bayi.Khanza manyun lalu menunjuk ke arah box bayi lain yang berwarna merah muda. "Tapi aku sukanya yang itu, Sayang."Keenan malah tertawa. "Kok pink sih? Kalau anak kita cowok kan nggak banget. Masa jadi ehem ehem gimana gitu. Takara ah!"Khanza mencubit Keenan gemas. "Apaan sih? Ya jangan dong. Lagian kamu kok tahunya bahasa begituan? Jangan-jangan gaulnya sama lagibete! Atau jangan-jangan
Di ruangan KUA itu Vino menunggu dengan jantung berdebar. Mila belum hadir.Orang tua Vino dan saksi duduk ikut menunggu. Beberapa mulai menebak jangan-jangan calon mempelai wanita berubah pikiran.Vino mulai gugup dan memikirkan hal buruk. Bukan gengsi. Sudah lama ia tidak memikirkan itu untuk mendapatkan Mila. Ia hanya berharap bisa merasakan kebahagiaan. Bisa bersatu dengan Mila dan anaknya Endaru, meskipun mungkin Mila belum mencintainya."Assalamualaikum. Maaf, saya terlambat," ujar suara lembut yang langsung dikenali Vino.Terdengar suara orang-orang di ruangan menyahuti salam.Dengan sigap Vino bangkit berdiri menyambut Mila yang baru tiba memasuki ruangan tempat ijab qabul akan dilaksanakan. Seperti mimpi. Mila benar-benar ada di hadapan Vino terlihat sederhana, tapi sangat cantik. Ia mengenakan gaun putih panjangnya di bawah lutut dengan detail brokat pada bagian leher dan lengan. Sepatu balet putih melekat di kaki
Sepulang dari Bali, kehidupan Keenan dan Khanza semakin bahagia. Keenan setiap hari saat di kantor merindukan Khanza dan ingin cepat bertemu. Khanza pun harus bersusah payah berkonsentrasi dengan pekerjaannya sambil mengingat Keenan.Seorang pasien, ibu berusia enam puluh tahun, akan menjalani operasi pagi ini. Operasi besar. Bukan sekadar pemasangan klep jantung.Khanza jadi teringat dengan Bu Ida, mertuanya. Awal mula ia mengenal Keenan adalah saat ia mengoperasi Bu Ida. Ia memang tidak tahu menahu rencana awal Keenan dan mantan suaminya, Roman. Walaupun begitu, tetap saja pada akhirnya Keenan adalah jodoh terbaik untuknya."Saya nggak mau dioperasi. Biarin saya mati aja," celetuk ibu itu terlihat lesu dan stress."Bu, jangan ngomong begitu. Dosa, Bu," ujar anak perempuannya kesal. Kelihatan sekali sudah lelah fisik maupun batin."Nggak mau. Buat apa hidup kalau abangmu nggak mau nurutin Ibu?" kata si ibu lagi.
Khanza memindahkan pakaian dari koper ke lemari di kamar hotel. Senyumnya merekah saat memegang lingerie merah muda dan piyama tipis berwarna hijau soft. Ia sendiri yang menyiapkan busana seksi itu untuk menghabiskan malam-malam indah bersama Keenan di Bali.Mereka memutuskan pergi berbulan madu. Altan yang sudah berusia dua tahun dititipkan bersama nenek dan tantenya. Hanya tiga hari waktu yang akan mereka lewati di Bali karena Altan tidak mau ditinggal lama oleh mama dan papanya. Khanza juga tidak bisa cuti lama-lama. Banyak pasien membutuhkan pertolongannya.Napas lembut Keenan menderu di leher Khanza. Diam-diam Keenan mengendap ke kamar dan mendekati Khanza."Sayang," bisik Keenan di telinga Khanza. "Kenapa nggak dipakai ini?" Keenan meraih lingerie di tangan Khanza.Khanza terkikik geli dan menyembunyikan lingerie dari Keenan."Ini kan surprise buat malam. Kamu jangan lihat, Mas." Khanza dengan manja mendorong Keenan.
