"Tuan?" seru nyaris semua gadis itu. Jordi tak memedulikan mereka semua. "Bukankah Tuan masih ada acara?""Kau benar, Jordi. Aku hampir saja lupa!" sahut Arfeen berdiri. "Arfeen, kau berjanji akan memberitahuku!" sergah Nathan membuat Arfeen menoleh. "Kalau begitu ikutlah denganku!" imbuhnya mulai melangkah. Namun para gadis itu menghalangi. "Arfeen tunggu, jelaskan dulu pada kami? Siapa pria ini? Kau memiliki bodyguard?" berbagai pertanyaan terlontar bersautan. "Maaf Nona-nona, kelas sudah selesai. Sebaiknya kalian juga pulang!" ujar Jordi menghalau mereka. Membuat Arfeen memiliki ruang untuk keluar kelas. Meski masih ada yang mencoba menghalangi, namun kali ini Nathan ikut andil agar Arfeen bisa keluar kelas. Setelah sampai di luar, Arfeen pun berlari menuju parkiran. Nathan mengikuti."Ya ampun!" keluhnya sambil berlari. Jordi pun ikut ambil langkah seribu. Ia tak menyangka akan melewati semua ini. Sudah lama ia bersembunyi pada sosok pria lemah, sekarang ia tak mau lagi te
Mika menatap Frita dengan tatapan tak suka, apalagi gaya Frita yang tampak menggoda itu! Mika tahu seperti apa reputasi Frita terhadap lelaki. Dan ia tak mau berbagi soal Arfeen dengan Frita, jadi ia tak akan membongkar jati diri Arfeen di depan Frita. Apalagi sampai siri kampus tahu siapa Arfeen. Pasti Arfeen akan langsung menjadi incaran para gadis di kampus. Meski Arfeen sudah menikah, tapi sebagai seorang tuan muda pasti akan tetap banyak yang mengejar. "Frita, Arfeen bukan seorang pemuas nafsu. Kau salah jika berfikiran dia seperti itu!" Frita menoleh pada Mika, ia bisa membaca jika Mika sepertinya mulai menyukai Arfeen. Atau diam-diam mereka berdua memang sudah menjalin hubungan tersembunyi? "Kau cemburu, Mika?" tudingnya. "Apakah kau adalah kekasih gelap Arfeen di belakang istrinya?" "Jaga bicaramu!" Frita justru tertawa. "Tak perlu munafik, Mika. Kau tampaknya sangat tidak senang mengetahui bahwa aku akan menghabiskan malam yang panjang bersama Arfeen. Apa itu artinya ji
Frita dan Mika tampak panik. Mika pikir Arfeen mau mengajaknya kencan, sebagai hukuman jika ia harus menyerahkan mahkotanya ia rela. Tapi hal itu untuk Arfeen, bukan untuk para pria yang tak ia kenal. Frita tak menyangka jika Arfeen akan membalas apa yang ia lakukan terhadap pria itu 3 tahun yang lalu. Ia sendiri sudah hampir lupa akan kejadian itu. Frita bangkit dan mundur ketika empat orang itu mendekat. Mika hendak melarikan diri, namun rupanya pintu suda terkunci dan kuncinya entah ada di mana. "Buka pintunya!" teriaknya mengetuk-ngetuk daun pintu. "Kau lupa, Mika. Ruangan ini kedap suara, jadi percuma saja kau teriak!" ujar Arfeen yang tetap duduk santai. Ia bahkan tengah menikmati segelas minuman. Frita sedang menampik dua tangan yang mencoba merengkuhnya. "Pergi! Menjauh dariku!" "Kau sangat cantik sayang!" "Jangan sentuh aku! Gunawangsa akan menghancurkan kalian!" "Masih bisa sombong rupanya!" Frita tetap mencoba meronta, meski saat ini kedua tangannya d
"Kau pergi ke bar?" tanya Larena yang terkejut. "Aduh, Larena ... bukankah suamimu tadi bilang dia mengawal Tuan Muda dari klan Mahesvara itu. Pasti Tuan Muda itu yang bersenang-senang di bar, dulu ... meskipun masih sangat muda tapi dia itu adalah pecinta wanita!" oceh Viera. Ucapan Viera sungguh membuat Arfeen mengeraskan rahang. Mertuanya itu sedang menjelekkan dirinya di depan Larena? Tapi apa yang dikatakan sang mama mertua memang tidak bohong. Ia memang seperti itu kan? Tapi itu dulu, sebelum ia menikah dengan Larena. "Tidak sepenuhnya seperti itu sayang, Tuan Muda hanya ingin memberi pelajaran pada teman kampusnya yang dulu pernah merendahkan dirinya!" saut Arfeen membala diri. "Merendahkan?" "Kalian pasti tahu kan jika Tuan Muda pernah terusir dari klan Mahesvara karena sebuah kesalah pahaman?" "Apa pun itu tapi ... aku tak suka jika kau suka main ke bar!" "Aku hanya mengawal!" "Sepertinya Tuan Muda itu bisa memberikan pengaruh buruk padamu!" "Jangan berpikiran negati
