"Aku butuh kerja sama kalian!""Kerja sama? Apa maksudmu?" tanya Dewi."Suamimu melakukan kesalahan yang sangat fatal dengan menghabisi nyawa adikku yang sedang koma di rumah sakit!" ungkap Arfeen membuat Dewi dan Pandu terperangah.Berani sekali Panji melakukan hal itu kepada anggota keluarga Mahesvara? Dewi sangat kecewa, setelah mengetahui penyebab kemarahan tuan muda Mahesvara, ia pun merasa tak bisa memaafkan suaminya.Profesi suaminya adalah seorang dokter yang notabene memiliki tugas untuk menyelamatkan nyawa para pasiennya, bukan justru menghabisi nyawa mereka.Selama ini Dewi selalu bangga terhadap suaminya, namun kenyataan yang ia ketahui membuat rasa bangganya menjadi benci. Sehingga terpaksa ia menyetujui saja saat Arfeen mengatakan akan menghabisi suaminya di dalam rumah itu."Aku akan menghabisi Panji di rumah ini. Tapi sebelumnya aku ingin memberikannya syok teraphy!""Syok teraphy? Untuk apa? Bu
"Tidak!" Larena sedikit celingukan sebelum kembali menatap sang suami. "Lalu kau menunggu siapa? Tamukah?" ada nada kecewa dalam suaranya. "Aku sedang menunggu seorang bidadari!" Jawabannya membuat mata Larena melebar. Arfeen melangkah ke arahnya. "Kenapa pulang telat?" tanyanya yang belum sempat dijawab oleh sang istri karena ia sudah lebih dulu memagut bibir wanita itu untuk beberapa detik. Larena terpaku, suami kecilnya itu selalu saja berhasil membuatnya salah tingkah. "Hari ini ...." "Sudah kusiapkan air hangat untukmu, mandi dulu. Kau pasti lelah!" potongnya menuntun sang istri masuk ke dalam. "Apa kau sudah pulang sedari tadi?" tanya Larena menatapnya. "Belum lama juga sih, bagaimana harimu di kantor?" Larena menghentikan langkah, menghadap Arfeen. Ia menatap pemuda itu dengan hangat. "Terima kasih ya, berkat bantuanmu produk baru kami berhasil. Dari mana kalian bisa mendapatkan bunga-bunga itu?" Arfeen menyimpan senyum. "Itu rahasia!" jawabnya mencolek ujung hi
Vano menatap menantunya dengan penuh selidik. Ia tak tahu kenapa tapi ada yang mengganjal di dalam hati. Kenapa menantunya itu ingin sekali membantu tuan muda Mahesvara untuk memecahkan kasus Megaproyek? Benarkah hanya sekedar membantu karena pemuda itu bekerja pada klan Mahesvara? Tapi kenapa kesannya seperti Arfeenlah yang sangat bersemangat ingin memecahkan kasus itu?"Ada apa, Pa?" tanya Arfeen yang menyadari tatapan sang mertua. "Beri aku satu alasan kenapa kau sangat bersemangat ingin memecahkan kasus Megaproyek? Padahal kasus ini sudah sangat lama, 20 tahun yang lalu. Yang pada saat itu ... mungkin kau masih balita!" Aventau suatu saat ia akan mendapatkan pertanyaan ini dari sang papa mertua, dan ia sudah siap untuk jawabannya. "Bukankah sudah kukatakan, Pa. Kasus ini menyangkut tentang Papa, nama baik Papa di dunia bisnis. Sebagai seorang menantu tentu saja aku hanya ingin membantu membersihkan nama Papa!" Vano menghela nafas dalam, jawaban menantunya memang masuk akal.
