"Apa?! Kau mau apa? Untuk apa lokasi markas baru Arfeen?""Untuk menbalaskan kematian Resya dan Mario!""Kak, tanah kuburan Resya masih sangat basah. Dan kau ingin berperang?""Justru karena itu ... aku yakn Resya pasti ingin kita membalas kematiannya dan juga adiknya!""Tapi kenapa harus aku yang membujuk Lyra? Memangnya ....""Jangan kau pikir aku bodoh, Alvi. Kau itu sudah lama terobesi dengan Lyra Mahesvara. Saat di Rusia, kau bersamanya bukan?" Sial! Bagaimana kakakku bisa tahu?"Saat ini kekuatan Mahesvara sedang terbelah, pasti akan lebih mudah menghabisi Arfeen!" gerutu Alvaro. "Jadi kau sudah tahu hubunganku dengan Lyra? Alvaro menyunggingkan senyum getir, "Tidak sulit bagiku untuk tahu, meski memang sedikit tak mudah orangku mengikutimu. Tidak! tepatnya Lyra. Meski sekarang orangku sudah tewas di tangan Lyra, tapi setidaknya aku tahu kau memiliki hubungan dengannya."Alvi menelan ludah. "Ini juga akan menguntungkan untuk Lyra, bukan? Bukankah sejak dulu dia ingin menjadi
"T-Tuan Zagan!" desis ketiganya menoleh Arfeen yang berdiri menjulang dengan wajah dingin. Mereka menelan ludah dengan kesusahan. "Cepat sampaikam kepada Jenderal Marco!" perintah Jordi. "Kami akan sampaikan kepada LetJend Daryono kelebihan dahulu, karena tak semua orang bisa bertemu dengan Jenderal Marco meski ia memiliki kekuasaan!" jawab salah satunya. "Baiklah, sesibuk itukah Jenderal Marco? Kalau begitu tolong sampaikan padanya ... jika beliau tak sempat bertemu dengan Tuan Zagan, maka ada kemungkinan beliau tidak akan pernah bisa bertemu dengan cucu dari Jenderal perang Wira Adipradana. Karena tidak akan ada lain kali!" Mendengar nama Wira Adipradana mereka lebih gemetar dari sebelumnya. Siapa yang tidak mengenal Jenderal perang yang melegenda itu. Meski sekarang hanya tinggal nama, namun namanya masih diagungkan. Terutama oleh Marco. Bahkan Marco pernah menyuruh semua anak buahnya untuk mencari keberadaan putri dan cucu dari Wira, namun tak ada yang berhasil menemukan!"B
Ketika sedang dalam perjalanan, Miss. Anna menghubunginya. "Mau apalagi dia?" keluhnya namun tetap menerima panggilan dari dosen pembimbingnya itu. "Ada apa, Miss?" "Arfeen, apa kau sudah menyelesaikan skripsimu? Ingat, beberapa hari lagi sidangnya!" ia berbicara dengan nada lembut. "Aku pasti akan datang, jika masih hidup!" jawabnya lesu. "Hah! Apa maksudmu?" tanya Miss. Anna bangkit berdiri seketika. "Kau sedang sakit? Sakit apa? Apakah itu parah?" Arfeen hanya mendesah. "Arfeen! kau sakit apa?" tanyanya lagi dengan panik. "Sakit hati!" jawab Arfeen yang langsung memutus sambungan teleponnya. Sementara Miss. Anna sekarang terbengong di dalam ruangannya. "Kurang ajar! Dia sengaja mengerjaiku? Tapi ... jangan-jangan dia memang sedang patah hati?" terkanya dengan senyum simpul. Sementara di dalam mobil Arfeen tampak lesu, ia belum bisa mengetahui bagaimana kondisi Larena saat ini. Hal itu sungguh sangat menyiksa batinnya. Ia sangat khawatir terhadap keselamatan wanjita itu!