"Kenapa, Ma?" tanya Arfeen lagi."Kau masih bertanya, ini juga ada hubungannya denganmu. Karena Larena memutuskan untuk mempertahankan pria rendahan sepertimu ... Papa mencabut semua dana di La Viva!""Tapi bukankah aku sudah memperbaiki itu?"Viera menyimpulkan senyum kecut, "Kau pikir itu cukup? Nyatanya suamiku kian diremehkan oleh keluarga besarnya!"Arfeen menoleh Vano yangtetap menyantap sarapannya dengan santai. Muncul senyum aneh di bibir Arfeen. "Mama tidak perlu khawatir, Tuan Muda tak benar-benar menjalin kerja sama dengan Jaya Abadi Corp. Dia hanya ingin menyelidiki tentang Megaproyek, siapa sebenarnya yang menciptakan konspirasi dalam Megaproyek!" Tubuh Vano membatu, menantunya itu ingin membantu tuan muda Mahesvara menyelidiki tentang Megaproyek? Vano menenggak air mineralnya, "Baiklah, Arfeen. Jika kau bisa membersihkan namaku di dunia bisnis. Mungkin aku bisa mempertimbangkan statusmu di rumah ini!" Itu adalah syarat yang Vano berikan. Sebuah kesempatan yang memang
"Baiklah, Jordi. Jadi lain kali aku boleh ngobrol dengan ibumu kan?" tanya Arfeen. "Tentu saja, Presdir! Jadi sekarang ke mana? Kembali ke kantor?" "Ke kampus! Aku ada kelas.""Kita sungguh mencancel semua meeting hari ini?" "Tidak juga, ada beberapa yang diwakili oleh Liam. Dia masih memegang kendali Mahesvara Group!""Tapi Presdir, bagaimana jika di kampus akan terjadi hal seperti kemarin? Maksud saya ... para gadis itu!" "Ouh!" Arfeen menggaruk batang hidung. "Jujur, aku pernah mengalami hal itu. Beberapa tahun lalu, tapi tidak seperti sekarang!" Ia mengingat masa di mana dulu saat dirinya belum terusir. Di sekolah dan kampus pun ia dikelilingi para gadis cantik. Meski ia tetap bersikap dingin, tapi ada saja yang mencoba mendekatinya. "Ini akan menjadi tugas berat untuk saya, Tuan. Saya tak pernah menghadapi para gadis yang mengerikan!"Arfeen justru tertawa. Ketika sampai kampus, Arfeen melepas jas, dasi lalu mengeluarkan bagian bawah kemeja yang biasa tersimpan rapi di dal
"Sekarang?" Frita mengangguk tanpa ragu. Jordi sedikit bingung, tak mungkin ia pergi kan? Secara bosnya masih di kampus. "Bagaimana jika lain kali, aku tak bisa meninggalkan Presdir sendiri!" tolaknya. Wajah ceria Frita langsung berubah masam dengan bibir manyun. "Katakan saja memang kau tak mau mengenalkan aku pada ibumu kan? Kau tidak serius denganku kan? Kau hanya mencari keuntungan saja dari tubuhku!" kesalnya berbalik dan hendak melangkah. "Frita bukan begitu!" ujar Jordi menghentikan langkah Frita. "Tugas utamaku adalah mendampingi Presdir, di jam kerja aku tak bisa meninggalkannya!" Frita masih tak berbalik, meski ia mengerti akan hal itu. Ia sendiri tak ingin melawan Arfeen sekarang. "Bagaimana jika ... sepulang kerja nanti. Kau mau aku jemput di mana?" Wajah Frita langsung bersinar bak rembulan. Jordi bersedia membiarkan dirinya menjenguk sang ibu? Apakah artinya pria itu serius padanya? Ia lekas berbalik. "Jemput aku di rumah, jam 8!" "Jam 8? Di rumahmu? Tap
"Ha? Ba-bayi?" beo Larena."Kau tidak berfikir untuk menunda kehamilan kan?" tanya Arfeen membuat Larena menelan ludah. Menunda kehamilan? Larena bahkan tak berfikir sama sekali akan hal itu. Ia hanya mencoba menjalani pernikahan ini seperti kesepakatan mereka. "Aku ... tidak melakukan program apa pun."Arfeen mengulum senyum. "Good! Usiamu memang sudah tak diperbolehkan menunda kehamilan, atau kau tidak akan bisa hamil!" Larena sedikit terperangah, ia menyadari berapa usianya sekarang! Memang sudah seharusnya ia memiliki anak. Saat pikiran Larena melalang buana, Arfeen justru mengambil kesempatan itu untuk memagut bibir ranum sang istri. Kedua mata Larena melotot saking terkejutnya, namun ciuman lembut itu berhasil menyihirnya. Membuatnya membalas tiap kecup yang sang suami berikan. Arfeen bangkit membawa Larena bersamanya lalu mengangkat tubuh wanita itu, mendudukkannya di meja tanpa melepaskan pagutan. Tangan Larena mulai meremasi otot-otot di lengan Arfeen. Ia memang selalu