"Tuan Muda berhak tahu.""Aku memang berencana mmeberitahunya, tapi kita membutuhkan waktu yang tepat untuk itu.""Dan apa langkah kita selanjutnya, Tuan?""Siapkan jet, kita pulang sekarang!""Baik, Tuan."Sementara di tempat barunya, Lyra menendang kursi yang terpental dan membentur tembok. Kursi itu pun hancur. "Bedebah! Sepertinya dia mulai mencium rencanaku, dia sudah mengamankan Vano dan istrinya terlebih dahulu!""Tuan Muda cukup cerdik, Nona. Seharusnya kita langsung saja bawa Larena dari tangan Resya.""Aku justru ingin langsung menghabisi Larena dan anaknya!" akunya lugas. "Tuan Muda pasti akan mengamuk.""Haaa ... aku ingin melihatnya hancur, Jay. Jika mereka mati, sudah pasti Arfeen akan hancur!" "Kenapa kita tak biarkan saja mereka hidup?" usul Jay membuat Lyra melotot padanya. "Apa maksudmu?""Kita gunakan untuk menyiksa Tuan Muda. Yang harus mati adalah Tuan Muda Arfeen, biarkan istri dan anaknya hidup menjadi budak Nona, seumur hidup!""Idemu boleh juga, Arfeen past
"Aku harus pergi!" ucap Larena mengedarkan pandangan. Ia tak melihat Arfeen atau pun Jordi di sana, apalah ini kesempatan bagus untuk pergi? Pilotnya juga tampak tengah memperhatikan pertarungan itu. Larena bergerak perlahan dan mulai turun dari helikopter. Pergerakan kecil itu rupanya menarik perhatian si pilot yang langsung menoleh. "Nyonya, Anda mau ke mana?"Larena menoleh sejeka dan segera melanjutkan langkah. Pilot itu pun mengejar."Aku tak boleh membiarkannya lari!" ujar pilot itu yang terus mengejarnya. Larena mempercepat langkahnya, sesekali ia akan memegangi perutnya karena tak ingin terjadi sesuatu dengan kandungannya. Dari ekor mata, Lyra bisa melihat Larena yang tengah berlari dan sedang dikejar oleh seorang pilot helikopter. Kedua matanya menajam, di tengah pertarungannya dengan Resya ia melempar sebuah pisau ke arah sang pilot. Pisau itu menancap tepat di dada sampai pilot dan membuatnya jatuh tersungkur. Suara orang terjatuh membuat arena menoleh seketika. Kedua
Arfeen mengepalkan tinju dengan geram, rahangnya mengeras hingga urat-urat di lehernya tampak menonjol.Damian tersenyum menyeringai. "Selamanya kau tidak akan bisa menggantikan posisiku di hati Larena. Haa ... aaa ... akh!" Dorr!Tawa Damian berakkhir bersamaan dengan suara tembakan yang menggelegar. Satu timah panas mendarat tepat di kepalanya, tubuhnya roboh ke samping. Arfeen menoleh, sedikit di belakangnya Vano masih menodongkan senjata ke depan. Ujung senjata api itu mengepulkan asap putih. Beberapa detik lalu ia merebut senjata api milik Tio yang terselip di pinggang. Kebetulan Tio yang berjaga di luar sel. Vano merasa geram dengan Damian, dulu ia hanya mengirim Damian pergi jauh dari Larena. Tapi sekarang ia memutuskan untuk mengirim pria itu langsung ke alam baka. "Apa yang Papa lakukan?" tanya Arfeen menatapnya."Dia memang tak pantas hidup di dunia. Seharusnya dulu ... kau habisi saja dia bukan malah hanya membuangnya ke laut!" Arfeen tersenyum menyeringai, "Aku tak me
Tubuh Larena membatu. Arfeen membunuh Demian?Lyra sangat menikmati ekspresi Larena yang tampak bimbang. Namun saat ini ia tak bisa membaca isi otak adik iparnya. Apakah akan percaya dengan hal itu atau tidak?Tapi ia yakin bisa meyakinkan Larena bahwa memang Arfeen menghabisi Damian. Karena memang itu yang terjadi. "Jika kau ingin mencari beritanya itu tidak akan pernah ditemukan. Karena adikku tercinta menghabisi Damian di markasnya, dan tentu saja ... jasad Damian akan langsung dikubur atau bahkan ... dikremasi untuk menghilangkan jejak!"Larena masih bergeming. "Kau tahu ... sudah berapa banyak nyawa melayang di tangan suamimu itu? Dan sejauh ini ... apakah pihak kepolisian berani ikut campur?"Pandangan Larena kembali mengarah pada wajah Lyra. "Aku tahu sangat menyenangkan saat memiliki suami yang memiliki kekuasaan menggurita. Kau bisa menjadi ratu sejagat, banyak yang akan mengagumimu, tapi kau juga harus hidup berdampingan dengan maut. Atau ... kau bisa melihat pembunhan ka