Beberapa waktu telah berlalu. Sejak menikah dengan Vino, Mila sudah pergi dari rumah Bu Ida membawa Endaru.Seperti janji Mila, ia tetap mengirimkan ASIP untuk Altan, karena kondisi Altan membaik. Sudah mau dibujuk minum dengan dot oleh Keenan.Terbukti kekhawatiran Khanza selama ini bisa diatasi. Harus sabar dan kuat. Memang sulit, tapi jika percaya dengan kekuatan doa, semua akan selesai dengan baik.Khanza mulai tenang dan semakin sabar. Walaupun belum sembuh, masih lumpuh, dan tidak bisa berbuat apa-apa, keluarga di sekeliling Khanza tidak pernah meninggalkannya. Terutama Keenan selalu men-support-nya.Seperti hari ini, Khanza sudah mulai bisa menggerakkan telapak kakinya. Keenan teramat senang. Berulangkali dia mencium Khanza atas kemajuan itu."Alhamdulillah. Yakin sebentar lagi bisa jalan. Bismillah, Sayang," ucap Keenan menyemangati Khanza.Khanza tersenyum. "Aamii
Khanza masuk ke kamar Mila. Mila inisiatif menutup pintu kamar, karena Khanza ingin bicara padanya dari hati ke hati.Tidak ada senyuman di wajah Khanza. Hanya kemuraman. Begitu Mbak ART meninggalkan Khanza dan Mila berdua saja, mereka lama terdiam. Khanza tampak sulit memilih kata-kata."Mbak, doain aja ya biar pernikahanku lancar," ujar Mila memulai pembicaraan.Khanza menatap Mila penuh arti. "Tapi kenapa, Mila?"Mila tersenyum. "Aku juga ingin Endaru bahagia, Mbak. Vino menyayangi Endaru.""Lalu bagaimana dengan kamu?" Khanza menatap Mila tajam.Mila membuang pandangan. Ada kegetiran tergambar di wajahnya. Dijelaskan juga mungkin tidak akan ada yang mengerti. Itu yang dipikirkan Mila.Berat bagi Mila untuk menerima Vino. Seorang korban perkosaaan jarang menerima pemerkosanya sebagai pasangan. Namun, Mila punya alasan lain. Vino memang sudah berbuat jah
Mila duduk melamun di kamar tamu, tempat di mana ia menetap selama tinggal di rumah Khanza dan Keenan. Endaru dan Altan keduanya sedang bermain dengan anggota keluarga yang lain.Pikiran Mila sendiri jadi tidak menentu. Makan pun jadi tidak enak. Suasana saat ini benar-benar tidak nyaman bagi Mila. Setiap kali Mila berpapasan dengan Khanza, wanita itu pasti bertanya apa keputusannya.Masalahnya, menikah dengan lelaki beristri bukan perkara mudah. Meskipun Keenan adalah laki-laki yang dicintai Mila, bahkan hingga saat ini, tapi Mila bukan tipe wanita yang sanggup menjadi madu."Pikirkan Endaru, Mila. Kami berjanji, kalau kamu mau menikah sama Mas Keenan, Endaru akan mendapatkan kasih sayang yang sama dengan Altan. Endaru juga akan diberikan pendidikan agama dan sekolah yang terbaik."Kata-kata Khanza itu terus terngiang-ngiang dalam pikiran Mila. Memang benar Keenan menyayangi anaknya. Namun ... setuju dipoligami?Keenan lewa
Khanza dan Keenan harus menahan getir kesedihan luar biasa. Cobaan datang lagi. Altan harus dirawat di rumah sakit karena kondisi kesehatannya menurun. Dokter mendiagnosis bayi malang mereka kekurangan asupan makanan akibat tidak mau minum susu."Altan ...." Tangis Khanza pecah menyaksikan bayi mungilnya harus ditusuk jarum infus. Memilukan, tapi langkah tersebut mesti dilakukan."Sabar, Khanza," ucap Bu Ida menguatkan Khanza.Entah berapa kali sudah mendengar kata itu. Mungkin sudah menjadi sarapan setiap hari baginya.Menahan derita pada dirinya Khanza masih tahan. Namun, begitu mendengar jeritan tangis kesakitan bayi yang telah ia lahirkan, rasanya tak sanggup."Kita doakan anak kita cepat pulih, Sayang. Dengan diberikan cairan infus, otomatis asupan gizi Altan bisa membaik." Keenan menyemangati Khanza meski dia sendiri ragu.Khanza melamun memandangi Altan yang kini telah tertidur setelah lelah menangi
Keenan menatap Khanza yang masih terisak di kamar. Rasa sakit hati Khanza tidak dimengerti oleh Keenan. Namun, Bu Ida paham dan sudah menasihati Keenan."Za, maafin aku ya, Sayang," ucap Keenan lembut.Khanza masih larut dalam tangisan. Enggan menyahuti Keenan.Keenan membungkuk dekat kursi roda lalu memeluk Khanza. "Maafin aku, Za. Aku salah. Aku udah ambil keputusan tentang anak kita tanpa persetujuan kamu. Maaf ya," ucap Keenan terus menerus.Khanza perlahan mengangkat pandangannya. Ia menatap Keenan sedih. Sudah berkali-kali ia bertengkar dengan Keenan, tapi selalu berakhir baikan. Kali ini, Khanza tidak tahu apa bisa memaafkan Keenan atau tidak. Keenan pasti tidak mengerti perasaannya.Tidak lebih Khanza takut kehilangan Keenan, suaminya, juga takut kehilangan Altan."Za, maafin aku. Aku lakuin itu bukan karena maksud buruk atau seperti yang kamu pikirkan. Aku hanya ingin Altan, anak kita, sembuh. Tapi kala
Hai, teman-temanku yang baik. Mohon dukungannya ya vote dan follow agar aku semakin semangat menulis dan melanjutkan cerita ini. Boleh juga baca cerita-ceritaku yang lain klik bioku biar kita semakin kenal. Aku berniat menulis banyak cerita roman. Mohon support-nya ya, Teman-Teman semoga dilancarkan cita-citanya bagi yang membaca ceritaku. Hani diam-diam mendekati Keenan saat Khanza selesai dipijat dan dilatih berjalan oleh Keenan. "Mas Keenan, ada masalah," bisik Hani. Keenan mengerutkan kening. "Apa?" "Altan nggak mau minum ASIP yang didapat dari pendonor." Hani kelihatan letih dan bingung. Keenan mengembuskan napas. Lelah dan emosi menyatu. "Ya ampun. Apa lagi ini?" gumam Keenan. Khanza menoleh heran melihat Keenan. "Kenapa, Mas? Ada masalah apa?" Kenan cepat menggeleng. "Nggak