"Sial!" maki Refi. "akita tidak boleh tertangkap, Toni. cepat cari jalan lain untuk keluar dari sini!" perintahnya. "Kak, di belakang kita masih ada pertempuran, Bagaimana kita bisa kabur.""Pikirkanlah caranya! dasar bodoh!" umpatnya kesal. "Inilah akibatnya jika melakukan sesuatu dengan perhitungan yang kurang matang. Jika kita ingin menjatuhkan Arfeen tidak langsung menyerang seperti ini, Kak!"Refi menoleh adiknya seketika. "Jika kau punya ide, sekarang Sudah terlambat untuk mengutarakannya!"Toni hanya mendengus. Kakaknya itu selalu seenaknya sendiri, bukankah selama ini tak pernah may mendengarkan nasehat orang lain. Idenyavselalu ia anggap benar. Nyatanya mengerang klan Mahesvara tak semudah yang ada di bayangan. Rupanya Klan Mahesvara benar-benar memiliki kekuatan pasukan yang setara dengan kekuatan militer dunia. Bahkan yang saat ini menghadangnya ... adalah Arfeen sendiri. Sebenarnya Arfeen tak berniat menghadang Refi, ia hendak pergi ke kediaman Mahesvara. Jalurnya mem
Arfeen memutuskan untuk mendekat. "Jadi kalian semua bersatu untuk menjatuhkan aku? Ini sangat menarik!" Dewa menyimpulkan senyum getir. "Andai saja sejak awal kau mau mengalah, ini tidak akan terjadi. Aku pasti akan memberikan dukungan kepada klan Mahesvara, dan kita bisa bersama menjadi lebih besar!" Arfeen menimpai dengan tawa ringan yang getir. "Maaf, Tuan Dewa Wijaya. Aku tidak membutuhkan dukunganmu untuk bisa berjaya. Aku masih memiliki kemampuan!" "Sombong sekali, kau hanya beruntung karena terlahir sebagai anak lelaki, Arfeen. Jika tidak! Kau pasti sudah buang ke tong sampah!""Yakin? Aku ragukan itu, Kakek memiliki alasan kuat kenapa mempertahankan aku. Karena pada kenyataannya ... akulah yang kelak akan membuat nama Mahesvara semakin besar. Kau tidak percaya itu?""Jangan pernah bermimpi, karena hari ini ... akan menjadi hari terakhirmu menghela nafas!"Arfeen menaruh telunjuk di bibirnya seolah sedang berfikir. "Sayangnya setelah aku pikirkan ... hari ini tidak akan me
"Tantra!" desis Radika dengan bibir gemetar. Meski Tantra tak memiliki kelebihan seperti Arfeen, tapi pemuda itu tetap cucunya. "Tuan Muda, Tantra!" desis Liam."Kakek, jangan pikirkan aku!" seru Tantra yang sama sekali tak ada rasa takut. "Kelangsungan Klan Mahesvara jauh lebih penting dari nyawaku yang sama sekali tak berharga!" Tantra memberanikan diri berucap demikian. Ia masih ingin hidup, tapi jika hanya karena dirinya akuenya klan Mahesvara harus hancur, ia tidak akan pernah rela. Seumur hidupnya ia belum bisa memberikan kontribusi apa pun untuk keluarganya. Paling tidak nyawanya bisa berarti untuk bisa menyelamatkan kekuasaan klan Mahesvara. Ia yakin Arfeen mampu membawa keluarga Mahesvara menjadi lebih berjaya. Apalagi jika dalam pertarungan ini mereka menang. Maka ia tidak akan menyesal mati untuk itu. "Sepertinya kakekmu tidak menyayangimu, Tuan Muda Tantra. Sayang sekali ... harusnya kau memilih pihak yang benar untuk bisa mendapatkan hakmu!" Maher sengaja mengatakan
Suara lembut itu membuat Tantra terpaku, rahangnya langsung mengeras menatap sepupunya. Wanita itu! Darah keluarga Wijaya rupanya lebih kuat di tubuh Lyra daripada keluarga Mahesvara. "Kau tak sepantasnya melakukan ini terhadap Kakek, Lyra.""Apakah aku meminta pendapatmu?" tanya Lyra sinis. Tentu saja hal itu membuat tangan terasa sedikit marah. Tapi Tantra tahu harusnya ia tak berdebat dengan Lyra. Sejak awal Lyra memang yang selalu menghasut dirinya untuk merasa iri kepada Arfeen. Bahkan selalu mendorongnya untuk membenci sepupunya itu. Tapi rupanya itu semua ada niat picik! Lyra hanya memanfaatkann dirinya untuk membenci Arfeen. Karena wanita itu membutuhkan dukungan. Tantra yang saat itu masih polos selalu berhasil termakan oleh bujukan dari Lyra untuk membenci Arfeen. Sejak kecil Lyra selalu berpura-pura baik di depan Arfeen dan juga selalu keluarga. Tapi di belakang ia selaku menatap Arfeen penuh benci. "Lyra, Seharusnya kau tak perlu melakukan ini!" ucap Radika. "Aku t
"Larena!"Larena menghentikan langkah dua meter di hadapan Arfeen. Arfeen langsung berhambur memeluk wanita itu, Larena sama sekali tak memberikan respon apa pun. wanita itu hanya mematung, membiarkan sang suami memeluk tubuhnya. Karena mungkin saja itu akan menjadi pelukan terakhir mereka. Jujur saja Larena merasa merindukan pelukan itu. Ketika berada di dalam pelukan Arfeen ia merasa sangat tenang. Tapi ia hanya memikirkan bayi yang ada dalam kandungannya. Lyra bilang jika bayi itu lahir laki-laki maka itu akan menjadi ancaman, maka wanita itu akan datang untuk menghabisi putranya. Untuk itu ia harus menjauh dari Arfeen. Lagipula apa yang dilakukan lelaki itu juga banyak membuatnya kecewa. "Kau baik-baik saja kan? Lyra tidak menyakitimu?"Larena hanya menggeleng. Arfeen tampak sangat bahagia lalu memeluknya sekali lagi namun kali ini Larena menolak pelukannya. Hal itu membuat Arfeen terpaku. "Ada apa?""Aku ingin kita tetap berpisah!" pinta Larena. "Berpisah? Sayang!""Jang