"Apa?! Kau mau apa? Untuk apa lokasi markas baru Arfeen?""Untuk menbalaskan kematian Resya dan Mario!""Kak, tanah kuburan Resya masih sangat basah. Dan kau ingin berperang?""Justru karena itu ... aku yakn Resya pasti ingin kita membalas kematiannya dan juga adiknya!""Tapi kenapa harus aku yang membujuk Lyra? Memangnya ....""Jangan kau pikir aku bodoh, Alvi. Kau itu sudah lama terobesi dengan Lyra Mahesvara. Saat di Rusia, kau bersamanya bukan?" Sial! Bagaimana kakakku bisa tahu?"Saat ini kekuatan Mahesvara sedang terbelah, pasti akan lebih mudah menghabisi Arfeen!" gerutu Alvaro. "Jadi kau sudah tahu hubunganku dengan Lyra? Alvaro menyunggingkan senyum getir, "Tidak sulit bagiku untuk tahu, meski memang sedikit tak mudah orangku mengikutimu. Tidak! tepatnya Lyra. Meski sekarang orangku sudah tewas di tangan Lyra, tapi setidaknya aku tahu kau memiliki hubungan dengannya."Alvi menelan ludah. "Ini juga akan menguntungkan untuk Lyra, bukan? Bukankah sejak dulu dia ingin menjadi
"T-Tuan Zagan!" desis ketiganya menoleh Arfeen yang berdiri menjulang dengan wajah dingin. Mereka menelan ludah dengan kesusahan. "Cepat sampaikam kepada Jenderal Marco!" perintah Jordi. "Kami akan sampaikan kepada LetJend Daryono kelebihan dahulu, karena tak semua orang bisa bertemu dengan Jenderal Marco meski ia memiliki kekuasaan!" jawab salah satunya. "Baiklah, sesibuk itukah Jenderal Marco? Kalau begitu tolong sampaikan padanya ... jika beliau tak sempat bertemu dengan Tuan Zagan, maka ada kemungkinan beliau tidak akan pernah bisa bertemu dengan cucu dari Jenderal perang Wira Adipradana. Karena tidak akan ada lain kali!" Mendengar nama Wira Adipradana mereka lebih gemetar dari sebelumnya. Siapa yang tidak mengenal Jenderal perang yang melegenda itu. Meski sekarang hanya tinggal nama, namun namanya masih diagungkan. Terutama oleh Marco. Bahkan Marco pernah menyuruh semua anak buahnya untuk mencari keberadaan putri dan cucu dari Wira, namun tak ada yang berhasil menemukan!"B
Ketika sedang dalam perjalanan, Miss. Anna menghubunginya. "Mau apalagi dia?" keluhnya namun tetap menerima panggilan dari dosen pembimbingnya itu. "Ada apa, Miss?" "Arfeen, apa kau sudah menyelesaikan skripsimu? Ingat, beberapa hari lagi sidangnya!" ia berbicara dengan nada lembut. "Aku pasti akan datang, jika masih hidup!" jawabnya lesu. "Hah! Apa maksudmu?" tanya Miss. Anna bangkit berdiri seketika. "Kau sedang sakit? Sakit apa? Apakah itu parah?" Arfeen hanya mendesah. "Arfeen! kau sakit apa?" tanyanya lagi dengan panik. "Sakit hati!" jawab Arfeen yang langsung memutus sambungan teleponnya. Sementara Miss. Anna sekarang terbengong di dalam ruangannya. "Kurang ajar! Dia sengaja mengerjaiku? Tapi ... jangan-jangan dia memang sedang patah hati?" terkanya dengan senyum simpul. Sementara di dalam mobil Arfeen tampak lesu, ia belum bisa mengetahui bagaimana kondisi Larena saat ini. Hal itu sungguh sangat menyiksa batinnya. Ia sangat khawatir terhadap keselamatan wanjita itu!
"Sial!" maki Refi. "akita tidak boleh tertangkap, Toni. cepat cari jalan lain untuk keluar dari sini!" perintahnya. "Kak, di belakang kita masih ada pertempuran, Bagaimana kita bisa kabur.""Pikirkanlah caranya! dasar bodoh!" umpatnya kesal. "Inilah akibatnya jika melakukan sesuatu dengan perhitungan yang kurang matang. Jika kita ingin menjatuhkan Arfeen tidak langsung menyerang seperti ini, Kak!"Refi menoleh adiknya seketika. "Jika kau punya ide, sekarang Sudah terlambat untuk mengutarakannya!"Toni hanya mendengus. Kakaknya itu selalu seenaknya sendiri, bukankah selama ini tak pernah may mendengarkan nasehat orang lain. Idenyavselalu ia anggap benar. Nyatanya mengerang klan Mahesvara tak semudah yang ada di bayangan. Rupanya Klan Mahesvara benar-benar memiliki kekuatan pasukan yang setara dengan kekuatan militer dunia. Bahkan yang saat ini menghadangnya ... adalah Arfeen sendiri. Sebenarnya Arfeen tak berniat menghadang Refi, ia hendak pergi ke kediaman Mahesvara. Jalurnya mem