Mendengar kata tak diijinkan keluar ranjang, Larena bisa membayangkan akan sepanas apa pergulatan mereka! Ia ingin kabur tapi hatinya juga mau, lagipula ia memang tak sempat untuk kabur. Sang suami sudah langsung menerkamnya. Arfeen berjalan cepat dan langsung menubruk tubuhnya ketika ia baru sempat sedikit bangun. Menciumnya dengan ganas, sedikit pun tak memberi celah. Tubuh wanita yang 13 tahun lebih tua darinya itu telah membuatnya candu, biasanya ia cepat bosan dan ingin mencari rasa berbeda dari wanita lain. Tapi sekarang ia tak ingin yang lainnya, ia hanya ingin Larena. Ia ingin wanita itu melebihi apa pun. Bukan hanya sebagai teman tidur, tapi juga teman dalam hidupnya. Teman yang bisa ia ajak bicara ketika sedang memiliki masalah. Sayangnya, masalah yang tengah ia hadapi sekarang belum bisa ia bagi dengan sang istri. Ia masih belum bisa mengungkap jati dirinya. Apa yang dibayangkan Larena benar terjadi, bahkan kali ini lebih dari apa yang ia perkirakan. Tubuhnya benar-ben
"Taruhannya adalah nyawamu kan?" Larena mengulang pertanyaannya. Dan sebelum suami kecilnya menjawab dengan candaan ia kembali berseru. "Jangan anggap ini sebagai candaan, Arfeen. Memangnya kau mau menjadikanku janda secepat itu? Bukankah katamu kita akan bersama sampai seluruh rambut memutih? Kalau begitu jauhilah bahaya!" Arfeen mengembangkan senyum. Sebenarnya ia sangat bahagia ketika sang istri mencemaskannya. Itu adalah salah satu bukti bahwa wanita itu sudah mencintainya. Tapi sejak kecil kehidupannya memang penuh bahaya, dan ia tak mungkin bisa lari dari hal itu. "Sejak lama, aku sudah mempercayakan hidupku pada Tuhan. Pada dasarnya hidup dan mati seseorang ada di tangannya, kita tak pernah tahu itu kapan. Jika Tuhan masih menghendaki diriku hidup, maka sebahaya apa pun yang aku hadapi, itu tidak akan merenggut nyawaku." Viera yang masih berada di ambang pintu mendengar percakapan mereka. "Sudahlah, Rena. Itu pilihan pekerjaan suamimu, lagipula sebagai pengawal pribadi
Jordi masih menatap Frita yang mengacungkan handphone dengan bibir manyun dan manja. Ia memungut benda itu, tanpa mengucap apa pun kembali fokus ke layar. Frita yang menunggu reaksi Jordi pun merasa kesal juga, namun ia akan berusaha untuk sabar. Mungkin saat ini dirinya bukan prioritas bagi pria di sisinya itu, tapi perlahan ia akan membuat dirinya menjadi prioritas utama bagi pria itu. Frita tahu jika dirinya keras kepala ia akan kehilangan Jordi, jadi ia akan banyak mengalah. Ia akan jadi gadis penurut demi bisa memenuhi seluruh ruang di hati Jordi. Sampai tak ada lagi ruang untuk orang lain. "Bagaimana kalau malam ini kita nonton? Sepertinya ada film baru. Kau suka film apa?" "Malam ini aku sibuk, Presdir ada pertemuan penting." "Di hari libur pun masih ada pertemuan?" "Memang bukan urusan kantor, tentunya kau tahu siapa Presdir. Dia adalah Zagan, tak ada hari libur di dunia kami!" Frita tercenung, ia baru ingat akan hal itu. Zagan adalah tuan muda Mahesvara. Pria yang
Arfeen mengelus telinganya yang sudah lepas dari tangan sang mertua. "Kau memang benar, usia Larena sudah tidak muda lagi. Memang seharusnya dia sudah memiliki anak. Tapi tidak anakmu!" Mata Arfeen membesar. "Tidak anakku? Ma, kalau bukan anakmu lalu mau anak siapa? Suaminya kan aku? Dan aku juga tidak akan pernah menceraikan Rena!"Viera tak langsung menjawab. Sepertinya memang akan sulit memisahkan mereka. Ia juga bisa melihat putrinya yang sepertinya sudah jatuh cinta pada Arfeen. Tapi Jika Arfeen bisa mempertahankan pekerjaan dan gaji tingginya, apa yang jadi masalah?"Baiklah! Jika kau sudah bisa memberikan Larena rumah dan mobil mewah. Maka kau boleh menghamilinya!" ujar Viera memberi syarat sebelum melenggang ke kamar. Arfeen menatap punggung wanita itu hingga menghilang dari pandangannya. 'Hanya itu, Ma? Kenapa Mama tak minta istana dan jet pribadi saja. Karena itu pun juga tak sulit bagiku untuk kuberikan pada Rena!' sautnya dalam hati sambil berjalan menuju kamar. Mema
"Banyak wanita? Apa maksudmu banyak wanita?" tanya Larena dengan sedikit memundurkan tubuh. Membuat tangan Arfeen yang sedang memainkan rambutnya harus memegang udara. Arfeen menggunakan tangan itu untuk menyugar rambutnya. "Kehidupanku yang dulu bisa dikatakan tak biasa," akunya dengan tawa getir. "Sejak kecil aku sudah berhadapan dengan maut!" Ia menatap lekat mata sang istri. "Juga para gadis!" Larena tak menyahut, ia seperti sedang mencoba mencerna tiap kata yang terlontar dari mulut sang suami. "Kau ingin tahu apa aku tidur dengan wanita lain kan? Dan berapa banyak?" tanya Arfeen yang tak mendapatkan jawaban. Hanya kerlingan saja yang wanita itu berikan. "Pertama kali aku tidur dengan wanita ... saat aku usiaku 13 tahun!" aku Arfeen membuat Larena membeku. Tiga belas tahun? Seorang anak lelaki usia 13 tahun sudah melakukan hubungan ranjang? "Kau hanya bercanda kan?" cicit Larena. "Aku serius, sejak saat itu ... aku suka berpetualang. Tapi kau jangan khawatir, di an